di lokasi Kahyangan Api tersebut. Bahkan, ada beberapa pusaka Malawapati yang ditempa di Kahyangan Api, termasuk pusakapusaka andalan Kerajaan Malawapati dan Kerajaan Bojonegoro pada zaman Hindu madya di masa silam. Kebenarannya, pasti belum pasti. Mungkin jika Serat Astra Dharma yang saat ini tersimpan di salah satu museum terkenal di Belanda, ditelusuri, kebenarannya bisa dibuktikan. Serat tersebut ditulis pada masa Raja Astra Dharma alias Prabu Purusangkana, ayah kandung Prabu Angling Dharma (putera Prabu Kijing Wahana, suami Dewi Pramesthi). Bata-bata dari bekas reruntuhan padepokan Empu Supagati juga masih ada, meski sudah tak berwujud bangunannya. Menurut Juli (55 tahun), juru kunci Khayangan Api, api abadi itu digunakan untuk menempa keris yang dibuat oleh Empu Supaganti. Selain apinya stabil, api dari bara belerang itu ternyata bagus untuk proses pembuatan keris. Setelah ditempa dan dibentuk di api abadi, keris yang masih panah dicelupkan ke dalam sumur yang disebut “air blukutuk” atau yang dulu disebut “palonan.” Sumur tersebut terletak tidak jauh dari sumber api abadi itu. “Disebut air blukutuk itu biar gampang saja, karena ada gelembung-gelembung udara yang muncul dari dalam sumur
68 DUTA Rimba
Dok. Humas PHT
warisanrimba
mengandung gas belerang,” jelas Juli. Uniknya, meski terkesan panas karena munculnya gelembung gas belerang, ternyata suhu air di sumur itu sangat dingin. Di dekat sumur yang berdiameter sekitar 1,5 meter dengan kedalaman 2 meter itu, ada satu pohon dengan dua akar yang membentuk gerbang. Menurut Juli, gerbang itu dahulu merupakan jalan masuk menuju ke padepokan Ki Kriya. Gerbang Nogosari demikian namanya. Jalan setapak dari gerbang itu menghubungkan Desa Sendang Harjo dengan Kahyangan Api. Hanya penduduk desa yang memakai jalan itu. Sementara masyarakat umum atau pengunjung, biasanya melewati jalan yang sudah beraspal. Di warungnya yang terletak di bawah pohon jati berusia ratusan tahun, Juli berkisah lebih banyak lagi
tentang hal-hal mistis yang terjadi di sekitaran Kahyangan Api. Tak ayal, di hari-hari tertentu banyak orang bertirakat di sekitar petilasan yang sudah berusia lebih dari 600 tahun ini. Banyak juga yang minta air dari sumur air blukutuk, dipakai untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Juli bertutur, meski tidak terlihat, baik di kawasan Kahyangan Api maupun air blukutuk, banyak sosok halus bergentayangan. “Ada penunggunya. Wujudnya macammacam. Ada yang seperti bidadari, atau ada yang sosoknya seperti empu. Kadang, ada penampakan yang seperti keris,” ujar Juli, sambil menunjukkan foto-foto penampakan di sekitar Kahyangan Api dari ponselnya. Fenomena api abadi di Bojonegoro ini sekilas tak jauh beda dengan api abadi Tak Kunjung
NO. 49 • TH. 8 • novEMBER - desemBER • 2013