Warta Jemaat GPIA Immanuel 15 Maret 2009

Page 10

MINGGU, 15 MARET 2009

HALAMAN 10

Pekerjaan dan Keuangan Di dalam Matius 6:33 tertulis, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Kita sadar bahwa segala yang kita miliki di dunia hanyalah bersifat sementara. Rumah yang abadi adalah kerajaan surga. Selama kita menumpang di atas bumi ini, kita membutuhkan nafkah untuk bisa hidup. Untuk mendapatkan nafkah, kita harus bekerja. Namun, kita tidak boleh gila kerja (workaholic) hingga tidak punya waktu untuk bersekutu dengan Tuhan. Kita bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja. Dalam 2 Tesalonika 3:10 dikatakan, "jika seseorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." Waktu kosong adalah bantal empuk bagi Iblis. Daud jatuh ke dalam dosa ketika dia menganggur, sedangkan orang lain berperang. Bagaimana dengan Anda? Bekerja bukanlah dosa sebab perintah untuk bekerja sudah diberikan kepada Adam dan Hawa sebelum mereka jatuh ke dalam dosa. Namun kita harus hati-hati karena banyak dosa berangkat dari pekerjaan, apalagi jika kita bekerja dengan disertai hati yang tamak dan cinta uang. Tuhan berfirman bahwa akar segala kejahatan adalah cinta uang. Banyak orang menyiksa dirinya sendiri dengan berbagai duka dan menyimpang dari jalan kebenaran hanya untuk memburu uang. Kita harus mencukupkan diri dengan berkat yang ada. Bila kita hidup dengan hati merasa cukup, ada berkat besar yang akan kita rasakan dalam kehidupan ini. Mari kita menjadi orang yang selalu mengucap syukur dan tidak iri hati sebab sebetulnya orang yang kaya bukanlah orang yang memiliki banyak harta, melainkan orang yang memiliki sedikit keinginan. Jika kita hidup berpadan dengan apa yang ada, tentu kebahagiaan akan mengalir dalam hidup kita. Ada beberapa hal penting tentang pekerjaan dan keuangan, yaitu tentang berdagang, tentang membungakan uang, tentang suap dan komisi, dan tentang pajak. 1. Berdagang Bolehkah orang Kristen berdagang atau berjualan? Jawabannya tentu saja boleh. Berdagang berarti berjual-beli untuk mendapatkan keuntungan. Namun keuntungan tersebut harus diperoleh secara jujur, tidak dengan cara-cara duniawi, seperti berdusta atau menipu. Orang Kristen hanya hidup mengharapkan berkat Tuhan karena "jika bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah orang yang membangunnya; jikalau bukan Tuhan yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjagajaga" (Mazmur 127:1). Karena itu, dalam setiap usaha yang kita lakukan, kita harus mendahulukan norma kejujuran dan berdagang sesuai firman Allah. Sering kali banyak pedagang yang mengatakan bahwa mereka tidak mengambil untung dari jualannya. Sungguh tidak masuk akal bukan? Jika memang benar mereka tidak ambil untung, bagaimana usaha mereka bisa bertahan sekian lama. Padahal sebenarnya dibenarkan mengambil untung dari usaha kita, asal dilakukan de-

ngan sewajarnya dan jujur. Sayangnya banyak dari kita yang memegang prinsip bahwa kalau jujur itu hancur. Atau ungkapan lain: zamane zaman edan, sing ora edan ora keduman. Artinya, zaman ini zaman edan, yang tidak ikut edan, tidak mendapatkan bagian. Parahnya, banyak orang percaya yang mengikuti arus dunia ini. Namun kita semua diingatkan melalui Yeremia 17:11, "Seperti ayam hutan yang mengerami yang tidak ditelurkannya, demikianlah orang yang menggaruk kekayaan secara tidak halal, pada pertengahan usianya ia akan kehilangan semuanya, dan pada kesudahan usianya ia terkenal sebagai seorang bebal." Dengan kata lain, jika kita mendapatkan keuntungan dengan cara yang tidak halal, kita akan kehilangan se-

galanya, bahkan nama baik kita akan hancur. Sementara, "... orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin" (Yesaya 33:15-16). Jadi, Allah menjamin kehidupan orang yang hidup dalam kejujuran dan kebenaran. Dia akan memelihara kita. Nafkah orang beriman harus berasal dari berkat Tuhan, bukan dari kecurangan. Itu sebabnya, hindarkan diri Anda dari usaha/tindakan penipuan atau pencurian. Namun sebaliknya, mari kita tingkatkan kejujuran. Bersaing dengan sesama pedagang boleh-boleh saja karena pada dasarnya persaingan adalah salah satu pemicu untuk maju, tetapi harus dengan cara yang jujur dan sesuai dengan firman Tuhan.

uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kauberikan dengan meminta riba." Firman Tuhan dengan jelas berkata kepada kita bahwa kita dilarang "makan bunga" dari saudara kita yang miskin dan terdesak yang meminjam uang untuk bisa makan. Allah mengajarkan kita untuk bermurah hati dan memberi kepada yang berkekurangan. Bahkan, dalam Perjanjian Lama diajarkan bahwa untuk setiap orang yang berutang dan tidak melunasi sampai pada tahun yang ketujuh, utangnya itu dianggap lunas. Lalu bagaimana jika meminjamkan uang untuk usaha atau berdagang sebagai modal? Boleh saja itu dilakukan, namun kita tidak boleh serakah atau berdiri sebagai lintah darat yang meminjamkan uang dengan bunga tinggi. Jika orientasi kita semata-mata hanyalah keuntungan sehingga menuntut bunga pinjaman yang tinggi, itu tidak dibenarkan. Semuanya harus dilakukan dengan sewajarnya dan jujur sebab dalam Mazmur 15:1, 5 tertulis, "Tuhan, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? ... yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya." Jadi yang diperkenankan tinggal dalam hadirat-Nya bukanlah orang yang meminjamkan uang dengan bunga, bukan rentenir. Menabung uang di bank dengan tujuan untuk mendapatkan bunga merupakan sesuatu yang wajar. Meminjam modal di bank untuk usaha juga merupakan hal yang wajar. Namun kita tetap harus berhati-hati, jangan sampai spekulasi usaha kita terlalu tinggi dan meleset, alih-alih mengembalikan modal, kita malah berutang. Bagaimanapun, berutang bukanlah pola hidup orang Kristen yang sesuai dengan firman Tuhan. Sedapat mungkin, kita menghindarkan diri dari usaha membungakan uang. Jika ada orang yang lapar atau kesulitan di sekitar kita, kita justru harus membantu mereka, bukannya menjerumuskan mereka dalam utang yang melilit. Seandainya memang mereka meminjam uang kepada kita untuk modal usaha, lebih baik menggunakan sistem bagi hasil daripada membungakan uang yang dipinjam. Kita memang boleh mendapatkan keuntungan dari uang yang kita pinjamkan sebagai modal, namun persentasenya harus wajar dan tidak berlebihan. Yang paling aman, arahkan rekan kita agar meminjam uang untuk usaha dari bank bukan dari perorangan.

2. Membungakan uang Imamat 25:35-37 menulis, "Apabila saudaramu jatuh miskin, sehingga tidak sanggup bertahan di antaramu, maka engkau harus menyokong dia sebagai orang asing dan pendatang, supaya ia dapat hidup di antaramu. Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi

3. Suap dan komisi Negara kita dikenal sebagai negara yang mempunyai banyak uang "siluman". Dalam pengurusan administrasi di berbagai instansi, suap-menyuap ibarat makanan sehari-hari. Jika tidak ada uang suap atau komisi atau pelicin, masalah akan menjadi bertele-tele dan tidak cepat selesai. Kata suap memang berkonotasi negatif, yaitu pemberian atau hadiah baik berupa barang atau uang yang diberikan


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.