PEMBANGUNAN MANUSIA SEBAGAI HAK WARGA
kuat, melembaga dan berkesinambungan untuk pemajuan, perlindungan, pemenuhan dan penghormatan HAM. Komnas HAM generasi pertama memberikan sebagian besar perhatian untuk memperoleh legitimasi dan membangun kredibilitas pada masalah terkait hak sipil dan politik, dengan agak mengabaikan hak ekonomi, sosial dan budaya. Sebagai contoh, walaupun telah dibentuk sebuah Pokja Hak Ekosob tahun 2001, dan berbagai lokakarya Komnas HAM tentang hak ekosob berlangsung sejak 1998, namun pokja tidak dapat bergerak karena kurang visi, minat dan dukungan sumber daya. Momentum terbaru hak ekosob di Indonesia diperoleh dengan kegiatan dan temuan The United Nations Support Facility for Indonesian Recovery /UNSFIR, lembaga PBB yang dibentuk untuk membantu pemulihan ekonomi Indonesia pasca krisis ekonomi tahun 1997. Pada tahun 2001 UNSFIR bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menerbitkan laporan bersejarah tentang kondisi pembangunan manusia di Indonesia sejak tahun 1990. Sejak itu secara berlanjut dilakukan sosialisasi wawasan pembangunan manusia (human development), antara lain melalui Jaringan Kebijaksanaan Publik (JAJAKI) yang dibentuk atas dorongan UNSFIR tersebut. Dapat dikatakan, laporan gabungan UNSFIR, Bappenas dan BPS merupakan pembuka mata (eye opener) bagi Indonesia. Ternyata kinerja ekosob berupa angka-angka statistik di tataran nasional yang baik tidak dengan sendirinya berarti baik juga di tataran daerah. Selain itu, laporan kinerja berupa angka-angka statistik yang baik pada tingkat provinsi tidak dengan sendirinya baik juga pada tingkat kabupaten/kota. Kata kunci yang lenyap dalam hubungan ini adalah kesadaran adanya kesenjangan yang mencolok antara peringkat produk domestik regional bruto (PRDB) di tingkat provinsi dengan peringkat pembangunan manusianya. Ada provinsi dengan 85