Cutaneus Discoid Lupus Erythematosus, a case report

Page 1

LAPORAN KASUS CUTANEUS DISCOID LUPUS ERYTHEMATOSUS Sarah Yunara, Lita Diah Rahmawati 1) 1) Residen Penyakit Dalam Universitas Airlangga-RS dr.Sutomo Surabaya Departemen-SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unair-RSUD Dr.Soetomo Submitted : November 2016 | Accepted : December 2016 | Published : Januari 2017 ABTRACT Systemic Lupus Erythematosus (SLE) is a systemic autoimmune disease with multifactorial causes, indicated by involvement of multiple organs and systems due to immunological disorders. Clinical manifestations of SLE are varied and involve many different organs of either multiple organs and associated organs during the period of the disease lasts. The purpose of writing this case report is to know the symptoms, treatment and prognosis of the treatment of this disease. CDLE Management aims to prevent the formation of new lesions and progression of existing lesions through education of patients and local as well as systemic therapy. Patients with CDLE generally more benign than other CLE subtype. This case report discusses a patient man, 41 years old with complaints of red patches that originally behind the ear spread to the face and spreads to the scalp, chest, back, and part of the arms, as well as the desease history up to outpatient. (QM 2017;01:48-59) Keyword

: cutaneus discoid lupus erythematosus, SLE, lupus

Correspondence

: sarahyunara@gmail.com

ABSTRAK Cutaneus Discoid Lupus Erythematosus (CDLE) merupakan penyakit autoimun sistemik dengan penyebab multifaktor, yang ditandai keterlibatan beberapa organ dan sistem oleh karena kelainan imunologi. Manifestasi klinis CDLE bervariasi dan melibatkan banyak organ baik beberapa organ berbeda maupun berkaitan selama periode penyakit berlangsung. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui gejala, tatalaksana terapi dan prognosa dari penyakit ini. Penatalaksanaan CDLE bertujuan untuk mencegah terbentuknya lesi baru dan progresivitas dari lesi yang sudah ada melalui edukasi terhadap pasien dan terapi lokal serta sistemik. Penderita dengan CDLE umumnya bersifat lebih jinak dibanding subtipe CLE lainnya. Laporan kasus ini membahas seorang pasien lakilaki, 41 tahun, dengan keluhan bercak merah yang awalnya di belakang telinga menjalar ke wajah dan menyebar ke kulit kepala, dada, punggung, dan sebagian lengan, serta perjalanan penyakitnya hingga pasien rawat jalan. (QM 2017;01:48-59) Kata kunci

: cutaneus discoid lupus erythematosus, SLE, lupus

Korespondensi

: sarahyunara@gmail.com


Cutaneous

PENDAHULUAN Systemic

Lupus

Erythematosus

(SLE)

memiliki

Lupus

Erythematosus

manifestasi

(CLE)

dermatologis

yang

merupakan penyakit autoimun sistemik dengan

beragam, yang terkadang dapat berkaitan

penyebab

ditandai

maupun tidak dengan perkembangan penyakit

keterlibatan beberapa organ dan sistem oleh

lupus sistemik. Diagnosis dari penyakit-

karena kelainan imunologi. Manifestasi klinis

penyakit ini membutuhkan klasifikasi yang

SLE bervariasi dan melibatkan banyak organ

sesuai dengan subtipe

baik beberapa organ berbeda maupun berkaitan

pemeriksaan

selama

pemeriksaan

laborat, histologi, serologi

antibodi,

dan

terkadang

merupakan target organ yang dipengaruhi

secara

langsung,

oleh penyakit ini dengan berbagai gambaran

menyingkirkan

berupa Acute Cutaneous Lupus, Chronic

Penatalaksanaan lupus kulit meliputi edukasi

Cutaneous Lupus, ulkus oral, dan alopesia

yang tepat terhadap perlindungan terhadap

tanpa parut. (Petri 2012). Lesi kulit yang

paparan sinar matahari dengan agen topikal

spesifik

Lupus

maupun sistemik. Agen sistemik diberikan

Erythemathosus (CLE) menurut Gilliam dapat

pada kasus dimana terjadi penyebaran, bekas

diklasifikasikan menjadi beberapa subtipe

luka

berdasarkan kriteria klinis, imunoserologi, dan

kekambuhan. (Lauren 2013)

histologi

Lupus

SLE pada umumnya terjadi pada wanita, tetapi

Erythematosus (ACLE), Subacute Cutaneous

pada kasus ini ditemukan juga terjadi pada

Lupus Erythematosis (SCLE), dan Chronic

laki-laki. Selain itu gambaran klinis dari

Cutaneous

penyakit CDLE ini bertumpang tindih dengan

multifaktor,

periode

yang

penyakit

berlangsung.

(Sontheimer dan McCauliffe 2007).

pada

yaitu

Cutaneous

Acute

Lupus

Cutaneous

Erythematosus

Kulit

(CCLE)

atau

seperti

melalui

pemeriksaan

fisik,

imunofluoresens

sekaligus penyakit

parut,

beberapa

atau

penyakit

untuk sistemik.

dengan

(Sontheimer dan McCauliffe 2007).

subtipe dari penyakit SLE dengan manifestasi

Prevalensi

kulit

dari

SLE

berkisar antara 51

lainnya, maupun dengan

penyakit-

kasus per 100 ribu penduduk di Amerika.

penyakit kulit yang memberikan efloresensi

Wanita lebih mudah terkena lupus sebanyak 9

yang serupa.

kali lipat dibanding pria. Sekitar 65% pasien

penatalaksanaan

menderita SLE pada awitan usia 16-55 tahun.

mempengaruhi

(Bertsias 2012). Pada 2005 sebuah studi

prognosa dari penyakit.

Hal

ini

berkaitan

dengan

selanjutnya tingkat

kesembuhan

yang dan

mengatakan insidensi CLE dapat disetarakan dengan SLE dimana terdapat 50-85% kasus

LAPORAN KASUS 1

CLE merupakan

Lupus

Seorang laki-laki Tn. A, 41 tahun, menikah,

Erythematosus) yang merupakan bagian dari

suku Madura, agama Islam, pendidikan tamat

CCLE. (Durosaro, et al 2009)

SD, pekerjaan petani, bertempat tinggal di

DLE

(Discoid


Sumenep, Madura. Pasien dirujuk dari RS

alopesia dengan skuama yang tebal. Pada

Moh. Anwar Sumenep ke RS Dr Sutomo

wajah di daerah malar didapatkan makula

Surabaya dan dirawat di ruang kemuning laki

eritematous yang berbatas tegas dan terdapat

pada tanggal 15 September 2014. Pasien

skuama.

datang dengan keluhan bercak kemerahan di

kelenjar getah bening, tidak tampak dan tidak

wajah dengan curiga Psoriasis Vulgaris dengan

teraba massa di daerah leher, tidak ada

diagnosa

pembesaran

banding

Dermatitis

Seboroik.

Tidak

didapatkan

kelenjar

tiroid,

pembesaran

JVP

tidak

Keluhan bercak kemerahan awalnya timbul

meningkat. Pada pemeriksaan dada bentuk

pada wajah, dada, dan punggung yang

normal, simetris. Pada dada bagian depan

muncul secara perlahan sejak 4 tahun yang

didapatkan makula eritematous yang berbatas

lalu. Bercak awalnya muncul di belakang

tegas dengan skuama. Pada punggung dekat

telinga, kemudian menyebar ke wajah dan

bahu

kepala, dada serta badan. Bercak terasa gatal,

berbatas tegas dengan skuama. Pada paru

tidak didapatkan rasa nyeri. Bercak terasa

pergerakan simetris, tidak ada nyeri ketok,

perih jika terpapar oleh sinar matahari. Pasien

pada auskultasi suara napas vesikuler, tidak

sering

ada ronkhi maupun wheezing. Pada

mengeluhkan

nyeri-nyeri

pada

didapatkan makula eritematous yang

persendian disertai bulu ketiak yang rontok.

jantung, iktus kordis di ICS V mid clavicular

Tidak ada keluhan panas badan, tidak ada

line sinistra, pada auskultasi suara jantung

riwayat penggunaan obat-obatan secara rutin

tunggal tanpa ditemukan murmur, gallop

baik oral maupun topikal sebelumnya.

maupun

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa

abdomen, supel, flat, turgor normal, tidak ada

sebelumnya. Saat mengalami keluhan bercak

nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, bising

kemerahan ini pasien sempat berobat ke

usus normal. Pada pemeriksaan ekstremitas

fasilitas kesehatan terdekat tetapi tidak tahu

atas dan bawah tidak didapatkan kelainan

nama obat. Keluarga pasien tidak ada yang

gerak.

mengalami

didapatkan makula eritematous berbatas tegas

keluhan

serupa.

Tidak

ekstrasistol.

Pada

regio

Pada

pemeriksaan

antebrachii

sinistra

didapatkan riwayat alergi pada pasien.

dengan skuama.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan

umum cukup, kesadaran kompos mentis

hemoglobin

(GCS 4-5-6), tekanan darah 130/80 mmHg,

3.690/mL, trombosit 187.000/mL, granulosit

nadi

cukup,

45,3%. Pemeriksaan GDP 65 mg/dL, GD

0 pernafasan 20 kali/menit, suhu aksiler 36,7 C.

2JPP 132mg/dL, BUN 17 mg/dL, SGOT 113

Pada

tidak

IU/dL, SGPT 182 IU/dL, albumin 3,5 g/dL,

didapatkan anemia, ikterus, sianosis maupun

kalium 3,6 mmol/l, natrium 139 mmol/l,

84

kali/menit,

pemeriksaan

teratur,

kepala

isi

leher

dispneu. Pada daerah kulit kepala didapatkan

(Hb)

14,1

g/dL,

leukosit

klorida 109 mmol/l. Urine lengkap leukosit


negatif, nitrit negatif, protein 25 mg/dL. Hasil

Hari keempat perawatan keluhan bercak

foto thorax dalam batas normal.

merah masih ada, gatal sedikit berkurang,

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan

nyeri sendi terkadang masih dirasakan. Pada

fisik dan penunjang, maka diagnosis kerja

pemeriksaan fisik wajah, dada, punggung, dan

pasien adalah Dermatitis Seboroik dengan

lengan atas masih terdapat makula eritematous

diagnosis banding Cutaneus Discoid Lupus

yang berbatas tegas dan skuama yang banyak

Erythematosus (CDLE) dan Psoriasis Vulgaris

berkurang. Pemeriksaan LED 41 mm/jam.

disertai

peningkatan

serum

transaminase.

Pemeriksaan imunologi C3 63,1 mg/dL, C4

Rencana

diagnostik

adalah

pemeriksaan

50,8 mg/dL, ANA test positif 88,39 mg/dL,

imunologi,

biopsi

kepala.

anti ds-DNA positif dengan titer 151,1 U/ml.

Rencana terapi diet TKTP 2100 kkal/hari,

Hasil pemeriksaan penanda hepatitis yakni

Loratadin

HbsAg negative dan anti HCV non reaktif,

tablet

kerokan

10

kulit

mg

1x1,

salep

Desoksimetason 0,25%, dan krim urea 10%.

dengan

Pasien

tidak

SGOT 135 IU/dL dan SGPT 211 IU/dL. Hasil

memanipulasi lesi serta menghindari paparan

pemeriksaan patologi anatomi dari kerokan

sinar matahari langsung.

kulit kepala didapatkan secara makroskopik

juga

diedukasi

untuk

pemeriksaan

transaminase

ulang

jaringan dengan berat < 5 gram, dengan PERJALANAN PENYAKIT

ukuran 0,3 x 0,1 x 0,1 cm, berwarna putih abu-

Hari kedua perawatan pasien mengeluhkan

abu dengan kosistensi padat kenyal, dilapisi

bercak masih kemerahan dan masih gatal

kulit berukuran 0,2-0,1 cm, secara mikroskopis

tetapi rasa perih berkurang, nyeri sendi

pada bagian epidermis didapatkan atrofi, rete

kadang-kadang. Dari pemeriksaan fisik dengan

ridge

kondisi umum yang cukup. Tekanan darah

degenerasi vakuolar sel basal, dan pada bagian

110/80

dermis

frekuensi

mmHg,

nadi

92

kali/menit,

nafas 16 kali/menit, temperatur

memendek

didapatkan

sampai

rata,

infiltrasi

sel

tampak

radang

limfosit, dermo-epidermal junction, dengan

0 aksiler 36,4 C. Didapatkan alopesia dengan

beberapa

skuama tebal pada kulit kepala, serta pada

melanin, sehingga gambaran biopsi sesuai

regio wajah, dada, punggung dekat bahu, dan lengan kanan atas terdapat macula eritematous dengan batas tegas dan skuama. Rencana

makrofag

mengandung

pigmen

dengan chronic discoid lupus erythematosus dengan diagnosis banding sistemik lupus eritematosus. Pasien kemudian dikonsulkan ke

dan

bagian penyakit dalam, dan dialih rawat ke

pemeriksaan imunologi C3, C4, ANA tes,

penyakit dalam. Diagnosis pasien adalah

penanda hepatitis serta pemeriksaan kerokan

CDLE. Pasien direncanakan untuk evaluasi

biopsi kulit kepala.

transaminase

diagnosis dengan pemeriksaan LED

ulang

dan

penanda

virus

hepatitis. Pasien juga mendapatkan terapi


tambahan Injeksi Metil Prednisolon 1x62,5

PEMBAHASAN

mg iv dan Chloroquin 1x200 mg p.o.

SLE adalah kelainan autoimun sistemik yang

Hari kesembilan perawatan pasien masih

berkaitan dengan aktivasi sel B poliklonal

mengeluhkan bercak kemerahan, dengan gatal

yang

yang semakin berkurang dan tidak ada nyeri.

lingkungan ( paparan sinar UV, infeksi virus,

Di

masih

bahan kimia), hormonal serta emosi. Meski

dan alopesia yang

etiologi tersebut masih belum diketahui dengan

sudah berkurang, dan didaerah dada serta

baik, interaksi antara beberapa faktor tersebut

punggung bahu makula eritematous batas tegas

dapat terjadi ditambahkan dengan kekacauan

dengan skuama tipis. Diagnosis pasien adalah

imunoregulasi,

CDLE. Pasien mendapat terapi diet TKTP

imunologi, perkembangan autoantibody, dan

2100 kkal/hari, inj Metil Prednisolon 1x62,5

defek

mg iv (hari ke-5), pasien direncanakan untuk

komplemen serta proses inflamasi lain yang

diganti metil prednisolon oral 3x16 mg

menyebabkan kerusakan sel dan atau jaringan.

keesokannya, Chloroquin

(Sontheimer dan McCaulife 2007, Freir, et al

1x200 mg po, CaCO3 3x1 tab po, Loratadin

2011).

1x10 mg tab po, salep Desoksimetason 0,25%

American College of Rheumatology (ACR)

ue, Urea 10% cream ue, sunblok SPF 30 ue.

mencantumkan

Hari

pasien

mendiagnosa

mulai

merupakan kriteria dari manifestasi kulit

berkurang, gatal dirasakan kadang-kadang

(ruam malar, lesi diskoid, ulcus pada mukosa,

saja.

dan fotosensitif). Pada 2012 Systemic Lupus

daerah

wajah

dan

didapatkan malar rash

keduabelas

mengeluhkan

makula

kepala

perawatan

bercak

kemerahan

eritematous

pada

badan

dihasilkan

dari

intervensi

hilangnya

genetik,

toleransi

dari kompleks imun, aktivasi sistem

sebelas SLE.

kriteria

empat

di

untuk antaranya

berkurang dan skuama menipis. Diagnosis

International

pasien adalah CDLE. Pasien mendapatkan

Classification Criteria (SLICC) mengajukan

terapi tambahan imuran 2x50 mg po, terapi

metode terbaru untuk mendiagnosis SLE

lain dilanjutkan. Hari kelimabelas perawatan

termasuk kriteria dermatologis yang sudah

pasien mengeluhkan bercak makin banyak

direvisi. Menurut SLICC, penderita harus

berkurang, gatal sudah

memenuhi setidaknya empat kriteria, termasuk

Diagnosis

pasien

jarang

adalah

dirasakan.

CDLE.

Pasien

Collaborating

setidaknya satu kriteria klinis

Clinics

dan

satu

dipulangkan dengan terapi Metil Prednisolon

kriteria imunologis atau didapatkan hasil

tablet 3x16 mg, tablet Chloroquin 1x200

biopsi

mg, tablet CaCO3 3x1, Imuran 2x50 mg.

dengan hasil ANA tes dan anti dsDNA yang

Pasien selanjutnya kontrol ke poli rematologi

positif (Biazar 2013).

dan poli kulit.

Keterlibatan jelas,

yang

karena

menunjukkan

kulit dari

dapat 80%

lupus nefritis

terbukti

dengan

kasus

dengan


manifestasi kulit saat berlangsungnya penyakit,

hiperpigmentasi tetapi akan berubah menjadi

satu di antara empat memiliki lesi kulit yang

depigmentasi

jelas saat ditegakkan diagnose. (Machado, et al

sikatrik yang umumnya bersifat permanen, lesi

2008). Klasifikasi dari lesi kulit berdasarkan

ini terasa nyeri bila disentuh.

Gilliam pada 1977 menggolongkan menjadi

2011).

manifestasi kulit yang spesifik dan non

Penderita dengan CDLE umumnya bersifat

spesifik. Lesi kulit

lebih jinak dibanding subtipe CLE lainnya.

non spesifik meliputi lesi vaskuler seperti

CDLE lokal terjadi pada kepala dan leher,

sindroma

Raynaud,

khususnya pada scalp dan telinga. Sedangkan

telengiektasi

periungual,

tromboflebitis,

menjadi lesi

(Sticherling

difus,

CDLE general terjadi pada atas dan bawah

eritema multiforme, dan kalsinosis kutaneus.

leher, melibatkan lengan bawah dan tangan

Meski lesi non spesifik umum ditemukan

bagian ekstensor, tipe ini umumnya lebih

pada SLE, manifestasi tersebut juga dapat

jarang. Ada kalanya C DLE terjadi pada

ditemukan pada lesi kulit spesifik. Lesi kulit

permukaan mukosa termasuk

spesifik

Lupus

nasal dan mukosa genital. (Chong 2012,

dibagi

Vera 2010).

pada

Erythemathosus berdasarkan

alopesia

dan berlanjut

Cutaneous (CLE)

klinis,

dapat

imunoserologis

dan

tegas,

bibir,

oral,

Lesi CDLE nampak berbatas

berskuama,

makula

atau

papula

histologi menjadi Acute Cutaneous Lupus

eritematous yang secara bertahap menjadi

Erythematosus (ACLE), Subacute Cutaneous

plak diskoid dengan indurasi (lesi berbentuk

Lupus Erythematosis (SCLE), dan Chronic

koin) dengan skuama menempel yang nyeri

Cutaneous Lupus Erythematosus (CCLE).

jika

(Sontheimer dan McCaulife, 2007).

menginfiltrasi hingga folikel rambut yang

CCLE dapat dibagi lagi menjadi Cutaneus

menghasilkan parut alopesia. Seiring dengan

Discoid

(CDLE),

waktu lesi ini akan atropi dan terjadi

Profundus atau panniculitis (LEP) dan tumidus

hiperpigmentasi perifer dengan depigmentasi

(LET). Tidak seperti manifestasi kulit lainnya,

sentral. Paparan sinar matahari atau trauma

pada CCLE kulit dapat menjadi atrofi dan

dapat

menimbulkan

penyakit.

Lupus

Erythematosus

parut,

didiagnosis lebih awal

sehingga

dapat

dikelupas.

Plak

menimbulkan Lesi

diskoid

ini

cenderung

eksaserbasi sangat

dari berbeda

dan memberikan

dibandingkan dengan yang lainnya, tetapi

penatalaksanaan yang sesuai untuk mencegah

pada tahap plak awal dari eritema yang

kerusakan lebih lanjut. CDLE merupakan

indurasi

manifestasi kulit yang umum terjadi pada

limfoma kutis, limfoma sel T, granuloma

lupus. Lesi discoid ditandai dengan adanya

fasialis,

jaringan berskuama tipis, yang meluas ke

sarkoidosis. (McCaulife 2001)

folikel

rambut.

Plak

awal

dapat

dapat

erupsi

serupa

dengan

cahaya

psoriasis,

polimorf,

dan


Terdapat empat tahap pada pathogenesis

individual.

dari lupus kulit yaitu (a) paparan terhadap

mengarah pada antigen yang terkait respon

sinar

stress

UV

yang

merangsang

keluarnya

Autoantibodi

seluler

dan

terkait

respon

CLE

heat-shock.

mediator proinflamatori dari epidermis dan

Produksi autoantibody dan respon sel T

dermis seperti IL-1 dan TNF α; (b) mediator

dapat

ini merangsang perubahan dari sel epidermis

pengenalan autoantigen sehingga toksisitas

dan dermis termasuk induksi dan adesi dari

keratinosit

molekul-molekul serta mengawali translokasi

dari CLE. Peran sel dendritik kulit yakni

autoantigen intraseluler seperti Ro/SSA ke

plasmasitoid

permukaan

produksi IFN-α pada inisiasi dan munculnya

epidermis;

(c)

autoantibody

menguatkan

secara

simultan

menimbulkan manifestasi klinis

mengakibatkan

disregulasi

kemudian berikatan dengan autoantigen yang

CLE. (Dutz 2007)

telah bertranslokasi; (d) memicu terjadinya

Keratinosit

keratin sitotoksik akibat sel limfoid yang

molekul pro inflamator sebagai respon dari

diambil dari sirkulasi melalui mekanisme

raadiasi UV dan kerusakan lain. Sitokin ini

autoantibody-dependent

merekrut dan mengaktivasi sistem imun alami

sitotoksis

seluler.

memproduksi

sitokin

dan

(Dutz 2007)

termasuk makrofag, sel dendrite myeloid dan

Data klinis dan eksperimental menggambarkan

plasmasitoid. Sel endotel juga merekrut sel

bahwa

lain dari sistem imun alamiah melalui adesi

apoptosis

merupakan

mekanisme

terpenting yang memicu terjadinya autoantigen

molekul

pada CLE dan sinar UV sebagai pemicu dari

endogen dari apoptosis

apoptosis maupun nekrosis. Abnormalitas

ekstraseluler

pada induksi apoptosis

dengan

plasmasitoid.

mengakibatkan

menghasilkan

interferon

apoptotic

dan

merekrut sel imun adaptif yakni Th1 dan sel T

Untuk memulai kematian sel dan

sitotoksik. Sel Th1 menghasilkan IFN-γ

pembentuken generasi baru dari antigen (misal

yang mengaktifkan makrofag dan sel T

UV-DNA), sinar UV merangsang keluarnya

sitotoksik sehingga meningkatkan produksinya

mediator inflamasi. Abnormalitas genetic pada

sendiri. Sel T sitotoksis memicu keratinosit

TNF α, IL-1 antagonis reseptor, dan IL-10

dan sel lain untuk beraptotosis melalui

juga dikaitkan dengan CLE. Disregulasi dari

granzyme

sitokin yang mengakibatkan upregulasi dari

kaspase sel target. Keratinosit merekut sel

adesi

molekul

NK melalui ekspresi dari APC CD1d. Sel

kostimulator mengakibatkan pengenalan self-

NK memproduksi dan sitokin lain. Berbagai

antigen dan inisiasi dari respon imun yang

sel

dipengaruhi oleh faktor predisposisi genetic

mengaktifkan sel Th-17 melalui produksi IL-6.

sel

apoptotic

meningkatnya nekrotik.

maupun klirens dari

dapat muatan

molekul,

sel

kemokin,

dan

dan

imun

B

glikosaminoglikan.

menarik

(GrB),

memicu

DNA

dan

netrofil

produksi

sitokin

Plasmasitoid

(IFN)-α,

yang

yang

mengaktifkan

diferensiasi

dan


Sel Th17 memproduksi IL-17. Aktivitas sel-

berbeda dengan CDLE. Lesi baru juga

sel

dapat mirip dengan Dermatitis Seborrhoic

dan

sitokin

ini

menimbulkan

lesi

karakteristik dari CLE. (Achtman dan Werth

karena

2015)

skuama

Pada SLE, kenaikan enzim liver yang non

membedakan adalah warnanya (kuning muda

spesifik dapat terjadi pada beberapa kasus dan

hingga merah) dan tipe skuama (kecil, mudah

bersifat kurang signifikan. Abnormalitas tes

lepas

fungsi liver yang terjadi kebanyakan karena

seboroik lesi umumnya simetris dan dibarengi

pemberian

Anti

dengan seboroik pada kulit kepala, biasanya

karena

eksaserbasi saat musim dingin. Pada usia lesi

NSAID

Inflammatory

(Non

Drugs)

Steroid atau

berbatas terutama

dan

tegas,

eritema

pada

berminyak).

wajah,

Pada

yang

dermatitis

peningkatan level enzim otot. Pada beberapa

pertengahan

studi menyatakan kenaikan tes fungsi liver

infeksi

berkaitan

sebagai lesi numuler dengan eritema, tepi

dengan

aktivitas

penyakit

dan

umumnya

dengan

serupa

jamur superficial

yang Nampak

autoantibody dari membrane liver. (Hallegua

berskuama

dan Wallace 2007)

dengan CDLE yang didapatkan atrofi. Selain

Secara serologis pasien DLE memiliki titer

itu lesi ini juga serupa dengan Basal Cell

ANA yang rendah, dsDNA Sm, U1RNP, dan

Carcinoma Superficial, yang

Ro/SSA

dengan

adalah batasnya yang tidak tegas dan tepi

subtype CLE yang lain (McCauliffe 2001).

lesi terdapat papul yang translusen. Pada

90% lesi DLE memiliki lupus band tes yang

lesi

positif serta C3 dan IgM sebagai deposit imun.

vitiligo,

Pemeriksaan histopatologi pada lesi CDLE

parut dan predileksi vitiligo umumnya pada

yang aktif memperlihatkan hyperkeratosis,

periorifisial. Lesi lama juga mirip dengan lesi

dilatasi folikel yang padat keratin, degenerasi

Tuberculous

vakuolar dari keratinosit basal, dan inflamasi

hipopigmentasi, yang membedakan adalah

hebat yang menginfiltrasi dermis. (Patel 2002)

batasnya yang tidak tegas dengan pigmentasi

Sebagai diagnose banding dari CDLE ini

residual serta lesi yang anestetik. (Weber

penting untuk membedakan lesi sesuai dengan

2003)

umur lesi dan letak lesi. Pada lesi yang masih

Lesi CDLE pada kulit kepala dapat dibedakan

baru lesi dapat mirip dengan Psoriasis

dengan Lichen Planoparis yang ditandai

Vulgaris, hanya pada psoriasis plak berbentuk

dengan area atrofi yang tidak berambut sangat

bulat dan berbatas tegas dengan skuama

minimal, dengan area atrofi yang halus dan

mengkilap, luas dan mudah lepas. Tidak

berwarna

didapatkan rambut rontok maupun atrofi

pertumbuhan rambut di antara area alopesia.

epidermis. Tempat predileksinya juga sangat

Sedangkan untuk membedakan dengan Tinea

antibodi,

dibandingkan

dan

dengan

lama

CDLE

central-healing,

dapat

berbeda

membedakan

serupa

dengan

yang membedakan adalah adanya

Leprosy

sesuai

kulit.

yang

Juga

bersifat

didapatkan


Capitis yakni dengan adanya papul eritem di

paparan panas, sinar matahari, dan obat-obatan

sekitar folikel rambut yang bersifat multiple.

yang menginduksi. Pasien juga diedukasi

Lesi

serupa

untuk tidak memanipulasi lesi karena dapat

dengan Lichen planus yang membedakan

menimbulkan lesi yang baru. (Lee 2012).

adalah lesi yang simetris yang cukup luas.

Kepatuhan untuk menggunakan tabir surya

Sedangkan pada leukoplakia lebih bersifat

juga merupakan komponen yang penting,

hyperkeratosis. Pada stomatitis yang berulang

karena radiasi UVA dan UVB terbukti

dapat dibedakan dengan gambaran yang bulat

menginduksi lesi. Pasien juga dianjurkan untuk

kecil dan multiple. (Weber 2003)

menghindari berjemur, bekerja di luar, dan

Pada pasien ini sempat didiagnosis sebagai

bepergian ke daerah dekat ekuator. (Kuhn

Psoriasis Vulgaris dan Dermatitis Seboroik,

2011)

hal ini dikarenakan gambaran klinis yang

Pengobatan topikal yang digunakan mencakup

serupa

tegas

steroid dan atau inhibitor calcineurin. Steroid

adalah

yang bersifat low-potent dapat digunakan

predileksi dari tempat Psoriasis Vulgaris

pada area dengan kulit yang tipis seperti

pada umumnya di daerah yang tidak terpapar

wajah dan lipatan kulit. Steroid yang mid-

oleh sinar matahari, selain itu lesi juga

potent seperti triamcinolone acetonide dapat

berbentuk

mudah lepas dan pada

digunakan

pemeriksaan patologi anatomi tidak didapatkan

Sedangkan

atrofi dari epidermis, berbeda dengan CDLE.

clobetasol propionat dapat digunakan pada

Pasien

area dengan kulit yang tebal seperti scalp,

CDLE

pada

yakni

dengan

plak

skuama.

bulat,

juga

mukosa

yang

oral

berbatas

Perbedaannya

sempat

didiagnosa

sebagai

Dermatitis seboroik dikarenakan lesi yang

telapak

memiliki

diberikan

karakteristik

serupa

yakni

lesi

pada

badan

steroid

tangan,

dan

high-potent

tumit.

dalam

ekstremitas.

bentuk

seperti

Steroid

topikal

krim

karena

eritema dengan batas tegas dan berskuama

aplikasinya lebih mudah. Pada penderita yang

serta banyak didapatkan di daerah wajah.

lebih parah dapat diberikan salep. (Jessop

Sedangkan yang membedakan yakni tipe

2009). Cairan atau foam dapat diberikan pada

skuamanya yang lebih kecil, mudah lepas,

lesi

dan

pada

menguntungkan pada pasien dengan CDLE

Dermatitis seboroik pada umumnya simetris

refrakter. Efek samping dari steroid topikal

dan terdapat seboroik pada kulit kepala.

yang

berminyak,

Penatalaksanaan

selain

lesi

diwaspadai

intralesi

adalah

dapat

atrofi,

telangiektasi, dan dermatitis dipicu steroid.

dan

(Chang 2011). Calcineurin inhibitor juga dapat

progresivitas dari lesi yang sudah ada melalui

diberikan sebagai obat topikal pada berbagai

edukasi terhadap pasien, terapi topikal dan

pasien LE dengan manifestasi kulit. (Tzung

sistemik. Edukasi pasien untuk menghindari

2007)

terbentuknya

bertujuan

harus

Injeksi

untuk

mencegah

CDLE

itu

scalp.

lesi

baru


R-salbutamol yang merupakan agonis beta2-

penatalaksanaan

adrenergik reseptor yang biasa digunakan pada

methotrexat,

pasien-pasien asma memberikan perbaikan

azathioprin. (Lauren 2013)

pada rasa gatal, nyeri, skuama, dan ulserasi.

Jika tidak diterapi, penderita CDLE akan

(Jemec 2009). Terapi fisik lain yang dapat

mengalami

diberikan

dan

mengakibatkan makin luasnya area yang

umumnya

mengalami atrofi dandistrofik, untuk alopesia

memberikan efek samping berupa purpura,

sendiri dapat menimbulkan kerugian secara

nyeri, dan inflamasi. (Erceg 2009).

fisik maupun mental. Pada penelitian terakhir

Terapi sistemik diberikan pada kasus dengan

dari 86 pasien dengan CDLE, durasi rata-rata

penyebaran pada tubuh dan yang menimbulkan

penyakit

jaringan parut, atau yang sudah refrakter

mengalami parut yang cukup destruktif dan

terhadap obat topikal. Terapi topikal yang

35% mengalami gangguan pigmentasi. Remisi

diberikan pada terapi sistemik dalam hal ini

spontan terjadi pada beberapa kasus dan

hanya bersifat sebagai ajuvan saja. (Lauren

rekurensi juga dapat terjadi pada lesi lama

2013)

yang sudah bersifat inaktif. Squamous Cell

Pemberian obat anti malaria per oral juga

Carcinoma terkadang dapat terjadi dari lesi

diberikan sebagai lini pertama pada berbagai

CDLE. Kematian karena CDLE sangat jarang

LE dengan manifestasi kulit. Anti malaria

terjadi, terutama dengan lesi lokal, sedangkan

yang

pada lesi general resiko menjadi lebih tinggi

yakni

dermabrasi,

tetapi

biasa

laser,

krioterapi,

terapi

ini

digunakan

adalah

CDLE,

di

micofenolat

perburukan

sela

15,1

mofetil,

penyakit

tahun

yang

dengan

dengan

57%

karena

Hidroksikloroquine sulfat diberikan dengan

penyakit SLE itu sendiri. (Sontheimer dan

dosis

McCaulife, 2007)

mg/kg/ hari, Chloroquin dapat

berkaitan

dan

hidroxikloroquin, klorokuin, dan quinakrin.

6.5

dapat

antaranya

aktivitas

diberikan dengan dosis 125-250 mg/hari, dan Quinacrin diberikan dengan dosis 100mg/hari.

KESIMPULAN

(Frances

dan

CDLE merupakan manifestasi kulit yang

Chloroquin dapat menimbulkan efek samping

umum terjadi pada lupus. Lesi discoid ditandai

berupa toksisitas retina, untuk itu perlu

dengan adanya jaringan berskuama tipis, yang

dilakukan

berkala.

meluas ke folikel rambut. Plak awal dapat

Sedangkan untuk pemberian steroid sistemik

hiperpigmentasi tetapi akan berubah menjadi

dapat

depigmentasi

2012).

Hidroxikloroquin

pemeriksaan

diberikan

1.0mg/kg/hari

retina

prednison

dengan

0.5

penurunan

-

dan berlanjut

menjadi lesi

dosis

sikatrik yang umumnya bersifat permanen, lesi

berkala selama dua hingga empat minggu

ini terasa nyeri bila disentuh. Pemeriksaan

(Kuhn 2011). Pemberian imunosupresan juga

histopatologi pada lesi CDLE yang aktif

menunjukkan

memperlihatkan hyperkeratosis, dilatasi folikel

efektivitas

dalam


yang padat keratin, degenerasi vakuolar dari keratinosit basal, dan inflamasi hebat yang menginfiltrasi dermis. Penatalaksanaan CDLE bertujuan untuk mencegah terbentuknya lesi baru dan progresivitas dari lesi yang sudah ada melalui edukasi terhadap pasien untuk tidak memanipulasi lesi dan menghindari panas matahari dengan pemakaian tabis surya, terapi topical steroid dan atau inhibitor calcineurin dan terapi sistemik obat anti malaria per oral, dan

steroid

1.0mg/kg/hari

sistemik dengan

prednison penurunan

0.5

-

dosis

berkala selama dua hingga empat minggu. Penderita dengan CDLE umumnya bersifat lebih jinak dibanding subtipe CLE lainnya.

DAFTAR PUSTAKA Achtman, JC., Werth, VP. (2015) Patophysiology of Cutaneous Lupus Erythemathosus, Arthritis Research and Therapy. 17, pp.182. Bertsias, G., Cervera, R., Boumpas, DT. (2012) Systemic Lupus Erythemathosus: Pathogenesis and Clinical Features, EULAR Textbook on Rheumatic Diseases, pp.476-505. Biazar, C., Sigges, J., Nikolaos, P. et al. (2013) ‘Cutaneous lupus erythematosus: First Multicenter Database Analysis of 1002 Patients from the European Society of Cutaneous Lupus Erythematosus (EUSCLE)’. Autoimmunity Review 12, pp.444–454. Cervera, R., Espinosa, G., D'Cruz, D. (2009) Systemic Lupus Erythematosus: Pathogenesis, Clinical Manifestations and Diagnosi,. Eular Compendium on Rheumatic Diseases, pp.257-268, Italy: BMJ Publishing Group. Chang, AY., Werth, VP. (2011) Treatment of Cutaneous Lupus. Current Rheumatol. Report. 13(4), pp.300–7.

Chong, BF., Song, J., Olsen, NJ. (2012) Determining Risk Factors for Developing Systemic Lupus Erythematosus in Patients with DLE, British J Dermatol. 166(1) pp.29–35. Durosaro, O., Davis MD, Reed, KB., Rohlinger, AL. (2009) Incidence of Cutaneous Lupus Erythematosus, 1965-2005: a population based study. Arch Dermatol. 145(3), pp.249-253. Erceg, A., Bovenschen, HJ., van de Kerkhof, PC, et al. (2009) Efficacy and Safety of Pulsed Dye Laser Treatment for Cutaneous Discoid Lupus Erythematosus, J American Academy Dermatol. 60(4) pp.626–632. Frances, C., Cosnes, A., Duhaut, P. et al (2012) Low Blood Concentration of Hydroxychloroquine in Patients with Refractory Cutaneous Lupus Erythematosus: a French Multicenter Prospective Study, J Dermatol. 148(4), pp.479–484. Hallegua, DS., Wallace, J. (2007) Gastrointestinal and Hepatic Manifestasion,. Dubois’ Lupus th Erythematosus, 7 edition. Lippincot Williams&Wilkins, pp. 841-847. Freire, EAM., Souto, LM., Ciconelli, RM. (2011) Assessment measures in systemic lupus erythematosus, Review Brasilian Rheumatol. 51 pp.75-80. Jemec, GB., Ullman, S., Goodfield, M et al. (2009) A Randomized Controlled Trial of R- salbutamol for Topical Treatment of Discoid Lupus Erythematosus. British J Dermatol. 161(6), pp.1365–1370. Jessop, S., Whitelaw, DA., Delamere, FM (2009) ‘Drugs for Discoid Lupus Erythematosus’. Cochrane Database System Review. pp.4-10 Kuhn, A., Sonntag, M., Richter-Hintz, D. et al. (2001) Phototesting in Lupus Erythematosus: a 15-year Experience. J American Academy Dermatol. 45(1), pp.86–95. Lauren, GO., Victoria, PW. (2013) Cutaneus Lupus Erythematosus : Diagnosis and Treatment. Best Practice Clin. Rheumatol. 27(3), pp.391-404


Lee, LA., Werth, VP., Bolognia, JL. (2012) Lupus Erythematosus. Dermatology. 3rd ed. pp.601, London : Elsevier Ltd. Machado, APB., Dykyj, MT., Vandresen, N., Skare, TL. (2008) Mucocutaneous involvement in 8.systemic lupus erythematosus and its association with autoantibodies. Brasilian Dermatol. 83, pp.323-328. McCauliffe, DP. (2001) Cutaneous Lupus Erythematosus. Seminar of Cutaneus Medical Surgery. 20, pp.14–26. Patel, P., Werth, VP. ( 2 0 0 2 ) ‘ Cutaneous Lupus Erythematosus’ : a Review. Dermatol. Clin. J. 20, pp.3–385. Petri, M., Orbal, AM., Alarcon, GS. et al. (2012) Derivation and Validation of the Systemic Lupus International Collaborating Clinics Classification Criteria for Systemic Lupus Erythemathosus. Arthritis Rheumatol J. 64, pp.2677-2686 Sontheimer, RD., McCaulife, DP. (2007) Lupus Specific Skin Disease (Cutanoeus LE). Dubois Lupus th Erythematosus 7 edition. Lippincot Williams&Wilkins. pp.576-611 Sticherling, M. (2011) ‘Update on the use of topical calcineurin inhibitors in cutaneous 13’. Lupus Erythematous. Biologics 5, pp.21-31. Tzung, TY., Liu, YS., Chang, HW. (2007) Tacrolimus vs. Clobetasol Propionate in the Treatment of Facial Cutaneous Lupus Erythematosus: a Randomized, Double-blind, Bilateral Comparison Study. British J Dermatol. 156(1), pp.191–192. Vera-Recabarren, MA., Garcia-Carrasco, M., Ramos-Casals, M., Herrero, C. (2010) Comparative Analysis of Subacute Cutaneous Lupus Erythematosus and Chronic Cutaneous Lupus Erythematosus: Clinical and Immunological Study of 270 Patients. British J Dermatol. 162. pp.91–101. Walling, HW., Sontheimer, RD. (2009) Cutaneous Lupus Erythematosus: Issues in Diagnosis and Treatment.

American J Clin. Dermatol. 10(6), pp.365–381. Weber, F., Fritsch, P. (2003) Clinical Differential diagnosis of Cutaneous Lupus Erythemathosus. British J Dermatol. (11), pp.147-16



14


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.