
2 minute read
Beverage Reformulation: More Functions, Less Sugar
Food reformulation is the process of altering the processing or composition of a food or beverage product, to improve its nutritional profile or to reduce its content of ingredients or nutrients of concern. (World Health Organization).
Berbagai data dan bukti penelitian menunjukkan adanya hubungan erat antara pola konsumsi pangan (pola pangan) dengan status kesehatan. Pola pangan yang tidak menyehatkan -misalnya konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) yang terlalu tinggi- merupakan penyebab utama meningkatnya risiko penyakit tidak menular (PTM) atau noncommunicable diseases (NCD), termasuk diabetes, tekanan darah tinggi, dan beberapa penyakit lain seperti jantung, stroke, dan ginjal
Advertisement
Opsi manajemen risiko yang diambil oleh berbagai negara untuk menurunkan kejadian PTM adalah dengan mengembangkan kebijakan mengurangi jumlah asupan GGL harian. Berbagai opsi kebijakan ini antara lain adalah (i) mendorong dan memberikan insentif bagi industri untuk melakukan reformulasi produk pangan (makanan dan minuman) dengan menurunkan kandungan GGL-nya, (ii) menetapkan standar kandungan GGL lebih rendah untuk produk pangan yang menjadi bagian dari program pemerintah (misalnya program pemerintah penyediaan pangan untuk anak sekolah), (iii) membatasi kegiatan ikaln (promosi) dan pemasaran produk dengan kandungan GGL tinggi, termasuk membatasi pemasaran dan iklan, dan lain sebagainya, termasuk (iv) pengenaan pajak khusus untuk produk pangan berdasarkan pada kandungan GGL-nya. Di Indonesia, telah sejak tahun 2013 dikeluarkan
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 30 (2013) tentang Pencantuman Informasi Kandungan
Gula, Garam dan Lemak Serta Pesan Kesehatan pada
Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji yang telah diubah menjadi Permenkes No 63 (2015). Permenkes ini bertujuan untuk menurunkan risiko kejadian PTM terutama hipertensi, stroke, diabetes dan serangan jantung melalui peningkatan pengetahuan konsumen terhadap asupan konsumsi GGL pada pangan olahan dan pangan siap saji. Adapun pesan kesehatan yang dimaksud berbunyi
“Konsumsi Gula lebih dari 50 gram, Natrium lebih dari 2000 miligram, atau Lemak total lebih dari 67 gram per orang per hari berisiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung”. Belakangan, pemerintah Indonesia juga telah mengeksplorasi pengembangan kebijakan cukai terhadap Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) sebagaimana pernah dibahas di Badan Akuntabilitas
Keuangan Negara (BAKN) DPR RI
Pada edisi ini, FoodReview Indonesia ingin mengingatkan kepada semua insan yang berkirah di industri minuman. Secara khusus, MBDK diidentifikasi sebagai salah satu sumber utama asupan gula di banyak negara. Terlalu sering atau terlalu banyak konsumsi minuman bergula dikaitkan dengan meningkatkan risiko obesitas dan munculnya PTM seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, penyakit ginjal, serta masalah gigi (rusak/ berlubang). Industri minuman Indonesia perlu segera mengantisipasi hal ini, dan justru segera memanfaatkannya sebagai kesempatan berkembang, sekaligus berkontribusi pada pembangunan kesehatan bangsa.
Industri minuman, khususnya MBDK, perlu bersepakat dan berkomitmen untuk secara bersama mengembangkan berbagai produk minuman dengan produk yang tidak hanya berorientasi kenikmatan (kenyamanan), tetapi jutsru lebih menekankan pada orientasi kesehatan dan kebugaran. Pemerintah dan konsumen tidak lagi menginginkan minuman yang hanya menyegarkan, menghidrasi, atau kalori (energi), tetapi lebih menginginkan produk minuman yang dalam jangka panjang akan berkontribusi pada kesehatan dan kebugaran.
Industri minuman perlu berinovasi, melakukan reformulasi, menambahkan zat-zat gizi dan senyawa bioaktif, seperti antioksidan, serat pangan, prebiotik, protein, peptida, asam lemak tak jenuh, mineral, vitamin, dan sebagainya, untuk memberikan fungsi-fungsi kesehatan pada produknya. Minuman demikian perlu dirancang dan dikembangkan untuk menyumbangkan khasiat menguntungkan pada satu atau lebih fungsi tubuh manusia, seperti meningkatkan kondisi fisik tubuh manusia, atau mengurangi risiko terkena penyakit tertentu. Namun demikian, semua itu perlu dilakukan dengan mengurangi kandungan gula.
More functions, less sugar adalah kunci reformulasi dan inovasi produk minuman ke depannya. Tantangan inovasi industri minuman adalah bagaimana mengurangi kandungan gula (kalori), serta menciptakan pilihan-pilihan yang lebih baik dan lebih banyak bagi konsumen dengan fungsi-fungsi lain, bahkan tidak hanya fungsi kesehatan, tetapi juga fungsi keberlanjutan (sosial, ekonomi, lingkungan) lainnya.
Indonesia mempunyai banyak kekayaan dan tradisi khas untuk menjadi substansi inti inovasi industri minuman. Minuman rendah gula fungsional berbasis kopi, berbasis cokelat, berbasis rempah merupakan ilustrasi yang disajikan pada FoodReview edisi kali ini. Semoga sajian FoodReview Indonesia kali ini dapat memicu dan memacu industri minuman, baik MBDK maupun minuman siap saji di Indonesia untuk terus berkembang, lebih berkelanjutan dan berdaya saing.
Purwiyatno Hariyadi phariyadi.staff.ipb.ac.id