Majalah INTEGRITAS : April 2013

Page 16

LAPORAN UTAMA di masa Orde Baru. Memang, sulit menyeret pelanggar HAM berat ke Pengadilan HAM karena pemerintahan SBY sama sekali tak ada niat menuntaskannya. Capres yang terindikasi kuat pernah melakukan pelanggaran HAM di masa lalu bisa selamat karena pemerintahan SBY tak pernah sanggup menyelesaikannya. Semuanya masih retorika belaka. Haris membantah kampanye anticapres militer pelanggar HAM yang mereka galang bagian dari kepentingan sekelompok elite politik. Ini semata-mata masalah penegakan keadilan. Di dalam konstitusi negara kita, persoalan HAM juga sudah diatur. Jadi, sama sekali tak ada titipan kepentingan politik tertentu. ”Ada yang mengusulkan dilakukannya sebuah rekonsiliasi antara pelaku pelanggaran HAM dan korbannya, seperti di Afrika Selatan, masa pemerintahan Nelson Mandela, saya rasa itu baik. Namun, perlu diingat bahwa proses rekonsiliasi di Afrika Selatan dilakukan secara transparan. Pelakunya juga diseret ke pengadilan dan akhirnya kita semua tahu pokok persoalannya,” katanya.

Salah satu mantan aktivis mahasiswa 98, Alui Marundruri, berpendapat, tuduhan terhadap mantan jenderal pelanggar HAM berat masih prokontra. Kenyataannya, sampai sekarang tuduhan itu tak pernah tuntas. Kalaupun pemerintah mengusutnya, paling hanya sebatas data, bukti, saksi, dan testimoni, tanpa ada keputusan pengadilan yang utuh. Menurut dia, masalah itu tetap menimbulkan pertanyaan dan perdebatan. Setiap pilpres pasti beredar isu pelanggaran HAM karena pemerintah memang tak serius menuntaskannya. ”Ada indikasi saling menutupi. Sebab, semua pensiunan militer yang aktif di zaman Orde Baru pasti punya catatan sejarah. Sayangnya perjuangan menegakkan HAM ternyata tak seperti yang kita harapkan. Banyak juga aktivis mahasiswa 98 yang kini berada di lingkaran mereka.” Dia tak menentang jika para mantan jenderal yang dituduh melakukan pelanggaran HAM itu maju menjadi capres 2014. Ya, selama mantan jenderal itu belum terbukti di

Alui Marundruri

pengadilan, sah-sah saja mereka maju. ”Konstitusi kita juga menjamin semua warga negara berhak jadi presiden selama memenuhi syarat. Namun, kita juga harus melakukan fungsi kontrol yang kritis, agar pola pemerintahan orde baru tak berlaku lagi, yang identik memasung demokrasi. Entah siapa pun pemimpinnya, dari sipil atau militer, demokrasi harus dirawat agar tak terjadi lagi pemerintahan yang otoriter.” Alui berharap masyarakat tetap cerdas dan kritis ketika memilih pemimpin mereka. Tak ada jaminan pemimpin yang berlatar belakang militer atau sipil bisa tegas. Apa ukurannya Habibie, Megawati, atau Abdurrahman Wahid gagal? Apa ukurannya Susilo Bambang Yudhoyono berhasil? Dari sisi mana membandingkannya? Prasyarat sebuah negara yang demokratis adalah masyarakatnya cerdas dan rasional. ”Kita jangan sampai terjebak pencitraan politik. Kalau capres itu mempunyai latar belakang yang buruk, ya jangan dipilih.”

Andreas Hutagalung Haris Azhar

14

INTEGRITAS - April 2013


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.