Panduan Pengelolaan Budget Resource Centre

Page 1

PANDUAN PENGELOLAAN BUDGET RESOURCE CENTRE (Pusat Pengetahuan Anggaran)

Disusun Oleh :

Pusat Pengetahuan Anggaran

1


Perhatian : Isi dalam modul ini silahkan dipergunakan dan diperbanyak untuk kepentingan advokasi anggaran guna mewujudkan kedaulatan rakyat atas anggaran. Penggunaan isi modul tidak dibenarkan untuk kepentingan komersialisasi pribadi.

Tim Penyusun Modul : Yuna Farhan Uchok Sky Khadafi Yeni Sucipto Hadi Prayitno Editor : M. Maulana Copyright : Seknas FITRA-2010 www.seknasfitra.org seknas_fitra@yahoo.com

2

Pusat Pengetahuan Anggaran


DAFTAR ISI PANDUAN

BAGIAN I Pusat Informasi Anggaran (P.I.A) ...........................................

1

BAGIAN II Pusat Analisis Anggaran (P.A.A) ...........................................

29

BAGIAN III Pusat Belajar Anggaran (P.B.A) ...........................................

43

BAGIAN IV Teknik dan Strategi Advokasi Anggaran ...............................

83

Pusat Pengetahuan Anggaran

3


4

Pusat Pengetahuan Anggaran


BAGIAN I

PUSAT INFORMASI ANGGARAN (P.I.A) Pengantar Keterbukaan informasi merupakan fenomena global yang telah dikenal hampir di seluruh negara, termasuk di Indonesia. Hal itu tertuang dalam pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Dengan demikian, hak terhadap informasi merupakan bagian dari Hak Asasi yang dijamin dalam konstitusi. Dalam konteks informasi anggaran, rendahnya tingkat masyarakat “melek” anggaran (budget literacy) dipengaruhi oleh “rezim ketertutupan” selama ini. Bahkan hingga saat ini masih banyak aparatur pemerintah, baik di tingkat pusat atau daerah yang menganggap informasi anggaran sebagai rahasia Negara yang tidak boleh disampaikan kepada Pusat Pengetahuan Anggaran

1


masyarakat. Asumsi lainnya menyatakan bahwa pengelolaan anggaran adalah urusan pemerintah, dan masyarakat dianggap tidak perlu mengetahui. Kalau pun masyarakat mengetahui, mereka tidak akan memahaminya.. Pada akhirnya masyarakat-pun memiliki pandangan yang sama dengan Pemerintah. Padahal hasil scan IBP (International Budget Partnership)1 menyatakan Indonesia sebagai negara yang paling banyak memiliki kelompok masyarakat sipil yang bergerak dalam advokasi anggaran. Namun hasil study Indeks Transparansi Anggaran yang dilakukan oleh lembaga ini juga menunjukan bahwa Indonesia masih berada pada kategori “cukup transparan� dengan skor 54 point2. Sedangkan rangking tertinggi ditempati United Kingdom dengan skor 88. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Seknas FITRA bersama The Asia Foundation tentang Kinerja Pengelolaan Anggaran Daerah di 41 daerah. Daerah di rangking tertinggi hanya memperoleh skor 70 point. Hal itu dikarenakan hanya dokumen perencanaan yang relatif lebih mudah diminta dibandingkan dengan dokumen penganggaran yang secara khusus sudah menyebut pagu anggaran. Selain itu, sistem pengarsipan dokumen anggaran juga masih belum memadai, sehingga sejumlah dokumen tidak bisa diminta karena ketidakjelasan keberadaannya. Meskipun keberadaan peraturan perundang-undangan yang tentang pengelolaan anggaran telah memandatkan keterbukaan dalam pengelolaan anggaran, tetapi dalam prakteknya tidak ada ketentuan yang mengatur mekanisme untuk meminta dokumen anggaran dan untuk mengajukan komplain jika Pemerintah tidak memberikannya. Lahirnya UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menjadi angin segar bagi keterbukaan pengelolaan anggaran. Karena UU tersebut menjamin dan memandu masyarakat untuk meminta informasi anggaran. Berkaitan dengan ini, Budget Resource Centre (BRC) atau Pusat Pengetahuan Anggaran (PPA) memandang UU KIP sebagai salah satu faktor pendukung yang dapat berkonstribusi pada lahirnya “masyarakat melek anggaran�. Untuk itu, BRC juga mengambil peran sebagai Pusat Informasi Anggaran (PIA). Panduan ini juga berupaya 1. Salah satu jaringan Advokasi Anggaran Internasional, klik di www.ibp.org. 2. Untuk mengetahui lebih lengkap, Silahkan klik di www.obi.com

2

Pusat Pengetahuan Anggaran


untuk membantu pengelola Pusat Pengetahuan Angaran (PPA) dalam menjalankan perannya sebagai Pusat Informasi Anggaran.

Peran dan Fungsi PIA Pusat Informasi Anggaran (PIA) memiliki peran untuk mempercepat keterbukaan informasi anggaran. PIA tidak bertendensi untuk menggantikan posisi Pemerintah sebagai Badan Publik yang sejatinya memberikan informasi anggaran. Justru peran PIA lebih dititikberatkan untuk mengkaselerasi keterbukaan informasi anggaran dari sisi demand dan supply. Dari sisi demand, PIA berfungsi memfasilitasi masyarakat sebagai pemohon informasi dalam mengkases informasi anggaran yang dibutuhkan. Dari sisi supply, PIA mendorong Badan Publik dalam menyediakan media informasi anggaran yang mudah, murah dan cepat, serta manajemen informasi anggaran yang tertata. Fungsi PIA terkait dengan fungsi BRC lainnya. Ketersediaan informasi anggaran merupakan prasyarat terciptanya masyarakat melek anggaran. Tanpa adanya ketersedian informasi anggaran, masyarakat tidak mungkin mengetahui arah kebijakan anggaran untuk dianalisis. Masyarakat yang telah memiliki kapasitas analisis anggaran, tidak bisa bekerja tanpa adanya data termasuk melakukan advokasi anggaran. Oleh karena itu, PIA memiliki fungsi : Grafik I. 3 dimensi fungsi PIA

Pusat Pengetahuan Anggaran

3


Fasilitasi Cara Meminta Informasi Anggaran Fungsi fasilitasi cara meminta informasi anggaran merupakan layanan yang diberikan PIA kepada masyarakat yang ingin mendapatkan informasi anggaran. PIA memfasilitasi cara masyarakat meminta informasi anggaran, memberikan informasi badan publik yang menguasai informasi, termasuk pengajuan keberatan dan gugatan jika permintaan informasi anggaran ditolak.

Percepatan Penyedian Informasi Anggaran Percepatan penyediaan informasi anggaran merupakan rangkaian aktivitas yang dilakukan untuk mendorong badan publik agar memiliki kesiapan dalam menyediakan dan menindaklanjuti permintaan informasi anggaran. Hal tersebut juga terkait dengan mempersiapakan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di setiap Badan Publik, mengelompokan kategori informasi yang harus diumumkan secara berkala dan tersedia setiap saat, serta penyampaian informasi yang mudah dipahami, diminta dan murah.

Rujukan Informasi Anggaran Seperti diungkapkan sebelumnya, sebagai pusat rujukan informasi anggaran, PIA tidak berpretansi menggantikan peran Badan Publik dalam menyediakan informasi anggaran. Peran PIA sebagai rujukan informasi anggaran adalah mengelola data dan informasi anggaran. Pengelolaan tersebut meliputi aktivitas 1) meminta dokumen informasi anggaran kepada Badan Publik, 2) mengumpulkannya sebagai data base anggaran, 3) menganalisis data dan informasi anggaran agar mudah dipahami masyarakat, dan 4) mempublikasikan data dan informasi anggaran serta hasil analisisnya.

4

Pusat Pengetahuan Anggaran


Panduan Meminta Informasi Anggaran

Mengapa Informasi Anggaran? •

Mengapa Keterbukaan Informasi?  Informasi merupakan hak asasi yang dijamin konstitusi. Pasal 28 f UUD 1945 menyebutkan “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.  UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang berlaku efektif mulai tahun 2010 ini menjamin hak masyarakat atas informasi. UU tersebut juga mengatur mekanisme untuk memperoleh informasi, bahkan untuk mengajukan keberatan jika permintaan informasi mendapatkan hambatan atau kegagalan. Pusat Pengetahuan Anggaran

5


ďƒ˜ Keterbukaan informasi pemerintahan yang baik

merupakan

pondasi

tata

Grafik II Hubungan 3 prinsip good governance

Partisipasi publik tidak dapat terlaksana tanpa transparansi

Transparansi memaksa peningkatan akuntabilitas publik Akuntabilitas sulit terlaksana tanpa ada partisipasi publik

6

•

Mengapa Informasi Anggaran? Anggaran merupakan sumber daya publik bersama yang berasal dari rakyat. Melalui kebijakan alokasi anggaran, masyarakat dapat membaca arah keberpihakan pemimpin yang berkuasa dalam pemenuhan hak-hak dasar warga, khususnya orang miskin dan kelompok perempuan.

•

Apakah Informasi Anggaran Merupakan Informasi Publik Yang Dapat Diminta Dan Harus Disediakan Pemerintah? Anggaran termasuk kategori informasi publik. Oleh karenanya anggaran harus dikelola secara terbuka. Untuk itu informasi anggaran harus dapat diminta publik secara cepat, tepat waktu, biaya ringan dengan cara sederhana, dan mudah dipahami publik.

Pusat Pengetahuan Anggaran


Apakah Ada Aturan Yang Menjamin Hak Masyarakat Meminta Informasi Anggaran? Sejalan dengan hak memperoleh informasi yang dijamin konstitusi, Keterbukaan Informasi Anggaran juga dimandatkan dalam konstitusi pada pasal 23 ayat (1) yang menyatakan “anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Keterbukaan informasi anggaran telah diatur pada berbagai peraturan perundang-undangan, diantaranya: o UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, memandatkan implementasi prinsip transparansi dalam pengelolaan anggaran. Pasal 3 ayat 1 menyebutkan “Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan”. o PP No 8 tahun 2008 tentang Perencanaan Pembangunan Daerah, mewajibkan Kepala Daerah untuk menyebarluaskan dokumen perencanaan penganggaran daerah. Pasal 3 menyebutkan “Perencanaan pembangunan daerah dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan dan berkelanjutan”. o PP No 03 tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat, mewajibkan pemerintah daerah menginformasikan laporan penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada masyarakat. Pasal 27 ayat (1) menyebutkan “Kepala Daerah wajib memberikan Informasil LPPD kepada masyarakat melalui media cetak atau media elektronik. Pusat Pengetahuan Anggaran

7


•

Apa Hak Warga Dalam Meminta Informasi Anggaran Dalam UU 14/2008, Warga sebagai pemohon informasi berhak : o Memperoleh informasi termasuk informasi anggaran o Melihat dan mengetahui informasi publik, menghadiri pertemuan publik dan mendapatkan salinan informasi. Dalam konteks anggaran, forum-forum yang yang membahas perencanaan penganggaran seperti musrenbang bisa diikuti oleh publik o Menyebarluaskan informasi anggaran o Mengajukan permintaan disertai alasan o Mengajukan gugatan ke pengadilan apabila mendapat hambatan atau kegagalan dalam meminta informasi anggaran.

•

Apa Kewajiban Pemerintah Sebagai Badan Publik Dalam Menyediakan Informasi Anggaran? o Menyediakan, memberikan, dan atau menerbitkan informasi publik yang berada dalam kewenangannya o Menyediakan info publik yang benar, akurat dan tidak menyesatkan o Membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik, efisien sehingga dapat diminta secara mudah; o Membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yg diambil (pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara ); o Dapat memanfaatkan sarana dan media baik elektronik maupun non elektronik.

•

Informasi (Dokumen) Anggaran Apa Saja Yang Dapat Diminta Oleh Pemohon Informasi Dan Kepada Siapa? Seluruh dokumen informasi anggaran mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban dapat

8

Pusat Pengetahuan Anggaran


diminta oleh publik. Informasi anggaran dapat diperoleh dari Badan Publik yang menguasai informasi tersebut. Tabel I Daftar dokumen informasi anggaran yang dapat dan perlu diminta publik serta badan publik yang menguasai informasi Badan Publik No

Dokumen

A

Perencanaan

1

Nasional

Daerah

Keterangan

RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang)

Bappenas

Bappeda

Tingkat Nasional ditetapkan dengan UU dan Perda di daerah.

2

RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)

Bappenas

Bappeda

Di Nasional PerPres dan di Daerah dengan Perda/Perkada

3

RKP (Rencana Kerja Pemerintah/ Pembangunan)

Bappenas

Bappeda

Di Nasional PerPres dan di Daerah dengan Perkada

4

Renstra KL/SKPD (Rencana Strategis KementerianLembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah)

Kemeneterian/ lembaga (K/L)

SKPD terkait

5

Renja KL/SKPD (Rencana Kerja KementerianLembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah

Kemeneterian/ lembaga (K/L)

SKPD terkait

6

Daftar Usulan Prioritas hasil Musrenbang, baik berdasarkan level pemerintahan maupun berdasarkan jangka waktu.

Bappenas

Bappeda atau level Pemerintahan yang bersangkutan

Pusat Pengetahuan Anggaran

9


7

8

B

Berita Acara Musrenbang

Daftar Hadir Musrenbang

Bappenas

Bappeda atau level Pemerintahan yang bersangkutan

Bappenas

Bappeda atau level Pemerintahan yang bersangkutan

Setjen DPR RI, Banggar DPR

Setjen DPRD, Banggar DPRD, Badan Keuangan Daerah

Pembahasan

1

KUA (Kebijakan Umum Anggaran), rancangan maupun dokumen yang telah ditetapkan

2

PPAS (Prioritas Plafon Anggaran Sementara), rancangan dan dokumen penetapannya

Setjen DPR RI, Banggar DPR

Setjen DPRD, Banggar DPRD, Badan Keuangan Daerah

3

Surat Edaran Pagu Indikatif K/L dan SKPD

Kemenkeu RI

Badan Keuangan Daerah

4

RKA KL atau RKA SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah)

Kementerian / Lembaga yang bersangkutan

SKPD yang bersangkutan, Kemenkeu atau BKD

5

RAPBN/D (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah)

Kemenkeu RI

Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD)

6

Nota Keuangan RAPBN/RAPBD

Kemenkeu RI, DPR

Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), DPRD

10 Pusat Pengetahuan Anggaran

Di Nasional menggunakan istilah pokok-pokok kebijakan fiskal


7

Tanggapan Fraksi atas nota keuangan

Sekretariat Fraksi Anggota DPR RI

Sekretariat Fraksi, Anggota DPRD

8

Jawaban Pemerintah atas tanggapan fraksi

Setjen DPR, Kemenkeu

SetJen DPRD , BPKD

9

Hasi evaluasi RAPBD dari Propinsi atau Kementerian Dalam Negeri

BAKD Kemendagri

BPKD Propinsi

10

Proceeding Pembahasan Anggaran Per Komisi

Sekretariat Komisi DPR RI

Sekretariat Komisi DPRD

C

Pelaksanaan

1

UU APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) beserta Peraturan Presiden Penjabarannya

2

Perda APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Perda Beserta Lampiran

BPKD, Bappeda, DPRD, Bagian Hukum

APBD beserta lampiran terdiri dari 12 lampiran

3

Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD beserta Lampirannya

BPKD, Bappeda, DPRD, Bagian Hukum

Terdiri dari 2 lampiran (ringkasan dan penjabaran)

4

DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Kementrian Lembaga

5

DPA (Dokumen Pelaksana Anggaran) SKPD

Setiap tahun dipublikasikan dalam web Kemenkeu beserta lampiran (data makro)

Kemenkeu RI, Setneg, Kemenkumham

Pada Kementerian/ Lembaga terkait dengan DIPA K/L yang dibutuhkan

DIPA merupakan rincian kegiatan anggaran dari Perpres penjabaran APBN Pada SKPD terkait dengan DPA yang dbutuhkan

DPA SKPD merupakan RKA SKPD yang telah ditetapkan

Pusat Pengetahuan Anggaran

11


Dokumen Tender (aanwijzing, TOR)

Kementerian/ lembaga terkait, unit pengadaan barang dan jasa

SKPD terkait, Unit Pengadaan Barang/Jasa

Berisi spesifikasi barang/jasa yang akan ditenderkan dan pagunya

7

Dokumen Kontrak Proyek

Kementerian / Lembaga terkait, Unit PBJ

SKPD terkait (Panitia PBJ), Unit PBJ

Berisi rincian pekerjaan dan jangka waktu pelaksanaan serta anggaran yang disepakati

8

Perubahan Anggaran (KUA,PPAS, RKA SKPD/KL, UU APBN-P, Perda APBD-P)

6

Sama dengan badan publik pada pembahasan anggaran

Badan/Biro Kepegawaian di Kementerian/ lembaga

Badan/Biro Kepegawaian Daerah di SKPD

Dokumen-dokumen APBN/D-P sama dengan dokumen pembahasan APBN/D

9

Daftar Gaji PNS

D

Pertanggungjawaban

1

Laporan Realisasi Anggaran K/L dan SKPD (LRA, CALK, Neraca)

Kementerian/ Lembaga terkait

SKPD terkait

Laporan yang belum diperiksa oleh BPK

2

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/ Daerah

Kemenkeu RI

BPKD

Laporan yang belum diperiksa oleh BPK

3

Laporan Audit BPK

BPK

4

RUU/Ranperda Pertanggungjawaban Anggaran dan Penetapannya

Kemekeu RI, DPR

BPKD, DPRD

Baik rancangan maupun yang telah dibahas atau ditetapkan. UU/Perda pertanggungjawaban wajib dipublikasikan terdiri dari; laporan realisasi anggaran, Neraca, CALK, Laporan Arus Kas, penjabaran LRA

5

Laporan Realisasi Semester I

Kemenkeu RI, DPR

BPKD, DPRD

Biasanya diberikan saat perubahan anggaran ke DPRD

12 Pusat Pengetahuan Anggaran


•

Apa Saja Kategori Informasi Anggaran ? Kategori Informasi Anggaran berdasarkan UU KIP

Pusat Pengetahuan Anggaran

13


•

Bagaimana Cara Meminta Informasi Anggaran?

14 Pusat Pengetahuan Anggaran


• Bagaimana Jika Badan Publik Tidak Memberikan Informasi Anggaran? Pemohon informasi dapat mengajukan keberatan paling lambat 30 hari kepada atasan pengelola informasi Badan Publik yang bersangkutan, dengan alasan:  Penolakan atas permohonan informasi yang dikecualikan  Tidak disediakannya informasi berkala  Tidak ditanggapinya permohonan informasi  Permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta  Tidak terpenuhinya permintaan informasi  Pengenaan biaya yang tidak wajar  Penyampaian informasi yang melebih waktu Dasar Hukum : Pasal 35 ayat (1) UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Pusat Pengetahuan Anggaran

15


•

Bagaimana Cara Mengajukan Keberatan

16 Pusat Pengetahuan Anggaran


Bahan Bacaan

UU KIP VS UU KEARSIPAN NEGARA :

Perspektif Historis dan Tekstual Dalam Konteks Demokratisasi

Oleh : Mauhammad Maulana3 Sebuah kongres internasional yang dilaksanakan tahun 1992 telah menyatakan bahwa dunia tanpa arsip adalah dunia tanp memo, tanpa kepastian hukum, tanpa kebudayaan, tanpa ilmu pengetahuan, tanpa kebudayaan, tanpa ilmu pengetahuan, tanpa sejarah, dan tanpa identitas kolektif4. Konsensus ini mengindikasikan pentingnya sebuah pengarsipan dalam kehidupan, khususnya dalam kehidupan bernegara. Di Indonesia, pengarsipan dipandangan sebagai sebuah tanggungjawab nasional bagi generasi bangsa selanjutnya. Dasar hukum tentang pengarsipan diatur dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan Negara. Sebelum UU ini ada, ketentuan kearsipan telah diatur dalam UU Nomor 19 Prps. Tahun 1961. Sebagai peraturan penyempurna dari peraturan sebelumnya, ketentuan dalam UU No. 7 Tahun 1971 masih sangat umum dan belum spesifik. Yang perlu menjadi catatan penting dalam UU ini adalah, bahwa sebuah arsip yang berada dibawah penguasaan lembaga negara masih bersifat rahasia. Bahkan, UU ini juga memberikan sanksi yang tegas bagi siapapun yang bermaksud memiliki dan melawan hukum, atau menyimpan arsip negara dengan ancaman hukuman pidana. UU ini selanjutnya menjadi dasar hukum pembentukan badan negara non departemen yang menangani dan mengelola arsip negara, yakni Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Seiring dengan demokratisasi dalam kehidupan bernegara di indonesia, khususnya paska reformasi tahun 1998, bangsa Indonesia dihadapkan pada sebuah tantangan mengelola negara secara demokratis untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Maka pada tahun 2008 (36 tahun setelah UU no. 7 tahun 1971) ditetapkanlah UU No. 14 Tahun 2008 3. Div. Resource Centre Bidang Research and development di Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA). 4. Dikutip dari Gentur Prihantono, “Peran Kearsipan Wujudkan Good Governance�.

Pusat Pengetahuan Anggaran

17


tentang Keterbukaan Informasi Publik. Tujuannya utamanya adalah untuk meningkatkan partisipasi warga dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah dalam mengelola negara. Dengan adanya UU KIP tersebut, yang baru berlaku pada April tahun ini, maka hak warga untuk memperoleh informasi (kecuali informasi yang dikecualikan) terbuka lebar. Untuk melaksanakan UU ini, dibentuk Komisi Informasi yang berfungsi sebagai mediator ketika terjadi sengkete informasi. Namun demikian, dalam prakteknya implementasi UU KIP ini masih mendapatkan tantangan yang cukup berarti. Diantaranya adalah pemahaman para pelaksana lembaga negara yang masih “primitif�. Sekelompok pelaksana lembaga negara masih memandang bahwa UU KIP bertentangan dengan UU kerasipan. Sehingga jaminan untuk memperoleh informasi yang melekat pada warga negara menjadi mentah saat pelaksana lembaga negara menyandingkan ketentuan UU KIP dengan UU Kearsipan Negara. Di satu sisi, UU kearsipan negara memerintahkan bagi pelaksana negara untuk menjaga arsip yang berkaitan dengan pelaksanaan kehidupan negara, di sisi lain UU KIP memberikan jaminan pada warga untuk memperoleh informasi publik, selain yang dikecualikan. Makalah singkat ini adalah hasil kajian yang berusaha mengurai secara komprehensif persinggungan antara UU KIP dengan UU Kearsipan Negara. Analisa hukum dilakukan dengan pendekatan sosiohistoris dan sosio-tekstual untuk menghasilkan sebuah pemahaman yang genuin pada titik persinggungan keduanya, dan diperoleh keasamaan persepsi dalam mengimplementasikan UU KIP yang baru berlaku tahun ini.

Politik Hukum UU Kearsipan Negara dan UU KIP Penyusunan dan pemberlakuan peraturan perundangan-undangan tidaklah berdiri sendiri. Apalagi di indonesia yang menganut asas hukum stufenbeu yang menyatakan bahwa hukum di atas menjadi sumber penyusunan hukum di bawahnya, dan hukum di bawah tidak boleh bertentangan dengan hukum di atasnya. Asas ini sangat jelas dalam ketentuan yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2003 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di indonesia. Pancasila 18 Pusat Pengetahuan Anggaran


adalah norma dasar (groundnorm) menjadi sumber pembentukan semua hukum, termasuk adalah Undang-Undang Dasar. Selain dipengaruhi oleh peraturan perundang-undangan lainnya, pembentukan peraturan perundang-undangan juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang sedang terjadi. Hal ini yang disebut sebagai politik hukum dalam pembentukan peraturan perundangundangan. Sebagaimana yang dikonsepsikan oleh LJ. Van Appeldoom dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum5. Politik hukum juga terkait dengan kebijaksanaan negara untuk menerapkan sebuah sistem yang dilegalisasi melalui hukum6. Konsep politik hukum menurut David Kairsy ini mengindikasikan bahwa pemerintah yang memegang kendali kekuasaaan negara memiliki kewenangan yang memadai untuk mengatur arah kebijakannya. Konsepsi di atas diperkuat oleh rumusan Teuku Muhammad Radhie yang menyatakan bahwa politik hukum merupakan implementasi kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayah negaranya7. Sejumlah konsepsi ini menunjukan bahwa situasi politik dan model kepemimpinan pemerintahan sangat mempengaruhi pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam konteks pembentukan kedua undang-undang yang dikaji dalam tulisan ini, maka perlu untuk melihat situasi sosio-politik pada saat pembentukan keduanya. Sebagaimana diketahui, periodisasi situasai politik paska kemerdekaan dapat dikategorikan ke dalam 4 (empat) periode, yakni periode demokrasi liberal (1950-1959), demokrasi terpimpin (1959-1965), demokrasi pancasila8 (1965-1998), dan periode reformasi (1998-sekarang). Dua periode pertama berada dibawah naungan rezim orde lama yang dipimpin oleh presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Sementara pada periode yang ketiga berada di bawah naungan rezim orde baru yang dipimpin oleh Soeharto. Di periode terakhir, atau yang saat ini sedang dijalani telah dipimpin oleh sejumlah presiden, mulai dari yang pertama yaitu BJ. Habiebie, hingga yang saat ini, Soesilo Bambang Yoedhoyono. 5. 6. 7. 8.

LJ. van Appeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan Supomo), (Jakarta: Pradnya Paramitha), cet. Ke-18, 1981, hlm. 390. David Kairsy (ed). The Politics of Law, A Progressive Critique, (New York: Pantheon Books, 1990), hlm. xi. Teuku Muhammad Radhie dalam majalah PRISMA, no. 6 tahun keI-II, Desember 1973, hlm. 4 Di beberapa literature menyebut periode demokrasi pancasila sebagai masa orde baru, dan dua periode sebelumnya disebut sebagai masa orde lama, lihat dalam : Materi Sejarah Indonesia, 2008

Pusat Pengetahuan Anggaran

19


Periodisasi tersebut menunjukan bahwa kelahiran dua undangundang tersebut berada di dua periode yang berbeda. Pembentukan UU No. 7 tahun 1971 tentang Kearsipan telah dibentuk pada periode politik Demokrasi Pancasila di bawah rezim orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Sedangkan UU No. 14 tahun 2008 dibentuk dan ditetapkan pada periode reformasi. Secara sosio-politik, dua periode pemerintahan tersebut juga memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Setidaknya hal itu bisa terlihat dari sisi pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan tata pemerintahan. Pada masa rezim orde baru, sistem pemerintahan dilaksanakan secara sentralistik. Kebijakan perencanaan berasal dari pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah hanya menjadi implementasi dari setiap kebijakan yang telah disusun. Sistem perencanaan seperti ini lazim dikenal dengan sistem top-down. Dengan kondisi seperti itu, maka praktis partisipasi yang telah dikonsepsikan sejak awal berdirinya pemerintahan orde baru, hanya diartikan sebagai dukungan masyarakat atas kebijakan pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, baik secara materiil maupun non-materiil. Hubungan antara pemerintah dan masyarakat dalam penyusunan desain pembangunan relatif tidak terjadi. Praktek partisipasi ditentukan melalui organisasi masyarakat seperti Himpunan Keluarga Tani Indonesia (HKTI) atau Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Karena setiap individu tidak bisa menyampaikan aspirasinya tanpa organisasi-organisasi binaan pemerintah. Sementara organisasi masyarakat sipil selain binaan pemerintah kerap kali ”diabaikan”. Akhirnya masyarakat sebagai penerima manfaat hanya dilibatkan pada saat immplementasi kebijakan, bahkan hanya sebagai ”tukang”9. Selain itu, rezim pemerintahan orde baru juga dikenal sangat tertutup. Ketertutupan tersebut dilaksanakan secara sistematis oleh aparat pemerintahan saat itu untuk membatasi akses informasi bagi masyarakat. Hal itu terjadi karena adanya kekhawatiran pemerintah akan kontrol yang dilakukan oleh masyarakat terhadap pemerintah. Pemerintah telah nyaman dengan ”status quo” yang telah dijalaninya. Maka tidak aneh jika masa pemerintahan orde baru mencapai 33 tahun. Dan akibat tata pemerintahan yang tertutup tersebut secara tidak 9. Tjipto Atmoko, “Partisipasi Publik dan Birokratisme Pembangunan”.

20 Pusat Pengetahuan Anggaran


langsung menumbuhkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme di dalam internal pemerintahan. Perubahan politik pemerintahan mulai terjadi setelah reformasi di tahun 1998. paradigma pemerintahan mulai bergeser ke arah yang demokratis. Meskipun, dampaknya masih belum bisa dirasakan hingga saat ini. Tetapi setidaknya, periode paska reformasi telah membuka ruang partisipasi warga, bukan hanya pada implementasi kebijakan yang ditetapkan. Partisipasi warga sudah mulai bergerak pada ranah monitoring dan penyusunan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Sistem perencanaan pembangunan juga dikombinasikan. Tidak hanya top-down, sistem perencanaan juga menggunakan sistem bottom-up. Artinya, masyarakat dapat terlibat dalam penyusunan kebijakan publik. Hal itu dapat dilihat dalam sejumlah undang-undang yang ditetapkan pada masa setelah reformasi. Seperti UU No. 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, atau UU No. 10 tahun 2003 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan. Pada peraturan tersebut menjamin ketersediaan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan maupun dalam implementasinya. Dengan demikian, jika ditinjau dari perspektif politik hukum pembentukan UU No. 7 tahun 1971 tentang Kearsipan merupakan sebagai sebuah justifikasi rezim orde baru untuk membatasi akses informasi publik. Adanya pasal yang mengkriminalisasikan aparat pemerintahan yang memberikan informasi kepada pihak ketiga (masyarakat) mengindikasikan sistem ketertutupan dalam tata pemerintahan. Selain itu, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU tersebut juga mengindikasikan bahwa penyusunan kebijakan publik tidak memerlukan partisipasi warga. Berbeda dengan UU No. 14 tahun 2008, yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Hal ini berbading terbalik dengan beberapa pasal dalam UU Kearsipan Negara. UU ini juga mencerminkan sebuah perubahan paradigma tata pemerintahan yang lebih terbuka untuk mencapai tata pemerintahan yang baik (good governance). Pusat Pengetahuan Anggaran

21


Tujuan

Titik Persinggungan

UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Pasal 3 : 1. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; 2. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; 3. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik; 4. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan; 5. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; 6. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau 7. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

UU No. 7 Tahun 1971 tentang Kearsipan Negara (KN)

Pasal 3 : menjamin keselamatan bahan pertanggung-jawaban nasional tentang perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan kebangsaan serta untuk menyediakan bahan pertanggungjawaban tersebut bagi kegiatan pemerintah.

22 Pusat Pengetahuan Anggaran -

-

-

-

Kedua UU sama-sama bertujuan untuk mampu menyediakan tata pemerintahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tetapi berbeda dalam proses untuk mencapai tujuan tersebut. Meskipun pertanggungjawaban yang dimaksud dalam UU KN masih abstrak. Berbeda dengan UU KIP yang jelas pertanggungjawaban pemerintahan ditujukan kepada warga negara. UU KN memandang bahwa pertanggungjawaban pemerintahan hanya dilihat dari sisi ketersediaan dokumen/ arsip, dan informasi yang ada di dalamnya. Sedangkan UU KIP memandang pertanggungjawaban dilihat dari sisi ketersediaan dan keterbukaan dokumen dan informasinya, serta tingkat dan kualitas partisipasi masyarakat dalam tata pemerintahan.

Keterangan

Persinggungan UU Kearsipan Negara dan UU KIP


Pusat Pengetahuan Anggaran

23

Tugas Pemerintah/ Badan publik

Titik Persinggungan

UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Pasal 7 : 1. Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. 2. Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.

UU No. 7 Tahun 1971 tentang Kearsipan Negara (KN)

Pasal 4 : 2. Pemerintah berkewajiban untuk mengamankan arsip sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 huruf b Undangundang ini sebagai bukti pertanggungjawaban nasional, yang penguasaannya dilakukan berdasarkan perundingan atau ganti rugi dengan pihak yang menguasai sebelumnya. -

-

-

sehubungan dengan perbedaan proses yang dimandatkan dalam kedua UU ini untuk mencapai pertangungjawaban pemerintahan, maka tugas pemerintah pun berbeda. Tujuan UU KN sudah sesuai dengan tujuannya, karena ketersediaan dokumen/ arsip merupakan alat ukur kualitas pertanggungjawaban pemerintahan. Berbeda dengan UU KIP, yang memandang pertanggungjawaban diukur tingkat partisipasi masyarakat, maka bukan hanya ketersediaan dokumen, pemerintah juga harus terbuka atas dokumen pemerintahan serta informasinya.

Keterangan


24 Pusat Pengetahuan Anggaran Pasal 26 : 1. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang ini; 2. menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; dan 3. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.

Pasal 9 : 1. Arsip Nasional Pusat wajib menyimpan, memelihara dan menyelamatkan arsip sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf b Undang-undang ini dari Lembaga-lembaga Negara dan Badan-badan Pemerintahan Pusat. 2. Arsip Nasional Daerah wajib menyimpan, memelihara dan menyelamatkan arsip sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf b Undang-undang ini dari Lembaga lembaga Negara dan Badanbadan Pemerintahan Daerah serta Badan badan Pemerintah Pusat di tingkat Daerah. 3. Arsip Nasional Pusat maupun Arsip Nasional Daerah wajib menyimpan, memelihara dan menyelamatkan arsip yang berasal dari Badan-badan Swasta dan/atau perorangan.

- Pidana (delik umum) - Hanya dua ketentuan (pasal 11)

Tugas komisi/ organisasi mandat UU

Sanksi/ Hukuman

- Pidana (delik aduan) - Diatur dalam 6 pasal (Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56)

UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)

UU No. 7 Tahun 1971 tentang Kearsipan Negara (KN)

Titik Persinggungan

ketentuan delik pidana yang digunakan dalam UU KN berpeluang untuk disalahgunakan oleh oknum tertentu dalam. Berbeda dengan UU KIP yang menggunakan delik aduan. Sehingga pulik lebih terlindungi dari jeratan �jebakan� pemidanaan.

-

-

untuk menjalankan dan menjaga kualitas pelaksanaan kedua UU ini sama-sama memandatkan pembentukan lembaga negara atau badan pemerintahan di tingkat pusat dan daerah. UU KN dengan Arsip Nasional Pusat/ Daerah, sedangkan UU KIP dengan Komisi Informasi Pusat/ Daerah. UU KIP memberikan ruang bagi masyarakat untuk bersengketa dengan pemerintah. (ciri negara berdemokrasi)

-

Keterangan


UU No. 7 Tahun 1971 vs UUD 1945 Demokratisasi di Indonesia mulai terbuka tidak lama setelah terjadinya reformasi di akhir era 90-an. Bangsa Indonesia sejak saat itu mulai membenahi sistem tata pemerintahan yang diantaranya adalah dengan melakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Hal itu dianggap penting karena UUD 1945 merupakan konstitusi negara yang menjadi pijakan dasar dalam melakukan perubahan penyelenggaraan negara yang lebih baik. Hal itu diindikasikan oleh pelaksanaan amandemen UUD 1945 yang dilakukan sebanyak empat kali dalam kurun waktu yang sangat singkat, yakni 1999-2002. Diantara hasil amandemen UUD 1945 yang cukup siginifikan dalam mendukung demokrastisasi adalah pengaturan tentang Hak Asasi Manusia. Salah satu penambahan ketentuannya adalah memberikan jaminan kepada warga negara untuk berkomunikaksi dan memperoleh informasi. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 28F yang menyebutkan bahwa : “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia� Ketentuan tersebut sangat jelas memberikan jaminan hak bagi setiap warga negara untuk memperoleh informasi, termasuk informasi penyelenggaraan negara. Hal ini jelas berbeda dengan pengaturan di dalam UU tentang Kearsipan Negara yang melarang warga negara untuk mendapatkan informasi penyelenggaraan negara. Hal itu diindikasikan oleh aturan pada pasal 11 ayat (2) UU Kearsipan Negara yang memberikan ancaman hukuman pidana penjara bagi aparat negara yang memberitahukan informasi penyelenggaraan negara kepada pihak ketiga. Adapun bunyi pasal 11 ayat (2) tersebut adalah : “Barang siapa yang menyimpan arsip sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 huruf Pusat Pengetahuan Anggaran

25


a Undang-undang ini, yang dengan sengaja memberitahukan halhal tentang isi naskah itu kepada pihak ketiga yang tidak berhak mengetahuinya sedang ia diwajibkan merahasiakan hal-hal tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 (dua puluh) tahun�. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa beberapa aturan dalam UU Kearsipan negara sudah tidak sesuai lagi dengan aturan dalam konstitusi dan konteks kenegaraan saat ini. Hal itu terjadi karena penyusunan UU Kearsipan negara dilakukan pada era di saat partisipasi warga dalam penyelenggaraan negara dibatasi. Kondisi itu jelas berbeda dengan saat ini, dimana pemerintah dan setiap warga negara harus bersinergi dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.

26 Pusat Pengetahuan Anggaran


Uji Permintaan Dokumen DIPA Kementerian dan Lembaga Negara Sejak diberlakukannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Seknas FITRA telah melakukan Permintaan dokumen Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang memuat informasi rincian anggaran Kementeriaan/ Lembaga negara. Tahapan yang dilakukan Seknas FITRA untuk meminta informasi adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi Badan Publik yang akan diminta informasinya 2. Menyusun surat permintaan informasi sesuai dengan panduan yang diatur Peraturan Komisi Informasi Pusat (Perkip) nomor 1 tahun 2010. Surat permintaan informasi ditujukan langsung kepada pimpinan badan publik terkait, karena Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) badan publik belum terbentuk. Jika sudah terbentuk, surat permintaan seharusnya ditujukan kepada PPID badan publik terkait. 3. Mengirimkan surat yang telah dibuat kepada badan publik, dan meminta tanda terima surat yang memuat tanggal penerimaan, dan kontak person untuk konfirmasi. 4. Mengkonfirmasikan keberadaan surat yang sudah dikirim. 5. Jika permintaan dipenuhi, selanjutnya adalah mengambil dokumen yang diminta. Hasil sementara, sejak 4 Mei hingga 2 Juni 2010 baru 35 Kementerian/ Lembaga negara yang dimintakan dokumen DIPA-nya melalui surat. Berikut adalah hasil sementara hingga awal juli 2010. Dari 35 badan publik yang dimintakan informasi rincian anggarannya, hanya 10 badan publik yang memberikan tanggapan. Badan Publik yang memberikan tanggapan Umumnya tanggapan tersebut diterima setelah Seknas FITRA mengkonfirmasi secara rutin. Model tanggapan yang disampaikan 10 25 oleh badan publik tersebut melalui faximile, email, maupun menelpon langsung ke kantor Seknas FITRA. 10 badan publik itu adalah : Kemenlu, Kemensetneg, Kemenhan, Kemenhub, KemenPU, Kemen. Kebudayaan dan Pariwisata, Kemen. Komunikasi dan Informatika, DPD, KPU, dan KPK. memberikan tanggapan

tidak memberikan tanggapan

Pusat Pengetahuan Anggaran

27


Pemberian Informasi

3

7 memberi informasi tidak memberi informasi

Waktu Memberikan Informasi

2

3 2

antara 1-10 hari kerja antara 11-20 hari kerja lebih dari 20 hari kerja

28 Pusat Pengetahuan Anggaran

Akan tetapi dari 10 badan publik yang memberikan tanggapan tersebut tidak semuanya memenuhi informasi yang diminta. Hanya 7 badan publik yang memberikan informasi sesuai dengan yang diminta, sedangkan 3 lainnya tidak memberikan informasi. 7 badan itu adalah Kemensetneg, Kemenhub, Kemen. Kebudayaan dan Pariwisata, Kemen. Komunikasi dan Informatika, DPD, KPU, dan KPK. Sisanya adalah Kemenlu, Kemenhan, KemenPU. Tanggapan yang disampaikan oleh Kemenlu tidak sesuai dengan permintaan. Sementara Kemenhan dan Kemen PU beralasan bahwa informasi yang dminta tidak tersedia. Dari sisi waktu penyampaian informasi yang diminta, terdapat 3 badan publik yang menyampaikan infrormasi dalam jangka waktu antara 1-10 hari kerja setelah surat diterima. Sementara 2 badan publik lainnya menyampaikan informasi kepada pemohon antara 11-20 hari. Sisanya, 2 badan publik baru menyampaikan informasi lebih dari 20 hari kerja.


BAGIAN II

PUSAT ANALISIS ANGGARAN [P.A.A] Pengantar Dalam bab ini akan dibahas mengenai Pusat Analisis Anggaran (PAA). Materi panduan yang disajikan adalah mengenai cara membaca dan menganalisis kebijakan alokasi anggaran. Selama ini masyarakat beranggapan bahwa informasi anggaran atau APBD masih dipandang sebagai dokumen yang sulit dimengerti karena penuh dengan hitungan matematis dan hanya bisa dipahami oleh para ekonom. Karena itu panduan ini hadir untuk memberikan langkah – langkah secara sederhana dalam membaca dan menganalisis kepada masyarakat. Tujuan pembelajaran membaca dan menganalisis anggaran adalah memberikan kemampuan kepada masyarakat tentang cara membaca anggaran, agar dapat mengetahui seberapa besar manfaat yang diterima masyarakat dari kebijakan anggaran dalam APBD/N yang disusun oleh pemerintah. Sehingga kemampuan analisis yang dimiliki Pusat Pengetahuan Anggaran

29


oleh masyarakat dapat dipergunakan untuk melakukan advokasi agar APBD diorientasikan pada kepentingan rakyat miskin. Dokumen anggaran yang perlu dipersiapkan dalam melakukan pembelajaran membaca dan menganalisis anggaran adalah; 1. Dokumen Perencanaan Anggaran a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) c. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) d. Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) e. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) 2. Dokumen Penganggaran a. Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) b. Kebijakan Umum Anggaran (KUA) c. Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA SKPD) d. Angggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) e. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)

Panduan Membaca dan Menganalisis Anggaran Sebelum melakukan analisis anggaran, terlebih dahulu perlu memahami dan mengerti tentang struktur anggaran dalam APBD. Struktur anggaran merupakan bentuk pengelompokkan komponen – komponen anggaran agar mudah untuk dibaca dan dianalisis. APBD merupakan kerangka kebijakan publik untuk mewujudkan rencana dan program – program yang telah ditetapkan, didalamnya memuat struktur yang terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah. 1.

Pendapatan APBD a. Membaca dan mengidentifikasikan potensi pendapatan daerah yang terdiri dari Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Lain – lain Pendapatan yang Sah.

30 Pusat Pengetahuan Anggaran


b. Mencoba membuat klasifikasi antara ketiga pendapatan daerah tersebut untuk mengetahui potensi kemampuan daerah dan tingkat ketergantungan terhadap pusat sekaligus dapat mencari penyebabnya. c. Mengklasifikasikan besaran pajak dan retribusi dalam PAD, untuk mengetahui besaran pajak dan retribusi yang disumbangkan masyarakat miskin kemudian dikaitkan dengan kebijakan pemerintah sebagai kompensasi terhadap masyarakat miskin. d. Mengelompokkan mana yang paling diuntungkan atau dirugikan dari kebijakan pemerintah dalam menggalang dana pembangunan. 2.

Belanja APBD Belanja daerah terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung, untuk belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarakan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sedangkan belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan program. Klasifikasi belanja terdiri dari belanja organisasi, belanja urusan, belanja program dan kegiatan, dan jenis belanja. Analisis Makro a. Belanja langsung adalah belanja yang berkaitan dengan belanja pelayanan publik, sementara belanja tidak langsung berkaitan dengan belanja aparatur. Manfaat dari membandingkan antara belanja langsung dan belanja tidak langsung adalah untuk mengetahui besaran pengguna dari masing – masing belanja. b. Mengklasifikasikan ulang belanja langsung. Mengidentifikasikan program/kegiatan yang benar –benar berkaitan dan bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat (miskin), dan program/kegitan yang sebenarnya masih tergolong belanja aparatur atau tidak dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat namun tetap dimasukkan ke dalam belanja langsung. Pusat Pengetahuan Anggaran

31


c. Mengidentifikasi pemborosan dalam belanja tidak langsung. Tujuannya adalah mencari program/kegiatan yang bersifat pemborosan atau program/kegiatan yang dinilai bertentangan dengan asaa kemanfaatan, keadilan dan kepantasan. Analisis Tematik Analisis ini biasanya dilakukan dengan membedah RKA SKPD dan sangat tergantung dari tujuan atau tema apa yang akan dianalisis. Dari dokumen RKA SKPD ini dapat dianalisis mengenai aspek konsistensi kebijakan, aspek efisiensi dan aspek sosial. a. Aspek konsistensi kebijakan, dilakukan dengan mempelajari kebijakan –kebijakan yang terkait dengan APBD, mulai dari RPJPD, RPJMD, RKPD sampai KUA serta peraturan perundang – undangan lainnya seperti Peraturan Kepala Daerah, SK Kepala daerah dll. Tujuannya adalah untuk menilai tingkat konsistensi dari tiap jenjang hirarki peraturan yang berkaitan dengan anggaran daerah. b. Aspek Efisiensi. Dengan cara menganalisis tiap program/ kegiatan yang dikaitkan dnegan indeks khususnya dalam hal belanja modal dan pemeliharaan. Hal ini bertujuan untuk menilai peluang – peluang mark up di setiap pembelian dan pemeliharaan suatu barang, apakah sesuai dengan harga barang di pasar atau tidak. c. Aspek Sosial. Dilakukan dengan cara membandingkan manfaat yang diterima oleh aparatur dengan masyarakat miskin. Hal ini bertujuan untuk menilai sejauh mana aspek – aspek keadilan dan kepantasan sudah diterapkan. Analisis Penerima Manfaat Dilakukan dengan cara mengklasifikasikan belanja APBD berdasarkan penerima manfaat misalnya masyarakat miskin, penyandang cacat, anak atau perempuan. Dari aspek pro poor misalnya, sejauh mana belanja APBD diterima oleh masyarakat miskin dan diterima oleh aparatur.

32 Pusat Pengetahuan Anggaran


Contoh Analisis Dokumen yang dibutuhkan : APBD dan Perkada Penjabaran APBD Wajah Anggaran Kota Metropolitan10 Kebijakan APBD Ibukota harus diakui masih belum memperhatikan aspirasi dan kebutuhan rakyat miskin. Ada kecenderungan rakyat miskin telah terabaikan, ini dapat dilihat dari minimnya alokasi belanja untuk proyekproyek yang bermanfaat bagi keluarga miskin. Padahal sangat jelas bahwa Amanah konstitusi dalam UUD 1945 sangat jelas menyebutkan anggaran dikelola sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat. Dan arah kebijakan angaran daerah seharusnya mampu menjangkau dan dapat menuntaskan berbagai persoalan riil yang dihadapi masyarakat terutama masalah kemiskinan dan keterbatasan akses sumberdaya bagi masyarakat. Keberpihakan anggaran sangat menentukan adanya perubahan dan perbaikan kualitas hidup rakyat. Total belanja DKI Jakarta tahun 2008 adalah sebesar Rp 20,5 triliun, namun dengan anggaran tersebut ternyata belum mampu mensejahterakan 603 ribu jiwa penduduk jakarta yang masih dibawah garis kemiskinan dan sebesar 540 ribu jiwa dalam kondisi menganggur tanpa pekerjaan11. Bahkan 36% dari total anggaran DKI Jakarta justru dibelanjakan untuk urusan aparatur (kebutuhan pegawai dan telepon, air minum dan listrik (TAL). Besarannya belanja yang diserap untuk membiayai aparatur akan berdampak pada penurunan belanja pembangunan dan masyarakat.

Program-program pembangunan di Ibukota Jakarta juga masih lebih banyak berorientasi pada pembangunan fisik daripada program-program pemberdayaan masyarakat. Ini dibuktikan dengan begitu besarnya alokasi dana bidang Pekerjaan Umum (PU) sebesar 12,2% (Rp 2,6 triliun). Hal ini ternyata tidak sebanding dengan anggaran pendidikan yang hanya dialokasikan sebesar 10,7% (Rp 2,2 triliun). Padahal dalam UUD 1945 (3) dan telah dijabarkan pada UU Sisdiknas 49 (1), menjelaskan bahwa kewajiban memenuhi minimal 20% dari total belanja daerah digunakan untuk pendidikan. SKPD yang masuk ke dalam belanja pendidikan antara lain: Dinas Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi, Perpustakaan Umum Daerah, Dinas Olahraga dan Pemuda, Dinas Kebudayaan dan Museum serta Balai Pendidikan Pelatihan dan Kejuruan. Alokasi Belanja Pendidikan 1580.7 1600 1287

1400 1200 1000 Rp milyar

800 600 400

291.6

200

40.7

0 Belanja Pegawai

Penyelenggaran Pendidikan

Dari total belanja pendidikan tersebut, sebesar Rp 291,6 milyar digunakan untuk belanja pegawai. Untuk pembiayaan telepon, air dan listrik (TAL) alokasinya Rp 40,7 milyar. Sementara untuk program

10. Penulis: Yenny Sucipto, Kepala Resource Centre Seknas FITRA 11. BPS DKI Jakarta Tahun 2007.

Pusat Pengetahuan Anggaran

33


dedicated berupa biaya operasional pendidikan dan rehabilitasi gedung sebesar Rp 1,28 triliun. Sisanya sebesar Rp 1,58 triliun masih masuk ke dalam belanja prioritas Provinsi dan SKPD. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, karena belanja terbesar masuk ke dalam prioritas SKPD maka perlu untuk mengontrol RKASKPD Dinas Pendidikan nantinya agar anggarannya benar-benar digunakan untuk melayani kebutuhan pendidikan masyarakat, tidak habis untuk urusan birokrasi. Belanja Pendidikan 2008 2000

1680

1500 Rp mily ar 1000

811.4

500

336.2 62.2

149.7 160.7

0 Dispendas Perumda

dikbud

Untuk anggaran Bantuan Operasioanl Pendidikan (BOP) mendapatkan alokasi terbesar dari seluruh program yang ada di anggaran pendidikan, yaitu nhingga mencapai Rp 1,2 triliun. Alokasi tersebut diberi untuk siswa SDN, SMPN dan SMAN/SMKN dan SMK Swasta. Total siswa penerima dan BOP adalah sebanyak 1,2 juta siswa yang terbagi menjadi siswa SD sebanyak 680.556 dengan ratarata BOP Rp 72.057/siswa/bulan; SLTP sebanyak 259.603 siswa dengan ratarata BOP Rp 120.000/siswa/bulan dan SLTA sebanyak 282.673 siswa dengan BOP yang diterima Rp 56.535/siswa/ bulan. Selain belum dapat menggratiskan seluruh biaya pendidikan siswa di semua tingkatan sekolah, ternyata menurut hasil analisis anggaran pendidikan hanya 34 Pusat Pengetahuan Anggaran

dapat menjangkau 78% dari total siswa SD dan SLTA di DKI Jakarta. Artinya penggunaan masih terjadi diskriminasi dalam pengelolaan anggaran pendidikan karena belum semua siswa dapat menerima dana BOP 2008 terutama untuk siswa SMP swasta, padahal masih ada sekitar 125.112 siswa yang bersekolah di SMP Swasta yang masih dibiayai oleh orang tua siswa. Minimnya anggaran pendiidkan justru Dinas Pendidikan masih menggunakan anggaran tersebut untuk program-program yangberpotensi boros. Contohnya seperti program kegiatan dalam menyusun juknis yang menelan anggaran sebesar Rp 150 juta, diantaranya pembuatan juknis PSB, BOP, BOS dll. Padahal juknis terbut hanya berupa revisi dari juknis sebelumnya. Belum lagi adanya program-program pengadaan maintance serta barang dan jasa lainnya yang tidak memilik standar harga. Bentuk pemborosan-pemborosan tersebut seharusnya perlu dikaji ulang ke depannya, mengingat sekitar 9 ribu jiwa anak jalanan yang membutuhkan beasiswa untuk bersekolah. Untuk anggaran kesehatan hanya dialokasikan sebesar 6,1% (1,2 triliun) yang terbagi untuk Dinas kesehatan dan Suku Dinas sebesar Rp 437,4 milyar dan untuk BLUD se3besar Rp 757,9 milyar. Idealnya, sesuai dengan targetan Millenium Development Goals (MDG’s) anggaran kesehatan minimal harus mencapai 15% dari total belanja atau ¹ Rp 3 triliun. Menyedihkan, dengan total anggaran kesehatan tersebut dialokasikan untuk askeskin dan korban bencana alam sebesar Rp 200 milyar untuk 565 ribu jiwa dengan asumsi bahwa tiap jiwa per tahun mendapatkan Rp 365,- saja. Relatif sangat sedikit jika dibandingkan dengan biaya


pengobatan Gubernur dan Wakilnya hingga mencapai Rp 180 juta/tahun atau 500 kali lipat dibandingkan dengan biaya Askeskin. Minimnya alokasi anggaran kesehatan dalam APBD DKI Jakarta juga akan terlihat sangat kontradiktif jika dibandingkan dengan sektor penerimaan khususnya retribusi. Dari hasil penelusuran dalam APBD tahun 2008, ditemukan bahwa total retribusi yang berasal dari RSUD dan Puskesmas mencapai Rp 358 milyar. Dari catatan tahun 2006 kontribusi retribusi kesehatan untuk penerimaan DKI Jakarta adalah sebesar Rp 143,07 milyar dan Rp 266,18 milyar di tahun 2007. Ini berarti sebagian besar pembangunan yang diambil dari pos retribusi di DKI Jakarta dibiayai oleh sakit. Dan perlu diingat pula bahwa hampir 80% orang yang berobat ke rumah sakit maupun puskesmas di DKI Jakarta rata-rata tergolong keluarga miskin. Alokasi Belanja Kesehatan 2008 775.7

800 600

270 milyar diantaranya digunakan untuk pelayanan kesehatan keluarga miskin sebesar Rp 200 milyar, pembangunan 2 unit Rawat Inap Puskesmas Kecamatan Rp 48 milyar, penanggulangan DBD, TBC dan penyakit pasca banjir Rp 20 milyar dan penyelenggaraan jaminan kesehatan masyarakat Rp 2 milyar. Program pelayanan kesehatan dalam bentuk askeskin Yankes Gakin, sebenarnya masih perlu dikawal dan dikontrol oleh seluruh elemen masyarakat. Sebab menurut fakta dilapangan, program tersebut ternyata masih sulit efektif sehingga tidak mencapai perbaikan yang signifikan dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Kurang efektifnya program tersebut karena tidak diimbangi dengan perubahan mental dan perilaku “feodal� pelayanan kesehatan yang masih mendasarkan taraf pelayanan berdasarkan status sosialnya. Akibatnya, perlakuan diskriminatif terhadap masyarakat miskin masih kerap terjadi. Kesan cuek dan ogahogahan terhadap pasien yang berasal dari keluarga miskin masih tampak kental di Rumah Sakit12.

Rp mily ar 400

200 110.4 0

200 33.9

Belanja Pegaw ai

48

20

2

Penanggulangan Peny akit

Dan dari keseluruhan belanja kesehatan tersebut ternyata sebesar Rp 110,4 milyar digunakan untuk belanja pegawai. Sebesar Rp 33,9 milyar digunakan untuk pembiayaan telepon, air dan listrik (TAL). Untuk program dedicated hanya sebesar Rp 12. Keluhan ini pernah disampaikan dalam diskusi publik yang diadakan oleh Seknas FITRA dalam program Kaukus Parlemen dengan DPRD DKI Jakarta

Pusat Pengetahuan Anggaran

35


Analisis Kronologis Analsiis ini biasanya dilakukan dengan menggunakan data beberapa periode anggaran. Tujuannnya adalah untuk mengetahui perkembangan setiap tahunnya belanja pemrintah. Analisis Wilayah Analisis ini digunakan untuk melihat proporsi belanja di masing – masing wilayah dengan mempertimbnagkan kondisi sosial ekonomi setiap wilayah serta prioritas terhadap wilayah tertentu seperti jumlah penduduk, luas wilayah, potensi wilyah, tingkat kemiskinan, infrastruktur dasar yang dipunyai dan lain lain. Langkah yang paling mudah adalah dengan cara memisahkan atau mengklasifikasikan setiap proyek berdasarkan lokasi wilayah, alokasi dana, dan tujuan proyek tersebut untuk kemudian dibandingkan antar wilayah dan dililhat proporsi terhadap keseluruhann belanja. Dan hasilnya akan diketahui apakah alokasi anggaran dan prioritas pembangunan antar wilayah sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat miskin di tiap – tiap wilayah berdasarkan kondisi ekonomi masing – masing wilayah. Analisis Sektoral (Pendidikan dan Kesehatan) Bidang pendidikan, dalam pasal 31 ayat (2) UUD 1945 setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Sedangkan bidang kesehatan, jaminan kesehatan dalam UUD 1945 diatur di pasal 28H ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Berangkat dari kebijakan tersebut, maka analisis ini bertujuan untuk melihat sejauh mana komitmen pemerintah mengalokasikan pelayanan publik berkaitan dengan jaminan atas hak – hak dasar rakyat. Beberapa hal yang akan dilakukan dalam analisis ini adalah: 1. Mengumpulkan data indikator permasalahan baik pendidikan maupun kesehatan di suatu wilayah. Contohnya untuk 36 Pusat Pengetahuan Anggaran


bidang pendidikan adalah data mengenai angka melek huruf, angka partisipasi murni/kasar sekolah, angka siswa miskin, angka putus sekolah dll. Sedangkan contoh data yang perlu dikumpulkan di bidang kesehatan adalah angka ibu melahirkan, angka kematian ibu dan anak/balita, angka balita kurang gizi dan gizi buruk dll. 2. Menyiapkan dokumen anggaran sektoral baik pendidikan maupun kesehatan (RKA – SKPD/RKA – DIPA) 3. Melakukan tracking budget (penelusuran anggaran) terhadap belanja manfaat dengan mengelompokkan program dan alokasi anggaran ke dalam beberapa belanja yaitu belanja administrasi umum, belanja aparatur, belanja infrastruktur, belanja akses masyarakat dan belanja peningkatan mutu. 4. Prosentase terbesar dari 5 (lima) belanja yang telah dikelompokan akan diketahui, maka komitmen pemerintah daerah akan dapat dibaca ke arah mana program pelayanan publik terimplementasikan. 5. Kajian mendalam lebih lanjut, pengelompokkan belanja yang telah dilakukan khusus pada belanja infrastruktur, peningkatan akses masyarakat dan peningkatan mutu dengan melihat indikator permasalahan baik pada pendidikan maupun sektoral yang telah dikumpulkan sebelumnya dengan belanja yang telah dikelompokkan. 6. Dan jika ingin mengkritisi tingkat konsistensi perencanaan penganggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan, dapat dilihat dalam dokumen perencanaan dari RPJMD, RKPD, Renstra dan Renja Pendidikan maupun kesehatan. Dalam dokumen perencanaan tersebut, perlu dilihat apakah tertuang program – program pelayanan dasar baik pendidikan maupun kesehatan, jika ada sejauh mana komitmen pemerintah daerah mengimplementasikan prioritas program dalam penganggarannya (dapat dilihat dalam APBD, RKA – SKPD dan RKA – DIPA).

Pusat Pengetahuan Anggaran

37


Contoh Analisis Sektor Pendidikan Dokumen yang dibutuhkan : RAPBN dan RKA-KL Kemendiknas

Anggaran Pendidikan 2007: Untuk Pendidikan atau Birokrasi? Oleh: Yenny Sucipto13

Menyongsong 2007, banyak pihak berharap anggaran 20% untuk pendidikan dapat terpenuhi, seiring dengan dikabulkannya permohonan uji materi PGRI terhadap APBN 2006 (UU No.13/2005) oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK ini paling tidak telah melegakan hati masyarakat yang memang telah lama menunggu dipenuhinya angka 20% tersebut. Sebab sejak masa Pemerintahan Megawati sampai SBYJK, dari APBN dan APBN-P 2005 sampai APBN dan APBN-P 2006, anggaran pendidikan memang tidak pernah beranjak dari angka 6-8%. Alasan klasik pemerintah adalah keterbatasan anggaran, sehingga angka 20% hanya dapat dipenuhi secara bertahap. Alasan pemerintah ini kemudian dituangkan ke dalam penjelasan pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas. Namun pasal ini pun juga telah dibatalkan MK karena dianggap telah mereduksi ketentuan konstitusi (Pasal 31 ayat (4) UUD 1945). Menghadapi APBN 2007 tentunya pemerintah tidak dapat beralasan lagi untuk menunda-nunda terpenuhinya angka 20% anggaran pendidikan. Apalagi di sektor belanja, pemerintah telah mengurangi beban subsidi BBM dengan komitmen akan mengalihkannya 13. Koordinator Analisis dan Kajian, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA)

38 Pusat Pengetahuan Anggaran

ke sektor pendidikan dan kesehatan. Namun demikian, setelah mencermati wajah RAPBN 2007 ternyata cukup mengejutkan karena defisit justru lebih besar dibandingkan APBN 2006, yang awalnya defisit Rp 22,4 triliun naik menjadi Rp 33,1 triliun. Jika penyebab defisit ini dikarenakan dipenuhinya angka 20% anggaran pendidikan tentu akan dapat dimaklumi. Namun ternyata bukan, penyebab naiknya defisit karena adanya beban pembayaran Surat Utang Negara (SUN) dalam negeri dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang jatuh tempo yang totalnya sampai mencapai Rp 139,2 triliun atau 18,6% dari total anggaran belanja. Angka ini jauh melampaui alokasi anggaran untuk subsidi yang hanya sebesar Rp 109,7 (14,6% dari total anggaran belanja). Bahkan lebih jauh lagi jika dibandingkan dengan anggaran pendidikan yang hanya sebesar 51,3 triliun (6,9% dari total anggaran), dan kesehatan yang baru mencapai 15,3 triliun (2% dari total anggaran). Perbandingan Belanja untuk Utang, Subsidi, Pendidikan dan Kesehatan dalam RAPBN 2007

140 120 100 80 Rp tr iliun

60 40 20 0

Alokasi Anggaran

Utang, Bunga Utang

Subsidi

Pendidikan

Kesehatan

139.2

109.7

51.3

15


Untuk anggaran pendidikan dalam RAPBN 2007 jika ketentuan 20% dari total anggaran dipenuhi maka anggaran yang harus disediakan paling tidak adalah sebesar Rp 142,7 triliun. Namun setelah mencermati dokumen RAPBN 2007, prosentase anggaran pendidikan – yang di tahun 2006 telah mencapai 8%– saat ini justru semakin turun menjadi 6,9% dengan angka nominal sebesar Rp 51,3 triliun (berdasarkan belanja fungsi). Defisit dan utang ternyata masih dijadikan justifikasi oleh pemerintah atas tidak

program pendidikan (tupoksi) hanyalah sebesar Rp 7,5 triliun meliputi: rehabilitasi sekolah, beasiswa, perpustakaan, dll.

terpenuhinya anggaran 20% tersebut. Pemerintah di dalam Nota Keuangannya hanya menjanjikan akan mengoptimalkan anggaran pendidikan bagi program-program yang berkaitan dengan peningkatan kualitas dan sarana/ prasarana pendidikan dengan rincian masing-masing: program wajib belajar 9 tahun sebesar Rp 18,9 triliun; pendidikan menengah sebesar Rp 3,9 triliun; pendidikan tinggi sebesar Rp 8,6 triliun; dan peningkatan mutu pendidikan dan pendidikan kedinasan sebesar Rp 2,8 triliun.

Dengan melihat penggunaan anggaran pendidikan di atas, sudah dapat dipastikan nantinya walaupun angka 20% tercapai, hal itu tidak akan memberikan pengaruh apa-apa terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia karena sudah pasti sebagian besar anggaran akan tetap lari ke urusan birokrasi yang tidak ada kaitan langsung dengan peningkatan kualitas dan sarana/ prasarana pendidikan. Fenomena habisnya anggaran untuk birokrasi ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Depdiknas, tapi hampir seluruh departemen/lembaga sekitar 60-70% anggarannya juga habis untuk kebutuhan birokrasi.

Namun jika dianalisis lebih mendalam, janji pemerintah itu ternyata tidak sepenuhnya benar, sebab dengan menggunakan contoh dokumen Rencana Kegiatan Anggaran Kementerian/ Lembaga (RKA-KL) Depdiknas 2007, faktanya sebagian besar anggaran masih habis digunakan untuk program-program yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pendidikan, namun habis untuk pelayanan dan kebutuhan birokrasi seperti: diklat teknis pegawai; peningkatan kapasitas kelembagaan; administrasi kepegawaian dll. Yang benar-benar berkaitan langsung dengan

Perbandingan Anggaran Pendidikan dalam RKA-KL Departemen Pendidikan Nasional 2007

30 25 20 Rp tr iliun

15 10 5 0

Alokasi Anggaran

Tupoksi

Gaji, Tunjangan

Perkantoran

Birokrasi

7.5

4.8

2.7

29

Penggunaan anggaran yang cenderung tidak proporsional, tidak efisien dan tidak berpihak kepada rakyat ini tentunya harus segera dihentikan. Jika tidak, maka ke depan dapat dipastikan pemerintah tidak akan membangun apa-apa. Beberapa waktu lalu, sebenarnya telah ada wacana dikalangan pemerintah dan DPR untuk memotong anggaran di masingmasing lembaga/departemen untuk di realokasikan ke bidang pendidikan. Langkah ini masih sangat relevan dan tepat untuk saat ini jika dikaitkan dengan penggunaan anggaran yang memang

Pusat Pengetahuan Anggaran

39


tidak efisien dan boros. Pemotongan dapat dilakukan dengan cara meninjau programprogram yang bersifat pemborosan di masing-masing departemen/lembaga, antara lain: tunjangan seperti uang rapat, uang perjalanan dinas, honor-honor (di luar gaji), uang lembur (meniadakan lembur), operasional dan sarana prasarana kantor (kendaraan dinas, pengadaan TI, ATK dll) dan infrastruktur perkantoran (pengadaan dan perawatan gedung, pengadaan tanah dll), administrasi dan kegiatan perkantoran (diklat-diklat teknis kepegawaian, pengembangan

SDM dan administrasi kepegawaian, pengembangan kapasitas aparatur, dll). Jika tiap-tiap departemen/lembaga tersebut bersedia memotong atau paling tidak mengurangi pembiayaan untuk urusan birokrasi seperti disebutkan di atas, tidak menutup kemungkinan bahwa tidak hanya angka 20% anggaran pendidikan saja yang nantinya akan terpenuhi, APBN pun tidak akan defisit sehingga pemerintah tidak perlu lagi menjual aset negara, mengeluarkan SUN dan mencari utangan baru.

Analisis MDGs Millennium Development Goals disebut sebagai suatu pendekatan yang inklusif dalam pemenuhan hak-hak dasar manusia, terdiri dari delapan Tujuan Pembangunan Millennium yakni 1) Penghapusan kemiskinan (Eradicate Extreme Poverty and Hunger); 2) Pendidikan untuk Semua (Achieve Universal Primary Education); 3) Persamaan Gender (Promote Gender Equality and Empower Women); 4) Perlawanan Terhadap Penyakit (Combat HIV/AIDS, malaria and Other Diseases); 5) Penurunan Angka Kematian Anak (Reduce Child Mortality); 6) Peningkatan Kesehatan Ibu (Improve Maternal Health); 7) Pelestarian Lingkungan Hidup (Ensure Environmental Sustainability); dan 8) Kerjasama Global (Develop a Global Partnership for Development). Kemudian 8 goal tersebut dijabarkan ke dalam 18 target dan 52 indikator terkait untuk dapat dicapai dalam jangka waktu 25 tahun antara 1990 dan 2015. Analisis khusus untuk MGDs ini bertujuan ingin memastikan sejauhmana pemerintah benar-benar memenuhi komitmen global tersebut. Beberapa hal teknis dan substansi yang perlu dipersiapkan dalam melakukan analisis MDGs yaitu dengan menentukan terlebih dahulu salah satu/beberapa target dan indikatornya seperti tabel dibawah ini: 40 Pusat Pengetahuan Anggaran


Pusat Pengetahuan Anggaran

41

Angka

Goal 7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup

Goal 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu Goal 6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya

Goal 4. Menurunkan Kematian Anak

Goal 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan

Target 10. penurunan sebesar separuh, proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar

Target 8. Mengendalilkan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaris dan penyakit lainnya pada tahun 2015

Target 7. Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada thun 2015

Target 2. Menurunkan proporsi yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990 – 2015 Target 5. Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara tahun 1990 dan 2015 Target 6. Menurunkan angka kematian ibu antara tahun 1990 dan 2015 sebesar tiga seperempatnya

Target 4. Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015.

Goal 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Kesehatan

Target 3. Menjamin semua anak perempuan dan laki – laki di area menyelesaikan jenjang

Goal 2. Mencapai Pendidikan Dasar Bagi Semua

Target Target 1. Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah 1 dollar per hari menjadi setengah antara 1990 – 2015.

Pendidikan dan Kesetaraan Gender

Goal

Goal 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan

Isu

Kemiskinan

Kesehatan

Perekonomian, Ketenaga Kerjaan, Perumahan Rakyat, kesejahteraan Rakyat Pendidikan

Dokumen SKPD


Setelah persiapan tersebut telahj selesai, maka langkah selanjutnya adalah : 1. Menyiapkan dokumen anggaran sektoral berkaitan dengan 8 tujuan dan 18 target dari MDGs 2. Menyiapkan data tujuan, target dan indikator MDGs 3. Melakukan tracking budget terhadap beberapa program/ kegiatan yang berkaitan/mendukung program MDGs berdasarkan isu yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan salah satu/beberapa target dan indikatornya 3.

Pembiayaan APBD Pembiayaan daerah adalah seluruh transakasi keuangan pemerintah daerah, baik penerimaan maupun pengeluaran yang perlu dibayar atau diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun – tahun anggaran berikutnya. Adanya pembiayaan sebagai salah satu komponen APBD dimaksudkan untuk menutup defisit, atau sebaliknya surplus anggaran. Praktek analisis ini diapandang efektif untuk memunculkan suatu kerangka rekomendasi berupa solusi – solusi kratif terkait optimalisasi yang dapat dilakukan pemerintah daerah berkenaan dengan sumber – sumber pembiayaan.

42 Pusat Pengetahuan Anggaran


APBD

BAGIAN III

PUSAT BELAJAR ANGGARAN [P.B.A] Pengantar Reformasi dan desentralisasi yang dimulai sejak Tahun 2001, merupakan perwujudan dari komitmen bangsa Indonesia menuju pemerintahan daerah yang lebih demokratis dan pembangunan yang berkelanjutan. Dikeluarkannya Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah menandakan terbukanya kesempatan yang luas bagi usaha pembangunan daerah dan bagi peningkatan partisipasi warga yang lebih baik dalam tata kelola pemerintahan. Sejak awal penerapan kebijakan tersebut, masyarakat dan pemerintah daerah telah menjawab kesempatan tersebut dengan antusias dan kreativitas yang luar biasa hingga menghasilkan capaian dan inovasi yang luar biasa pula. Peran masyarakat menjadi kunci terpenting dalam mengembangkan kualitas demokrasi dan tata kelola pemertintahan yang baik (good governance). Partisipasi aktif, kebebasan dan keterbukaan berpendapat, serta akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan adalah sarana utama Pusat Pengetahuan Anggaran

43


bagi suatu negara dan masyarakat agar mereka dapat bahu membahu dalam membangun demokrasi dan tata kelola pemertintahan yang baik. Kemampuan masyarakat atau organisasi masyarkat untuk meminta informasi, berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan kebijakan dan implementasi pembangunan, serta berperan dalam menjaga akuntabilitas proses pemerintahan adalah sebuah faktor fundamental demi “kesehatan� demokrasi, sedikitnya untuk dua alasan: pertama, hal itu menjamin bahwa warga bisa berperan, berkontribusi dan memperoleh layanan pembangunan yang baik; kedua, partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dapat membangun checks-and balance, karena janji-janji pejabat dan anggota DPRD dapat dikontrol melalui saluran-saluran organisasi masyarakat yang mewakili aspirasi konstituennya. Dalam konteks penganggaran, masih terdapat beberapa persoalan. Antara lain tidak adanya keinginan politik (political will) pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mengadopsi nilai-nilai keberpihakan kepada masyarakat dalam kebijakan. Rendahnya kapasitas anggota DPR dan DPRD dalam menjalankan fungsi anggaran. Dan, belum tumbuhnya kesadaran masyarakat secara optimal untuk mempelajari serta mencoba memahami proses penganggaran, sehingga tidak mampu mempengaruhi kebijakan. Oleh karena itu, posisi Budget Resources Centre (BRC) atau Pusat Pengetahuan Anggaran (PPA) sangat strategis untuk menjalankan salah satu fungsinya sebagai Pusat Belajar Anggaran (PBA). Adapun panduan ini diharapkan dapat membantu pengelola di tingkat daerah dalam memberikan pelayanan yang optimal untuk terciptanya check and balances system antara pemerintah daerah, DPRD, dan masyarakat.

Peran dan Fungsi PBA Pusat Belajar Anggaran (PBA) mempunyai peran memberikan pencerahan (enlightenment) atau transfer nilai kepada pemerintah daerah dan penguatan maupun transfer pengetahuan tentang penganggaran kepada masyarakat dan DPRD. Sebagai kelompok tengah upaya ini bertujuan memfasilitasi kesenjangan relasi antara pemerintah daerah, DPRD dan masyarakat. 44 Pusat Pengetahuan Anggaran


Sudah menjadi rahasia umum jika pemerintah lebih menguasai ketrampilan menyusun, mendistribusi dan bahkan mensiasati anggaran dibandingkan DPRD, apalagi masyarakat. Hal ini diakibatkan perlakuan Departemen Dalam Negeri terhadap kedua lembaga ini tidak berimbang, disamping juga karena ada faktor latar belakang personal yang berbeda. Unsur pemerintah ditempati oleh kelompok yang secara akademik memang relevan dan terseleksi, sedangkan DPRD tidak mensyaratkan seleksi akademis melainkan seleksi politik dalam Pemilu. Akibatnya, anggota yang terpilih memiliki kualitas kemampuan yang tidak merata, dan bahkan cenderung di bawah standard dalam menjalankan fungsi anggaran.

Pencerahan kepada Pemerintah

PBA

Pemberda yaan Masyarakat

Penguatan kepada DPRD

Pusat Pengetahuan Anggaran

45


Pencerahan Kepada Pemerintah Fungsi pencerahan (enlightenment) adalah salah satu bentuk layanan PBA yang diberikan kepada pengambil kebijakan. Secara rutin PBA melakukan review terhadap produk-produk kebijakan. Kemudian secara pro-aktif membangun hubungan baik dengan pembuat kebijakan sektoral (SKPD) melalui pendekatan technical assistance untuk memberikan masukan terhadap rancangan kebijakan. Biarpun pemerintah telah memiliki kemampuan teknokrasi yang baik, tetapi secara nilai dan keberpihakan harus tetap didorong dari luar.

Penguatan DPRD Meningkatkan kapasitas baik pengetahuan dan ketrampilan bagi DPRD dilakukan melalui dua pendekatan; technical assistance (TA) dan pelatihan. Dalam memberikan layanan TA, team work PBA menyiapkan bahan-bahan utama penganggaran yang sudah di analisis secara internal untuk ditawarkan agar dapat diakomodasi menjadi hasil catatan kritis versi DPRD untuk mengimbangi argumentasi teknokratis pemerintah daerah. Selain TA, PBA juga menyiapkan materi-materi dasar terkait penganggaran yang belum pernah diterima DPRD untuk dipelajari secara andragogis dan partisipatoris melalui media pelatihan. Hal ini dibutuhkan untuk mengurangi kesenjangan (gab) ketrampilan antara DPRD dan pemerintah daerah dalam hal penganggaran. Setidaknya mereka dapat menguasai sisi politik anggaran untuk mendorong alokasi anggaran yang sebesar-besarnya berpihak kepada rakyat.

Pemberdayaan Masyarakat Fungsi pemberdayaan merupakan inti dasar dari Pusat Pengetahuan Anggaran (PPA) dalam menjalankan peran sebagai Pusat Belajar Anggaran (PBA). Lebih dari sekedar menjadi pusat pelatihan (training centre), PBA mendorong lahirnya kesadaran masyarakat untuk mengetahui kebijakan anggaran yang berdampak langsung kepada kesejahteraan mereka, dan bersedia mempelajari ilmu dan teknik analisis anggaran. Kemudian mengkonsolidasikan kelompoknya 46 Pusat Pengetahuan Anggaran


untuk melakukan kontrol kebijakan anggaran mulai dari perencanaan, pembahasan, penetapan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban. Bentuk layanan PBA dalam menjalankan fungsinya adalah berupa pelatihan regular analisis anggaran dan magang anggaran.

Panduan Belajar Anggaran Mengapa Belajar Anggaran? Anggaran merupakan komitmen kebijakan yang paling kongkrit bagi masyarakat. Dari sisi penerimaan, masyarakat wajib membayar segala macam pajak maupun retribusi, dan pemerintah berhak untuk mengelolanya. Sedangkan dari sisi belanja, pemerintah berkewajiban mengalokasikan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, dan masyarakat berhak menerima alokasi tersebut untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Selama ini wawasan pengetahuan dan ketrampilan penganggaran sebagian besar hanya dikuasai oleh eksekutif (baca: pemerintah daerah) dan sebagian kecil diketahui oleh DPRD. Dua lembaga ini membuat stigma bahwa hanya mereka yang paling berhak tahu, dan selalu memposisikan masyarakat sebatas objek kebijakan yang tidak perlu terlibat maupun mengetahui sisi-sisi penting dari penganggaran. Pemerintah daerah bersama SKPD telah mendapatkan perlakuan istimewa dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk dapat menjalankan perannya menyusun dokumen anggaran yang baik secara administratif dan normatif. Akan tetapi prinsip dan nilai-nilai keberpihakan kepada masyarakat tidak banyak diketahui, perlu didorong dari luar oleh kelompok tengah. DPRD hanya mendapatkan porsi peningkatan kapasitas dari Kemendagri melalui pelatihan gabungan yang berisi ratusan bahkan ribuan orang anggota, sehingga dapat dipastikan forum tersebut tidak efektif karena lebih mirip ‘pengajian umum’. Wajar saja anggota DPRD yang berlatar belakang beragam tersebut kemudian tidak dapat menjalankan fungsi anggaran secara optimal karena tingkat pengetahuannya sangat minim. Selain itu, ketersediaan informasi Pusat Pengetahuan Anggaran

47


kebijakan teknis yang bersumber dari kementerian tidak selalu dimiliki oleh DPRD dan hanya dimiliki oleh eksekutif. Akibatnya terjadi ketidak seimbangan kemampuan dalam rapat pembahasan RAPBD. Kesadaran masyarakat terhadap kebijakan anggaran masih rendah. Selama ini pengetahuan penganggaran masih berhenti pada level pegiat advokasi seperti LSM dan CSO. Sedangkan masyarakat sebagai penerima manfaat langsung kebijakan anggaran belum mengetahui sisisisi pentingnya, apakah anggaran itu telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau belum, dan bagaimana orientasi anggaran yang dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Fungsi PBA adalah memberikan transformasi kesadaran, pengetahuan dan keterampilan analisis anggaran kepada masyarakat agar mereka lebih aktif mendorong kebijakan alokasi anggaran yang dapat menjawab kebutuhan dasarnya.

Apa Saja Perangkat PBA? Perangkat PBA yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsinya antara lain:  2 Orang trainer ; seorang expert regulasi perencanaan dan penganggaran, serta seorang expert teknokrasi anggaran  1 orang fasilitator  Modul pelatihan Anggaran; Modul Pelatihan Analisis Anggaran bagi DPRD, Modul Pelatihan Penyusunan RKA SKPD, dan Modul Pelatihan Analisis Anggaran bagi Masyarakat  Bahan Bacaan Anggaran  Hasil Analisis Konsistensi dokumen perencanaan dan penganggaran  Hasil Analisis trend APBD (minimal dalam tiga tahun terakhir)

48 Pusat Pengetahuan Anggaran


Siapa Saja Warga Belajar Anggaran?  Pemerintah Daerah; meliputi Bappeda dan SKPD  Anggota DPRD; meliputi Badan Angaran, Perwakilan Komisi dan Perwakilan Fraksi  Kelompok Masyarakat; yaitu Kelompok Perempuan, Kelompok Basis dan Kelompok Profesi

Apa Bentuk Belajar Anggaran? Ada beberapa bentuk belajar anggaran yang difungsikan oleh PBA sesuai dengan sasaran masing-masing, di antaranya:

PBA Jenis Layanan

Technical Assistance

Pelatihan Reguler

Magang

Target Group

Bappeda, SKPD, DPRD

Bappeda, SKPD, DPRD, CSO, Masy

CSO, Kelompok Masyarakat

 Technical Assistance; Technical Assistance (TA) atau asistensi teknis diberikan kepada unsur Pemerintah Daerah yaitu Bappeda dan SKPD serta Anggota DPRD. Pusat Pengetahuan Anggaran

49


TA untuk Bappeda meliputi materi tentang: - Program Kebijakan dalam dokumen perencanaan meliputi RPJMD, RKPD dan KUA PPAS - Konsistensi hasil musrenbang dalam RKPD dan KUA PPAS - Inovasi kebijakan dan program pemerintah daerah. Contohnya: Pagu Indikatif Kecamatan (PIK) dll. TA untuk SKPD meliputi materi tentang: - Program Kebijakan dalam dokumen perencanaan sektoral meliputi Renstra SKPD, Renja SKPD dan RKA SKPD - Konsistensi hasil musrenbang dalam Renja SKPD dan RKA SKPD - Inovasi kebijakan sektoral. Contohnya: Pokja PUG, Data Pilah dll TA untuk DPRD meliputi materi tentang: - Program Kebijakan dalam dokumen perencanaan pemerintah daerah meliputi RPJMD, RKPD dan KUA PPAS - Konsistensi hasil musrenbang dalam RKPD dan KUA PPAS - Inisiasi Peraturan Daerah. Contonya: Perda tentang Transparansi, Perda Tentang Integrasi system Perencanaan dan Penganggaran Daerah yang Partisipatif dll - Hasil analisis KUA PPAS dan RAPBD ďƒ˜ Pelatihan Reguler; Pelatihan ini diberikan kepada tiga subjek yaitu mulai dari SKPD, DPRD dan Kelompok Masyarakat. - Pelatihan Penyusunan Renja SKPD dan RKA SKPD diberikan kepada unsur pemerintah daerah khususnya SKPD. - Pelatihan Analisis Anggaran bagi DPRD diberikan kepada Badan Anggaran, perwakilan komisi dan perwakilan fraksi di DPRD - Pelatihan Teknik Analisis Anggaran yang Pro Poor dan Berperspektif Gender diberikan kepada kelompok perempuan

50 Pusat Pengetahuan Anggaran


ďƒ˜ Magang Anggaran; Magang diberikan kepada alumni pelatihan yang berasal dari kelompok masyarakat. - Metode 1: Magang dilakukan dengan cara menyediakan ruang praktek kepada alumni pelatihan untuk melakukan input dokumen dalam software analisis anggaran, penggrafikan hasil input data, dan membuat catatan kritis. Magang dengan metode ini dilakukan secara regular dan tanpa batas waktu sampai para alumni menjadi benar-benar ahli. - Metode 2: Magang dilakukan dengan cara berkunjung ke lokasi kelompok-kelompok basis untuk memfasilitasi praktek analisis dan pembuatan catatan kritis terhadap dokumen anggaran yang terkait khusus di lokasi advokasinya.

Apa Materi Belajar Anggaran? Secara umum belajar anggaran menggunakan pola Technical Assistance, pelatihan dan magang. Dari tiga pola tersebut, materi yang dibutuhkan antara lain: ďƒ˜ Technical Assistance; TA untuk Bappeda: - Hasil Analisis, Catatan Kritis dan Masukan terhadap Program Kebijakan dalam dokumen perencanaan meliputi RPJMD, RKPD dan KUA PPAS - Hasil Analisis dan Masukan terhadap Konsistensi hasil musrenbang dalam RKPD dan KUA PPAS - Hasil Kajian dan Usulan Inovasi kebijakan dan program pemerintah daerah. Contohnya: Pagu Indikatif Kecamatan (PIK) dll.

Pusat Pengetahuan Anggaran

51


TA untuk SKPD meliputi materi tentang: - Hasil Analisis, Catatan Kritis dan Masukan Program Kebijakan dalam dokumen perencanaan sektoral meliputi Renstra SKPD, Renja SKPD dan RKA SKPD - Hasil Analisis dan Masukan Konsistensi hasil musrenbang dalam Renja SKPD dan RKA SKPD - Hasil Kajian dan Usulan Inovasi kebijakan sektoral. Contohnya: Pokja PUG, Data Pilah dll TA untuk DPRD meliputi materi tentang: - Hasil Analisis, Catatan Kritis dan Masukan Program Kebijakan dalam dokumen perencanaan pemerintah daerah meliputi RPJMD, RKPD dan KUA PPAS - Hasil Analisis dan Masukan Konsistensi hasil musrenbang dalam RKPD dan KUA PPAS - Hasil Kajian, draft Naskah Akademik Inisiasi Peraturan Daerah. Contonya: Perda tentang Transparansi, Perda Tentang Integrasi system Perencanaan dan Penganggaran Daerah yang Partisipatif dll - Hasil analisis dan catatan kritis KUA PPAS dan RAPBD

52 Pusat Pengetahuan Anggaran


Pemerintah Daerah (Bappeda dan SKPD)

Target Group

2. Pelatihan Penyusunan Renstra SKPD Kesehatan

1. Pelatihan Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah

Jenis Pelatihan

a. Topik 1 : Pengembangan Daftar Isi Dokumen Renstra Kesehatan b. Topik 2 : Tinjauan Bagan Alir Proses dan Tata Cara Penyusunan Renstra SKPD Kesehatan c. Topik 3 : Penyusunan Tim Penyusun Renstra Kesehatan d. Topik 4 : IdentiďŹ kasi dan Pembagian Peran Stakeholders Bidang Kesehatan e. Topik 5 : Tinjauan Kebijakan Nasional dalam Perencanaan Pembangunan Sektor

a. Bagian 1 : Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) b. Bagian 2 : Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) c. Bagian 3 : Penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (RENSTRA SKPD) d. Bagian 4 : Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) e. Bagian 5 : Penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (RENJA SKPD) f. Bagian 6 : Penyusunan Kebijakan Umum APBD, Prioritas dan Plafond Anggaran Sementara (PPAS) dan Rencana Kerja Anggaran SKPD (RKA SKPD)

Materi

MATRIK KURIKULUM PELATIHAN

Pusat Pengetahuan Anggaran

53


54 Pusat Pengetahuan Anggaran

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Target Group

1. Pelatihan Analisis APBD bagi DPRD

Jenis Pelatihan

e. f. g. h. i.

SESI 5 SESI 6 SESI 7 SESI 8 SESI 9

d. SESI 4

: Peran DPRD Dalam Penganggaran Daerah : Struktur Dan Potensi Pendapatan Daerah : Tren Pendapatan Daerah 5 (Lima) Tahun Terakhir : Pendapatan Asli Daerah (Jenis, Obyek Dan Bebannya Kepada Masyarakat) : Proyeksi Pendapatan Daerah : Struktur Belanja Daerah : Tren Belanja Daerah 5 Tahun : Pertumbuhan Belanja Dan Belanja Perkapita : Belanja Antar Urusan, Program Dan Kegiatan

Topik 10 :

j.

a. SESI 1 b. SESI 2 c. SESI 3

Topik 9 :

i.

h. Topik 8 :

g. Topik 7 :

f. Topik 6 :

Materi Kesehatan Penyusunan ProďŹ l, Perumusan dan Prioritisasi Isu Kesehatan Kabupaten/Kota Perumusan Visi, Misi, Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Pembangunan Sektor Kesehatan Daerah Penetapan Program Prioritas dan Sasaran Strategis Kesehatan Penentuan Target 5 Tahunan dan Rincian Target Tahunan, Indikator Capaian, Indikasi Anggaran, dan Sumber Pendanaan Konsultasi Publik Penyusunan Renstra Kesehatan: Forum SKPD dan Musrenbang RPJMD


Pusat Pengetahuan Anggaran

55

Kelompok Masyarakat

Target Group

1. Pelatihan Advokasi dan Analisis Anggaran

2. Pelatihan Peningkatan Kapasitas Fungsi Pengawasan DPRD

Jenis Pelatihan

Materi

SESI 5 SESI 6 SESI 7 SESI 8 SESI 9

SESI 1 SESI 2 SESI 3 SESI 4

1. 2. 3. 4.

5. 6. 7. 8. 9.

BAB 2 BAB 3 BAB 4 BAB 5

2. 3. 4. 5.

1. BAB 1

: : : : :

: : : :

Orientasi Pelatihan Membangun Visi Perubahan Perlawanan Terhadap Kemiskinan Sebuah Tanggungjawab Dalam Melakukan Advokasi Anggaran Pro Rakyat Miskin dan Pro Perempuan Perencanaan Pembangunan Daerah Penganggaran Daerah Analisis Anggaran Merumuskan Strategi Advokasi Rencana Tindak Lanjut

: FilosoďŹ Dasar Penyelenggaraan Pemerintah Daerah : Konsepsi Fungsi Pengawasan : Fungsi Pengawasan DPRD : Optimalisasi Fungsi Pengawasan DPRD : Potensi Korupsi pada Fungsi Pengawasan

SESI 10 : IdentiďŹ kasi Potensi Pemborosan Anggaran Belanja k. SESI 11 : Analisis Pembiayaan Daerah l. SESI 12 : Analisis Anggaran Kesehatan Daerah m. SESI 13 : Analisis Anggaran Pendidikan Daerah n. SESI 14 : Analisis Anggaran Pemberdayaan Ekonomi Daerah

j.


56 Pusat Pengetahuan Anggaran

Target Group

2. 3. 4. 5. 6. 7.

SESI 2 SESI 3 SESI 4 SESI 5 SESI 6 SESI 7

2. Pelatihan Partisipasi OM S dalam Perencanaan dan 1. SESI 1 Penganggaran Daerah

Jenis Pelatihan

: Pengantar Partisipasi Organisasi Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Dan Penganggaran : Orientasi Pelatihan : Perspektif Anggaran : Struktur Dan Analisis Anggaran : Proses Anggaran : Praktik Analisis Anggaran : Pengantar Konsep Dan Prinsip-Prinsip Dasar Advokasi Anggaran

Materi


Bahan Bacaan

Optimalisasi Fungsi Anggaran DPRD Untuk Anggaran Pro Rakyat Miskin14 I. Filosofi Fungsi Anggaran Anggaran publik berdampak terhadap kehidupan kita. Sebagai warga negara, kita bergantung pada negara untuk menyediakan pelayanan yang krusial dan infrastruktur. Anggaran publik merupakan bentuk hubungan antara warga negara pembayar pajak dan aparat. Oleh karenanya Anggaran merupakan instrumen penting kebijakan ekonomi yang dimiliki pemerintah dan menggambarkan pernyataan komprehensif tentang prioritas negara. Irene Rubbin, seorang ahli politik anggaran, menegaskan anggaran publik tidak berbeda dengan anggaran lainnya. Yakni bagaimana membuat pilihan antara kemungkinan-kemungkinan pengeluaran, keseimbangan dan proses memutuskannya. Akan tetapi, anggaran publik memiliki tipikal yang berbeda, seperti bersifat terbuka, melibatkan berbagai aktor dalam penyusunannya yang memiliki tujuan berbeda-beda, mempergunakan dokumen anggaran sebagai bentuk akuntabilitas publik, dan keterbatasan yang harus diperhatikan (budget constraint)15. Anggaran dipandang sebagai arena perebutan sumber daya publik antara berbagai kepentingan, baik aktor-aktor di dalam lingkaran sistem politik yang berlaku maupun kelompok kepentingan lain yang memiliki pengaruh terhadap keputusan politik anggaran. Menurut Rong Wang, setidaknya terdapat tiga pendekatan besar politik anggaran dalam literatur internasional, yakni pendekatan pilihan publik, kelompok kepentingan, dan teori hierarki16. 14. 15. 16.

Yuna Farhan, SekJen FITRA. Dimodifikasi dari tulisan Yuna di Buku Panduan Legislastif (Puskapol UI). Sebagai bahan Seminar “Mem perkuat Kapasitas DPRD dalam Mewujudkan Good Governance� Hotel Aryaduta, Jakarta 19 Februari 2010. Irene S Rubin (1990)The Politics of Public Budgeting; Getting and Spending, Borrowing and Balancing. Chatam. New Jersey. Rong Wang (2002), Political Dimensions of County Government Budgeting in China: a case study. IDS Working Paper. Brighton – Sussex. orde lama, lihat dalam : Materi Sejarah Indonesia, 2008

Pusat Pengetahuan Anggaran

57


Dari berbagai pendekatan yang ada, Fozzard menyatakan bahwa secara rasional, nyaris tidak ada satu pendekatan pengalokasian anggaran yang sempurna. Karena tidak ada proses kelembagaan yang kokoh secara rasional, maka alokasi anggaran ditempatkan sebagai pilihan publik (public choice)17. Pilihan publik kerap ditempatkan sebagai politik anggaran, atas nama berbagai kepentingan publik yang beragam sebagai media yang sarat dengan pertarungan politik perebutan sumber daya antarkelompok kepentingan. Oleh karenanya, proses pengalokasian sumber daya terhadap berbagai institusi dengan tujuan yang berbeda merupakan proses politik daripada proses teknokratis murni18. Untuk itu, hadirnya legislatif sebagai representasi warga negara untuk melakukan kontrol pajak yang dibayarkannya, agar dialokasikan sesuai kebutuhan layanan yang harus diberikan oleh negara. Salah satu fungsi yang dimiliki DPR dan DPRD adalah fungsi anggaran atau dikenal dengan hak bujet. Pertanyaan pentingnya adalah, mengapa legislatif diberikan fungsi anggaran? Sebagai lembaga representatif dari rakyat, legislatif merupakan tempat yang tepat untuk memastikan anggaran optimal sesuai dengan kebutuhan bangsa berdasarkan sumber daya yang tersedia. Partisipasi legislatif yang efektif dalam proses penganggaran, menjamin pentingnya mekanisme check and balance untuk akuntabilitas dan transparansi pemerintah serta memastikan pemberian layanan publik yang efisien. Empat Alasan Legislatif Memiliki Fungsi Anggaran (Menurut Joachim Wehner): 1) Persyaratan fundamental dari konstitusi yang demokratis adalah kekuasaan atas sumber daya. Hal ini juga berarti ada kewajiban legislatif untuk memastikan bahwa pendapatan dan belanja sesuai dengan kebutuhan masyarakat bersasarkan sumber daya yang tersedia, dan dilaksanakan secara efektif dan efisien. 17. Cullis, John and Phillip Jones .(1998). Public Finance and Public Choice, Oxford University Press,Oxford 18. Andy Norton and Diane Elson (2002). What’s Behind The Budget? Politics, Rights and Accountability in The Budget Process. Overseas Development Institute.

58 Pusat Pengetahuan Anggaran


2) Penyeimbang dan pengontrol kekuasaan sebagai prasyarat good governance. 3) Keterbukaan dan Transparansi. Sebagai sumber daya yang berasal dari publik, maka fungsi anggaran legislatif sebagai perwakilan rakyat menjadi keharusan. Fungsi anggaran DPR memungkinkan proses penyusunan anggaran yang terbuka dan pengawasan yang efektif 4) Partisipasi dan membangun mufakat. Legislatif dapat membantu untuk memastikan keseimbangan pandangan dan masukan kedalam keputusan anggaran sehingga lebih mengakomodasi berbagai pandangan yang luas dalam membangun konsensus. Penganggaran modern hadir untuk membantu legislatif dalam mengawasi secara komprehensif. Perpajakan dan belanja publik memerlukan persetujuan legislatif. Oleh karena itu, peran serta legislatif adalah untuk mengkritisi dan menyetujui penerimaan dan pengeluaran, dan untuk memastikan anggaran benar dilaksanakan. Sifat dan efek dari keterlibatan legislatif dalam penganggaran bervariasi. Beberapa legislatif menyusun anggaran; lainnya menyetujui usulan anggaran eksekutif tanpa perubahan dan lainnya hanya memengaruhi terjadinya perubahan anggaran. Dalam beberapa legislatif sebagian besar anggaran sekitar perdebatan berlangsung dengan melibatkan seluruh legislatif, di tempat lain sebatas pembahasan dalam komisi anggaran. Beberapa fragmen legislatif memiliki kekuasaan memutuskan dalam proses anggaran di berbagai komite; lainnya memiliki satu komite keuangan yang mendominasi proses19. Di Indonesia, sesuai UU mengenai MPR, DPR, DPD dan DPRD tahun 2009, fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN atau APBD yang diajukan oleh Presiden/Kepala Daerah. 19. Jhoachim Wehner. World Bank Parliamentary Staff Training Program; Effective Financial Scrutiny: The Role Parliament in Public Finance. Tanggal berapa????

Pusat Pengetahuan Anggaran

59


II. Prosedur Perencanaan Penganggaran Penganggaran atau pengelolaan keuangan sebelumnya mengacu aturan perundang-undangan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda yaitu Indische Comptabiliteits Wet atau ICW. Belakangan, kebijakan ini dianggap tidak sesuai lagi dengan semakin kompleksnya pengelolaan keuangan negara. Pemerintah menyikapinya dengan mengeluarkan tiga paket undang-undang keuangan negara yang melandasi aturan pengelolaan keuangan20. Berlakunya UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, memberikan warna yang berbeda terhadap peta politik anggaran di Indonesia. UU No 17/2003 yang diinisiasi oleh Departemen Keuangan, menimbulkan konflik pada level birokrasi. UU No. 17/2003 dianggap menggeser peran BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) yang selama ini dianggap powerfull untuk membagi-bagi “kue anggaran�. Untuk menunjukkan eksistensinya, BAPPENAS pun menginisiasi lahirnya UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Kedua regulasi ini, pada akhirnya mengatur perencanaan dan penganggaran sebagai dua ranah yang berbeda, dari sisi regulasi maupun institusi yang berwenang. Prosedur formulasi dan penetapan anggaran, pada tataran normatif tidak bisa dipisahkan dengan prosedur perencanaan sebagai input dari penganggaran. Prosedur perencanaan yang diatur dalam UU No. 25/2004 mengintrodusir lima pendekatan dalam perencanaan, yakni politik, teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top down) dan bawahatas (bottom up).

20. Tiga paket undang-undang keuangan negara ini adalah; UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 tentang Pemeriksaan dan Pertangungjawaban Keuangan Negara.

60 Pusat Pengetahuan Anggaran


Bagan Pendekatan dalam Perencanaan Anggaran yang Diatur dalam UU No.25/2004

Pendekatan politik memandang rakyat memilih Presiden dan Kepala Daerah atas dasar program-program yang diagendakan pada waktu berkampanye oleh karenanya perencanaan harus mencerminkan penjabaran dari agenda Presiden/Kepala Daerah terpilih pada perencanaan jangka menengah21. Pendekatan teknokratik mempergunakan kerangka pikir ilmiah yang dikuasai oleh masing-masing lembaga atau satuan kerja yang sesuai dengan fungsinya. Pendekatan partisipatif mengisyaratkan perlunya keterlibatan pemangku kepentingandan masyarakat dalam penyusunan rencana, sedangkan perencanaan atas-bawah dan bawah-atas dilakukan berdasarkan jenjang pemerintahan yang disinkronkan melalui wadah Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)22. Dari sisi waktu, perencanaan pembangunan Nasional dan Daerah mencakup: 21. Visi dan misi Presiden dan Kepala Daerah terpilih dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang selanjut dijadikan acuan atau dideskripsikan setiap tahunnya dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah/Pembangunan yang bersifat tahunan. 22. Lebih lengkap mengenai 5 (lima) pendekatan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dapat dilihat pada bagian penjelasan UU No.25/2004.

Pusat Pengetahuan Anggaran

61


1. Perencanaan jangka panjang 20 tahunan atau yang disebut Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Daerah (RPJP/D) 2. Perencanaan jangka menengah 5 tahunan atau yang disebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah/Daerah (RPJM/D) 3. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah dan rencana tahunan atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah/Daerah (RKP/D) dan Rencana Kerja (Renja) Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Merujuk pada kerangka regulasi Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, hubungan antara tahapan perencanaan jangka panjang, menengah dan tahunan antara nasional dan daerah digambarkan dalam skema berikut: Bagan Keterkaitan antar Tahap Perencanaan dan Penganggaran23

Dari sisi aktor yang berperan, dapat dinyatakan perencanaan merupakan domain eksekutif. Kecuali RPJP/D yang ditetapkan dengan undang-undang atau Peraturan Daerah, RPJM/D dan RKP/D ditetapkan melalui Peraturan Presiden atau Peraturan Kepala Daerah, 23. Bahan sosialisasi Bappenas, mengenai UU 25 tahun 2004

62 Pusat Pengetahuan Anggaran


sementara APBN dan APBD ditetapkan bersama legislatif melalui Undang-undang dan Perda. Perbedaan landasan yuridis antarkebijakan perencanaan dan kebijakan alokasi anggaran membuka ruang terjadinya penegasian kebijakan perencanaan pada saat pembahasan anggaran. Hal ini dapat disebabkan oleh; Pertama, secara hierarki, derajat hukum dokumen anggaran (APBN/D) memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan dokumen perencanaan. Artinya akan sulit dokumen perencanaan yang memiliki derajat hukum lebih rendah dijadikan acuan dokumen anggaran yang memiliki derajat hukum lebih tinggi. Kedua, baik legislatif maupun eksekutif memiliki mekanisme saluran aspirasi yang berbeda dalam perencanaan. Legislatif, mempergunakan mekanisme masa reses untuk menjaring aspirasi pada daerah pemilihannya dan isu-isu yang berhubungan dengan konstituen dan program partai politiknya, sementara eksekutif mempergunakan mekanisme Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) dan pendekatan teknokratis melalui kementerian dan lembaga di lingkungannya. Inkosistensi antara kebijakan perencanaan dan kebijakan alokasi anggaran, juga disebabkan ketidaksinkronan antara 5 (lima) pendekatan yang dipergunakan; teknokratis, politik, top down (atas-bawah), bottom-up (bawah-atas), dan partisipatif24. Beberapa ahli memang menyebutkan bahwa salah satu kelemahan mendasar pada penganggaran adalah keterputusan dan keterpisahan antara kebijakan, perencanaan, dan alokasi anggaran.

Perencanaan Penganggaran Daerah Perencanaan Pembangunan Daerah lebih rinci diatur melalui UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, mulai dari pasal 150 sampai dengan pasal 154. Meskipun demikian, terjadi perbedaan dengan UU No.25/2004 yang membingungkan daerah25. Pengaturan Perencanaan Pembangunan Daerah juga diatur lebih rinci dalam PP 24. 25.

Justifikasi inkosistensi antara kebijakan perencanaan dan alokasi anggaran dapat dilakukan dengan mengkomparasikan antara dokumen RPJM dengan Renstra KL (Kementrian /Lembaga), RKP, Renja K.L, APBN, dan RKA-K/L. Dalam Undang-undang 25 2004, RPJMD ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah, sementara dalam UU 32 2004, RPJMD ditetapkan dengan Peraturan Daerah

Pusat Pengetahuan Anggaran

63


No. 8/2008 tentang Tata Cara Pembangunan Daerah dan Surat Edaran Bersama (SEB) antara Menteri Dalam Negeri dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) yang mengatur mekanisme pelaksanaan Musrenbang mulai dari level Desa dan di keluarkan setiap tahunnya. Mekanisme Musrenbang secara prosedural merupakan mekanisme yang cukup terbuka dan memberikan peluang berpartisipasinya seluruh kelompok masyarakat. Bahkan, mekanisme Musrenbang ini memberikan jalur komunikasi khusus bagi kelompok perempuan dan kelompok rentan lainnya. Sebelum pelaksanaan Musrenbang Desa, Panitia Musrenbang diminta untuk melakukan fasilitasi forum pra Musrenbang khusus kelompok perempuan dan kelompok rentan lainnya. Pada setiap level Musrenbang dipilih delegasi Musrenbang yang mengharuskan adanya kuota perwakilan perempuan di dalamnya. Namun, praktek di lapangan kebanyakan, belum menggambarkan pelaksanaan Musrenbang yang ideal, sebatas yuridis formal. Perencanaan Pembangunan Daerah, dimulai pada tingkat Desa diikuti oleh unsur Pemerintahan Desa dan masyarakat desa, yang menghasilkan usulan program kegiatan yang akan dibiayai oleh APBDes (Anggaran Pendapatan Belanja Desa), APBD I dan APBD II. Di Tingkat Kecamatan, yang diikuti delegasi Musrenbang Desa dan Aparat Pemerintah Kecamatan, juga dapat menghadirkan DPRD sesuai Daerah Pemilihannya sebagai Narasumber. Musrenbang Kecamatan membahas prioritas Desa untuk menjadi prioritas Kecamatan. Kemudian, hasil Musrenbang Kecamatan di sinkronisasi dengan prioritas SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dalam Forum SKPD yang menghasilkan Rancangan Renja SKPD. Hasil Musrenbang Kecamatan dan Forum SKPD yang juga diikuti Delegasi Musrenbang Kecamatan, disinkronisasai pada Musrenbang Kabupaten/Kota yang kemudian ditetapkan menjadi dokumen RKPD. Dokumen RKPD kemudian dijadikan pedoman dalam penyusunan APBD.

64 Pusat Pengetahuan Anggaran


Bagan Prosedur Perencanaan Penganggaran Daerah

Seperti diuraikan sebelumnya, terdapat tiga Undang-undang yang mengatur mengenai penganggaran daerah, yakni; UU 17/2003 dan UU 32 dan 33/2004. Lebih jauh, penganggaran daerah diatur dengan PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan diatur lebih lanjut dalam Permendagri No. 13/2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan perubahannya melalui Permendagri No. 59/2007. Pusat Pengetahuan Anggaran

65


UU No. 17/2003 menyatakan terdapat beberapa tahapan penting dalam penganggaran; penyusunan kebijakan umum anggaran, prioritas dan plafon anggaran sementara, penyusunan RKA SKPD dan penyusunan Raperda RAPBD serta pembahasan Raperda RAPBD. Hal yang sama juga dimandatkan dalam UU No 32/2004. Namun, peran DPRD dalam pembahasan anggaran pada UU 32/2004 mengalami reduksi. Pada UU No. 17/2003, pembahasan anggaran diawali dengan penyampaian Kebijakan Umum APBD yang sejalan dengan RKPD kepada DPRD pada pertengahan Juni, untuk dibahas dan disepakati. Hasil kesepakatan dijadikan acuan dalam menyusun prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan SKPD. Selanjutnya Kepala SKPD menyusun RKA SKPD dan disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan Pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan RKA disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah sebagai bahan penyusunan Raperda APBD deserta dokumen pendukungnya yang harus disampaikan selambat-lambatnya minggu pertama bulan Oktober. Pengambilan keputusan DPRD dilakukan paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran berjalan. Realitas Permasalahan dalam Perencanaan Penganggaran Daerah • • • • • • • • •

Masyarakat apatis untuk mengikuti Musrenbang. Usulan Musrenbang jarang terakomodasi dalam APBD. Usulan Musrenbang lebih berbentuk ‘daftar belanja’ yang tidak realistis dan tanpa prioritas. Tidak ada informasi diterima atau ditolaknya usulan Musrenbang. Musrenbang sebatas formalitas prosedur belaka. Jadwal pelaksanaan tidak diumumkan. Tidak ada informasi mengenai program prioritas daerah. Tidak ada informasi mengenai Pagu Indikatif/plafon anggaran pada saat Musrenbang. SKPD mendominasi pelaksanaan Musrenbang.

66 Pusat Pengetahuan Anggaran


• • • • • • • • • • • •

Usulan Musrenbang banyak yang hilang pada proses-proses yang lebih tinggi. Tidak ada delegasi Musrenbang yang dapat terlibat sampai proses penganggaran. Hanya elite-elite lokal, tokoh-tokoh masyarakat tertentu yang terlibat dalam Musrenbang. Kurang keterlibatan kelompok perempuan dan masyarakat miskin. DPRD jarang hadir dalam Musrenbang Kecamatan. Masa reses tidak sinkron dengan pelaksanaan Musrenbang Kecamatan, sehingga hasil penjaringan aspirasi yang dibawa oleh DPRD dengan Musrenbang tidak sinkron. Pembahasan anggaran tertutup dari akses publik. Tidak dilakukan konsultasi publik terhadap RAPBD. DPRD tidak memperoleh SKPD. Warga sulit mengakses dokumen RAPBD. DPRD tidak melakukan hearing dalam penyusunan RAPBD. Banyak proyek titipan atau siluman yang tiba-tiba masuk pada saat pembahasan RAPBD.

Sementara pada UU No. 32/2004 beserta turunannya, PP No. 58/2005 dan Permendagri 13/2006 terdapat proses yang mengabaikan peran DPRD. RKA SKPD yang telah disusun oleh Kepala SKPD tidak disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam Pembicaraan Pendahuluan. Melainkan langsung disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah sebagai bahan penyusunan RAPBD. Dalam proses ini, tidak ada pembicaraan pendahuluan membahas RKA SKPD. Selain itu, dalam UU 32/2004, setelah RAPBD disetujui DPRD, RAPBD Kabupaten/Kota disampaikan ke Pemerintah Propinsi dan RAPBD Propinsi disampaikan kepada Mendagri untuk dievaluasi dengan parameter tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan26.

26. Lihat Perbandingan ini, pada lampiran gambar 1 dan 2

Pusat Pengetahuan Anggaran

67


Inovasi Praktik Perencanaan Penganggaran Di Kab. Sumedang, Jawa Barat Inovasi:  Tersedianya informasi pagu indikatif menurut kecamatan pada saat pelaksanaan Musrenbang Kecamatan dan dijamin diakomodasi dalam APBD.  Besarnya pagu indikatif tiap kecamatan disesuaikan dengan tingkat kesejahteraan, kemiskinan, kesediaan pelayanan publik, jumlah penduduk, luas wilayah dari Kecamatan bersangkutan.  Forum SKPD akan memasarkan ke warga di Musrenbang Kecamatan untuk mengusulkan kegiatan di SKPD-nya.  Adanya Forum Delegasi Musrenbang Kecamatan dan SKPD yang dilibatkan pada saat pembahasan anggaran di DPRD. FDM dipilih dari masyarakat dan diberi surat keputusan.  Peraturan ini ditetapkan dalam Perda. Hasil:  Usulan masyarakat semakin rasional dan prioritas, warga tidak lagi apatis mengikuti Musrenbang.  Mengurangi usulan-usulan siluman.  Usulan terakomodasi dalam APBD.  Warga dapat mengontrol APBD.  Terjadi perubahan relasi yang awalnya warga sulit mengakses SKPD, menjadi SKPD yang turun ke warga agar mengusulkan kegiatan pada SKPD-nya. III. Strategi Menuju Perencanaan Penganggaran yang Berkeadilan Legislatif memiliki peran yang signifikan agar proposal anggaran yang diajukan pemerintah responsif gender dan pro rakyat miskin. Upaya perempuan anggota DPR/DPRD memengaruhi kebijakan 68 Pusat Pengetahuan Anggaran


III. Strategi Menuju Perencanaan Penganggaran yang Berkeadilan Legislatif memiliki peran yang signifikan agar proposal anggaran yang diajukan pemerintah responsif gender dan pro rakyat miskin. Upaya perempuan anggota DPR/DPRD memengaruhi kebijakan alokasi anggaran yang dilakukan pro rakyat miskin , dapatjalan alokasi anggaran yang pro rakyat miskin , dapat dengan dilakukan dengan jalan perubahan pada sistem dan kelembagaan di legislatif dan perubahan pada sistem dan kelembagaan di legislatif dan memengaruhi memengaruhi pada setiap tahapan perencanaan pengangggaran. Untuk memengaruhi pada setiap tahapan perencanaan pengangggaran. Untuk memengaruhi sistem dan kelembagaan pembahasanan anggaran, anggota legislatif yang ingin sistem dan kelembagaan pembahasanan anggaran, anggota legislatif melakukan pembaharuan di Pusat dan Daerah dapat melakukan upaya berikut ini:

yang ingin melakukan pembaharuan melakukan upaya berikut ini:

di Pusat dan Daerah dapat

Bagan Strategi Anggota Legislatif untuk Memengaruhi Pembahasan Anggaran

Bagan Strategi Anggota Legislatif untuk Memengaruhi Pembahasan Anggaran

1. Keterbukaan Pembahasan Anggaran 1." Telah Keterbukaan Anggaran lamaPembahasan para pakar studi

anggaran mengemukakan bahwa proses anggaran yang terbuka lebih memiliki akuntabilitas kepada Telah lama para pakar studi anggaran mengemukakan bahwa proses anggaran yang publik, tetapi juga lebih terbuka terhadap tekanan dari kelompokterbuka lebih memiliki akuntabilitas kepada publik, tetapi juga lebih terbuka terhadap kelompok kepentingan. kepentingan. Oleh karenanya, pembaharuan peran tekanan dari kelompok-kelompok Oleh karenanya, pembaharuan peran DPR dan DPRD publik merupakan bagian DPR dan DPRD dalam dalam anggarananggaran publik merupakan bagian dari kebutuhan untuk dari kebutuhan untuk memastikan akuntabilitas pemerintah dalam manajemen keuangan publik, penyeimbang diskresi eksekutif dalam anggaran, dan mengurangi korupsi27. Manfaat keterbukaan pada proses pembahasan anggaran juga memungkinkan legislatif memperoleh masukan dari para 56 27. Carlos Santiso and Arturo Garcia Belgrano. Politics of Budgeting in Peru: Legislative Budget Oversight and Public Finance Accountability in Presidential Systems. SAIS Working Paper Series, The Jhon Hopkhins University, Washington DC. January 2004.

Pusat Pengetahuan Anggaran

69


ahli terhadap proposal anggaran eksekutif. Legislatif juga akan medapatkan perhatian atau liputan yang lebih mendalam dari media dalam mengangkat isu perdebatan anggaran yang terjadi dalam legislatif. Tentunya, hal ini akan menambah kepercayaan publik dan insentif politik bagi legislatif yang sungguh-sungguh memperjuangkan anggaran publik. Lahirnya UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik membuat ranah anggaran sebagai domain publik merupakan keniscayaan hak publik untuk memperoleh informasi terkait dengan anggaran publik termasuk pada proses pembahasan. Selama ini, proses pembahasan anggaran masih tertutup bagi publik. Hambatan utama adalah Tata Tertib yang ada tidak menyebutkan keharusan keterbukaan dalam pembahasan anggaran. Menjadi upaya penting bagi legislatif perempuan untuk memperjuangkan keterbukaan proses pembahasan anggaran yang diatur secara tegas dalam Tata Tertib DPR/D. Pembahasan di tingkat Panitia Anggaran harus bersifat terbuka, begitu juga pembahasan komisi dengan mitra kerja Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja dan adanya uji publik serta public hearing pada saat pembahasan anggaran dilakukan. Keterbukaan pembahasan anggaran relevan dalam melahirkan anggaran yang responsif gender dan prorakyat miskin. Anggota legislatif dapat memperoleh masukan dan dukungan dari kelompok-kelompok kepentingan dari kalangan LSM maupun perguruan tinggi yang memiliki konsen pada pemenuhan anggaran untuk publik. Dukungan berupa data-data dan analisis anggaran untuk memperkuat argumen legislatif perempuan dan memperkuat tekanan, akan diperoleh jika proses ini dilakukan. Tips mendorong keterbukaan pembahasan anggaran adalah: 1. Memperjuangkan agar keterbukaan proses pembahasan anggaran diatur secara tegas dalam Tata Tertib DPR dan DPRD. 2. Memperjuangkan agar pembahasan di tingkat Badan Anggaran harus bersifat terbuka. 3. Mendorong agar pembahasan komisi dengan mitra kerja kementerian/lembaga/satuan kerja bersifat terbuka. 4. Melakukan uji publik pada saat pembahasan anggaran 70 Pusat Pengetahuan Anggaran


2. Merebut Posisi Strategis Alat kelengkapan di legislatif memiliki posisi strategis masingmasing untuk mempengaruhi kebijakan alokasi anggaran yang responsif gender. Badan Anggaran merupakan salah satu alat kelengkapan DPRD yang perlu direbut oleh anggota perempuan. Badan Anggaran merupakan alat kelengkapan legislatif yang membahas kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran. Oleh karenanya, perlu mendorong adanya kuota bagi perempuan pada setiap alat kelengkapan di legislatif. Badan Anggaran. Dalam badan anggaran, anggota DPRD dapat mendorong prioritas anggaran pada program-program seperti BLT dan bantuan sosial lain untuk orang miskin, serta SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan kelompok miskin. Upaya melakukan mainstreaming (pengarusutamaan) anggaran yang pro rakyat miskin juga terbuka dalam panitia anggaran. Komisi Hak-hak Dasar. Perlu diketahui, fungsi anggaran pada legislatif melekat pada semua anggota dan tidak bisa diserahkan ke alat kelengkapan lainnya. Komisi-komisi lain juga memiliki fungsi anggaran yang harus digunakan terutama pada saat pemabahasan anggaran dengan mitra kerja dari Pemerintah. Bahkan, fungsi anggaran yang berada pada komisi cukup strategis untuk melakukan relaokasi anggaran dan mengkritisi program kegiatan yang diajukan eksekutif dalam proposal anggaran. Karenanya, Komisi-komisi strategis lain, seperti berkaitan dengan pendidikan, kesehatan dan sosial, merupakan komisi-komisi yang perlu direbut legislatif dalam memperjuangkan anggaran pro kaum miskin. Mengingat komisi-komisi ini yang paling dirasakan dampaknya bagi kelompok perempuan dan miskin. Oleh karenanya, pertarungan yang harus dilakukan anggota legislatif adalah meyakinkan fraksi untuk menempati posisi-posisi strategis di komisi. Tahap selanjutnya, perlu memengaruhi komisi sebagai perwakilan untuk duduk sebagai Panitia Anggaran yang mewakili komisi tersebut.

Pusat Pengetahuan Anggaran

71


Posisi di legislatif yang harus direbut untuk memengaruhi kebijakan alokasi anggaran yang responsif kelompok miskin adalah: • Badan Anggaran: penting untuk mengupayakan pengarusutaman anggaran yang responsif gender dan kelompok miskin. • Komisi Keuangan: penting untuk mengkritisi alokasi anggaran khususnya yang terkait pemberian subsidi dan pajak agar tidak memberatkan kelompok perempuan dan kelompok miskin. • Komisi hak-hak dasar: penting merebut pimpinan komisi yang berkaitan dengan pendidikan, kesehatan dan sosial yang dampaknya paling dirasakan kelompok perempuan dan kelompok miskin.

3. Membangun Aliansi Strategis Kaukus Legislatif. Anggota legislatif perlu membangun aliansi startegis baik di internal legislatif maupun di luar. Di internal legislatif model kaukus perempuan legislatif, kaukus anggaran pendidikan dan kaukus dengan isu-isu strategis lain perlu dikembangkan untuk memengaruhi secara efektif kebijakan aloakasi anggaran. Kaukus terbukti sebagai alat efektif dari berbagai legislatif di negara lain dalam mengusung isu-isu tertentu. Secara khusus anggota legislatif juga perlu membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh kunci di legislatif. Umumnya tokoh-tokoh ini memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam pengambilan keputusan di legislatif. Jaringan legislatif pusat-daerah. Legislatif memilki struktur dari tingkat nasional sampai daerah propinsi dan kabupaten/kota. Meskipun secara formal struktur ini tidak memilki keterkaitan, namun antar level legislatif perlu membangun jaringan, terutama berdasarkan basis daerah pemilihannya. Legislatif di Kabupaten/ Kota memiliki daerah pemilihan berbasis Kecamatan, Legislatif di Provinsi memiliki basis daerah pemilihan Kabupaten/Kota, dan Legislatif di Pusat memiliki basis daerah pemilihan menurut provinsi. Jaringan legislatif berguna dalam mengikuti prosedur Musrenbang. Hasil Musrenbang Kabupaten/Kota menghasilkan Daftar Prioritas Usulan yang akan didanai oleh APBD Kabupaten/ Kota, APBD Provinsi dan APBN. Dengan adanya jaringan vertikal 72 Pusat Pengetahuan Anggaran


antarlegislatif, DPRD Kabupaten/Kota dapat menyampaikan usulan prioritas yang akan didanai APBD Propinsi dan APBN, begitu juga DPRD propinsi dapat menyampaikan usulan yang akan didanai oleh APBN. Legislatif di pusat, dapat memiliki data yang valid mengenai kebutuhan daerah pemilihannya jika proses ini dilakukan, dapat menjadi counterpart yang setara dengan eksekutif yang memiliki struktur sampai pada tingkat pemerintahan terendah. Jaringan ke Organisasi Masyarakat Sipil. Di luar legislatif terdapat aktor-aktor lain yang memiliki pengaruh dalam proses penganggaran. Seperti dikemukakan sebelumnya, kelompokkelompok seperti organisasi masyarakat sipil, media massa dan perguruan tinggi, merupakan jaringan yang strategis membantu legislatif perempuan. Organisasi masyarakat sipil, biasanya memiliki kapasitas terhadap isu yang menjadi bagian dari kerja-kerja sosialnya secara mendalam dan memiliki dampingan komunitas masyarakat yang dapat berguna bagi legislatif saat membahas anggaran. Organisasi masyarakat sipil dapat memberikan penelitian independen dari perspektif yang tidak mencakup analisis konvensional. Salah satunya adalah organisasi yang bekerja pada dampak dari anggaran pada kelompok-kelompok rentan seperti orang miskin, anak-anak dan perempuan yang dapat memberikan hasil penelitiannya kepada legislatif dalam membahas anggaran. Di beberapa negara, ketika legislatif memiliki keterbatasan dalam melakukan riset, lembaga think tanks dan universitas dapat melakukan analisis anggaran. Masyarakat sipil memberikan masukan kepada legislatif, ketika perdebatan antar komisi dan eksekutif terbuka untuk publik, informasi di legislatif tersedia secara bebas, atau saat dilakukan hearing dengan masyarakat.

Pusat Pengetahuan Anggaran

73


legislatif dalam membahas anggaran. Di beberapa negara, ketika legislatif memiliki keterbatasan dalam melakukan riset, lembaga think tanks dan universitas dapat melakukan analisis anggaran. Masyarakat sipil memberikan masukan kepada legislatif, ketika perdebatan antar komisi dan eksekutif terbuka untuk publik, informasi di legislatif tersedia saat dilakukan dengan masyarakat. Bagansecara Skemabebas, Relasiatau Jaringan Vertikal hearing Legislatif dengan Bagan Skema Relasi JaringanPenganggaran Vertikal Legislatif dengan Tahap Perencanaan Tahap Perencanaan Penganggaran

Jaringan ke Media.Aktor lain yang cukup berperan adalah media. Media memiliki Jaringan ke Media.Aktor lain yang cukup berperan adalah media. peran yang sangat penting dalam memastikan bahwa isu-isu sentral dalam perdebatan Media memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan bahwa isu-isu sentral dalam perdebatan anggaran dipahami secara luas. Untuk memainkan peran ini, wartawan membutuhkan akses penuh ke 60 legislatif dan komisi, dan semua dokumen yang relevan harus tersedia untuk mereka. Oleh karenanya legislatif perlu membangun dengan jejaring media massa untuk meng 窶田overage isu-isu terkait yang akan diusung. 74 Pusat Pengetahuan Anggaran


IV Hal-hal yang Harus Dilakukan Anggota DPRD pada Perencanaan Penganggaran Daerah Seperti dikemukakan sebelumnya, terdapat beberapa persoalan terkait prosedur kelembagaan perencanaan penganggaran daerah yang membatasi fungsi anggaran legislatif daerah, akibat ketidaksinkronan antara UU No. 17/2003 dengan UU 32/2004. Di luar konteks tahap perencanaan penganggaran, legislatif daerah penting untuk merebut kembali fungsi anggarannya sebagaimana dirumuskan dalam UU No. 17/2003. Terdapat dua alternatif yang dapat dilakukan dalam mengatasi persoalan ini; Pertama, perlunya mengajukan Judicial Review kepada Mahkamah Agung mengenai ketidakkonsistenan dalam peraturan perundang-undangan antara UU 17/2003 dengan UU 32/2004, PP 58/2005 dan Permendagri 13/2006. Tentunya ini harus dilakukan dengan membangun aliansi strategis, misal lewat asosiasi DPRD atau jaringan LSM yang konsen mengenai hal ini. Kedua, DPRD dapat saja mengabaikan mandat dari UU No. 32/2004, PP No. 58/2005 dan Permendagri No. 13/2006, dan cukup mengacu UU No. 17/2003 untuk diatur spesifik dalam bentuk Perda Perencanaan Penganggaran Daerah maupun Tata Tertib DPRD, mengenai peran DPRD dalam pembahasan RKA SKPD pada saat pembahasan pendahulan RAPBD. Di luar persoalan prosedur kelembagaan tersebut, legislatif perempuan di daerah perlu memengaruhi setiap tahapan dari perencanaan penganggaran. Musrenbang Desa/Kelurahan.Tahap Musrenbang Desa/Kelurahan merupakan tahap awal dimulainya perencanaan daerah. Beberapa yang perlu dilakukan DPRD perempuan daerah adalah: Mengidentifikasi dan membangun jaringan dengan tokohtokoh kuncimasyarakat termasuk ormas dan LSM di tingkat Desa/ Kelurahan, sesuai dengan daerah Pemilihannya masing-masing. Tokoh-tokoh kunci ini perlu di dorong untuk melakukan pendidikan politik terhadap kelompok masyarakat mengenai hak-haknya dalam anggaran, menjadi fasilitator pra-Musrenbang khusus perempuan Pusat Pengetahuan Anggaran

75


dan kelompok miskin, fasilitator Musrenbang, dan menjadi delegasi pada saat pelaksanaan Musrenbang. Upaya ini perlu didorong untuk memastikan suara atau aspirasi kebutuhan kelompok perempuan dan orang miskin dapat terakomodasi dalam usulan Musrenbang. DPRD juga dapat menggunakan struktur atau kader partai yang terdapat di desa daerah pemilihannya. Penanggung jawab Musrenbang Desa/Kelurahan adalah BPMD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa) atau Bappeda. Anggota legislatif perlu melakukan lobi atau advokasi untuk membuka adanya ruang atau jalur komunikasi khusus dan kuota usulan bagi kelompok perempuan dan miskin. Akan lebih baik jika ini diformalkan dalam bentuk Perda. PP No. 8 tahun 2008 mengenai perencanaan pembangunan daerah, mengamanatkan perlunya jalur komunikasi khusus untuk kelompok perempuan dan rentan lainnya. Kasus di Kota Banda Aceh membuat Musrenbang khusus perempuan atau Musrena, yang memiliki jalur langsung aspirasinya ke wakil wali kota. Musrenbang Kecamatan. Musrenbang Kecamatan dilakukan untuk menkompilasi prioritas usulan desa menjadi prioritas usulan kecamatan. Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan pada bulan Februari umumnya tidak sinkron dengan jadwal reses DPRD. Meskipun demikian, anggota DPRD perlu memastikan kehadirannya sebagai narasumber Musrenbang sesuai daerah pemilihannya. Hal-hal yang perlu dilakukan anggota DPRD pada tahap ini adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh daftar prioritas usulan kecamatan khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan kelompok perempuan dan miskin (pendidikan, kesehatan, infrasturktur, ekonomi)28. Daftar Usulan Prioritas Kecamatan merupakan bahan DPRD pada saat pembahasan RAPBD. 2. Memastikan delegasi Musrenbang Kecamatan mengikutsertakan perwakilan perempuan untuk hadir pada forum SKPD dan Musrenbang Kab/Kota. Delegasi Musrenbang perempuan, merupakan aliansi yang strategis bagi DPRD pada saat pembahasan RAPBD. 28. Dalam Musrenbang Kecamatan, Daftar Prioritas Usulan Kecamatan di Kategorisasikan dalam Bidang Sosial (pendidikan, kesehatan), Infrastruktur/fisik dan Ekonomi.4

76 Pusat Pengetahuan Anggaran


3. Mengadakan pertemuan dengan konstituen sesuai daerah pemilihan pada saat reses. Dapat dilakukan dalam rangka Jaring Aspirasi Masyarakat. Tepatnya perlu dilakukan .dilakukan untuk membahas hasil Musrenbang Kecamatan yang harus diakomodasi atau diperjuangkan DPRD dalam pembahasan APBD. Peserta yang perlu dilibatkan dalam pertemuan ini adalah para delegasi Musrenbang dan kelompok-kelompok perempuan dan miskin di tingkat Kecamatan. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan bahwa usulan kelompok perempuan dan miskin sejalan dengan hasil Musrenbang Kecamatan. Forum SKPD. Forum SKPD atau gabungan SKPD merupakan forum sinkronisasi antara prioritas program SKPD dan prioritas program kecamatan, termasuk pembiayaan yang berasal dari provinsi dan pemerintah pusat. Dalam forum ini, wajib menghadirkan delegasi Musrenbang Kecamatan yang harus ada unsur perempuan. Oleh karenanya, komunikasi anggota DPRD dengan delegasi Musrenbang harus tetap dibangun. Dalam SEB Musrenbang, komisi mitra kerja SKPD yang bersangkutan diundang sebagai narasumber. Untuk itu, penting bagi anggota DPRD untuk merebut komisi-komisi di DPRD yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan perempuan dan kelompok miskin, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur. Dalam forum ini, DPRD berdasarkan komisi, perlu memperoleh daftar usulan hasil Forum SKPD sebagai bahan pembahasan RAPBD. Membangun aliansi dengan kelompok-kelompok profesi seperti Ikatan Bidan dan Dokter, Komite dan Dewan Sekolah dan LSM yang konsen terhadap isu-isu layanan dasar, juga perlu dilakukan untuk memperoleh dukungan dari kelompok ini. Musrenbang Kabupaten/Kota. Musrenbang merupakan forum perencanaan untuk menghasilkan RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah) yang dijadikan pedoman dalam penyusunan KUA PPAS. Forum ini menyertakan berbagai pemangku kepentingan di Kabupaten/Kota. Dalam praktiknya, Musrenbang Kab/Kota lebih ditujukan sebagai forum klarifikasi dan pembahasan atas draf RKPD. Anggota perempuan perlu mengidentifikasi dan membuat daftar usulan Musrenbang Kecamatan yang masuk maupun yang tidak diakomodasi ke dalam RKPD, Pusat Pengetahuan Anggaran

77


terutama untuk program kegiatan yang besentuhan dengan kebutuhan dasar perempuan dan kelompok miskin. Daftar ini berguna bagi DPRD untuk memperkuat argumen pada saat pembahasan anggaran. Pembahasan KUA PPAS. Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara disampaikan oleh eksekutif kepada Panitia Anggaran DPRD. Pembahasan PAS merupakan pembahasan penting untuk menentukan pagu indikatif masing-masing urusan, SKPD dan program kegiatan. Pada tahap ini, DPRD harus memastikan bahwa program-program prioritas dalam KUA PPAS mempergunakan data terpilah dan analisis gender dan kemiskinan dalam penyusunannya. DPRD perempuan yang duduk di Panitia Anggaran dapat mengkritisi Rancangan KUA PPAS dengan alat berikut ini. Tabel Panduan Mengkritisi Rancangan KUA PPAS di Panitia Anggaran No

Panduan

Banchmark

1

Apakah KUA PPAS disampaikan tepat waktu?

Ketepatan waktu penting bagi legislatif, agar memiliki waktu yang memadai dalam membahas KUA PPAS. Menurut PP 58/2005/Permendagri 13/2006, KUA PPAS sudah harus disampaikan ke DPRD pada minggu kedua bulan Juni.

2

Apakah sistematika atau format KUA PPAS sudah memuat informasi yang memadai?

Sistematika dan format KUA PPAS yang benar membantu ketercukupan informasi untuk menganalisis dokumen tersebut? Contoh sistematika/format dapat dilihat dalam lampiran Permendagri 59/2007. Untuk KUA setidaknya mencakup informasi; kebijakan pendapatan apa yang akan dilakukan untuk meningkatkan pendapatan, kebijakan belanja apa yang menjadi prioritas dan pembiayaan apa yang digunakan jika terjadi defisit atau akan digunakan untuk apa jika surplus. Untuk PPAS; setidaknya terdapat plafon anggaran untuk masing-masing SKPD dan program serta target indikatornya.

78 Pusat Pengetahuan Anggaran


No

Panduan

Banchmark

3

Bagaimana proporsi kebijakan anggaran pendapatan? Apakah kebijakan PAD membebani orang miskin dan perempuan?

Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pendapatan daerah dari Pemerintah Pusat. Apakah kebijakan untuk meningkatkan PAD membani orang miskin dan perempuan? Misal penerapan tarif pembuatan KTP dan akta kelahiran, peningkatan retribusi layanan kesehatan dan pasar, atau retribusi bagi tambat kapal nelayan atau hasil jual pertanian?

Pembahasan RAPBD. Berdasarkan KUA PPAS disepakati oleh DPRD bahwa Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) membuat Surat Edaran sebagai pedoman Kepala SKPD dalam menyusun RKA SPKD untuk selanjutnya dikompilasi menjadi RAPBD dan diajukan ke DPRD. Tidak berbeda dengan pengajuan KUA-PPAS, DPRD perlu memastikan RAPBD dalam tiga hal : Pertama, disampaikan tepat waktu, yakni minggu pertama Oktober, agar memiliki waktu memadai dalam pembahasan. Kedua, kelengkapan dokumen RAPBD yang diajukan pemerintah, sebagai prasyarat kecukupan informasi DPRD dalam membahas RAPBD. Ketiga, memastikan konsistensi prioritas plafon anggaran sementara yang telah disepakati, dipergunakan serta diakomodasi dalam RAPBD. Untuk itu, dokumen penting yang harus dipersiapkan DPRD dalam membahas anggaran adalah Daftar Usulan Prioritas Hasil Musrenbang Kecamatan dan Forum SKPD, Data Anggaran mitra kerja 3 tahun terkahir dan capaian-capaian (indikator/ indeks terkait Tupoksi mitra kerja, seperti angka kematian bayi, dll). Pembahasan RAPBD diawali dengan penyampaian Nota Keuangan. Pada pembahasan RAPBD, porsi terbesar pembahasan berada pada Komisi-komisi dengan mitra kerja. Seperti disampaikan sebelumnya, peran DPRD tereduksi dengan tidak adanya pembicaraan pendahuluan RAPBD dalam mengkritisi RKA SKPD.Meski demikian, DPRD dapat meminta RKA SKPD pada saat pembahasan RAPBD dengan mitra kerja. Perlu disadari, pembahasan RAPBD memakan waktu yang jauh lebih singkat daripada APBN, oleh karena itu DPRD perlu menggalang aliansi dengan kelompok-kelompok masyarakat sipil maupun perguruan tinggi dan media massa untuk membantu mengkritisi rancangan anggaran. Pusat Pengetahuan Anggaran

79


Untuk memperoleh masukan secara luas DPRD perlu melakukan dengar pendapat pada saat sebelum pembahasan antarkomisi maupun saat akan menetapkan RAPBD sebagai bentuk uji publik RAPBD. Uji publik dapat dilakukan pada tingkat komisi atau fraksi. Pada tingkat komisi, pelaksanaannya perlu melibatkan delegasi Musrenbang Kecamatan dan delegasi Forum SKPD, LSM, perguruan tingg,i dan kelompok profesi yang terkait dengan mitra kerja komisi.Penyebaran informasi RAPBD melalui media massa atau membuka akses pada siapa pun yang ingin memperoleh RAPBD perlu disediakan untuk menggalang dukungan dari kelompok di luar DPRD. Berikut alat analisis yang dapat digunakan DPRD di tingkat Komisi dalam mengkritisi anggaran. Tabel . Panduan Mengkritisi Rancangan APBD di Komisi No

Panduan

Banchmark

1

Mengidentifikasi konsistensi plafon anggaran dan program mitra kerja dengan PPAS yang telah disepakati

Adanya konsistensi menunjukkan tidak adanya perubahan yang dilakukan sepihak oleh pemerintah daerah dalam menyusun RKA SKPD. Cara yang dilakukan dengan membandingkan dokumen PPAS dengan RAPBD pada mitra kerja.

2

Analisis Kebijakan Alokasi Anggaran

Kebijakan alokasi anggaran mitra (SKPD) untuk mengidentifikasi proporsi belanja menurut kelompok belanja langsung dan tidak langsung. Banyak kasus di daerah, anggaran pendidikan telah mencapai 35%, namun ternyata hanya 8% yang merupakan belanja langsung (program). DPRD harus mendorong agar alokasi anggaran belanja langsung lebih diperbesar dibandingkan belanja tidak langsung. Dari proporsi belanja langsung mitra (SKPD), identifikasi program kegaitan apa saja yang kembali untuk operasional aparat dan berapa yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Hal ini untuk mengetahui apakah kebijakan alokasi belanja langsung dialokasikan secara efektif. DPRD perlu menekan belanja langsung (program kegiatan) yang kembali ke aparat untuk direalokasi ke program kegiatan yang lebih bersentuhan dengan kebutuhan warga

80 Pusat Pengetahuan Anggaran


No 3

Panduan Analisis Efisiensi anggaran

Banchmark Analisis standar harga untuk mencegah adanya belanja-belanja yang tidak efisien. Setiap tahun Kepala Daerah menerbitkan Peraturan Kepala Daerah mengenai Standar harga. Analisis inefisiensi dapat dilakukan dengan membandingkan belanja barang dalam anggaran mitra dengan standar harga yang ditetapkan atau harga pasar. Belanja berulang, banyak kasus ditemukan dalam RAPBD belanja yang bersifat berulang-ulang. Misal belanja makanminum, belanja ATK, vas bunga, tissue, dll yang ada pada setiap kegiatan. DPRD perlu mengidentifikasi total belanja yang tidak efisien ini untuk direalokasi ke progam kegiatan yang dibutuhkan oleh rakyat atau yang merupakan daftar usulan Musrenbang namun tidak terakomodasi dalam RAPBD karena keterbatasn anggaran.

Evaluasi Penetapan APBD. Tahap ini, merupakan salah satu celah terjadinya perubahan anggaran secara sepihak oleh pemerintah tanpa melibatkan DPRD. Banyak kasus terjadi dokumen RAPBD dan disampaikan kepada pemerintahan di atasnya (Provinsi atau Depdagri) untuk dievaluasi tidak sama dengan RAPBD yang telah disetujui DPRD. Apabila terdapat perbaikan hasil evaluasi, DPRD harus mendesak pemerintah menyampaikan perubahan yang dilakukan terhadap DPRD. Pelaksanaan APBD. Secara formal tidak ada keterlibatan fungsi anggaran DPRD dalam pelaksanaan APBD, kecuali berkaitan dengan fungsi pengawasan. Untuk memastikan kebijakan alokasi yang ditetapkan oleh APBD terealisasi dengan benar, maka penyediaan informasi APBD mutlak diperlukan bagi publik. DPRD secara inisiatif dapat menyediakan informasi APBD pada daerah pemilihannya, melalui penerbitan poster atau kalender mengenai program-program kegiatan yang akan dilakukan, dengan mencantumkan kontak yang dapat dihubungi jika terdapat pengaduan dari warga atau terjadi penyimpangan dalam realisasi anggaran. Upaya ini dapat menjadi investasi politik dengan menjaga hubungan komunikasi antara konstituen dan DPRD. Pertanggungjawaban APBD. Dilakukan setelah BPK melakukan audit terhadap laporan keuangan pemerintah daerah. DPRD Pusat Pengetahuan Anggaran

81


menerima hasil audit BPK sebagai bahan untuk mengkritisi Perda Pertanggungjawaban APBD yang diajukan eksekutif. Saat ini, belum banyak perhatian DPRD dalam mengkritisi LKPD. Analisis yang perlu dilakukan tidak jauh berbeda pada tahap pengajuan RAPBD, hanya saja lebih ditekankan pada realisasi anggaran telah dilakukan secara benar.

82 Pusat Pengetahuan Anggaran


BAGIAN IV

TEKNIK & STRATEGI ADVOKASI ANGGARAN Pengantar Advokasi anggaran terdiri dari dua kata yang berbeda. Kalau kedua suku kata ini mendefenisikan diri sendiri, kemungkinan akan kehilangan makna “sejarah” kemunculan kata advokasi. Dalam konteks gerakan “pemantauan” terhadap perencanaan, pembahasan, maupun pelaksanaan anggaran pemerintah, kata “advokasi” muncul belakangan bila dibandingkan dengan kata “anggaran”. Oleh karena itu, akan lebih baik, definisi dua suku kata tersebut dibahas satu per satu. Menurut Due dan Baswir, anggaran negara adalah suatu perkiraan penerimaan dan pengeluaran dalam suatu periode di masa depan. selanjutnya, menurut Abedian dan Samuel, anggaran negara sebagai alat untuk mencapai tujuan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan orientasinya kesejahteraan rakyat. Abedian juga mengemukan bahwa anggaran negara merupakan alat pemerintah yang digunakan untuk perencanaan penggunaan uang dalam rangka Pusat Pengetahuan Anggaran

83


pelayanan program. Sementara Samuel mendefenisikan anggaran negara sebagai kombinasi perencanaan pengeluaran publik dan pajak untuk saat mendatang. Samuel menambahkan, anggaran negara pada hakekatnya adalah dari mana sumber anggaran dan untuk apa kegunaannya29. Dari subtansi defenisi anggaran diatas, anggaran dianggap penting karena merupakan perwujudan amanat rakyat untuk kepentingan meningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Di negara demokrasi yang menjalankan sistem trias politica, legislatif dianggap sebagai representasi amanat rakyat. Dengan begitu, eksekutif menganggap bahwa perencanaan, pembahasan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban anggaran tidak perlu melibatkan rakyat. Oleh karena, pelibatan masyarakat sudah dilakukan bersama legislatif sebagai representasi rakyat di pemerintahan. Legislatif adalah wakil dari rakyat, dan rakyat tidak perlu ikut dalam perencanaan dan penganggaran. Padahal, mandat undang-undang menyatakan bahwa eksekutif harus menjaring aspirasi melalui musrenbang mulai dari tingkat Desa/kelurahaan sampai tingkat kota. Akan tetapi musrenbang yang diselenggarakan oleh eksekutif selama ini hanya sebuah acara seremonial saja. Akibatnya, hasil musrebang “dibuang ke tong-tong sampah” karena dianggap tidak sesuai dengan RJPMD, Renja SKPD, dan alasan-alasan lainnya. pada ranah praktek di lapangan, dokumen-dokumen perencanaan dan anggaran seperti APBD dianggap sebagai dokumen rahasia negara. Jangankan untuk dapat memiliki, untuk melihat dokumen anggaran saja sangat “diharamkan” oleh eksekutif. Dengan demikian, berdasarkan pada defenisi anggaran di atas, berarti rakyat telah kehilangan kedaulatannya atas anggaran negara. Karena kedualatan rakyat atas anggaran negara dianggap sudah diberikan (melalui amanah rakyat) kepada eksekutif dan legislatif. Sehingga rakyat tidak boleh melakukan kritik kepada eksekutif dan legislatif tentang kebijakan anggaran yang dihasilkan serta akibatnya. Anggaran yang berasal dari rakyat sudah menjadi “milik” eksekutif dan legislatif. Tidak seorang pun rakyat boleh mengetahui orientasi alokasi anggaran diperuntukan. 29. Sri Mastuti- Dian Kartikasari “panduan Advokasi anggaran” Jakarta, FITRA kerjasam dengan KPI, tahun 2001

84 Pusat Pengetahuan Anggaran


Pada kondisi dimana kedualatan rakyat atas anggaran telah “dirampok secara halus” oleh eksekutif dan legislatif, muncul sebuah term “advokasi”. Maksud dari kemunculan term “advokasi” adalah untuk mengembalikan kedaulatan rakyat atas anggaran negara, dan mendorong kebijakan anggaran yang berpihak pada kepentingaan rakyat. Sehingga masyarakat mengetahui sumber dan jumlah pendapatan negara, serta dapat terlibat dalam penyusunan anggaran untuk menentukan alokasi anggaran dan program yang berpihak pada kepentingan rakyat dalam suatu periode ke masa depan. Karena tanpa keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran, maka ekesekutif dan legislatif akan selalu tertutup dalam proses perencanaan dan penganggaran. Richcard Holloway menjelaskan advokasi sebagai usaha yang terorganisir, terencana dan sistematis untuk melakukan perubahaan sehingga masyarakat dapat dibantu. Selanjutnya, menurut CARE international, advokasi adalah proses mempengaruhi pembuat kebijakan yang dilakukan secara terencana30. Sedangkan menurut Valerie Milller dan Jane Cover, advokasi selalu memusat perhatian pada soal---- siapa dapat apa di masyarakat, seberapa banyak mereka mendapatkannya, siapa yang ditinggalkan, bagimana uang rakyat dibelanjakan, bagimana keputusan-keputusan dibuat, bagimana sejumlah orang dicegah untuk ikut serta dalam keputusan-keputasan itu, dan bagaimana informasi dibagikan atau disembunyikan, dan banyak lagi pertanyaan lainnya31. Dari defenisi advokasi di atas, terlihat banyak makna tentang advokasi. Karena defenisi advokasi itu bereneka ragam, dan defenisi advokasi bisa berubah-ubah sesuai dengan konteks kekuasaan dan politik yang sedang berlangsung. Advokasi anggaran dalam panduan ini bertujuan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat atas anggaran. Advokasi anggaran sangat berbeda dengan advokasi lain. , Target maksimal dalam gerakan advokasi anggaran yang ingin dicapai bukan hanya mempengaruhi atau merubah kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat. Tetapi juga, harus melakukan advokasi untuk memperoleh dokumen-dokumen yang berkaitan dengan anggaran, karena tanpa adanya dokumen anggaran tersebut, gerakan advokasi 30. “Panduan Fasilitator Advokasi anggaran dan kebijakan” Jakarta, Depkes RI 2008 31. Valerie Milller dan Jane Cover “ Pedoman Advokasi” Jakarta, yayasan Obor Indonesia, Tahun 2005

Pusat Pengetahuan Anggaran

85


atau target capaian advokasi tidak akan memenuhi target sasaran advokasi. Sedangkan, gerakan advokasi lainnya bisa melakukan advokasi tanpa ketersediaan dokumen pendukung. “Aktor� gerakan advokasi anggaran saat ini masih banyak dilakoni oleh CSO (Civil Society Organization), yaitu kelompok-kelompok masyarakat dan komunitas di luar struktur negara seperti Organisasi non pemerintah, Media Masa, Organisasi Massa, Kelompok-kelompok Masyarakat, Organisasi Keagamaan, dan Perguruan Tinggi. Secara umum, terdapat beberapa faktor yang membuat CSO menjadi aktor yang penting dalam melakukkan advokasi anggaran, antara lain: 1. Kebanyakan CSO, terutama kelompok ORNOP telah mempunyai pengalamaman yang memadai dalam programprogram penanggulangan kemiskinan melalui aktifitasnya yang dilakukan. 2. CSO dipandang sebagai penggerak perubahan terutama di tingkat grass root, sehingga mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan kaum miskin dari pada aparat pemerintah. 3. Komitmen didirikannya CSO untuk melakukan perubahan kebijakan ke arah yang lebih baik: dan 4. Adanya hak berpartipasi dan mengontrol proses perencanaan pembangunan dan penganggaran baik itu pemerintah pusat maupu daerah. Walaupun demikian, dalam gerakan advokasi anggaran selama ini, masih banyak CSO yang tidak fokus pada isu anggaran. Sejumlah CSO terlalu banyak bergulat dengan banyak isu sehingga target advokasi anggaran untuk mewujudkan kedaulatan rakyat atas anggaran sampai saat ini belum tercapai. Untuk itu, Seknas FITRA melalui PBA (Pusat Belajar Anggaran) membuat panduan advokasi anggaran bagi CSO. Panduan ini diharapkan dapat mempermudah CSO dalam melakukan advokasi berbagai dokumen yang berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran. selain itu, panduan ini juga diharapkan dapat membantu CSO dalam melakukan pendamping masyarakat dan mengasistensi eksekutif dan legislatif agar lebih mudah melakukan intervensi perubahaan kebijakan anggaran yang selama ini tidak berpihak kepada masyarakat miskin. 86 Pusat Pengetahuan Anggaran


Panduan ini juga diperuntukan bagi masyarakat yang membutuhkan. Dengan panduan ini, diharapkan masyarakat bisa menjadi pelaku advokasi anggaran dan mampu mendorong perubahaan kebijakan anggaran. Karena jika masyarakat mampu menjadi pelaku advokasi anggaran, maka gerakan advokasi anggaran akan lebih kuat dalam mempengaruhi kebijakan anggaran yang tidak berpihak kepada masyarakat miskin. Cita-cita untuk mewujudkan kedaulatan rakyat atas anggaran akan cepat tercapai.

Tujuan panduan advokasi anggaran Tujuan dan Peran Pusat Belajar Anggaran (PBA) adalah membantu CSO dan masyarakat dalam melakukan advokasi anggaran. Sementara tujuan dari penyusunan panduan advokasi anggaran ini adalah : 1. Memberikan informasi mengenai sasaran dan strategi dalam advokasi anggaran. Diantaranya terkait dengan peta pelaku (actor) pembuat kebijakan anggaran, stretegi mengakes dokumen perencanaan dan penganggaran, serta identifikasi isu-isu yang penting untuk diadvokasi dalam siklus perencanaan dan penganggaran daerah maupun nasional 2. Memberikan pendampingan terhadap masyarakat/CSO yang hendak melakukan advokasi anggaran, dan 3. Masyarakat bisa menjadi advokator sendiri untuk melakukan perubahaan kebijakan anggaran yang pro rakyat. Salah satu fokus yang harus diadvokasi dalam gerakan advokasi anggaran adalah memperoleh data atau dokumen yang berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran, baik di tingkat daerah maupun nasional. Karena tanpa ketersediaan data atau dokumen tersebut, seorang pelaku advokasi atau pendamping tidak akan bisa melakukan advokasi anggaran secara maksimal. Setelah mengumpulkan data dan dokumen yang berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran, seorang pelaku advokasi maupun pendamping juga harus melakukan advokasi dengan mengikuti siklus perencanaan dan penganggaran. Pendampingan terhadap masyarakat/CSO merupakan pelayanan (mediasi) antara masyarakat dengan pembuat kebijakan anggaran. Pusat Pengetahuan Anggaran

87


Seorang pendamping harus mampu memfasilitasi masyarakat/CSO untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti : 1. Audiensi, lobby, hearing, atau dialog. Baik yang dilaksanakan dengan eksekutif atau legislatif; 2. Legal Analysis : yaitu melakukan analisis peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan perencanaan dan penganggaran (contoh kasus analisis PP 37/2006); 3. Legal Drafting : yaitu melakukan penyusunan rancangan produk peraturan hukum yang berkaitan dengan perencanaan dan penganggaran (contoh kasus penyusunan Raperda Transparansi yang dilakukan FITRA dan jaringan di beberapa daerah); 4. Technical Assistance : yaitu memberikan penguatan kapasitas (capacity building) kepada legislatif dan eksekutif yang membutuhkan. Selain kegiatan tersebut, pendampingan juga dilakukan dengan membantu masyarakat yang melakukan advokasi anggaran kepada pihak pembuat kebijakan anggaran. beberapa hal yang harus dipersiapkan antara lain : 1. Materi advokasi anggaran; 2. Frame aktivitas untuk mengarahkan masyarakat agar focus pada target; 3. Persamaan persepsi antara masyarakat/CSO dan pusat advokasi mengenai hal yang akan diavokasi.

Langkah-langkah gerakan Advokasi Anggaran adalah: Langkah 1 : Membentuk Lingkar Inti Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membentuk tim kerja yang akan melakukan advokasi anggaran. Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan antara lain : ďƒ˜ Mengidentifikasikan CSO yang memiliki perhatian dan/atau pengalaman dalam melakukan advokasi anggaran. 88 Pusat Pengetahuan Anggaran


 Memberdayakan CSO yang teridentifikasi tersebut sebagai konsultan atau mediator gerakan advokasi anggaran, seperti menugaskan CSO menyusun strategi dan cara melakukannya, memobilisir dan mengorganisir masyarakat agar terlibat dalam advokasi anggaran.  Membangun kesamaan persepsi dan kesepakatan bersama dengan CSO gerakan advokasi anggaran serta menentukan tujuan dan target advokasi yang akan dicapai berdasar informasi-informasi awal yang telah dikumpulkan.  Membentuk lingkaran intimelalui forum musyawarah khusus yang diikuti oleh masyarakat dengan CSO.  Membagi peran yang berdasarkan kebutuhan strategis dalam proses advokasi (seperti, tim lobby, tim kampanye media, tim penggalangan dana, tim penguatan akar rumput), atau berdasarkan aktivitas-aktivitas khusus dari rencana kerja advokasi (seperti, tim kajian kebijakan, tim konsultasi publik, dll) Ciri-ciri lembaga atau CSO yang fokus pada gerakan advokasi anggaran adalah sebegai berikut: a. Hasil Analisis anggaran berbasis data atau dokumen dari APBN atau APBD b. Hanya fokus pada gerakan advokasi anggaran, dan tidak “bermain” dengan isu-isu lain selainisu anggaran. c. Tidak menerima anggaran dari APBD dan APBN

Langkah 2 : Mengumpulkan data dan informasi. Setalah lingkaran inti terbentuk, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data, dokumen dan informasi proses pengelolaan anggaran untuk mendukung gerakan advokasi anggaran32 pemenuhan hak dasar33 . Namun demikian, dalam pengumpulan data dan informasi anggaran ini masih selalu mendapatkan hambatan. Hasil assesment Seknas FITRA di 53 daerah menunjukan tingkat kesulitan permintaan dokumen. 32. 33.

Seorang pelaku advokasi anggaran harus mengetahui Informasi proses pengelolaan anggaran, seperti waktu pembahasan RAPBD dan waktu penetapan RAPBD menjadi APBD. silahkan buka kembali bagian I. Lihat tabel “Daftar Dokumen Informasi Anggaran yang Dapat dan Perlu diminta Publik Serta Badan Publik yang Menguasainya”

Pusat Pengetahuan Anggaran

89


 Dokumen anggaran yang dapat diperoleh pada Dinas/SKPD berikut tingkat kesulitan permintaannya adalah sebagai berikut: Instansi Kantor Lurah/Desa

Dokumen Hasil Musrembang Desa Hasil Musrembang kecamatan

Status Mudah diakses

Forum SKPD

Rancangan SKPD

Sangat diakses

Dinas/SKPD

Rancangan KUA

Sulit diakses

Dinas/SKPD

Rancangan PPAS

Sulit Diakses

Nota Kesepakatan KUA dan PPAS

Sulit diakses

Kantor Kecamatan

Dinas/SKPD DPRD

dan

90 Pusat Pengetahuan Anggaran

akhir

Bentuk Advokasi

Mudak diakses sulit

 Loby kepala daerah  Loby ketua Bapeda  Loby Personal SKPD  Loby kepala daerah  Loby ketua Bapeda  Loby Personal SKPD  Loby anggota DPRD  Loby kepala daerah  Loby ketua Bapeda  Loby Personal SKPD  Loby Anggota DPRD  Loby kepala daerah  Loby ketua Bapeda  Loby Personal SKPD  Loby Anggota DPRD


Dinas/SKPD DPRD

dan

Hasil pembahasaan RKA SKPD

Sulit diakses

 Loby kepala daerah  Loby ketua Bapeda  Loby Personal SKPD  Loby Anggota DPRD

Dinas/SKPD DPRD

dan

RAPBD

Sulit diakses

 Loby kepala daerah  Loby ketua Bapeda  Loby Personal SKPD  Loby Anggota DPRD

DPRD

Hasil pembahasan RAPBD

Sulit diakses

 Loby kepala daerah  Loby ketua Bapeda  Loby Personal SKPD  Loby Anggota DPRD

Dinas/SKPD

DPA

Sulit diakses

 Harus mencari b e n t u k advokasi alternatif.

Dokumen anggaran yang dapat diperoleh pada Kementerian/ lembaga berikut tingkat kesulitan permintaannya adalah sebagai berikut :

Pusat Pengetahuan Anggaran

91


Kementerian/ Lembaga Preseiden

Dokumen

Status

Bentuk Adokasi

RJPM Nasional

Bisa diakses di web site Bappenas

Kementarian/ Lembaga Kementerian negara PPN

Renstra KL

Bisa diakses di web Site Bappenas Bisa diakses di web site Bappenas

Kementarian negara PPN dan Kementerian Keuangan Kementarian/ Lembaga

SEB prioritas Program dan Indikasi Pagu Rancangan Renja KL

Tidak perlu diadvokasi. Tetapi harus buru-buru diakses di web site Bappenas, dan dalam 2 minggu sudah dihapus oleh pihak Bappenas

Kementerian negara PPN

Rancangan Akhir RKP

Presiden

Kebijakan pemerintah

Sulit diakses, lama kemudian muncul di web site Bappenas dan Bangar DPR

 Kampanye di media  Loby ke Menteri Keuangan

Menteri Keuangan, dan DPR

Pokok-pokok Fiskal di RKP

Sulit diakes

Menko Ekonomi, menteri keuangan, dan DPR

Kebijakan umum dan Prioritas Anggaran

Sulit diakses

 Loby anggota DPR khusus anggota Bangar DPR  Loby anggota DPR

Kementerian Keuangan Kementerian negara/Lembaga

Seb Pagu Sementara RKA/KL

Sulit diakses

Rancangan awal RKP

92 Pusat Pengetahuan Anggaran

Sulit diakses, tetapi kadang2 ada web site Beppenas Sangat sulit diakses pada kementerian/ lembaga. Dan biasa bisa diakses pada Web site Beppenas Bisa diakses diweb site Bappenas

Sulit diakses

 Loby anggota DPR  Loby kementarian/ Lembaga


DPR, dan Kementerian/ Lembaga

Hasil pembahasab RKA-KL

Sulit diakses

 Loby DPR  Loby Kementerian/ Lembaga

Kementerian negara PPN

Hasil penelahaan konsistensi dengan RKP

Sulit diakses

 Loby Bappenas

Kementerian keuangan

Hasil penelahaan konsistensi dengan Prioritas anggaran

Sulit diakses

 Loby Menteri Keuangan

Menteri keuangan

Lampiran RAPBN dan Himpunan RKA/KL

Sulit diakses

 Loby menteri Keuangan

Presiden

Nota keuangan, RAPBN, Lampiran

Sulit diakses

 Kampanye Publik  Loby Anggota DPR  Loby menteri Keuangan

DPR

Hasil pembahasan RAPBN

Sulit diakses

DPR, dan Pemerintah

Keppres Tentang Rincian RAPBN

Kementerian/ lembaga

DPA

Sulit diakses,tetapi bisa didapat di DPR atau Web site pemerintah setelah menunggu agak lama Sulit diakses

 Loby anggota DPR masingmasing komisi  Loby anggota Banggar  Kampanye Publik

 Loby Kementarian/ lembaga.

Pusat Pengetahuan Anggaran

93


ďƒ˜ Data dan informasi di atas bisa memberikan gambaran dasar tentang prioritas kebijakan daerah untuk APBD, dan Prioritas nasional untuk APBN selama lima tahun dan kebijakan tahunan serta alokasi anggaran yang terkait dengan pemenuhan hak dasar selama tiga tahun terakhir Langkah 3 : Menganalisis Data dan Dokumen Anggaran Setelah data dan dokumen anggaran diperoleh dan terkumpul, maka dilakukan evaluasi dan analisa seperti: ďƒ˜ Mengapa begitu sulit bertatap muka dengan kepala dinas/ SKPD atau menteri, dan anggota DPR ďƒ˜ Identifikasi Hambatan apa saja ketika melakukan akses data maupun dokumen anggaran daerah atau nasional ďƒ˜ Melakukan Analisis terhadap data dan dokumen anggaran yang sudah diperoleh agar kebijakan anggaran menjadi pro rakyat miskin (lihat bagian II modul ini untuk penjelasan dalam melakukan analisis anggaran) Langkah 4 : Membangun Basis Masyarakat - Pelibatan masyarakat Membangun basis masyarakat dan pelibatan masyarakat mempunyai dua pengertiaan yang berbeda. Membangun basis masyarakat adalah pengembangan basis masyarakat dari masyarakat yang apatis terhadap politik menjadi masyarakat yang bergerak melakukan pengorganisasian diri sendiri atau pengorganisasian rakyat, pendidikan politik dan penyadaran politik untuk melakukan perubahaan kebijakan. Sedangkan pelibatan masyarakat adalah mobiliasasi masyarakat untuk melancarakan tekanan sosial dan politik agar terjadi perubahaanperubahaan kebijakanan anggaran yang diinginkan oleh masyarakat. Manfaat dari membangun basis masyarakat dan pelibatan masyarakat adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam melakukan intervensi pada setiap tahapan proses perencanaan dan penganggaran, baik di tingkat daerah maupun nasional.

94 Pusat Pengetahuan Anggaran


Langkah 5 : Melaksanakan Gerakan Advokasi Anggaran Gerakan Advokasi anggaran dapat dilakukan dengan pendekatan persuasif seperti mengajak diskusi, atau pro-aktif terhadap pemangku kepentingan agar terjadi perubahaan alokasi anggaran yang pro rakyat. Berikut ini panduan gerakan advokasi anggaran untuk merubah kebijakan anggaran yang tidak pro rakyat : Intervensi Instansi Kecamatan

Forum SKPD

Out Put Advokasi

Model Advokasi

Resistensi Pembuat Kebijakan

1. Memperoleh, dan memperangaruhi daftar prioritas usulan Kecamatan program berbasis hak 2. Memperoleh, dan mempengaruhi daftar prioritas usulan Kecamatan program berbasis hak

1. Melakukan Loby kepada Camat 2. Melakukan Hearing dengan Camat 3. Melakukan Demontrasi masyarakat

1.

1. Siapkan list, Daftar Usulan Prioritas (DUP) Kecamatan 2. Pastikan (DUP) Diakomodasi dalam draft Renja SKPD 3. Pastikan perempuan terwakili dalam delegasi Forum, sebagai aliansi dalam pembahasan anggaran

1. Bangun aliansi strategis dengan kelompok kepentingan ikatan bidan, komite skolah, dll

1.

2. Jika tidak ada DUP yang diakomodasi, buat Cek List usulan diakomodasi dan tidak dalam SKPD, tetapi akan diperjuangkan dalam forum pembahasan anggaran lain.

2.

2.

Camat menganggap “musuh” terhadap masyarakat yang sangat kritis. Banyak kegiatan kecamatan, masyarakat yang kritis tidak akan diajak lagi, karena dianggap menganggu kegiatan kecamatan. SKPD menganggap Renja SKPD adalah program mereka, dan dianggap “rahasis negara” Masyarakat oleh SKPD dianggap tidak paham dalam penyusunan renja SKPD

Pusat Pengetahuan Anggaran

95


Musrenbang Kab/Kota

1.

2.

Memperangaruhi (menolak/ menerima) daftar usulan dari SKPD pastikan perempuan terwakili dalam delegasi Forum, sebagai aliansi dalam pembahasan anggaran

96 Pusat Pengetahuan Anggaran

1.

Melakukan Loby terhadap fasilitator kegiatan Musrembang

2.

Membawa data atau dokumen baik itu hasil musrembang desa/ kelurahan maupun data lainnya.

1.

2.

Masyarakat oleh SKPD dianggap “sok tahu� ketika mengkritik Renja dan indikator kegiatan SKPD Walaupun banyak kegiatan yang ditolak oleh masyarakat, biasanya SKPD tersebut melakukan loby kepada Bappeda untuk tetap memunculkan kegiatan yang ditolak oleh masyarakat.


Pembahasan KUA PPAS di DPRD (Panggar)

1.

2.

3.

Pastikan disampaikan tepat waktu, dan sistematika cukup informasi Analisis konsitensi RKPD dengan KUA PPAS Kritisi kebijakan pendapatan, Tingkat tergantungan? PAD dari orang miskin dan perempuan?

4.

Analisisi Belanja menurut kelompok dan jenis?mengetahui beban anggaran

5.

Prioritas anggaran yang diberikan menurut SKPD dan urusan?

1.

Melakukan Hearing dengan DPRD

2.

Melakukan Loby dengan DPRD

3.

Melakukan teknik assistensi kepada anggota DPRD

4.

Melakukan demontrasi ke kantor DPRD

1.

2.

Anggota DPRD sebelum menerima usulan masyarakat, lebih dulu memprioritas usulan partai mereka. SKPD biasanya melakukan Loby kepada DPRD untuk mempertahankan kegiatan tertentu karena sudah ada komitmen dengan perusahaan tertentu.

Pusat Pengetahuan Anggaran

97


Pembahasan RAPBD di DPRD (komisikomisi DPRD)

1. Siapkan Dokumen “Daftar Usulan Prioritas Kec dan SKPD�, data anggaran mitra SKPD 3 tahun terakhir, indikator atau analisis situasi gender gap sektor bersangkutan 2. Pastikan Ketepatan waktu penyampaian, kecukupan informasi dokumen 3. Analisis Konsitensi PPAS – RAPBD

1.

Lakukan dengar pendapat dengan semua komisi.

2.

Melakukan kampanye di media massa

3.

Melakukan diskusi publik

4.

Melakukan demontrasi sebagai alternatif ketika usulan dari masyarakat ditolak baik itu eksekutif maupun legislatif.

1.

2.

Anggota DPRD sebelum menerima usulan masyarakat, lebih dulu memprioritas usulan partai mereka. SKPD biasanya melakukan Loby kepada DPRD untuk mempertahankan kegiatan tertentu karena sudah ada komitmen dengan perusahaan tertentu.

4. Analisis Kebijakan Alokasi 5. Analisis Efisiensi 6. Analisis anggaran berbasis hak, Analisis RKA 2.2.1

.

Berikut ini panduan gerakan advokasi anggaran kementerian,lembaga, dan DPR untuk merubah kebijakan anggaran yang tidak pro rakyat seperti tabel keempat dibawah ini:

98 Pusat Pengetahuan Anggaran


Intervensi Kementerian dan Lembaga

Resistensi Pembuat Kebijakan

Out Put Advokasi

Model Advokasi

1. Pokok-pokok Fiskal RAPBN 2. Adanya tanggapan terhadap pokok-pokok fiskal RAPBN secara tertulis.

1. Loby Anggota DPR khususnya Anggota Banggar 2. Loby Menteri Keuangan

1.

Presiden

1. Memperoleh Nota keuangan, dan RAPBN 2. Adanya analisis terhadap nota keuangan, dan RAPBN

3. Loby kepada menteri Keuangan 4. Loby kepada DPR 5. Kampanye ke Publik

1.

DPR

1. Memperoleh Hasil pembahasan RAPBN untuk setiap komisi 2. Adanya analisis RAPBN sebagai masukan kepada anggota DPR

1. Loby anggota DPR pada masing-masing komisi 2. Loby kepada anggota Bangar

 Biasa anggota DPR tidak akan memberikan RAPBN kepada masyarakat, karena takut menganggu “titipan” anggota DPR untuk setiap kementerian/KL  RAPBN dianggap oleh kementerian sebagai “rahasia” kementerian atau lembaga

Menteri Keuangan, dan DPR

2.

Pokok-pokok fiskal dianggap “rahasia” pemerintah Pokok-pokok Fiscal dianggap belum final, dan belum saatnya diketahui oleh publik Nota Keuangan, dan RAPBN dianggap dokumen “rahasia” negara

Pusat Pengetahuan Anggaran

99


6. Membangun Jaringan Media Massa Beberapa kemampuan teknis yang perlu dikuasai dalam melakukan advokasi adalah pemahaman isu di media, diantaranya : 1. Mengerti bagaimana media mengambil keputusan dalam pemilihan suatu informasi menjadi berita. Artinya kita tahu bagaimana isi dapur dan cara redaktur menentukan Editorial, Kolom, Isi berita dan Feature. 2. Menguasai cara mengundang media dan melakukan konferensi pers. 3. Menguasai teknik penulisan press release yang memenuhi standar media. 4. Menguasai peta media di daerah advokasi. 5. Secara rutin meng-update rekan pers dengan berbagai fact sheet (lembar fakta), backgrounder (analisa mendalam suatu isu), kertas posisi dan sebagainya. Konferensi Pers Pertimbangan perlunya konferensi pers adalah : 1. Media massa menerima banyak sekali press release setiap hari. 2. Menyediakan kesempatan tanya jawab, karena press release tidak dapat mengantisipasi pertanyaan wartawan. 3. Membangun hubungan dengan media. 4. Jika Konferensi pers ingin lebih informal dan in-depth, bisa dilakukan media gathering, yakni hanya media besar yang diundang, yang biasanya menjadi trend centre isu.

Cara Melakukan Konferensi Pers 1. Seleksi wartawan yang akan diundang, kirim pemberitahuan melalui faks atau email, konfirmasikan lewat telepon. 2. Siapkan press release. 3. Sediakan data tambahan (background info): leaflet, makalah, ilustrasi foto, gambar, tabel atau grafik. Data tersebut dipresentasikan dengan menggunakan slide power point.

100 Pusat Pengetahuan Anggaran


4. Masukkan semua data tambahan dalam map (press kit ). 5. Jika ada cindera mata masukkan ke amplop di dalam map. 6. Pilih tempat strategis dan mudah terjangkau dari seluruh wilayah terkait, misalnya hotel atau rumah makan. 7. Tentukan waktu yang tepat, hindarkan bentrok dengan kegiatan besar yang bombastik, karena bisa mempengaruhi berita. 8. Agar wartawan masih fit, pilih waktu pagi atau siang. 9. Pilih moderator yang cakap menghadapi wartawan (suasana informal dan langsung pada pokok persoalan). 10. Tiba lebih awal di lokasi, jangan membuat wartawan menunggu. 11. Mulai tepat waktu, jangan menunggu yang belum datang, karena akan terkesan mengistimewakan. 12. Arahkan pernyataan dan jawaban tetap fokus pada inti pesan. 13. Hindari jumpa pers searah, berikan kesempatan kepada wartawan untuk bertanya dan berbicara. 14. Jangan mengusir wartawan yang tidak diundang. 15. Siapkan anggaran ekstra untuk mengantisipasi kelebihan anggaran yang dipesan. Yang Perlu Dihindari Dalam Konferensi Pers 1. Hindari pembicaraan yang terlalu longgar berkembang kesana kemari. 2. Hindari terpancing oleh keusilan wartawan yang suka mengaitkan sesuatu dengan banyak hal lain di luar permasalahan. 3. Jangan memancing konflik, sampaikan jawaban dan pernyataan secara jitu dan cerdas. 4. Jangan selalu tampak terlalu menonjolkan diri dan mendominasi pembicaraan. 5. Jangan pernah menjawab “No comment �. 6. Hindari menjawab dan menyatakan “off the record�, kebijakan Pusat Pengetahuan Anggaran

101


off the record hanya boleh dilakukan secara selektif dan kita yang merencanakan untuk keperluan khusus, bukan dalam kondisi terpojok. Cara Memilih Media 1. Tentukan media yang cocok dengan sasaran audiens baik cetak maupun elektronik. 2. Hindari press release yang “one fit for all ”. 3. Sesuaikan gaya tulisan dengan tipe media, untuk meningkatkan kecenderungan dilirik redaktur. 4. Media bisa dipilah antara lain dengan cara: – Bersifat umum atau khusus. – Berdasarkan geografis: nasional atau regional – Berdasarkan demografi: anak, remaja, dewasa, – Berdasarkan psikografi: gaya hidup, trend, kesehatan dan sebagainya. – Cetak, radio, televisi. Cara Menulis Press Release 1. Press release memenuhi unsur 5W - 1H. 2. Terjemahkan istilah teknis menjadi bahasa sehari-hari yang lebih populer. 3. Hindari kata-kata yang tidak penting (kata sifat, seperti “yang mana” atau “di mana”). 4. Gunakan kalimat pendek dan efektif (sekitar 20 kata). 5. Usahakan tiap paragraf terdiri dari 4 atau 5 baris. 6. Usahakan spasi dobel, agar mudah diedit. 7. Hindari paragraf dengan kata awal yang sama. 8. cantumkan nomor telepon, dan jika perlu telepon seluler, agar mudah dikonfirmasi oleh wartawan. 9. Beri keterangan jika press release perlu di “hold”/embargo dalam waktu tertentu. 102 Pusat Pengetahuan Anggaran


7. Skema Pengalaman Advokasi Anggaran Skema advokasi Anggaran akan diambil pengalaman dua daerah, yaitu, Jakarta, dan Sukabumi. Skema Advokasi Anggaran DKI Jakarta.

Seknas FITRA

Anggota DPRD DKI

Basis Masyarakat

Kaukus DPRD

Pro Poor Budget

Pusat Pengetahuan Anggaran

103


Skema Advokasi Anggaran Sukabumi

FITRA Sukabumi

Anggota Dewan

SKPD

Kelembagaan DPRD

Kelembagaan SKPD

Internalisasi PIK Kecamatan Masyarakat

104 Pusat Pengetahuan Anggaran


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.