Apakah Pekerjaan Anda Bagian Dari Pekerjaan Allah?

Page 1


Pujian untuk TIMOTHY KELLER “Buku ini akan segera menjadi karya klasik tentang iman dan pekerjaan, bukan hanya karena isinya yang cerdas, tetapi karena ini mudah diterima ... Dalam dekade pembelajaran dan pelayanan mendatang, buku ini akan segera menjadi salah satu buku kontemporer yang paling penting tentang iman dan pekerjaan.” —Comment Magazine “Konsep tentang keseimbangan adalah sesuatu yang berguna ketika dihubungkan dengan pekerjaan. Timothy Keller dengan cekatan menjelaskan bagaimana kita dapat menikmati pekerjaan kita sembari menghormati Allah dan melayani orang lain, sambil menghindari ekstrem negatif di satu sisi dan penyembahan berhala di sisi lain.“ —The Gospel Coalition “Sebagian besar orang yang duduk di bangku gereja kita pada hari Minggu pagi menghabiskan lebih banyak waktu di tempat kerja daripada di tempat lain. Namun kita terlalu mudah menjadikan mengikuti Yesus adalah persoalan renungan pribadi dan aktivitas gerejawi ... Ini adalah buku yang luar biasa untuk suatu topik penting yang terlalu sering diabaikan.” —Tim Chester “Pelayanan Tim Keller di kota New York adalah pelayanan yang memimpin sebuah generasi orang-orang yang mencari iman dan skeptis. Saya bersyukur kepada Allah karena dia.” —Billy Graham “Lima puluh tahun dari sekarang, jika orang-orang Kristen injili dikenal luas karena kasih mereka terhadap perkotaan, komitmen mereka kepada belas kasih dan keadilan, dan kasih mereka kepada sesamanya, maka Tim Keller akan dikenang sebagai seorang pelopor dari orang-orang Kristen perkotaan yang baru.” —Christianity Today Magazine



L iteratur P erkantas J awa T imur


Apakah Pekerjaan Anda Bagian Dari Pekerjaan Allah? (Every Good Endeavor) Menghubungkan Pekerjaan Anda Dengan Rencana Allah Bagi Dunia oleh Timothy Keller Originally published in English under the title: Every Good Endeavor Copyright Š 2012 by Redeemer City to City and Timothy Keller Published by Penguin Group (USA) Inc. 375 Hudson Street, New York, New York 10014, USA All Right Reserved Under International Copyright Law Alih Bahasa: Lily Endang Joeliani Editor: Sutrisna Harjanto & Milhan K. Santoso Penata Letak: Milhan K. Santoso Desain Sampul:Vici Arif Wicaksono Hak cipta terjemahan Indonesia: Literatur Perkantas Jawa Timur Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Telp. (031) 8413047, 8435582; Faks. (031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jatim adalah sebuah divisi pelayanan literatur di bawah naungan Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas) Jawa Timur. Perkantas Jawa Timur adalah sebuah kegerakan yang melayani siswa, mahasiswa, dan alumni di sekolah dan universitas di Jawa Timur. Perkantas Jatim adalah bagian dari Perkantas Indonesia. Perkantas sendiri adalah anggota dari pergerakan International Fellowship of Evangelical Students (IFES). Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan yang ada secara lokal maupun regional di Jawa Timur dapat menghubungi melalui e-mail: pktas.jatim@gmail.com, atau mengunjungi Website Perkantas Jatim di www.perkantasjatim.org

ISBN: 978-602-1302-05-7 Cetakan Pertama: Agustus 2014

Hak cipta di tangan penerbit. Seluruh atau sebagian dari isi buku ini tidak boleh diperbanyak, disimpan dalam bentuk yang dapat dikutip, atau ditransmisi dalam bentuk apa pun seperti elektronik, mekanik, fotokopi, rekaman, dlsb. tanpa izin dari penerbit.


Bagi para staf dan relawan Redeemer’s Center for Faith & Work, yang melalui gairah dan pelayanan perintisan mereka telah membawa pemuridan seluruh aspek hidup dan keterlibatan budaya dengan basis gereja ke suatu level yang baru.



DAFTAR ISI

Kata Pengantar oleh Katherine Leary Alsdorf.......................... 9 Pendahuluan.......................................................................... 17 BAGIAN SATU: Rencana Allah Tentang Pekerjaan

1. Rancangan Pekerjaan................................................... 31 2. Martabat Pekerjaan...................................................... 41 3. Pekerjaan Sebagai Budidaya......................................... 51 4. Pekerjaan Sebagai Pelayanan........................................ 61 BAGIAN DUA: Masalah Kita Tentang Pekerjaan

5. Pekerjaan Menjadi Tidak Menghasilkan....................... 79 6. Pekerjaan Menjadi Tanpa Tujuan................................. 93 7. Pekerjaan Menjadi Egois.............................................. 107 8. Pekerjaan Mengungkapkan Berhala Kita....................... 123 BAGIAN TIGA: Injil dan Pekerjaan

9. Kisah Baru Bagi Pekerjaan........................................... 147 10. Suatu Konsep Baru Bagi Pekerjaan.............................. 173 11. Kompas Baru Bagi Pekerjaan....................................... 189 12. Kuasa Baru Bagi Pekerjaan........................................... 217 Epilog........................................................................................... 233 Catatan-Catatan........................................................................ 243 Ucapan Terima Kasih.................................................................. 267


Pada tahun 1957, atas anugerah Allah, saya mengalami suatu kebangkitan rohani yang membawa saya kepada suatu hidup yang lebih kaya, lebih penuh, lebih produktif. Pada saat itu, dengan penuh rasa syukur, saya dengan penuh kerendahan hati meminta diberikan cara dan hak istimewa untuk membuat orang lain bahagia melalui musik. Saya merasa permohonan ini telah dikabulkan melalui anugerah-Nya. SEGALA PUJIAN BAGI ALLAH … Album ini adalah persembahan sederhana bagi-Nya. Suatu upaya untuk mengucapkan “TERIMAKASIH YA ALLAH” melalui karya kita, dengan apa yang kita lakukan dengan hati dan lidah kita. Kiranya Dia menolong dan menguatkan semua orang dalam segala pekerjaan baik. —John Coltrane, kutipan, catatan bagi album A Love Supreme


KATA PENGANTAR

Pada tahun 1989, seorang rekan kerja mendesak saya untuk datang ke gerejanya—gereja yang baru dirintis di Manhattan yang namanya Redeemer Presbyterian Church. Saya sudah sepenuhnya divaksin anti gereja bertahun-tahun sebelumnya, sudah yakin bahwa agama dari gereja keluarga saya lebih banyak ritualnya daripada substansinya dan bahwa kecenderungan apa pun yang saya miliki ke arah tersebut dengan mudah dikoreksi oleh pemikiran yang tercerahkan. Tetapi Redeemer menarik perhatian saya karena beberapa hal: Pendetanya cerdas dan bicara seperti manusia normal, ia tampaknya menganggap Alkitab sangat serius, dan ia mencoba menerapkannya ke dalam bagian-bagian hidup yang penting bagi saya—seperti pekerjaan saya. Beberapa tahun kemudian saya memutuskan bahwa sudah tiba waktunya untuk mengambil komitmen iman dan “menyerahkan” hidup saya kepada kebenaran dan janji-janji Alkitab. Saya khawatir bahwa komitmen ini akan mengakhiri ambisi karir dan kenyamanan materi saya karena, sebenarnya, dua orang saudara laki-laki saya yang adalah orang Kristen telah “dipanggil” untuk menjadi misionaris di luar negeri. Salah satunya tinggal di pedalaman Afrika yang tidak memiliki aliran air ledeng atau listrik. Jika saya harus mengutamakan Allah maka saya harus terbuka terhadap panggilan-Nya untuk melayaniNya di mana pun. Dan Dia melakukannya. Beberapa minggu setelah keputusan yang saya ambil, saya dikejutkan oleh mendadak sakitnya atasan saya, CEO perusahaan—dan permintaannya agar saya mengambil alih kepemimpinan perusahaan. Dalam situasi itu, saya menganggapnya sebagai suatu indikasi dari Allah bahwa Dia ingin saya memainkan peran saya bukan di dunia ketiga, tetapi di dunia bisnis. Selama satu dekade berikutnya, saya melayani pada posisi kepemimpinan eksekutif di beberapa perusahaan kewirausahaan teknik di


10

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

New York City, Eropa, dan Silicon Valley. Dalam setiap pekerjaan dan setiap harinya, saya bergulat dengan apa artinya “dipanggil untuk melayani Allah” sebagai seorang pemimpin bisnis. Redeemer dan pendeta seniornya, Tim Keller, telah memberi saya dasar yang baik. Saya belajar bahwa saya seharusnya sudah diubah oleh Injil Yesus Kristus dan karenanya “dipakai oleh Allah” dalam relasi-relasi saya dengan orang lain, dan mungkin bahkan ada perbedaan dalam cara saya memimpin perusahaanperusahaan. Konsep-konsep yang bagus, tetapi seperti apa praktiknya? Teladan yang ada hanya sedikit dan tampaknya hanya ada sisa-sisa peninggalan masa lalu sewaktu sebagian besar orang di Amerika pergi ke gereja. Seorang CEO bercerita bahwa ia menyimpan Alkitab di meja kerjanya dan kadangkala seseorang di perusahaan itu akan bertanya tentang hal itu. Lainnya berdoa dan perusahaannya berkembang. Banyak yang memiliki anggapan bahwa pekerjaannya dalam korporasi terutama sebagai alat untuk menghasilkan banyak uang dan disumbangkan kepada badan amal juga organisasi yang mereka pedulikan. Saat saya bertanya kepada para pendeta dan para pebisnis tentang bagaimana iman mereka berkaitan dengan pekerjaan mereka, mereka sering menjawab bahwa misi utama, jika bukan satu-satunya, seorang Kristen di tempat kerja adalah untuk menginjili orang-orang yang bekerja bersama mereka. Tetapi kebanyakan pebisnis akan cepatcepat menambahkan bahwa penginjilan bukan karunia yang mereka miliki. Dan tidak satu pun dari pendekatan ini membahas bagaimana iman Kristen harus memengaruhi cara mereka bekerja. Dunia teknik pada awalnya, terutama pada tahun 1990-an, agak congkak. Para wirausahawan dan insinyurnya dianggap dewa dalam budaya kita, dan teknologi menjadi jawaban bagi semua masalah dunia. Para karyawan saya memiliki lebih banyak semangat penginjilan tentang visi (dan teknologi) perusahaan daripada orang-orang di gereja mana pun yang saya lihat. Dan harapan akan terjadinya IPOa jauh lebih nyata dan memotivasi daripada khayalan rohani akan sorga yang digambarkan oleh dunia kristiani. Pada sebagian besar waktu, saya bekerja bersama orang-orang yang benar-benar baik—orang-orang IPO = Initial Public Offering = penawaran saham perdana. Dimulainya suatu perusahaan menjual sahamnya di bursa saham. a


K ata P e nga n ta r

11

yang matang, yang karakternya tampaknya bisa berkontribusi secara signifikan terhadap dunia dan yang tampaknya tidak membutuhkan gereja atau Yesus yang ada di Alkitab untuk melakukannya. Saya memperoleh pelajaran-pelajaran penting tentang sukacita di tempat kerja, kesabaran dan harapan, kerja tim dan mengungkapkan kebenaran, dari orang-orang yang tidak memiliki iman yang sama dengan saya. Para staf saya yang mengikuti suatu acara meditasi di akhir pekan tampaknya kembali ke tempat kerja dengan lebih segar dibandingkan dengan mereka yang beribadah pada hari Minggu di suatu gereja Kristen injili. Dengan merendahkan diri, saya mulai lebih memandang pekerjaan saya sebagai suatu cawan di mana Allah sedang menumbuk dan menggerus dan menghaluskan saya, daripada sebagai suatu tempat di mana saya secara aktif dan efektif sedang melayani-Nya. Saya percaya akan kebenaran Injil—bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dan menciptakan manusia dalam gambar dan rupa-Nya kemudian mengutus Anak-Nya untuk menebus segala sesuatu yang telah rusak. Dan saya percaya Allah memiliki suatu maksud bagi saya sebagai seorang pekerja dan pemimpin, bersama banyak orang lain yang bisa membuat suatu perbedaan yang positif dalam dunia. Tetapi dalam dunia kerja yang kompetitif, yang falsafahnya adalah menang dengan cara apa pun, yang harus saya kelola dan pimpin, saya tidak tahu bagaimana menjalani rencana Allah. Gereja-gereja yang saya temukan tampaknya tidak banyak memberi panduan tentang bagaimana saya bisa melakukannya. Kebanyakan pendeta lebih peduli tentang individu-individu menerima keselamatan daripada tentang memuridkan dan memperlengkapi kita untuk melayani di dalam dunia. Pada masa booming Silicon Valley di akhir tahun 1990-an, banyak gereja yang tampaknya tidak menyadari kerusakan apa pun di dunia atau dalam diri mereka sendiri. Banyak yang sangat peduli terhadap orang-orang miskin tidak berpikir tentang bagaimana sistem, struktur, dan budaya dari industri-industri yang kita miliki mungkin sebenarnya berkontribusi terhadap kerusakan dalam budaya kita. Menghidupi iman di dalam pekerjaan saya tampaknya hanya dialihkan kepada suatu gerakan simbolis kecil-kecilan, kepada pantangan munafik atas perilaku-perilaku tertentu, dan kepada keselarasan politis atas isu-isu budaya dan hukum yang popular pada masa itu.


12

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

Perusahaan terakhir yang saya pimpin memberikan suatu pengalaman kepemimpinan yang luar biasa. Saya mengambil alih dari pendirinya, yang telah merayu sebagian besar staf dan para pelanggan awalnya dengan suatu visi mengagumkan akan inovasi produk dan besarnya hasil IPO. Pada awal tahun 2000-an kami diperebutkan oleh bank-bank investasi yang merayu kami dengan potensi penilaian IPO sebesar 200 sampai 350 juta dolar. Kami belum memiliki produknya, tetapi sudah ada beberapa produk percobaan yang dilempar kepada pengguna awal. Tugas saya adalah memenangkan kepercayaan para staf, para investor, dan para pelanggan, sambil meluncurkan produkproduk yang memenuhi janji-janji kami dan menggalang dana segar untuk membuat investasi kami mencapai titik balik modal. Ada tekanan setiap hari untuk membuat berbagai kemajuan dalam semua hal ini. Dalam prosesnya saya berpikir mati-matian tentang bagaimana Injil harus masuk ke dalam segala hal ini. Di bawah ini adalah beberapa pengamatan yang saya lakukan pada masa itu: • Injil meyakinkan saya bahwa Allah peduli akan segala sesuatu yang saya lakukan dan akan mendengarkan doa-doa saya. Dia mungkin tidak menjawabnya dengan cara yang saya inginkan, tetapi jika Dia tidak melakukannya itu karena Dia mengetahui hal-hal yang tidak saya ketahui. Tingkat keberhasilan atau kegagalan saya adalah bagian dari rencana-Nya yang baik bagi saya. Allah adalah sumber kekuatan dan ketekunan saya. • Injil mengingatkan kita bahwa Allah peduli terhadap produk-produk yang kita buat, perusahaan tempat kita bekerja, dan pelanggan yang kita layani. Dia bukan hanya mengasihi kita, tetapi juga mengasihi dunia dan ingin kita melayani dunia dengan baik. Pekerjaan saya adalah suatu cara yang penting, yang melaluinya Allah memedulikan umat manusia dan memperbarui dunia ciptaan-Nya. Allah memberi kita visi dan harapan. • Injil adalah kabar baik. Meminjam perkataan pendeta dan konselor Jack Miller, “Bergembiralah: Engkau adalah orang yang lebih berdosa dari yang engkau sendiri berani bayangkan, dan engkau lebih dikasihi daripada yang engkau berani harapkan.”1 Dengan kata lain, saya akan terus melakukan kesalahan dan dosa. Walaupun demikian, Allah akan menang dalam hidup saya melalui kebaikan dan anugerah-Nya. • Injil memberi makna kepada pekerjaan kita sebagai para pemimpin. Kita seharusnya memperlakukan semua orang dan pekerjaan mereka


K ata P e nga n ta r

13

dengan penuh martabat. Kita harus menciptakan suatu lingkungan di mana orang bisa berkembang dan menggunakan anugerah-anugerah yang Allah berikan kepada mereka untuk berkontribusi terhadap masyarakat. Kita adalah perwujudan anugerah, kebenaran, pengharapan, dan kasih dalam organisasi-organisasi yang kita ciptakan. • Kita harus mengekspresikan relasi kita dengan Allah dan anugerah-Nya dengan cara kita berbicara, bekerja, dan memimpin, bukan sebagai teladan-teladan yang sempurna tetapi sebagai penunjuk kepada Kristus.

Setelah delapan belas bulan bekerja tanpa kenal lelah, perusahaan itu gagal. Kami adalah bagian dari gelembung (bubble) Internet, dan saat gelembung itu meletus, kami ikut di dalamnya. Walaupun kami berhasil melempar produk kami ke pasaran tepat waktu, kami tidak bisa menghasilkan uang yang kami butuhkan setelah modal ventura kami mengering. Kami mempertahankan para bank untuk mencari pembeli yang akan memampukan kami setidaknya tetap bisa menghasilkan produk itu, mempertahankan beberapa staf untuk tetap bekerja, dan menghasilkan laba bagi para investor kami. Namun rasa takut terhadap bursa menjadikan para pembeli yang baru saja kami rayu ketakutan hanya beberapa hari sebelum menandatangani perjanjian. Saya harus memutuskan hubungan kerja dengan ratusan orang pada hari berikutnya dan menjual harta intelektual kami. Bagaimana mungkin semua kerja keras yang baik ini bisa sangat keliru? Pertanyaan-pertanyaan dan protes-protes saya ajukan kepada Allah dalam level pribadi, perusahaan, dan industri. Mengapa Allah tidak memungkinkan keberhasilan kami padahal Dia sudah begitu jelas “memanggil� saya ke dalam pekerjaan ini? Saya sudah berusaha melakukan apa yang benar bagi para karyawan kami dan sekarang mereka kehilangan pekerjaan di pasar yang ambruk. Yang lebih buruk lagi, apakah saya sudah ikut menyebabkan Internet “bubble and bust�b ini dengan visi perusahaan kami tentang penghasilan dan nilai Bubble and bust mengacu pada istilah boom and bust. Boom and bust adalah istilah kapitalisme di mana harga investasi naik dengan sangat cepat tetapi kemudian anjlok dengan sama cepatnya, membawa kerusakan nilai yang sangat besar terhadap ekonomi sektoral. Lihat http://en.wikipedia.org/wiki/Boom_ and_bust. Bubble and bust mengacu pada fenomena yang sama dalam bidang Internet, di mana harga saham perusahaan-perusahaan dalam industri Internet b


14

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

perusahaan yang meroket? Apa tanggungjawab saya terhadap semua pemangku kepentingan kami, termasuk terhadap budaya industri pada umumnya? Pebisnis Kristen yang pernah saya dengar berbicara hanyalah mereka yang memuji Allah akan keberhasilan mereka; lalu bagaimana saya harus menghadapi kegagalan ini? Saya menginginkan suatu Injil yang memiliki kabar baik bahkan untuk hal ini. Suatu hal yang mengagumkan terjadi saat saya mengumumkan bahwa besok adalah hari terakhir kami, walaupun saya membutuhkan beberapa waktu untuk bisa benar-benar menghargai keindahan dan anugerah di baliknya. Para staf, atas inisiatif mereka sendiri, membuat rencana untuk kembali masuk kerja keesokan harinya—tanpa bayaran—untuk merayakan kebersamaan mereka dan pekerjaan yang telah mereka lakukan. Walaupun perayaan itu terasa pahit-manis, mereka membawa alat-alat musik untuk dimainkan bagi sesama pekerja atau mendemonstrasikan tai chi yang diajarkan kepada mereka di malam hari, dan mereka tertawa mengenang masa-masa menyenangkan bersama-sama. Saya merasa kagum. Mereka menghargai budaya, organisasi, di mana mereka menemukan sejumlah sukacita dalam pekerjaan dan dalam relasi mereka terhadap satu sama lain—terlepas dari hasil akhirnya. Pada akhirnya saya bisa melihat hari itu sebagai suatu gambaran sekelebatan akan keberadaan Allah di tempat kerja, melakukan apa yang Allah lakukan: menyembuhkan dan memperbarui dan menebus. Saya rasa bisa disebut balasan yang setimpal bahwa respons terhadap semua kekecewaan saya akan kurangnya dukungan gereja adalah enam bulan kemudian, Redeemer Presbyterian Church mengundang saya untuk pindah kembali ke New York, untuk menolong mereka memulai suatu pelayanan bagi orang-orang di dunia kerja. Setelah satu dekade bergumul bersama Allah, merenungkan kuasa transformasi Injil, dan mengeluhkan kurangnya panduan dan dukungan dari gereja tentang pekerjaan, saya diberi kesempatan untuk menolong orang lain untuk menjalani pengharapan dan kebenaran Injil secara yang meningkat dengan tajam pada sekitar tahun 1999-2001, kemudian tibatiba menukik juga dengan tajam pada akhir 2001. http://en.wikipedia.org/ wiki/Dot-com_bubble.


K ata P e nga n ta r

15

lebih baik dalam panggilan karir mereka. Buku ini menggambarkan beberapa cara berpikir yang mendasar tentang Allah, Yesus, Roh Kudus; siapa kita dalam relasi dengan Tritunggal itu; dan bagaimana semua ini memengaruhi pekerjaan yang diciptakan bagi kita untuk dilakukan. Bagaimana cara kita bekerja— dalam konteks budaya, historis, pekerjaan, dan organisasi kita—adalah sesuatu yang kita semua perlu pikirkan baik-baik dalam komunitas kita masing-masing. Tetapi semua jawabannya akan tergantung pada teologia yang penting ini: pengetahuan akan siapa Allah, relasi-Nya dengan manusia, rencana-Nya bagi dunia, dan bagaimana kabar baik (atau Injil) tentang Kristus menjungkirbalikan hidup dan cara bekerja kita. Saya berterimakasih kepada Tim Keller untuk caranya menerapkan Injil kepada kehidupan pekerjaan kita dalam khotbah-khotbahnya dan kepemimpinannya selama dua puluh lima tahun terakhir ini. Dan saya berterimakasih bahwa ia mengambil waktu untuk menuliskan hal-hal yang mendasar ini ke dalam buku ini, jadi kita semua bisa menggali lebih bagaimana Allah memanggil kita untuk hidup dengan setia saat kita bekerja.

Katherine Leary Alsdorf Direktur Eksekutif, Center for Faith and Work di Redeemer



PENDAHULUAN

Pentingnya Memulihkan Vokasi Buku penting karangan Robert Bellah, Habits of the Heart, menolong banyak orang menamai hal-hal yang pernah (dan masih) menggerogoti kekohesifan budaya kita—yaitu “indivualisme yang ekspresif”. Di buku-buku lain, Bellah berargumen bahwa orang-orang Amerika telah menciptakan suatu budaya yang meninggikan pilihan dan ekspresi individual sampai pada tingkat di mana tidak ada lagi kehidupan yang dijalani bersama, tidak ada kebenaran yang menyeluruh atau nilai-nilai yang mengikat kita menjadi satu. Seperti yang ditulis Bellah, “… kita bergerak kepada pengesahan yang makin besar akan sakralnya pribadi individu, [tetapi] kapasitas kita untuk membayangkan suatu jalinan sosial yang bisa menyatukan individu-individu juga makin hilang.… Kesakralan individu tidak diimbangi dengan kesadaran akan keadaan keseluruhan atau kepedulian terhadap kebaikan bersama.”2 Tetapi menjelang akhir buku Habits, si penulis mengajukan suatu tolok ukur yang akan banyak bermanfaat untuk menjalin kembali budaya yang sedang makin terurai: Untuk membuat perbedaan yang nyata … [harus ada] suatu penegakan ulang ide vokasi atau panggilan, kembali dengan cara baru kepada ide tentang pekerjaan sebagai kontribusi terhadap kebaikan bersama dan bukan hanya sebagai suatu cara untuk memajukan diri sendiri.3

Ini adalah pernyataan yang mengagumkan. Jika Bellah benar, salah satu harapan bagi masyarakat kita yang sedang makin terurai adalah dipulihkannya gagasan bahwa semua pekerjaan manusia bukan hanya sekadar pekerjaan tetapi suatu panggilan. Kata dalam bahasa Latin vo-


18

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

care—memanggil—adalah akar dari kata “vocation (vokasi)”. Sekarang ini, kata vokasi seringkali maknanya hanyalah suatu pekerjaan, tetapi bukan seperti itu makna asalnya. Suatu pekerjaan menjadi suatu vokasi hanya jika orang lain memanggil Anda untuk melakukannya dan Anda melakukannya bagi mereka daripada bagi diri Anda sendiri. Jadi pekerjaan kita hanya bisa menjadi suatu panggilan jika dibayangkan ulang sebagai suatu misi pelayanan bagi sesuatu yang di luar minat kita belaka. Seperti yang akan kita lihat, memikirkan pekerjaan hanya sebagai alat pemenuhan dan aktualiasai diri secara perlahan akan meremukkan diri seseorang dan—seperti yang telah ditunjukkan oleh Bellah dan banyak orang lainnya—merusak masyarakat itu sendiri. Tetapi jika kita ingin “menegakkan ulang” suatu ide yang sudah lama, kita harus melihat asal usul ide itu. Dalam hal ini, sumber dari ide pekerjaan sebagai panggilan adalah Kitab Suci kristiani. Jadi, dengan memerhatikan tantangan Bellah, dalam buku ini kita akan melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk menolong menginspirasi keterkaitan yang transformatif dan revolusioner antara iman Kristen dan dunia kerja. Kita akan mengacu kepada keterkaitan ini—dan semua gagasan-gagasan serta praktik-praktik yang mengelilinginya— sebagai “integrasi iman dan pekerjaan.”

Banyaknya “Aliran” Iman dan Pekerjaan Kita tidak sendirian dalam upaya ini. Mungkin sejak terjadinya Reformasi Protestan belum pernah ada begitu banyak perhatian atas relasi antara iman Kristen dengan pekerjaan seperti sekarang ini. Jumlah buku-buku, proyek-proyek ilmiah, program-program akademik, dan diskusi online tentang topik ini telah berkembang secara eksponensial dalam dua dekade terakhir. Namun demikian, orang-orang Kristen yang mencari panduan praktis bagi pekerjaan mereka seringkali tidak memperoleh layanan yang baik oleh gerakan yang makin berkembang ini. Beberapa, seperti Katherine Leary Alsdorf (lihat Kata Pengantar), merasa frustrasi karena dangkalnya nasihat-nasihat dan teladan-teladan yang ada. Lainnya merasa limbung oleh keanekaragaman—beberapa menyebutnya hiruk-pikuk—suara-suara pemberi nasihat tentang bagaimana menjadi orang Kristen di dunia kerja.


Pe n da h u lua n

19

Kita bisa menganggap “gerakan iman dan pekerjaan� sekarang ini sebagai suatu sungai yang memiliki sejumlah mata air dari berbagai hulu sungai. Mungkin sebagian besar energi dan kebanyakan kelompok yang mencoba menolong orang mengintegrasikan iman dan pekerjaan adalah mereka yang memiliki pemahaman injili akan Alkitab dan iman kristiani, tetapi ada kontribusi yang sangat signifikan dari tradisi-tradisi dan sayap-sayap lain dari iman Kristen. Gerakan ekumenikal telah menyumbangkan suatu penekanan agar orang-orang Kristen menggunakan pekerjaan mereka untuk memajukan keadilan sosial dalam dunia. Hal ini menolong kita memahami bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan penuh iman menuntut diterapkannya etika-etika Kristen yang jelas.4 Gerakan kelompok kecil dari abad ke dua puluh menekankan kebutuhan orang-orang percaya untuk saling mengayomi dan saling mendukung dalam pergumulan dan kesulitan kerja. Ini menunjukkan kepada kita bahwa bekerja dengan penuh iman membutuhkan pembaruan rohani dari dalam dan tranformasi hati.5 Dorongan hati dari gerakan kebangunan rohani di dalam penginjilan telah memandang dunia kerja utamanya sebagai tempat untuk menjadi saksi bagi Yesus Kristus.6 Bekerja dengan penuh iman memang memiliki semacam makna identifikasi dengan Yesus secara publik, sedemikian rupa sehingga seorang rekan kerja mungkin ingin tahu lebih banyak tentang Dia. Banyak yang telah mencari sumber-sumber yang lebih tua bagi integrasi iman dan pekerjaan. Para tokoh Reformasi Protestan abad ke enam belas, terutama Martin Luther dan John Calvin, berargumen bahwa semua kerja keras, bahkan yang disebut pekerjaan sekular, sama-sama merupakan panggilan dari Allah seperti halnya pelayanan para biarawan atau pendeta.7 Sumber-sumber awal dari teologia Lutheran meletakkan penekanan khusus akan martabat semua pekerjaan, dengan memerhatikan bahwa Allah memelihara, memberi sandang, pangan, papan, dan dukungan bagi umat manusia melalui pekerjaan kita sebagai manusia. Saat kita bekerja, seperti yang dikatakan oleh mereka yang ada dalam tradisi Lutheran, kita adalah “jari jemari Allah�, saluran kasih pemeliharaan-Nya bagi sesama. Pemahaman ini mengangkat tujuan bekerja dari sekadar mencari nafkah menjadi mengasihi sesama dan pada saat yang sama melepaskan kita dari be-


20

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

ban yang meremukkan yaitu bekerja dengan tujuan utamanya adalah pembuktian diri. Mereka yang ada dalam tradisi Calvinis, atau “Reform”, seperti Abraham Kuyper, membicarakan aspek lain dari gagasan pekerjaan sebagai panggilan Allah. Kerja bukan hanya peduli terhadap ciptaan, tetapi juga mengarahkan dan memberinya struktur. Dalam pandangan Reform ini, tujuan bekerja adalah menciptakan suatu budaya yang menghormati Allah dan memampukan manusia untuk berkembang. Ya, kita harus mengasihi sesama kita, tetapi kekristenan memberi kita pengajaran-pengajaran yang sangat spesifik tentang natur manusia dan apa yang membuat umat manusia sejahtera. Kita harus memastikan bahwa pekerjaan kita dilakukan sejalan dengan pemahaman-pemahaman ini. Maka, bekerja dengan penuh iman adalah beroperasi menurut suatu “cara pandang” kristiani. Semua tradisi yang berbeda-beda ini memberi jawaban yang agak berbeda-beda terhadap pertanyaan mengenai bagaimana kita harus melakukan tugas memahami ulang panggilan. Aliran-aliran yang ada seringkali membingungkan orang-orang Kristen, karena pandanganpandangan ini tidak saling melengkapi secara sempurna. Teologia Lutheran cenderung menolak ide Reform tentang “worldview” dan berargumen bahwa orang-orang Kristen seharusnya tidak melakukan kerjanya dengan cara yang sangat berbeda dari orang-orang non-Kristen. Sebagian besar gereja-gereja arus utama tidak merasakan urgensi yang sama dengan kaum injili untuk menginjili, karena mereka tidak memandang kekristenan klasik sebagai satu-satunya jalan bagi keselamatan. Banyak yang mendapati penekanan dari para penulis dan organisasi-organisasi berorientasi worldview terlalu kognitif, dengan hanya sedikit penekanan pada perubahan di dalam hati. Dan bahkan orang-orang ini tidak bisa sepakat tentang seperti apa penampakan dari tranfomasi batiniah dan pertumbuhan rohani itu. Jadi jika Anda adalah orang Kristen yang berusaha memelihara iman dalam pekerjaan Anda, Anda mungkin mendapati diri Anda mencoba menimbang-nimbang berbagai pendapat yang saling berbeda seperti ini: • Cara untuk melayani Allah dalam dunia kerja adalah mengupayakan keadilan sosial di dalam dunia. • Cara untuk melayani Allah dalam dunia kerja adalah jujur secara pri-


Pe n da h u lua n

21

badi dan memberitakan Injil pada rekan-rekan kerja Anda. • Cara untuk melayani Allah dalam dunia kerja adalah melakukan pekerjaan yang terampil dan sangat baik. • Cara untuk melayani Allah dalam dunia kerja adalah menciptakan keindahan. • Cara untuk melayani Allah dalam dunia kerja adalah bekerja menurut motivasi kristiani untuk memuliakan Allah, berusaha melibatkan dan memengaruhi budaya kerja yang ada ke arah tujuan itu. • Cara untuk melayani Allah dalam dunia kerja adalah bekerja dengan hati yang penuh syukur, sukacita, diubahkan Injil meskipun dalam situasi yang naik turun. • Cara untuk melayani Allah dalam dunia kerja adalah melakukan apa pun yang memberi Anda sukacita dan gairah yang terbesar. • Cara untuk melayani Allah dalam dunia kerja adalah menghasilkan sebanyak mungkin uang, sehingga Anda bisa bersikap semurah hati mungkin.

Sejauh mana pendapat-pendapat ini saling melengkapi atau sebenarnya saling bertentangan? Ini adalah pertanyaan yang sulit, karena setidaknya ada sejumlah jaminan alkitabiah dalam masing-masing pendapat tersebut. Dan kesulitannya bukan hanya terletak pada berbagai komitmen teologis dan faktor-faktor budaya yang terkait di dalamnya, tetapi juga pada cara mereka beroperasi dengan cara yang berbeda-beda bergantung pada bidang atau jenis pekerjaannya. Etika-etika, motif-motif, identitas, kesaksian, dan cara pandang membentuk pekerjaan kita dengan cara yang sangat berbeda-beda tergantung dari bentuk pekerjaannya. Misalnya, ada seorang seniman seni rupa Kristen yang secara teratur menunjukkan kepedulian akan keadilan, menjalani karirnya secara jujur dalam setiap transaksi, memiliki dukungan dari sesama untuk menolongnya melayari gelombang kehidupan, mengijinkan orangorang lain dalam bidangnya tahu akan iman Kristennya, dan memahami karya seninya sebagai tindakan pelayanan bagi Allah dan sesama daripada sebagai suatu cara untuk memperoleh nilai diri dan status. Apakah hanya itu makna mengintegrasikan iman dengan pekerjaannya? Sebagai tambahan terhadap semua itu, apakah pengajaran Kristen tentang natur dari realitas sudah sesuai dengan apa yang digambarkannya dan cara menggambarkannya dalam karya seninya? Apakah


22

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

ini akan memengaruhi kisah apa yang diceritakannya dalam karya seninya? Apakah karya seninya akan dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinannya akan dosa, penebusan, dan pengharapan akan masa depan? Tampaknya demikian. Jadi kita menemukan bahwa pekerjaan yang penuh iman menuntut kehendak, emosi, jiwa, dan pikiran—saat kita memikirkan dan menjalani berbagai implikasi dari keyakinan-keyakinan kita di atas kanvas pekerjaan kita sehari-hari. Di sisi lain, bagaimana jika Anda adalah seorang pianis Kristen, atau seorang pembuat sepatu? Bagaimana cara pandang kristiani memengaruhi jenis sepatu yang Anda ciptakan, atau cara Anda memainkan lagu Moonlight Sonata? Jawabannya tidak terlalu jelas. Siapa yang akan membebaskan kita dari segala kerumitan ini? Kebanyakan orang yang telah mulai membaca buku-buku atau terlibat dalam kelompok-kelompok yang mengintegrasikan iman dan pekerjaan (a) hanya mengikuti salah satu aliran teologis, atau (b) sudah bingung karena membaca atau mendengar pengajaran yang saling bertentangan dari berbagai aliran. Ada kecenderungan bagi gerejagereja dan organisasi-organisasi yang menekankan integrasi iman dan pekerjaan menjadi agak tidak seimbang, karena hanya menekankan satu atau dua alur cerita dan mengabaikan yang lainnya. Namun sekadar menggabungkan segala penekanan—dan berharap bahwa semua itu berkembang menjadi sesuatu yang utuh—bukanlah solusinya. Kami tidak berharap bisa menyelesaikan semua perbedaan itu dalam buku ini. Tetapi kami berharap bisa memperjelas segala sesuatunya. Dan kita bisa mulai dengan melakukan dua pengamatan tentang daftar dalil di atas. Pertama, jika Anda mengubah setiap dalil dengan menambahkan kata “utama”—misalnya “cara utama untuk melayani Allah dalam dunia kerja adalah …”—maka pandangan-pandangan itu memang saling bertentangan. Anda akan harus memilih satu atau dua di antaranya dan membuang lainnya. Kenyataannya, sebagian besar orang yang membahas isu-isu iman dan pekerjaan melakukan hal tersebut, baik tersirat maupun terang-terangan. Tetapi jika Anda mempertahankan pernyataan-pernyataan itu apa adanya, bahwa masing-masing adalah suatu cara untuk melayani Allah melalui pekerjaan, maka pendapat yang berbeda-beda itu pada akhirnya akan saling melengkapi. Kedua, seperti yang telah kita perhatikan, faktor-faktor


23

Pe n da h u lua n

ini bisa menyandang berbagai bentuk yang berbeda-beda dan tingkat status yang berbeda-beda pula tergantung dari jenis pekerjaan, budaya, dan momen sejarah tertentu yang sedang Anda hadapi. Saat kita mengingat kedua prinsip ini baik-baik, kita bisa maju dengan memandang beragam aliran, pernyataan, dan kebenaran sebagai sejenis kotak peralatan untuk digunakan membangun suatu model integrasi iman dan pekerjaan dalam bidang, waktu, dan tempat Anda masingmasing. Sama pentingnya dengan memperjelas ide-ide ini, kami bertujuan untuk membuat mereka makin hidup, nyata, dan praktis. Sasaran kami adalah memberi makanan kepada imajinasi Anda dan mengusik tindakan Anda dengan kekayaan dari apa yang dikatakan iman kristiani (secara langsung dan tidak langsung) tentang topik yang tak kunjung selesai dibahas ini. Alkitab dipenuhi dengan hikmat, sumber daya, dan pengharapan bagi siapa pun yang belajar untuk bekerja, mencari pekerjaan, sedang bekerja, atau akan bekerja. Dan saat kita berkata bahwa Alkitab “memberi kita harapan” akan pekerjaan, pada saat yang sama kita mengakui betapa pekerjaan bisa membuat kita merasa frustrasi dan bahwa pekerjaan itu bisa sangat sulit dan betapa besarnya pengharapan rohani untuk bisa menghadapi tantangan untuk mengejar panggilan dalam dunia ini. Saya tidak mengenal kesaksian yang lebih provokatif terhadap harapan ini daripada kisah kecil milik J.R.R. Tolkien yang sering terlewatkan: “Leaf by Niggle.”

Di Sana Memang Ada Pohon Saat J.R.R. Tolkien sedang dalam proses menulis The Lord of the Rings selama beberapa waktu, ia tiba di suatu momen kebuntuan.9 Ia memperoleh suatu visi tentang sejenis kisah yang belum pernah ada di dunia. Sebagai seorang sarjana terkemuka dalam Bahasa Inggris Kuno dan bahasa-bahasa Eropa Utara kuno yang terkemuka, ia tahu bahwa kebanyakan mitos-mitos Inggris kuno tentang penghuni “Faerie”— peri-peri, kurcaci-kurcaci, raksasa-raksasa, dan penyihir-penyihir—telah hilang (tidak seperti mitos-mitos dari Yunani dan Romawi atau bahkan wilayah Skandinavia). Ia selalu bermimpi untuk menciptakan ulang dan membayangkan ulang seperti apa kelihatannya mitologi Inggris kuno.


24

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

The Lord of the Rings berakar pada dunia yang sudah hilang ini. Proyek ini menuntut diciptakannya setidaknya dasar-dasar dari beberapa bahasa dan budaya khayalan, serta ribuan tahun sejarah berbagai negara— semuanya untuk bisa memberi kisah itu kedalaman dan realisme yang dibutuhkan, yang diyakini Tolkien penting agar cerita itu bisa menarik. Saat ia sedang mengerjakan naskahnya, ia tiba di suatu tempat di mana kisahnya terpecah menjadi sejumlah subplot. Karakter-karakter utama sedang melakukan perjalanan ke berbagai tempat dari dunia imajinernya, menghadapi berbagai jenis bahaya, dan mengalami beberapa rangkaian peristiwa yang rumit. Sungguh suatu tantangan besar untuk mengembangkan semua sub-kisah ini dengan jelas kemudian menciptakan solusi yang memuaskan bagi masing-masing. Bukan hanya itu, tetapi Perang Dunia II telah dimulai, dan walaupun Tolkien yang sudah berusia lima puluh tahun tidak dipanggil masuk militer, bayang-bayang gelap peperangan menyerangnya. Ia telah mengalami secara langsung kengerian Perang Dunia I dan tidak pernah melupakannya. Inggris kini berada dalam posisi yang genting, dengan ancaman serbuan di depan mata. Siapa yang tahu apakah ia akan tetap bisa bertahan hidup dalam perang itu bahkan sebagai warga sipil? Ia mulai merasa putus asa, takut tidak bisa menyelesaikan karya besar dalam hidupnya. Ini bukan hanya pekerjaan yang sudah dilakukan selama beberapa tahun belaka. Saat ia mulai menuliskan The Lord of the Rings, ia sudah mengerjakan bahasa-bahasa, sejarah-sejarah, dan kisah-kisah di balik ceritanya selama berpuluh-puluh tahun. Adanya pemikiran bahwa ia tidak bisa menyelesaikannya adalah “pikiran yang mengerikan dan membekukan.”10 Pada masa itu ada sebatang pohon di jalanan dekat rumah Tolkien, dan pada suatu hari ia bangun tidur dan mendapati pohon itu telah ditebang dan dipotong-potong oleh seorang tetangganya. Ia mulai memikirkan mitologinya sebagai “Pohon batiniah”-nya yang mungkin menderita nasib yang sama. Ia telah kehabisan “penemuan dan energi mental.”11 Pada suatu pagi ia terbangun dengan suatu kisah pendek di benaknya dan menuliskannya. Saat harian Dublin Review meminta suatu tulisan darinya, ia mengirimkan kisah itu dengan judul “Leaf by Niggle”. Kisah itu adalah tentang seorang pelukis. Pada baris-baris awal kisah itu, kita membaca dua hal tentang si


Pe n da h u lua n

25

pelukis. Pertama, namanya adalah Niggle. Oxford English Dictionary di mana Tolkien adalah salah satu kontributornya, mendefinisikan “niggle” sebagai “bekerja … dengan cara yang bertele-tele atau tidak efektif … menghabiskan waktu secara sia-sia pada detail-detail yang sepele.”12 Niggle tentu saja adalah Tolkien sendiri, yang tahu dengan sangat baik bahwa ini adalah salah satu kekurangannya. Ia adalah seorang perfeksionis, selalu tidak puas dengan apa yang sudah dihasilkannya, seringkali perhatiannya teralih dari isu-isu yang lebih penting dengan meributkan detail-detail yang kurang penting, cenderung mudah khawatir dan menunda-nunda. Demikian pula Niggle. Juga diceritakan kepada kita bahwa Niggle “harus melakukan perjalanan panjang. Ia tidak ingin pergi, bahkan ia tidak menyukai keseluruhan ide itu; tetapi ia tidak bisa meloloskan diri.” Niggle terus menerus menundanya, tetapi ia tahu bahwa ia tidak bisa menghindari perjalanan itu. Tom Shippey, yang juga mengajar sastra Inggris kuno di Oxford, menjelaskan bahwa dalam sastra Anglo-Saxon “perjalanan panjang yang harus dilakukan” adalah kematian.13 Niggle memiliki suatu gambar khusus yang dicoba untuk dilukisnya. Dalam benaknya ada gambar sepucuk daun, kemudian keseluruhan pohonnya. Lalu dalam khayalannya, di balik pohon itu “suatu negara mulai terbuka; dan ada kilasan-kilasan di mana hutan berbaris di atas daratan, dan gunung-gunung yang puncaknya tertutup salju.” Niggle kehilangan minat atas semua gambar yang lain, dan untuk mengakomodasi visinya, ia membentangkan suatu kanvas yang begitu besar sehingga ia membutuhkan tangga. Niggle tahu ia harus mati, tetapi ia berkata kepada dirinya sendiri, “Setidaknya, aku akan menyelesaikan satu gambar ini, gambarku yang sebenarnya, sebelum aku harus pergi dalam perjalanan terkutuk itu.” Jadi ia mengerjakan kanvas itu, “memberi sentuhan di sini, dan menghapus satu bagian di sana,” tetapi ia tidak pernah menyelesaikan banyak hal. Ada dua alasannya. Pertama, karena ia adalah “jenis pelukis yang bisa melukis dedaunan lebih baik dari pohonnya. Ia terbiasa menghabiskan banyak waktu pada satu pucuk daun …” mencoba melukiskan bayangan dan warna dan titik-titik embun sampai benar. Jadi tidak peduli seberapa pun kerasnya ia bekerja, sangat sedikit yang diselesaikannya di atas kanvas itu. Alasan kedua adalah “kebaikan


26

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

hati”-nya. Niggle terus menerus teralih perhatiannya karena begitu banyak tetangganya yang memintanya melakukan berbagai hal bagi mereka—dan ia melakukannya. Secara khusus, tetangganya Parish, yang tidak menghargai lukisan Niggle sama sekali, meminta Niggle untuk melakukan banyak hal baginya. Pada suatu malam saat Niggle merasa, dengan tepat, bahwa waktunya sudah hampir tiba, Parish mendesaknya untuk keluar di udara yang basah dan dingin untuk menjemput dokter bagi istrinya yang sedang sakit. Akibatnya Niggle jatuh sakit, meriang dan demam, dan sementara ia bekerja sekeras mungkin untuk menyelesaikan gambar yang belum diselesaikannya, Sang Inspektur menelepon, dan Sang Pengemudi datang untuk membawa Niggle dalam perjalanan yang telah ditundanya. Saat ia menyadari bahwa ia harus pergi, tangisnya meledak, “’Ya, ampun!’ ujar Niggle yang malang, mulai menangis, ‘Padahal gambar ini belum selesai!’” Beberapa waktu setelah kematiannya orang-orang yang membeli rumahnya memerhatikan bahwa di atas kanvas itu hanya ada “satu daun yang cantik” yang tetap utuh. Dan lukisan itu dibawa ke Museum Kota, “dan setelah sekian lama ‘Leaf: by Niggle” hanya tergantung di sebuah tempat tersembunyi, dan hanya dilihat oleh sedikit orang.” Tetapi kisahnya tidak berhenti di situ. Setelah meninggal, Niggle ditempatkan di suatu kereta api ke arah gunung yang ada di kehidupan sorgawi. Pada suatu titik dari perjalanannya ia mendengar dua Suara. Yang satu tampaknya adalah Keadilan, suara yang berat, yang mengatakan bahwa Niggle membuang-buang begitu banyak waktu sia-sia dan hanya menyelesaikan sedikit hal dalam hidupnya. Tetapi suara yang lain, yang lebih lembut (“walaupun tidak lunak”), yang tampaknya adalah Kemurahan, menanggapi bahwa Niggle telah memilih berkorban bagi sesama, tahu dengan jelas apa yang dilakukannya. Sebagai imbalannya, saat Niggle ditempatkan di pinggiran negeri sorgawi, ia tiba-tiba melihat sesuatu agak di pinggir. Ia tak bisa memercayai penglihatannya. Ia berlari mendekatinya—dan di sana: “Di hadapannya berdirilah Pohon itu, Pohonnya, selesai terlukis; daundaunnya terbuka, ranting-rantingnya berkembang dan meliuk tertiup angin yang telah begitu sering Niggle rasakan atau khayalkan, namun begitu sering gagal ditangkapnya. Ia memandangi Pohon itu, dan


Pe n da h u lua n

27

perlahan-lahan ia mengangkat tangannya dan membukanya lebarlebar. ‘Ini adalah anugerah!’ ujarnya.”14 Dunia sebelum kematian—negerinya yang lama—sudah hampir melupakan Niggle sama sekali, dan di sana karyanya berakhir tanpa terselesaikan dan hanya bermanfaat untuk sedikit orang. Tetapi di negerinya yang baru, dunia yang nyata secara permanen, ia mendapati bahwa pohonnya, dalam detail yang penuh dan selesai, bukan hanya khayalannya semata yang telah mati bersamanya. Tidak, pohon itu benar-benar bagian dari Realitas yang Nyata yang akan hidup dan dinikmati selamanya.15 Saya telah menceritakan kisah ini berkali-kali kepada orang-orang di berbagai profesi—terutama kepada para seniman dan orang-orang lain di bidang kreatif—dan terlepas dari keyakinan mereka tentang Allah dan dunia setelah kematian, mereka seringkali sangat tersentuh. Tolkien memiliki pemahaman yang sangat kristiani tentang seni dan, sebenarnya, tentang segala jenis pekerjaan.16 Ia percaya bahwa Allah memberi kita talenta-talenta dan karunia-karunia sehingga kita bisa saling melakukan bagi satu sama lain apa yang Dia ingin lakukan bagi kita dan melalui kita. Para seniman literatur mengisi hidup orang dengan makna melalui penceritaan kisah-kisah yang mengekspresikan hakikat realitas.17 Niggle yakin bahwa pohon yang telah “dirasakan dan dikhayalkannya” adalah “suatu bagian nyata dari ciptaan”18 dan bahwa walaupun hanya sedikit dari pohon itu yang diungkapkannya kepada orang-orang di dunia, itu adalah bagian dari suatu visi akan Kebenaran. Tolkien sangat terhibur oleh kisahnya sendiri, seperti yang diungkapkan oleh penulis biografinya, Humphrey Carpenter. Kisah itu menolong “mengusir sejumlah ketakutan yang dirasakan Tolkien, dan membuatnya mampu bekerja lagi,” walaupun persahabatan dengan dan desakan penuh kasih dari C.S. Lewis juga menolongnya kembali menulis.19 Para seniman dan pengusaha bisa mengenali diri mereka dalam sosok Niggle. Mereka bekerja berdasarkan visi, seringkali visi yang sangat besar, akan suatu dunia yang mereka bayangkan secara unik. Hanya sedikit yang mewujudkan visi mereka dalam persentase yang signifikan, dan lebih sedikit lagi yang menyatakan hampir mencapainya. Orang-orang yang cenderung sangat perfeksionis dan teratur,


28

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

seperti Tolkien sendiri, juga bisa sangat mengenali diri dalam karakter Niggle. Tetapi sebenarnya—setiap orang adalah Niggle. Setiap orang membayangkan dirinya mencapai sesuatu, dan setiap orang menemukan diri mereka sangat tidak mampu untuk mencapainya. Setiap orang ingin berhasil daripada dilupakan, dan setiap orang ingin menghasilkan sesuatu yg berbeda dalam hidup. Tetapi hal itu di luar kendali setiap kita. Jika kehidupan ini hanya berlandaskan pada apa yang ada, maka segala sesuatu akhirnya akan terbakar ketika matahari mati dan tidak ada seorang pun akan ada untuk mengingat apa pun yang telah terjadi. Setiap orang akan dilupakan, apa pun yang kita lakukan tidak akan membuat perbedaan, dan semua perbuatan baik, bahkan yang terbaik, akan sia-sia. Kecuali jika ada Allah. Jika Allah yang ada dalam Alkitab ada, dan ada Realitas Nyata di bawah dan di balik realitas sekarang ini, dan hidup ini bukan hanya satu-satunya kehidupan, maka setiap perbuatan baik, bahkan yang paling sederhana pun, dilakukan sebagai respons atas panggilan Allah, bisa bermakna selamanya. Itulah yang dijanjikan oleh iman Kristen, “Dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia,� tulis Paulus dalam surat pertama kepada jemaat Korintus, pasal 15, ayat 58. Ia berbicara tentang pelayanan Kristen. Tetapi kisah Tolkien menunjukkan bahwa hal ini juga bisa berlaku dalam segala jenis pekerjaan. Tolkien telah menyiapkan dirinya, melalui iman Kristen, untuk suatu pencapaian sederhana di mata dunia ini. Ironisnya, ia menghasilkan sesuatu yang oleh begitu banyak orang dianggap suatu karya jenius, yaitu salah satu buku terlaris dalam sejarah dunia. Bagaimana dengan Anda? Katakan saja ketika Anda masih muda, Anda masuk ke bidang perencanaan kota. Mengapa? Anda tertarik akan perkotaan, dan Anda memiliki suatu visi tentang bagaimana suatu kota seharusnya. Anda kemungkinan besar akan kecewa karena di sepanjang hidup Anda mungkin tidak akan pernah menyelesaikan lebih dari sepucuk daun atau sebuah ranting. Tetapi benar-benar ada Yerusalem Baru, kota Sorgawi, yang akan turun ke bumi bagaikan seorang pengantin berdandan bagi suaminya (Why. 21-22). Atau katakan saja Anda seorang pengacara, dan Anda memasuki dunia hukum karena Anda memiliki suatu visi akan keadilan dan suatu


Pe n da h u lua n

29

visi akan suatu masyarakat yang berkembang dan diatur oleh kesetaraan dan kedamaian. Tetapi dalam waktu sepuluh tahun Anda akan sangat kecewa karena Anda akan mendapati bahwa walaupun Anda berusaha keras mengerjakan hal-hal yang penting, begitu banyak hal yang Anda kerjakan ternyata adalah hal-hal yang sepele. Sekali atau dua kali dalam hidup Anda mungkin merasa bahwa Anda akhirnya berhasil “menyelesaikan sepucuk daun.” Apa pun pekerjaan pekerjaan Anda, Anda perlu tahu ini: Di sana benar-benar ada sebuah pohon. Apa pun yang Anda cari dalam pekerjaan Anda—kota yang penuh keadilan dan kedamaian, dunia yang cemerlang dan indah, kisah, keteraturan, kesembuhan—ada di sana. Ada Allah, ada dunia yang sudah disembuhkan di masa depan yang akan diwujudkan-Nya, dan Dia akan melakukannya sebagian melalui Anda. Tetapi pasti, keseluruhan pohon yang Anda cari—keindahan, keselarasan, keadilan, penghiburan, sukacita, dan komunitas—akan terwujud. Jika Anda mengetahui semua ini, Anda tidak akan putus asa karena Anda hanya bisa mewujudkan satu atau dua daun dalam hidup ini. Anda akan bekerja dengan penuh kepuasan dan sukacita. Anda tidak akan sombong karena keberhasilan atau terpukul oleh kemunduran. Saya baru saja berkata, “Jika Anda mengetahui semua ini.” Untuk bisa memperolehnya—memperoleh penghiburan dan kemerdekaan yang diterima oleh Tolkien dari iman Kristennya bagi pekerjaannya— Anda perlu mengenal jawaban-jawaban Alkitab terhadap tiga pertanyaan: Mengapa Anda ingin bekerja? (Yaitu, mengapa kita perlu bekerja untuk menjalani hidup yang memuaskan?) Mengapa begitu sulit bekerja? (Yaitu, mengapa pekerjaan seringkali begitu sia-sia, tak bermakna, dan sulit?) Bagaimana kita bisa mengatasi kesulitan-kesulitan dan menemukan kepuasan dalam pekerjaan kita melalui Injil? Sisa buku ini akan mencoba menjawab tiga pertanyaan tersebut dalam tiga bagian, secara berurutan.


BAGIAN SATU

w

Rencana Allah Tentang Pekerjaan


1 RANCANGAN PEKERJAAN Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuatNya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.... TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Kejadian 2:1-3, 15

Pada Awalnya, Ada Kerja Alkitab mulai bicara tentang kerja segera setelah mulai bicara tentang segala sesuatu—begitu penting dan mendasarnya kerja. Penulis Kitab Kejadian menggambarkan penciptaan Allah akan dunia sebagai bekerja.20 Bahkan, ia menggambarkan proyek luar biasa penciptaan alam semesta di dalam minggu kerja biasa yang lamanya tujuh hari.21 Kemudian ia menunjukkan kepada kita bahwa umat manusia bekerja di firdaus. Pandangan tentang kerja ini—berkaitan dengan tatanan ciptaan yang ilahi dan maksud keberadaan manusia—berbeda dengan yang ada dalam agama-agama besar dan sistem kepercayaan di dalam dunia. Kisah penciptaan di dalam Kitab Kejadian adalah unik di antara kisah-kisah kuno tentang asal-usul dunia. Banyak budaya memiliki kisah-kisah yang menggambarkan asal mula dunia dan sejarah manusia sebagai hasil dari pergulatan antara kekuatan-kekuatan semesta yang bertarung. Dalam kisah penciptaan ala Babel, Enuma Elish, dewa Mar-


32

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

duk mengalahkan dewi Tiamat dan membentuk dunia dari sisa-sisa tubuhnya. Dalam kisah ini dan kisah-kisah serupa lainnya, alam semesta yang terlihat adalah keseimbangan yang tidak tenang antara kekuasaankekuasaan yang saling tarik menarik satu sama lain.22 Namun di dalam Alkitab, penciptaan bukanlah akibat dari suatu konflik, karena Allah tidak memiliki rival. Bahkan, semua kuasa dan mahluk yang ada di sorga dan di bumi diciptakan oleh-Nya dan bergantung kepada-Nya.23 Maka, ciptaan bukanlah suatu kelanjutan dari suatu pertarungan tetapi rancangan dari seorang pengrajin. Allah menciptakan dunia bukan bagaikan seorang prajurit yang menggali parit, tetapi bagaikan seorang seniman yang menciptakan suatu karya agung. Kisah penciptaan dari Yunani mencakup ide “zaman umat manusia” yang beruntun yang dimulai dengan suatu zaman keemasan. Pada zaman ini umat manusia dan para dewa tinggal di bumi bersama-sama secara selaras. Pada awalnya kisah ini terdengar agak mirip dengan kisah taman Eden, tetapi ada perbedaan yang sangat menonjol. Penyair Hesiod menceritakan kepada kita bahwa baik umat manusia maupun para dewa dalam zaman keemasan ini tidak harus melakukan pekerjaan apa pun. Dalam firdaus awal itu, bumi menyediakan makanan secara berlimpah ruah begitu saja.24 Kitab Kejadian sangat berbeda. Berulangkali pasal pertama Kitab Kejadian menggambarkan Allah “bekerja”, menggunakan kata mlkh dalam bahasa Ibrani, kata yang digunakan bagi pekerjaan manusia. Seperti yang dikatakan salah satu sarjana, sungguh “tidak terduga bahwa aktivitas ilahi yang luar biasa yang digunakan dalam menciptakan sorga dan bumi digambarkan seperti itu.”25 Maka, pada awalnya, Allah bekerja. Pekerjaan bukanlah suatu hal yang jahat, yang perlu ada di mana baru muncul kemudian, atau sesuatu yang untuknya manusia diciptakan tetapi hal itu lebih rendah dari hakikat Allah yang Mahakuasa sendiri. Tidak, Allah bekerja karena senang melakukannya. Asal mula pekerjaan tidak bisa lebih tinggi lagi dari hal ini.

Bentuk dari Pekerjaan Allah Sungguh mengagumkan bahwa dalam pasal pertama Kitab Kejadian, Allah bukan hanya bekerja tetapi menemukan kesenangan di dalam-


R a nc a nga n P e k e rja a n

33

nya. “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.... Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya” (Kej. 1:31, 2:1). Allah mendapati apa yang diperbuat-Nya indah. Dia mundur satu langkah ke belakang, mengamati “segala yang dijadikanNya,” dan pada dasarnya berkata, “Bagus!” Seperti semua pekerjaan yang baik dan memuaskan, para pekerja melihat diri mereka di dalam pekerjaan itu. “Keselarasan dan kesempurnaan dari sorga dan bumi yang diselesaikan mengekspresikan karakter penciptanya dengan lebih memadai daripada yang bisa dilakukan oleh komponen-komponen yang mana pun secara terpisah.”26 Kemudian pasal kedua Kitab Kejadian menunjukkan bahwa Allah bekerja bukan hanya untuk menciptakan tetapi juga memelihara ciptaan-Nya. Inilah yang disebut oleh para teolog karya “providensia.” Allah menciptakan umat manusia kemudian bekerja bagi mereka sebagai Pemelihara mereka. Dia membentuk seorang manusia (Kej. 2:7), menanami suatu taman baginya dan menyiraminya (Kej. 2:6, 8), dan membuat seorang istri baginya (Kej. 2:21-22). Bagian-bagian Alkitab lainnya menceritakan kepada kita bahwa Allah meneruskan pekerjaan sebagai Pemelihara ini, menjagai dunia dengan mengairi dan mengelola tanahnya (Mzm. 104:10-22), memberi makan segala sesuatu yang diciptakan-Nya, memberi pertolongan kepada semua yang menderita, dan mengurus kebutuhan segala mahluk hidup (Mzm. 145:14-16). Terakhir, pada pasal-pasal awal Kitab Kejadian kita melihat Allah bukan hanya bekerja, tetapi mengutus pekerja-pekerja untuk meneruskan pekerjaan-Nya. Dalam Kejadian 1:28, Dia menyuruh umat manusia untuk “memenuhi bumi dan menaklukkannya.” Kata “menaklukkan” mengindikasikan bahwa walaupun segala sesuatu yang Allah ciptakan adalah baik, sebagian besar belum dikembangkan. Itu artinya Allah menciptakan alam ciptaan dengan potensi besar yang belum tergali untuk dikembangkan sehingga manusia harus mengusahakannya melalui kerja keras mereka.27 Dalam Kejadian 2:15, Dia menempatkan umat manusia dalam taman untuk “mengusahakan dan memeliharanya”. Implikasinya adalah, walaupun Allah bekerja bagi kita sebagai Pemelihara kita, kita juga bekerja bagi-Nya. Bahkan, Dia bekerja melalui kita. Mazmur 127:1—“Jikalau bukan TUHAN yang


34

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya”— mengindikasikan bahwa Allah membangun rumah (memeliharakan kita) melalui para tukang yang membangunnya. Seperti yang dinyatakan oleh Martin Luther, Mazmur 145 berkata bahwa Allah memberi makan segala mahluk hidup, artinya Dia memberi kita makan melalui pekerjaan para petani dan lainnya.28

Kebaikan dari Pekerjaan Kita Kitab Kejadian memberi kita suatu kebenaran yang menyolok—kerja adalah bagian dari firdaus. Salah satu ahli Alkitab menyimpulkan: “Sangat jelas bahwa rencana Allah yang baik selalu mencakup umat manusia bekerja, atau lebih spesifik lagi, hidup dalam siklus kerja dan istirahat yang konstan.”29 Sekali lagi, perbedaannya dengan agamaagama dan budaya-budaya lain sangat tajam. Pekerjaan tidak muncul setelah zaman keemasan yang bebas dari pekerjaan. Pekerjaan adalah bagian dari rancangan Allah yang sempurna bagi kehidupan manusia, karena kita diciptakan dalam rupa dan gambar Allah, dan bagian dari kemuliaan serta kebahagiaan-Nya adalah Dia bekerja, seperti halnya Anak Allah, yang berkata, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga” (Yoh. 5:17). Fakta bahwa Allah meletakkan pekerjaan di firdaus mengejutkan bagi kita karena kita hampir selalu berpikir tentang pekerjaan sebagai hal jahat yang perlu ada atau bahkan hukuman. Namun kita tidak melihat pekerjaan dibawa ke dalam kisah manusia setelah kejatuhan Adam ke dalam dosa, sebagai bagian dari kehancuran dan kutukan yang diakibatkannya; pekerjaan adalah bagian dari taman Allah yang penuh berkat. Pekerjaan adalah salah satu kebutuhan manusia yang mendasar seperti halnya makanan, keindahan, istirahat, persahabatan, doa, dan seksualitas; pekerjaan bukan sekadar obat tetapi juga makanan bagi jiwa kita. Tanpa pekerjaan yang bermakna kita merasakan kehilangan batiniah yang signifikan dan kekosongan. Orang yang tidak bisa bekerja karena alasan-alasan fisik atau lainnya dengan cepat mendapati betapa butuhnya mereka akan pekerjaan untuk bisa berkembang baik secara emosi, fisik, dan rohani. Teman-teman kami Jay dan Barbara Belding, wirausahawan di


R a nc a nga n P e k e rja a n

35

wilayah pinggiran kota Philadephia, mengenali kebutuhan ini bahkan di kalangan orang-orang dewasa yang cacat perkembangan mentalnya. Saat bekerja sebagai guru pendidikan khusus, Jay merasa khawatir akan prospek kerja dari murid-muridnya setelah mereka menyelesaikan sekolah. Pelatihan kerja tradisional dan program ketenagakerjaan seringkali tidak memiliki cukup banyak lapangan kerja dan karenanya terjadi pengangguran yang meluas. Pada tahun 1977, Jay dan Barbara mendirikan Associated Production Services, suatu perusahaan yang menyediakan pelatihan berkualitas dan pekerjaan “bagi populasi ini.� Sekarang perusahaan ini melatih 4800 orang yang terlibat dalam berbagai pekerjaan mengepak barang dan pekerjaan perakitan padat karya bagi sejumlah perusahaan-perusahaan produk konsumen seperti Ricola, Starbucks, dan Crayola di empat tempat. Jay berfokus pada penyediaan peralatan dan sistem yang menjamin kualitas dan meningkatkan efisiensi serta hasil produksi; ini menolong menciptakan suatu budaya sukses bagi perusahaan dan orang-orang yang mereka layani. Suami istri Beldings gembira dan bersyukur telah menemukan suatu cara yang praktis dan berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan mendalam dari pegawai-pegawai mereka untuk menjadi orang-orang yang produktif; merasa positif tentang diri mereka sendiri. Pegawai-pegawai mereka akhirnya mampu berespons sepenuhnya terhadap suatu aspek penting dalam desain diri mereka sebagai pekerja dan pencipta. Bekerja sangat mendasar bagi pembentukan diri kita. Pada kenyataannya, itulah salah satu hal yang bisa kita lakukan dalam dosis signifikan tanpa bahaya. Benar, Alkitab tidak berkata bahwa kita seharusnya bekerja satu hari dan beristirahat enam hari, atau bahwa pekerjaan dan istirahat harus diseimbangkan dengan merata—tetapi mengarahkan kita kepada rasio sebaliknya. Waktu senggang dan kesenangan adalah hal-hal yang baik, tetapi kita hanya bisa melakukannya secara terbatas. Jika Anda bertanya kepada orang di rumah perawatan atau rumah sakit tentang kabar mereka, Anda akan sering mendengar bahwa penyesalan mereka yang paling besar adalah mereka berharap mereka punya sesuatu untuk dilakukan, untuk bisa berguna bagi sesama. Mereka merasa memiliki terlalu banyak waktu senggang dan tidak cukup banyak bekerja. Kehilangan pekerjaan sangat mengganggu kare-


36

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

na kita dirancang untuk itu. Dan ini menyuntikkan suatu makna yang lebih mendalam dan jauh lebih positif ke dalam pandangan umum bahwa orang bekerja untuk bertahan hidup. Menurut Alkitab, kita tidak hanya sekadar membutuhkan uang dari bekerja untuk bertahan hidup; kita membutuhkan pekerjaan itu sendiri untuk bertahan hidup dan menjalani kehidupan yang benar-benar manusiawi. Alasan untuk hal ini akan dikembangkan dengan lebih penuh dalam bab-bab selanjutnya, tetapi akan mencakup hal-hal ini: Pekerjaan adalah salah satu cara untuk menjadikan diri kita berguna bagi sesama, daripada sekadar menjalani hidup untuk diri sendiri. Dan bekerja juga adalah salah satu cara menemukan diri kita, karena melalui bekerjalah kita jadi memahami kemampuan-kemampuan dan karunia-karunia khas kita, suatu komponen utama dalam identitas kita.30 Jadi penulis Kristen Dorothy Sayers bisa menulis, “Apa pemahaman Kristen tentang pekerjaan? … [Yaitu] bahwa bekerja bukan, terutama, sesuatu yang dilakukan seseorang untuk hidup, tetapi sesuatu yang untuknya orang hidup. Pekerjaan adalah, atau seharusnya, ekspresi sepenuhnya dari kemampuan si pekerja … sarana di mana ia mempersembahkan dirinya kepada Allah.”31 Melihat bekerja berada dalam “DNA” kita, desain kita, adalah bagian dari menangkap pemahaman kristiani yang khas tentang kebebasan. Orang-orang modern suka memandang kebebasan sebagai ketiadaan batasan sama sekali. Tetapi coba pikirkan tentang ikan. Karena seekor ikan menyerap oksigen dari air, bukan udara, ikan hanya bebas jika ia dibatasi di dalam air. Jika seekor ikan “dibebaskan” dari sungai dan diletakkan di rumput untuk bereksplorasi, kebebasannya untuk bergerak dan tak lama kemudian bahkan untuk hidup akan hancur. Ikan itu bukannya makin bebas, tetapi menjadi kurang bebas, jika ia tidak bisa menghargai realitas dari naturnya. Hal yang sama berlaku juga bagi pesawat terbang dan burung. Jika mereka melanggar hukum-hukum aerodinamika, mereka akan terhempas ke tanah. Tetapi jika mereka mengikuti hukum itu, mereka akan naik dan melayang. Hal yang sama berlaku juga bagi banyak area kehidupan: kebebasan bukanlah tiadanya batasan tetapi menemukan batasan yang tepat, yang cocok dengan realitas dari natur kita sendiri dan mereka yang ada dalam dunia.


R a nc a nga n P e k e rja a n

37

Jadi perintah Allah dalam Alkitab adalah suatu alat pembebasan, karena melalui perintah-perintah itu Allah memanggil kita kepada keberadaan kita seperti maksud-Nya ketika menciptakan kita. Mobilmobil akan bergerak dengan baik saat Anda mengikuti petunjuk pembuatnya dan menghargai desain mobil itu. Jika Anda lupa mengganti oli, tidak ada orang yang akan mendenda atau memenjarakan Anda; mobil Anda hanya akan rusak karena Anda melanggar naturnya. Anda menderita konsekuensi alamiahnya. Dengan cara yang sama, hidup manusia berjalan dengan benar hanya jika dijalankan selaras dengan “petunjuk pembuatnya,” perintah-perintah Allah. Jika Anda tidak mematuhi perintah-perintah itu, Anda bukan hanya membuat Allah berduka dan tidak menghormati-Nya, Anda sebenarnya bertindak melawan natur Anda yang adalah rancangan Allah. Saat Allah berbicara kepada bangsa Israel yang tidak taat pada Yesaya 48, Dia berkata, “Akulah TUHAN, Allahmu, yang mengajar engkau tentang apa yang memberi faedah, yang menuntun engkau di jalan yang harus kautempuh. Sekiranya engkau memerhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti” (Yes. 48:17-18). Demikian pula dengan bekerja, yang (seirama dengan istirahat) adalah salah satu dari Sepuluh Perintah Allah. “Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu” (Kel. 20:9). Pada awalnya Allah menciptakan kita untuk bekerja, dan kini Dia memanggil kita dan mengarahkan kita dengan jelas untuk menjalani bagian dari desain kita itu. Ini bukanlah perintah yang memberatkan; ini adalah undangan kepada kebebasan.

Batasan dari Segala Pekerjaan Namun demikian, ada maknanya bahwa Allah sendiri beristirahat setelah bekerja (Kej. 2:2). Banyak orang membuat kekeliruan dengan berpikir bahwa kerja adalah suatu kutukan dan bahwa sesuatu yang lain (waktu senggang, keluarga, atau bahkan upaya-upaya “rohani”) adalah satu-satunya cara untuk menemukan makna dalam hidup. Alkitab, seperti yang telah kita lihat dan akan kita lihat, membukakan


38

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

kebohongan pemikiran ini. Tetapi Alkitab juga menjagai kita untuk tidak jatuh ke dalam kekeliruan sebaliknya, bahwa pekerjaan adalah satu-satunya aktivitas manusia yang penting dan bahwa istirahat adalah hal jahat yang perlu ada—sesuatu yang kita lakukan hanya untuk “mengisi ulang baterai kita” untuk bisa kembali bekerja. Karena hal itu tidak mungkin benar dalam kasus Allah. Dia tidak membutuhkan pemulihan apa pun atas kekuatan-Nya—namun demikian Dia beristirahat pada hari ketujuh (Kej. 2:1-3). Ini pasti berarti istirahat dan halhal yang Anda lakukan saat beristirahat, adalah baik dan menyegarkan di dalam dan dari dirinya sendiri. Ini membuktikan bahwa bekerja bukanlah satu-satunya hal yang penting dalam kehidupan. Anda tidak akan memiliki hidup yang bermakna tanpa bekerja, tetapi Anda tidak bisa mengatakan bahwa pekerjaan Anda adalah makna hidup Anda. Jika Anda membuat pekerjaan mana pun menjadi tujuan hidup Anda—bahkan jika pekerjaan itu adalah pelayanan gerejawi—Anda menciptakan suatu berhala yang menyaingi Allah. Relasi Anda dengan Allah adalah dasar terpenting dalam hidup Anda, dan memang hal itu menghalangi segala faktor lain—pekerjaan, persahabatan dan keluarga, waktu senggang dan kesenangan—menjadi begitu penting bagi Anda sehingga mereka menjadi suatu candu dan terdistorsi. Josef Pieper, seorang filsuf Katolik Jerman abad ke dua puluh, menulis suatu esai terkenal berjudul “Leisure, the Basis of Culture” (Waktu Senggang, Dasar Budaya). Pieper memperingatkan agar tidak “bekerja hanya demi bekerja.”33 Ia berargumen bahwa waktu senggang bukanlah sekadar absennya pekerjaan, tetapi suatu sikap dari pikiran atau jiwa di mana Anda mampu berkontemplasi dan menikmati berbagai hal apa adanya, tanpa memerhatikan nilai atau kegunaan mereka. Pikiran yang terobsesi oleh pekerjaan—seperti dalam budaya kita—cenderung memandang segala sesuatu dalam pemahaman akan efisiensi, nilai, dan kecepatannya. Tetapi juga harus ada kemampuan untuk menikmati aspek-aspek kehidupan yang paling sederhana dan biasa, bahkan yang tidak sangat berguna, tetapi hanya menyenangkan. Yang mengejutkan, bahkan Sang Reformator John Calvin yang memiliki reputasi sebagai pekerja keras pun setuju. Dalam perlakuannya akan kehidupan Kristen, ia memperingatkan untuk tidak menilai berbagai hal hanya karena kegunaannya:


R a nc a nga n P e k e rja a n

39

Apakah Allah menciptakan makanan hanya untuk memenuhi kebutuhan [nutrisi] dan bukan juga untuk kesenangan dan hiburan? Demikian pula tujuan pakaian terlepas dari kebutuhan [perlindungan] adalah kecantikan dan kesusilaan. Di dalam rerumputan, pepohonan, dan buahbuahan, terlepas dari berbagai kegunaannya, ada keindahan penampilan dan sedapnya wewangian … Bukankah Dia, pendeknya, memberikan banyak hal yang menarik bagi kita, terlepas dari kegunaannya sehari-hari?34

Dengan kata lain, kita harus melihat segala sesuatu dan mengatakan sesuatu seperti: Segala sesuatu yang cerah dan indah; segala mahluk besar dan kecil Segala sesuatu yang bijak dan mengagumkan—Tuhan Allah menjadikan semuanya.35

Jika kita tidak berhenti bekerja secara teratur dan mengambil waktu untuk beribadah (yang oleh Pieper dianggap sebagai salah satu aktivitas utama di dalam “waktu senggang”) dan sekadar berkontemplasi dan menikmati dunia—termasuk buah-buah kerja keras kita— kita tidak bisa benar-benar menikmati makna di dalam hidup kita. Pieper menulis: Waktu senggang adalah syarat untuk menilai berbagai hal dalam semangat merayakan.... Waktu senggang hidup berdasarkan pengakuan. Waktu senggang tidak sama dengan absennya kegiatan.... Waktu senggang agak mirip dengan keheningan dalam percakapan di antara dua kekasih, yang dipuaskan oleh kesatuan mereka.... Dan seperti yang tertulis dalam Kitab Suci, Allah, saat “berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu” melihat bahwa segala sesuatu baik, sungguh amat baik (Kej. 1:31), demikian pula waktu senggang manusia mencakup di dalam dirinya sendiri suatu tatapan dari mata batiniah yang merayakan, menyukai, berlama-lama pada realita ciptaan.36

Pendeknya, kerja—dan banyak kerja—adalah komponen yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia yang bermakna. Ini adalah anugerah agung dari Allah dan salah satu dari hal-hal utama yang memberi makna bagi hidup kita. Tetapi bekerja harus memainkan


40

A pa k a h P e k e rjaa n A n da Bag i a n Da r i Pe k e rjaa n A l l a h?

perannya yang tepat, tunduk kepada Allah. Bekerja harus secara teratur mengalah bukan hanya kepada terhentinya kerja bagi pemulihan tubuh tetapi juga untuk menyambut dunia dan hidup sehari-hari dengan penuh sukacita. Ini mungkin tampak jelas bagi kita. Kita berkata, “Tentu saja bekerja itu penting, dan tentu saja bukan satu-satunya hal penting dalam hidup.� Tetapi adalah penting untuk memahami kebenaran-kebenaran ini dengan baik. Karena di dalam dunia yang sudah jatuh dalam dosa, bekerja menyebabkan frustrasi dan melelahkan; orang bisa dengan cepat mengambil kesimpulan bahwa kerja harus dihindari atau harus diderita. Dan karena hati kita yang kacau mengidamkan pengakuan dan pengesahan, sama menggodanya untuk terdorong ke arah yang berlawanan—membuat kehidupan penuh dengan pencapaian kerja dan hampir tidak ada tempat untuk yang lainnya. Pada kenyataannya, kerja berlebihan seringkali adalah suatu upaya suram untuk mengusahakan agar pekerjaan yang nilainya seumur hidup bisa segera disingkirkan, sehingga kita bisa meletakkan kerja di belakang kita. Sikapsikap ini hanya akan membuat kerja makin mematikan semangat dan tidak memuaskan pada akhirnya. Saat kita berpikir, “Aku benci bekerja!� kita harus ingat bahwa, terlepas dari fakta bahwa kerja bisa menjadi suatu pengingat yang sangat ampuh (bahkan suatu pengeras suara) akan kutukan dosa terhadap segala sesuatu, kerja pada dirinya sendiri bukanlah kutukan. Kita dibangun untuk bekerja dan dimerdekakan olehnya. Tetapi saat kita merasa bahwa hidup kita sepenuhnya tenggelam dalam kerja, ingatlah bahwa kita juga harus menghargai batasan-batasan kerja. Tidak ada titik awal yang lebih baik bagi suatu kehidupan kerja yang bermakna daripada memegang erat-erat teologi keseimbangan kerja dan istirahat ini.


Unfinished (Belum Selesai) Mengisi Lubang di Dalam Injil Kita & Memenuhi Panggilan Kita di Dunia Richard Stearns PERCAYA KRISTUS HANYALAH SEBUAH AWAL

Apakah Anda merindukan sesuatu yang lebih mendalam akan makna dan tujuan hidup Anda? Apakah Anda sudah lama menjadi orang Kristen dan rajin ke gereja tetapi Anda masih merasa ada sesuatu yang terhilang? Anda mungkin benar. Dua ribu tahun yang lalu Yesus memberikan tugas mendesak bagi para pengikutnya sebelum ia naik ke sorga, tetapi tugas itu hingga kini belum selesai. Pada intinya, itu bukan hanya undangan untuk percaya Dia; Itu adalah sebuah panggilan yang tegas untuk bertindak. Sebuah tantangan untuk pergi ke ujung bumi, untuk merebut kembali dan memulihkannya kembali bagi Kristus. Sederhananya, pesan dari buku ini adalah Allah telah mengundang Anda bergabung dengannya dalam misi-Nya untuk mengubah dunia dan menyelesaikan amanat-Nya. Dan jika Anda secara pribadi tidak berpartisipasi dalam usaha Allah yang besar ini, tentulah Anda akan kehilangan tujuan utama mengapa Anda diciptakan oleh Allah. Penulis buku laris Richard Stearns mengundang Anda bukan hanya berdiri di kursi penonton, tetapi ikut bermain di lapangan. Saat Anda merespons, petualangan Anda dimulai. Info lengkapnya kunjungi: www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org


Uang & Pekerjaan 10 Bahan Pemahaman Alkitab untuk Pribadi dan Kelompok Carolyn Nystrom UANG DAN PEKERJAAN: Kedua kata ini seringkali membawa kecemasan tersendiri bagi tiap orang. Kondisi keuangan, prestasi kerja, dan tabungan hari depan dapat dengan mudah menguasai kita untuk menjadi putus asa. Tetapi Allah, yang “dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati� dan menghendaki kita pun untuk hidup dalam kebebasan, memercayai dia sepenuhnya, dan belajar untuk mengatur setiap anugerah yang Tuhan berikan dengan bijak dan murah hati. Alkitab bukanlah suatu buku teks bagi ilmu ekonomi, tetapi buku yang sangat banyak memberikan tuntunan yang bersifat pribadi tentang bagaimana mengarahkan kekayaan dan kekurangan, waktu dan keuangan. Semua bagian teks Alkitab yang kita pelajari dalam buku ini akan membawa kita semakin berhikmat sehingga kita semakin menikmati karunia Allah lewat uang dan pekerjaan, jauh daripada menyalahgunakannya. Dengan mendasarkan diri pada pemeliharaan dan kemurahan hati-Nya, pemahaman Alkitab ini akan mengubah perspektif dan menolong Anda untuk bersandar penuh pada Allah dengan tenang. dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Info lengkapnya kunjungi: www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org


Gods at War (Ilah-Ilah Dalam Peperangan) Mengalahkan Berhala-Berhala Yang Ingin Merebut Hati Anda Kyle Idleman HATI ANDA ADALAH MEDAN PERANG.

Dalam Gods at War, Kyle Idleman menolong setiap orang percaya mengenali adanya ilah-ilah palsu yang sedang berperang dalam diri kita. Mereka berperang demi memperoleh kemuliaan dan kendali hidup kita. Banyak dari kita tidak dapat mengikuti Yesus sepenuhnya karena hati kita sebenarnya mengejar sesuatu atau seseorang, selain Tuhan. Di balik setiap dosa yang sedang Anda gumuli dan keputusasaan yang sedang Anda hadapi, sebenarnya ada sesosok allah palsu yang memenangkan peperangan dalam hati Anda. Dengan mengajukan pertanyaan penuh wawasan, Idleman mengungkapkan ilah palsu mana saja yang kita izinkan bertakhta di hati kita. Apa yang membuat Anda tergila-gila? Apa yang Anda khawatirkan? Pujian dari siapa yang Anda dambakan? Kita diciptakan untuk menjadi penyembah, tetapi seringkali kita lebih menjadi pemuja ilah uang, seks, cinta romantis, kesuksesan, dll. Semuanya itu menghalangi kita memiliki hubungan intim dengan Allah sebagaimana yang kita rindukan. Gods at War menunjukkan jalur yang jelas untuk menjauhkan kita dari kepedihan hati akibat penyembahan berhala abad ke-21 dan kembali kepada hati Allah—yang memampukan kita untuk menjadi pengikut Yesus yang berkomitmen dengan sepenuhnya. Info lengkapnya kunjungi: www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org


Follow Me (Ikutlah Aku) Panggilan untuk MATI. Panggilan untuk HIDUP. David Platt - Apakah mungkin orang berkata bahwa ia percaya kepada Yesus, tetapi tidak sungguhsungguh lahir baru? - Apakah mungkin orang mengklaim bahwa ia menerima Kristus di dalam hati, namun tidak benar-benar hidup sebagai seorang Kristen? Tidak hanya hal itu mungkin. Menurut David Platt, hal itu bahkan sangat sering terjadi. Penulis best-seller dari Radical ini yakin bahwa banyak orang di gereja kita pada masa kini disesatkan dalam pengertian mereka tentang apa arti sesungguhnya menjadi seorang pengikut Kristus. Budaya sekuler telah menghisap habis darah kekristenan dan menggantikannya dengan versi Injil yang kerdil sehingga begitu cocok dengan selera manusia zaman konsumerisme ini, sampaisampai Injil tidak terlihat begitu nyata lagi seperti apa yang dikehendaki Yesus. “Ikutlah Aku,� demikian panggilan Yesus. Dua kata sederhana yang mengubah segalanya. Anda tidak akan pernah bosan lagi. Anda akan selalu memiliki tujuan hidup. Anda tidak akan pernah kekurangan sukacita. Tetapi Anda harus membayar harga. Panggilan ini bukan sebuah undangan yang ringan dan nyaman. Ini adalah panggilan untuk kehilangan hidup Anda.? Info lengkapnya kunjungi: www.perkantasjatim.org Literatur Perkantas Jawa Timur Jl. Tenggilis Mejoyo KA-10, Surabaya 60292 Tlp. (031) 8435582, 8413047; Faks.(031) 8418639 E-mail: literatur.jatim@gmail.com, www.perkantasjatim.org



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.