
5 minute read
Kinerja Global Teh Indonesia
Oleh Dadan Rohdiana Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Al-Ghifari (UNFARI) Bandung
Menurut Tea Association of USA, Inc, selama tahun 2020 penjualan teh premium di dunia tumbuh pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, mencapai lebih dari 18% selama tahun 2020.
Advertisement
Pada World Tea Conference & Expo, di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat, 28-30 Juni 2021 yang lalu, disajikan berbagai tren perkembangan industri teh secara global.
Menurut Tea Association of USA, Inc, berbagai perkembangan dan pertumbuhan ini didorong oleh isu manfaat teh untuk kesehatan. Teh diyakini mempunyai kehandalan dalam mereduksi stres dan meningkatkan kekebalan. Kedua isu ini merupakan hal yang paling dicari oleh konsumen untuk membantu meringankan stres menghadapi pandemi.
Tidak sedikit peminum kopi yang hijrah menjadi peminum teh, sedangkan peminum teh yang ada selama ini telah mengonsumsi teh dalam jumlah yang lebih banyak. Dipicu oleh ledakan penjualan daring bahan pangan, produk teh dipandang masih memiliki ruang untuk tumbuh dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan melambat pada tahun 2021. Kenyataan ini menjadi pertanda baik untuk mengokohkan teh sebagai minuman fungsional.

Membawa pengalaman minum teh premium ke rumah
Dengan lebih sedikitnya orang yang makan di luar, baik karena keengganan ke tempat umum yang sering dikunjungi, atau anggaran yang diperketat serta dikombinasikan dengan harga yang lebih tinggi, industri pangan sedang mengalami transisi. Produk pangan siap saji maupun antara yang dibawa pulang ke rumah terus mengalami peningkatan. Sementara itu, ketika konsumen makan di tempat, mereka disuguhkan produkproduk premium yang menyebabkan pengeluaran mereka menjadi sedikit membengkak.
Namun demikian tidak sedikit konsumen yang pertama kali mencicipi teh premium di masa pandemi, baik yang memilih teh tersebut sebagai minuman sehat maupun sebagai kemewahan yang terjangkau. Pengalaman minum teh premium dapat memberikan apresiasi baru yang akan terus dicari oleh konsumen di pascapandemi. Setelah menemukan dan berhasil menyeduh teh premium di rumah mereka sendiri, selanjutnya mereka mendalami pemahaman yang lebih luas lagi tentang teh, termasuk varietas, jenis teh bahkan sejarahnya.
Bagian dari kesehatan sehari-hari
Adanya lonjakan signifikan atau permintaan teh dan herbal selama tahun 2020, menjadi bukti yang konkret bahwa konsumen akan terus ingin mengelola kesehatan mereka dari rumah masing-masing. Masa pandemi telah mempertegas pasar pangan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Bahkan kondisi ini telah mengaburkan batas antara suplemen dan bahan pangan. Makanan nabati dan fungsional akan tetap ada, demikian halnya juga

dengan minuman kesehatan, di mana teh akan terus memainkan peran sentral.
Tren ini semakin meningkat di tahun 2021. Konsumen akan terus berusaha untuk menumbuhkan rasa tenang dalam dirinya agar kekebalan mereka terus terjaga. Di luar fungsi-fungsi di atas, teh yang yang berperan dalam menjaga kesehatan otot atau antiinflamasi, menjaga kesehatan jantung, memerlihara keseimbangan energi, dan teh fungsional khusus untuk pria dan wanita akan semakin diminati.
Ritel dan loyalitas konsumen
Selama pandemi, konsumen menjadi lebih terbiasa dengan produk-produk kesehatan. Hal ini berlaku bukan saja untuk produk baru tetapi untuk merek lama. Penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) sangat berperan dalam bisnis daring. Dengan berkurangnya antusiasme konsumen berkunjung ke toko, mereka harus mampu mengomunikasikan teh seefektif mungkin secara daring di kehidupan nyata. Kenyataan ini telah membuat pengalaman berbelanja daring menjadi lebih menarik.
Mempertahankan dan menumbuhkan loyalitas pelanggan menjadi lebih penting dari sebelumnya. Pandemi telah memaksa konsumen keluar dari perilaku pembelian rutin. Mereka didorong untuk

belanja secara daring. Kenyataan ini menyebabkan lonjakan pembelian teh menjadi sangat tinggi dan belum pernah terjadi sebelumnya. Banyak pembeli mencoba produk dan merek baru pada tahun 2020.
Tantangan bagi perusahaan teh pada tahun 2021 adalah mendorong pembelian berulang terhadap produk dan merek yang ada dari pelanggan yang sama. Menumbuhkan kepuasan pelanggan, baik dalam bentuk program loyalitas dan langganan, sampel gratis, atau fasilitas lainnya, sangat penting bagi merek teh di masa pandemi. Survei Periskop McKinsey dari Agustus 2020 menunjukkan bahwa meskipun 40% konsumen mencoba merek baru selama pandemi, hanya 12% dari pembeli tersebut yang berencana membeli dari merek yang sama di masa depan.
Insentif loyalitas, tujuan inti yang kuat, dan keterlibatan sosial yang menghubungkan merek dengan konsumen, lebih penting dari sebelumnya. Peningkatan global dalam penggunaan media daring selama setahun terakhir, pada gilirannya mendorong pentingnya media sosial dalam merangsang dan memperkuat loyalitas merek.
Kinerja teh Indonesia
Dilihat dari segi produksi, di tahun 2021 diperkirakan produksi teh Indonesia akan menyentuh angka 129.529 ton. Angka ini sedikit lebih baik dibandingkan dengan kondisi di tahun 2020, yaitu 128.016 ton. Dari segi ekspor, di tahun 2020 Indonesia mengekspor 45.263 ton produksi tehnya, atau setara dengan 35,36% dari total produksi teh Indonesia di mana 82% diantaranya berupa teh hitam. Di tahun 2020 tersebut, nilai ekspor teh Indonesia adalah sebesar US$ 96 juta dengan negara tujuan utama Rusia (28%), Malaysia (25%), Amerika (11%), Pakistan (8%) dan China (7%). Sementara itu, Indonesia juga mengimpor teh dari Vietnam, Kenya, India, Malaysia dan Sri Lanka sebanyak 14.909 ton senilai US$ 40 juta. Dengan kata lain, Indonesia masih surplus sebesar US$ 56 juta untuk neraca perdagangan tehnya.
Meski secara neraca masih terbilang surplus, namun sejumlah kendala masih akrab dengan kondisi the Indonesia.
Harga rata-rata teh Indonesia (Jakarta Tea Auction) hanya bertengger di angka US$ 1,46/kg. Angka ini hanya 52% dari harga rata-rata di 3 (tiga) tempat lelang dunia, yaitu Colombo Auction (Sri Lanka), Mombasa Auction (Kenya) dan Kolkata Auction (India) yang angkanya menyentuh US$ 2,79. Kondisi ini kemudian diperparah dengan sejumlah isu terkait komoditas teh di Indonesia. Perubahan iklim, persaingan pemanfaatan lahan, kelangkaan tenaga kerja, dan peningkatan upah serta tuntutan kesejahteraan pekerja menjadi isu yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Belum lagi pandemi COVID-19 yang tengah melanda dunia, termasuk Indonesia, telah memporakporandakan sejumlah roda ekonomi tidak terkecuali industri dan bisnis teh secara keseluruhan. Kenaikan freight container untuk kepentingan ekspor serta penerapan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) seolah bersinergi membebani bisnis teh Indonesia. Namun demikian, secercah harapan akan tetap ada. Dibalik tantangan ada peluang, jika dibandingkan dengan negara lain, konsumsi teh Indonesia masih berpotensi untuk terus ditingkatkan.
Data terkini menyebutkan bahwa konsumsi teh Indonesia adalah sebesar 0,35 kg/orang/tahun. Angka ini jauh di bawah Turki (3,04 kg/orang/ tahun), Libia dan Maroko masingmasing sebesar 3,02 dan 2,07 kg/ orang/tahun. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 272 juta jiwa (per Juni 2021) sudah barang tentu menjadi pangsa pasar yang sangat menjanjikan. Sosialiasi manfaat teh untuk kesehatan bisa terus dikumandangkan agar masyarakat kita semakin yakin untuk menjadikan teh sebagai pilihan utama minuman keseharian mereka. Semoga.



FOODREVIEW WEBINARS & WORKSHOPS
Sign Up to receive Webinars & Workshops Update to your inbox
http://bit.ly/newsletterfri
To Advertise & be a Webinar Sponsor, Contact Us and Book Your 2022 Schedule : Ms. Tissa Eritha - tissa@foodreview.co.id Mr. Andang Setiadi - andang@foodreview.co.id