MOEKARTO MOELIONO-ABSTRACTS-2004-2012 -BBT

Page 1

Balai Besar Tekstil

OPTIMASI GINTIRAN DAN DEGUMMING TERHADAP BENANG SUTERA SEBAGAI BAHAN ROMPI ANTI PELURU Oleh : Moekarto Moeliono*, Muliati Itung** * Balai Besar Tekstil, ** Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288; E-mail : texirdti@bdg-centrin.net.id Tulisan diterima : 5 Januari 2010, Selesai diperiksa : 30 April 2010 ABSTRAK Pada penelitian ini dilakukan proses mekanik dan kimia terhadap bahan baku sutera jenis filamen dan stapel, yang menggunakan bahan baku sutera filamen 28 Denier dengan rangkapan 24, 48, 100, 192 dan 238 helai, dan untuk benang stapel (staple) sutera Ne1 65 dengan rangkapan 24, 48, 72, dan 82 helai. Perangkapan yang berbeda untuk benang filamen dan stapel ditujukan untuk menyamakan dengan benang pembanding Kevlar nomor Ne 1 0,80. Adapun penggintiran yang digunakan jenis slack twist dan average twist (136 s/d 782) dan proses pemasakan (degumming) dilaksanakan dengan 3 (tiga) variasi waktu, yaitu 30, 45 dan 60 menit. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kekuatan benang sutera filamen dengan nomor yang sama (rangkapan 238 helai) menghasilkan kekuatan 13,250 kg berasal dari bahan sutera dengan lama degumming 30 menit; benang stapel dengan twist 202 sebesar 10,350 kg (82 helai). Untuk benang filamen yang digintir dapat dicapai kekuatan 19,400 kg (twist 651 dan pemasakan 30 menit); kekuatan 18,850 kg (twist 528 dan pemasakan 45 menit); kekuatan 18,650 kg (twist 304 dan pemasakan 60 menit), tetapi bila dibandingkan dengan benang Kevlar (25,00 kg) masih tetap dalam kondisi jauh dibawahnya. Penelitian ini ditujukan sebagai upaya pengembangan benang sutera yang dihasilkan oleh industri rakyat untuk menjadi bahan baku rompi anti peluru, sehingga hasilnya dibandingkan terhadap benang Kevlar yang merupakan benang yang saat ini digunakan untuk membuat rompi anti peluru. Kata kunci : Sutera Filamen, Sutera Stapel, Antihan (Twist), Anti Peluru.

ABSTRACT Chemical and mechanical processes were applied to filament and staple silk yarn to obtain the similar characteristic with Kevlar yarn. Multiple ends of 24, 48, 100,192 and 238 were applied to 28 Denier of silk filament material and 24, 48, 72, 82 were applied to Ne1 of silk staple yarn. The twisting type used was slack twist and average twist (136 up to 782). Degumming processes were done with duration of 30, 45 and 60 minutes. The research result showed that filament silk yarn with the same number (multiple ends of 238) and 30 minutes of degumming gave tensile characteristic up to 13.25 kg; whereas the 202 twisted staple yarn (82 ends) gave tensile strength up to 10.350 kg. Twisted filament yarn can reach up to 19.4 Kg of tensile strength (651 twisted and 30 minutes of degumming); 18.85 kg was reached by 528 twisted and 45 minutes of degumming); 18.65 kg was reached by 304 twisted and 60 minutes of degumming). The characteristics showed lower value as compared to Kevlar yarn (25.0 kg). This research was to be aimed as a development of silk yarn to provide raw material for the bullet proof vest and compare it to Kevlar as main raw material so used to make the bullet proof. Key words: Filament Silk, Staple Silk, Twist, Bullet Proof

1


Balai Besar Tekstil

MODIFIKASI ATM DOBBY UNTUK PEMBUATAN KAIN TENUN TRADISIONAL Oleh : Moekarto Moeliono, Djumala Machmud, Yusniar Siregar Balai Besar Teksil, Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288; E-mail : texirdti@bdgcentrin.net.id, moekartomoeliono@gmail.com; moekartomoeliono@vtmail.com Tulisan diterima : 15 Maret 2010, Selesai diperiksa : 3 Mei 2010 ABSTRAK Penelitian telah dilakukan pada ATM jenis teropong merek suzuki buatan tahun 1976 dengan memodifikasi beberapa alat suku cadang (spare part) mesin seperti pada bagian peralatan pembuat desain (dobby), sistem peralatan penggulung (beam) benang lusi dan sistem penguluran benang lusi (let-off) sehingga dapat dipergunakan untuk membuat kain tenun songket tradisional Adapun spesifikasi benang yang digunakan untuk penelitian ini adalah jenis benang Poliester Rotoset 150 D sebagai lusi anyaman dasar; Poliester Trilobal 150 x 2 D sebagai lusi anyaman motif; dan benang pakan jenis Rayon Ne 1 30; Jumlah lusi dasar: 2.368 helai; Jumlah lusi motif: 2.208 helai, sedangkan jenis kain yang dibuat adalah kain tenun Songket dengan motif anyaman Pucuk Rebung dari Pekanbaru – Propinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa ATM jenis teropong yang telah dimodifikasi tersebut memiliki produktivitas yang lebih besar, kualitas kain yang lebih baik dan harga kain yang lebih murah dibandingkan dengan kain tenun songket yang dihasilkan oleh ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Kata kunci : ATM, ATBM, songket, dobby, beam ABSTRACT A research was carried out on shuttle loom type of Suzuki brand made on 1976 by modifying several spare parts of the machine as of the design creator (dobby), warp beaming parts and the let-off to make it able to make traditional Songket weaving fabric. The yarn specification used in this research is Polyester Rotoset 150 D as basic weaving warp yarn; Polyester Trilobal 150 x 2 D as motive weaving warp yarn; and Rayon Ne 1 30 as the weft yarn; Basic warp: 2,368 ends; Motive warp: 2,208 ends, the kind of fabric made was Songket weaving fabric with weaving design was Pucuk Rebung of Pekanbaru – Riau Province. The result of the research showed that the modified shuttle loom has higher productivity, better fabric quality, and cheaper price of the fabric compared to Songket weaving fabric from hand loom. Key words: loom, hand loom, Songket, dobby, beam

2


Balai Besar Tekstil

PEMBUATAN KAIN NON SANDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SISIPAN PADA MESIN RAJUT DATAR V-BED Oleh : Moekarto Moeliono, Yusniar Siregar, Dermawati Suantara Balai Besar Tekstil, Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288; E-mail : texirdti@bdg-centrin.net.id, yusniarsiregar@yahoo.com; moekartomoeliono@gmail.com Tulisan diterima : 22 Maret 2010, Selesai diperiksa : 9 Juli 2010

ABSTRAK Dalam upaya meningkatkan nilai guna dari Mesin Rajut Datar (flat knitting machine) dua bak jarum (double bed) merek Around Star dengan kehalusan mesin lima jarum per inci (G5), telah dilakukan diversifikasi produk melalui pengembangan teknik merajut untuk membuat kain non sandang seperti table mat dengan cara menyisipkan bahan sebagai sisipan diantara jeratan-jeratan rajut yang terbentuk. Adapun bahan baku yang digunakan sebagai sisipan adalah bambu, mendong, dan sabut kelapa, sedangkan bahan dasarnya adalah benang akrilik Nm 18/2. Penelitian dilakukan dengan membuat tiga variasi setelan skala stitch cam yaitu 18; 19; dan 20, untuk anyaman rajutnya menggunakan tiga jenis anyaman yaitu rib, geser (racking), dan jeratan pindah (loop transfer). Dengan demikian dari penelitian ini diperoleh 27 (dua puluh tujuh) contoh hasil kombinasi secara keseluruhan. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa dengan menggunakan setelan skala stitch cam 18, anyaman rajut rib, dan sisipan bambu penyediaan bahannya lebih efisien dan diperoleh struktur kain non sandang (table mat) yang cukup stabil. Kesemuanya ini bila dibandingkan baik dengan jenis anyaman geser (racking) maupun jeratan pindah (loop transfer), setelan skala stitch cam 19 maupun 20, dan penggunaan sisipan mendong maupun sabut kelapa. Kata kunci : rajut datar, sisipan, table mat, bambu, mendong, sabut kelapa ABSTRACT In order to increase the value of double bed flat knitting machine type of Around Star brand made with 5 Gauge (five needles per inch), it has been carried out a product diversification by knitting technique development to make non clothing fabric such as table mat with inserting materials as insertion between the knitting loops. In this research, the materials used for insertions are bamboos, mendongs, and coconut fibers, and the basic material is acrylic yarn Nm 18/2. The research was carried out by making three variations of setting stitch cam scales i.e. 18 ;19; and 20, with the knitting patterns consist of rib, racking, and loop transfer. Therefore, totally in this research 27 samples are achieved. The result of this research showed, that by using 18 stitch cam scale, rib pattern, and bamboo insertion more efficient in using material, and an enough stable structure of non clothing fabric (table mat) are achieved in comparison with racking pattern, loop transfer pattern, 19 and 20 stitch cam scales setting, and using mendong or coconut fiber insertion. Key words : table mat, stitch cam, insertion

3


Balai Besar Tekstil

PENGEMBANGAN MESIN MESIN PENGOLAH SERAT RAMI “FIBER OPENER” Oleh : Moekarto Moeliono Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288; E-mail : moekarto55@kemenperin.go.id

Tulisan diterima : 16 Juni 2010, Selesai diperiksa : 4 November 2010

ABSTRAK Penelitian telah dilakukan dengan rancang bangun dan perekayasaan mesin-mesin pengolah serat rami (fiber opener) yang dapat menghasilkan serat rami untuk siap pintal. Adapun bahan baku yang diproses pada mesin hasil rancang bangun dan rekayasa ini menggunakan 3 (tiga) lot dari 3 (tiga) daerah yang berbeda, sedangkan untuk pembukaan (pencabik) seratnya menggunakan metallic wire dan paku. Adapun tujuan dari kegiatan ini, adalah untuk mendapatkan teknologi tepat guna yang dapat dimasyrakatkan secara nasional untuk pengolahan bahan rami pasca panen hingga menjadi serat rami siap pintal. Khususnya teknologi tepat guna yang dihasilkan oleh Balai Besar Tekstil diharapkan dapat membantu IKM pengolah serat rami dengan menggunakan permesinan yang relatif murah dan dapat dijangkau. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode eksperimen lapangan dengan 2(dua) model tahapan proses dan 3 (tiga) macam lot bahan baku untuk masing-masing proses, dan setiap lot menggunakan sample uji (n) 6; dengan demikian setiap tahapan proses menghasilkan data pengujian sejumlah 18 data. Hasil percobaan dan pengujian serat rami yang diproses pada mesin “Fiber Opener” hasil rekayasa BBT tersebut menunjukkan, bahwa serat rami yang diproses melalui tahapan proses I (mesin fiber opener, pre –carding dan carding) menghasilkan serat dengan penggumpalan serat yang lebih sedikit (lebih baik/terurai), yaitu sebesar 1,2 % dan ini kalau dibandingkan dengan serat rami yang melalui tahapan proses II (mesin fiber opener dan langsung ke mesin carding), yaitu sebesar 1,3 %. Dengan melihat hasil penelitian ini diharapkan proses penggumpalan serat pada proses selanjutnya dapat dikurangi lagi, yang dalam hal ini proses pemintalan serat rami pada mesin pemintalan akan menjadi lebih lancar lagi.

Kata kunci : Serat Rami, Fiber Opener, metallic wire, Paku, dan Carding ABSTRACT The research has been carried out by developed construction and engineered the ramie fiber (fiber opener) which being able to produce ramie fiber ready to spin. The materials that were processed on this machine which came of developed construction and engineered, consist of 3 (three) lots from three different regions, for opening (scrubbing) the fiber use metallic wire and spike. The aim of this research, namely for gaining the applied technology that can be used for producing ramie material after final product until the ramie fiber ready to use in spinning as nationally. Especially the applied technology which to be resulted by Balai Besar Tekstil to be hoped can help IKM’S ramie fiber producer with using machinery that more cheaper and relatively. The research to be carried out which using the field experiment with 2 (two) steps of model and 3 (three) kinds of fiber material lots for processing respectively, and each of lot use 6 (six) samples, so for every step of process result with total amount of 18 data. From the experiment and ramie fiber testing that to be proceed on Fiber Opener that constructed and engineered by BBT as mention above, show that ramie fiber which to be proceed via the first step of process (fiber opener machine, pre-carding and carding machine) result with a fiber lumped more lest (more better/fiber spreading), namely 1,2 % and this is to be compared with ramie fiber via the second of step process (fiber Opener machine, and directly to carding machine), namely 1,3 %. With the result of this research to be hoped the process of fiber lumped furthermore in the spinning process can be reduced more even lost, and make the spinning process for ramie fiber running efficiently. Key words : ramie fiber, fiber opener, metallic wire, spike, and carding

4


Balai Besar Tekstil

ANALISIS PEMANFAATAN ALAT PEMBERSIH BENANG PADA BENANG HASIL MESIN PINTAL OE (OPEN END) Oleh : Moekarto Moeliono, Djumala Machmud Balai Besar Tekstil Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288; E-mail : texirdti@bdg-centrin.net.id, moekartomoeliono@gmail.com; moekartomoeliono@vtmail.com

INTISARI Penelitian telah dilakukan atas 3 (tiga) macam nomor benang hasil dari mesin open end (OE) baik yang menggunakan alat pembersih benang (APB) maupun tidak dan yang melalui automatic winder, kemudian selanjutnya diproses masing-masing secara terpisah pada mesin rajut bundar single knit buatan Mayer & Cie tipe MJ; sedang benang yang digunakan sebagai bahan penyuapan (feeder) pada mesin rajut bundar adalah benang nomor Tex 38, Tex 30, dan Tex 25 kapas 100 %. Adapun pengujian atas data hasil penelitian untuk benang OE ini diantaranya meliputi seperti sifat fisik (physical performance), pegangan kain (hand of fabrics), dan kenampakan (appearance) kainnya. Data penelitian menunjukkan bahwa hasil benang OE yang ada alat APB lebih baik dan ini bila dibandingkan dengan yang melalui automatic winder juga dibandingkan dengan benang OE aslinya. Putus benang 1,9 rj (Tex 38); 2,1 rj (Tex 30); dan 2,3 rj (Tex 25), sedang yang melalui automatic winder 4,78 mj (Tex 38); 5,6 mj (Tex 30); dan 6,1 mj (Tex 25). Selain itu terjadi perbaikan mutu untuk penggunaan benang yang asalnya dari benang OE yang ada alat APB langsung, dan ini bila dibandingkan dengan benang dari automatic winder dan benang OE asli. Selanjutnya untuk nilai stabilitas dimensi (K) kain rajut yang menggunakan benang OE dengan APB langsung menghasilkan stabilitas dimensi mendekati standar untuk semua nomor baik yang dicelup warna putih maupun toska, yaitu untuk benang Tex 38 (K = 1,25); Tex 30 (K = 1,25); dan Tex 25 (K = 1,29) yang mendekati angka K = 1,30. Sedangkan untuk produksi benang dari pemintalan OE yang menggunakan APB langsung lebih tinggi dibandingkan dengan produksi benang yang OE asli dan yang melalui automatic winder. Produksi benang secara keseluruhan adalah sebagai berikut : Produksi benang per spindel Tex 38 = 0,195 kg/jam (2,63 % > produksi benang automatic winder dan 3,72 % > produksi benang OE asli.; produksi benang Tex 30 = 0,186 kg/jam (4,49 % > produksi benang automatic winder dan 6,28 % > produksi benang OE asli; dan produksi benang Tex 25 = 0,183 kg/jam (4,57 % > produksi benang automatic winder dan 7,02 % > produksi benang OE asli. Kata kunci : Pembersih Benang, Opend End, Automatic Winder. ABSTRACT A research was carried out on three kinds of yarn count resulted from open end machine equipped with yarn cleaning device or not equipped with yarn cleaning device but through automatic winder. All were processed separately on single knit circular machine manufactured by Mayer & Cie type MJ; feeder yarn on the circular machine were 100% cotton yarn Tex 38, Tex 30, and Tex 25. The testing on research result data for OE yarn covered physical performance, handing of fabrics, and appearance of fabrics. Research data showed that yarn resulted from OE machine equipped with yarn cleaning device performed better result compared to which through automatic winder and which resulted from OE machine alone. End breaks of the first were 1,9 rhr (Tex 38); 2,1 rhr (Tex 30); and 2,3 rhr 5


Balai Besar Tekstil

(Tex 25), of the second were 4,78 mhr (Tex 38); 5,6 mhr (Tex 30); and 6,1 mhr (Tex 25). Beside that, there was quality improvement showed in the yarn resulted from OE machine with yarn cleaning device compared with which through automatic winder and which resulted from OE machine alone. Dimension stability value (K) of the yarn resulted from OE machine with yarn cleaning device was close to standard value for all Tex number whether those dyed with white or turquoise, that is Tex 38 (K = 1,25); Tex 30 (K = 1,25); and Tex 25 (K = 1,29) which were close to K = 1,30. On the other hand, production of the yarn resulted from OE machine with yarn cleaning device was higher than production of yarn resulted through automatic winder and which resulted from OE machine alone. Yarn production on the whole is as follows: yarn production per spindle Tex 38 = 0,195 Kg/hr (2,63 % higher than those through automatic winder and 3,72 % higher than those from OE machine alone); yarn production Tex 30 = 0,186 Kg/hr (4,49 % higher than those through automatic winder and 6,28 % higher than those from OE machine alone); and yarn production Tex 25 = 0,183 Kg/hr (4,57 % higher than those through automatic winder and 7,02 % higher than those from OE machine alone). Keywords: Yarn Cleaning Device, Open End, Automatic Winder

6


Balai Besar Tekstil

PEMBUATAN ROMPI ANTI PELURU MENGGUNAKAN BAHAN DASAR SERAT POLIESTER

Oleh : Zubaidi, Moekarto M, Santoso S.

Balai Besar Tekstil Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288 E-mail : texirdti@bdg-centrin.net.id INTISARI Penelitian pembuatan rompi anti peluru dari serat poliester telah dilakukan dalam rangka memperbaiki penelitian sebelumnya yang menggunakan komposit serat rami. Pembuatan sample dilakukan dengan menenun kain dengan konstruksi anyaman polos (plain) pada ketebalan 0,2 mm. Selanjutnya kain dibuat bundel masing-masing setebal 10 lapisan, dan dibuat panel dengan variasi ketebalannya. Kekuatan panel diuji menggunakan senapan revolver 38 dan pistol p39 pada jarak tembak 5 meter. Hasil uji menunjukkan bahwa panel dari serat poliester dapat mencapai level II pada standar internasional NIJ -0101.04. Dibanding panel dari komposit serat rami, panel dari serat poliester mempunyai kelebihan dalam hal kelenturan, kestabilan, dan lebih nyaman dalam pemakaiannya.

Kata Kunci : rompi anti peluru, serat poliester. ABSTRACT The bullet proof vest from polyester fiber have been studied in order to improve the bullet proof vest in previous research using composite of ramie. The samples was prepared by weaving polyester yarn with contruction plait of “plain� with thickness of 0,2 mm. The cloth were made bundles as thick 10 layers and made panels with various thickness. The panels were tested by revolver gun 38 and pistol P39 at shoot distance of 5 metres. Test result indicates that panel from polyester fiber can reach the level II of International Standard of NIJ - 010104. Compared to panel from composite ramie fibre, the panel from polyester fiber have advantages in flexibility, stability, comfortable in use. Keywords : bullet proof vest, polyester fiber.

7


Balai Besar Tekstil

ANALISIS KONSTRUKSI JERATAN DAN BENANG PENGISI PADA KAIN RAJUT KAPAS TERHADAP KUALITAS KAIN Oleh : Moekarto Moeliono, Djumala Machmud Balai Besar Tekstil Jl. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288 E-mail : texirdti@bdg-centrin.net.id

INTISARI Penelitian telah dilakukan atas hasil modifikasi mesin rajut datar (MRD), dalam pelaksanaannya berupa rekayasa alat pengantar benang yang baru untuk sisipan benang karet. Dalam pelaksanaannya dipergunakan mesin rajut datar dengan kehalusan mesin (gauge/cut) 8, merek Tristar buatan Jepang, sedangkan penyetelan stitch cam pada skala 7 dan bahan baku menggunakan benang kapas 100% serta benang sisipannya menggunakan benang karet. Dalam penelitian ini digunakan benang kapas rangkap dengan nomor Ne 1 20//4 sebagai benang dasar kain rajut, dan benang karet dengan nomor 3’s; 6’s dan 9’s sebagai sisipan serta konstruksi jeratan rajutnya menggunakan rib 1x1, 2x1 dan 2x2. Hasil penelitian menunjukkan , bahwa stabilitas dimensi (nilai elastisitas) kain rajut optimal yang dapat dicapai adalah 1,03, tahan gosok dengan nilai 24,78 dalam 1.000 kali dan tahan pecah adalah 27,56 kgf /cm 2 (dengan benang sisipan karet nomor 9’s dan konstruksi jeratan 1x1), serta daya tembus udara adalah 217,56 Cm 3/cm2/det dengan benang sisipan karet nomor 3’s dan konstruksi jeratan 1x1. sedangkan daya serap kain terhadap keringat 20,4% dengan benang sisipan karet nomor 9’s. Kata kunci : Modifikasi, sisipan, benang karet. ABSTACT A research has been conducted on modification on the flat knitting machine, in implementation of this experiment by adding the new feeder for the insertion of spandex thread. This experiment used the flat knitting with specification, namely 8 gauges, “Tri Star” label from Japan, 7 scale of stitch cam setting and 100% cotton raw materials as well as spandex thread for specific insertion. This research to be used the double yarn with 4 unit of English count 20 as the basic loop of knitted fabric with loop of 1x1; 2x1; 2x2 ‘s construction, and spandex thread with 3’s, 6’s, and 9’s as yarn insertion respectively. The result of experiment showed, that the optimal dimension stability can be achieved until 1.03; the abrasion is equal to 24.78/1.000 times, the bursting is equal to 27,56 feet kg /cm 2 (spandex thread 9’s and 1x1 rib of loop construction), air permeabily is equal to 217,56 Cm 3/cm2/sec with spandex thread 3’s, and the absorbtion force equal to 20.4 % more better than another construction with spandex thread 9’s in the same 1x1 rib of loop construction. Key words : Modification; insertion; spandex thread.

8


Balai Besar Tekstil

PENGARUH SISTEM DAN WAKTU PENGOLIAN PADA MESIN RAJUT BUNDAR KINGKNIT TIPE K-D2F2 TERHADAP KERUSAKAN JARUM Oleh : Moekarto Moeliono dan Djumala Machmud BALAI BESAR TEKSTIL Jl. Jend. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7216214-5 Fax. 022.7271288 E-mail : texirdti@bdg-centrin.net.id

INTISARI Mesin rajut bundar Kingknit K-D2F2 menggunakan sistem pengolian secara otomatis Micro Computer Model AO-26, yang apabila terjadi kerusakan sistem pengoliannya dilakukan secara manual. Kerusakan jarum disebabkan oleh adanya gesekan, dapat dikurangi dengan sistem pengolian yang berjalan dengan baik. Sistem pengolian yang efektif dan efisien akan memperkecil kerusakan jarum yang terjadi. Percobaan dilakukan pada mesin rajut bundar Kingknit tipe K-D2F2 dengan sistem pengolian menggunakan peralatan Micro Computer Model AO-26 dan sistem manual yang dikerjakan oleh operator pengolian. Kedua sistem menerapkan waktu penyemprotan 30 dan 60 detik dengan kekentalan pelumas SAE 10 W . Objek pengamatan percobaan difokuskan pada kaki jarum dan kepala jarum. Setiap percobaan dilakukan dengan lamanya waktu selama 1 (satu) jam. Hasil percobaan dan analisa menunjukkan bahwa sistem pengolian dengan menggunakan peralatan Micro Computer Model AO-26 dengan kekentalan pelumas SAE 10 W menyebabkan putus jarum pada mesin rajut bundar tipe K-D2F2 lebih baik dari pada sistem manual (operator) dengan waktu penyemprotan 30 detik, dengan putus jarum yang terjadi rata-rata 0,2. Kata kunci : Rajut, Pelumas, Micro Computer.

9


Balai Besar Tekstil

DIVERSIFIKASI PRODUK FULL FASHIONED KAIN TENUN-RAJUT BAHAN RAMI DAN SUTERA (MITERA) Oleh : Moekarto Moeliono Balai Besar Tekstil Jl. Jend. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7216214-5 Fax. 022.7271288 E-mail : texirdti@bdg-centrin.net.id

INTISARI Telah dilakukan penelitian proses desain sampai dengan baju jadi siap pakai dengan menggunakan bahan baku rami dan sutera. Sedangkan nomor benang yang digunakan mencakup benang rami 100% (20'S dan 40'S), benang sutera 28 Denier, 42 Denier dan 60/2 Denier juga sebagai tambahan digunakan benang campuran yang terdiri dari poliester, rayon dan viscosa dengan nomor yang sama sebagai bahan penguat untuk bagian-bagian tertentu pada kain jadinya juga dipakai sebagai benang jahit. Adapun kajian proses desain meliputi variasi penyediaan bahan baku untuk proses persiapan pertenunan, cara pembuatan kainnya dengan struktur desain anyaman baik rajut maupun tenun , dan sistem ataupun cara penjahitan gabungan dalam kain tenun-rajut dari bahan rami-sutera. Sebagai hasil percobaan maka dibuat kain jadi dalam beberapa contoh, yaitu 4 (empat) pakaian jadi wanita, 1 (satu) rompi dan 2 (dua) pakaian kemeja pria. Hasil percobaan menunjukkan, bahwa kain yang dibuat dari bahan rami-sutera warnanya menjadi polikhromatik sehingga tampilan warna yang terjadi pada desain lebih atraktif, dan setik jahitan yang baik untuk anyaman rajut rata-rata 10 setik per inci; sedang untuk anyaman tenun 12 setik per inci; tetapi untuk gabungan anyaman tenun-rajut maka jahitan yang cukup baik adalah 8 setik per inci. Selanjutnya dengan adanya diversifikasi produk ini dapat menghasilkan nilai tambah dan harga jual cukup juga dalam penggunaan bahan baku untuk membuat kain jadi menjadi lebih sedikit dan efisien. Kata kunci : Fashioned, rami, sutera.

10


Balai Besar Tekstil

ANALISIS RAGAM MESIN GINTIR (TWISTER) PADA PROSES PERSIAPAN PERTENUNAN Oleh : Moekarto Moeliono

INTISARI Penelitian dan kajian baik teknologi maupun ekonomi telah dilakukan terhadap penggunaan 3 (tiga) tipe mesin gintir (twister) yaitu Ring Twister, Up Twister, dan Two-For-One Twister (TFO), yang digunakan pada proses persiapan di pabrik pertenunan yang berlokasi di sekitar kota Bandung, dan tujuan penelitian ini untuk mengkaji sejauh mungkin atas aspek tehnis dan non tehnis atas kondisi baik proses maupun hasil benang dan hasil kainnya. Adapun bahan baku yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah benang kapas murni nomor Ne1 20 (Tex 30), Ne1 30 (Tex 20), dan Ne1 40 (Tex 15) juga benang campuran poliester/kapas dengan nomor benang yang sama, sedangkan hasil penggintiran tersebut dipersiapkan sebagai bahan baku untuk pembuat kain dengan anyaman polos (plain) pada mesin tenun biasa dan mesin rapier fleksibel . Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kondisi benang hasil mesin gintir (twister) two-forone (TFO) nampaknya lebih baik dibandingkan dengan hasil proses ring twister juga up twister, hal ini dapat dilihat diantaranya atas tegangan benang dan putus benang juga jumlah sambungan yang terjadi. Kelancaran proses pada proses persiapan (mesin gintir) berdampak langsung atas proses di pertenunan, proses penggintiran dengan TFO lebih lancar yang akibatnya pada proses pertenunannya juga menjadi lancar dibanding dengan menggunakan bahan baku (benang) yang berasal dari mesin Ring Twister dan Up Twister. Jumlah produksi mesin gintir TFO lebih besar dibandingkan dengan mesin gintir lainnya, sedangkan biaya prosesnya lebih rendah, untuk produksi benang nomor Tex 30 = 9.688 kg per ratarata 600 jam, dengan biaya produksi/kg = Rp. 207,40,-; Tex 20 = 8.352kg, dengan biaya Rp. 219,44,-; Tex 15 = 7.717 kg, dengan biaya Rp. 224,44,-, khususnya lagi untuk proses benang campuran poliester.kapas yaitu Tex 30 = 10.741 kg, dengan biaya produksi/kg = Rp. 187,06,-; Tex 20 = 9.287 kg, dengan biaya Rp. 197,35,-; Tex 15 = 8.452 kg, dengan biaya Rp. 204,92 ,-. Efisiensi biaya produksi yang dihasilkan TFO dibanding dengan RT untuk proses benang kapas, adalah Tex 30 : 55,55 %; Tex 20 : 60,67 %; Tex 15 : 53,39 %; TFO dibanding dengan UT adalah Tex 30 : 53,95 %; Tex 20 : 59,09 %; Tex 15 : 58,46 %, sedangkan untuk TFO dibanding dengan RT untuk proses benang poliester/kapas, adalah Tex 30 : 56,07 %; Tex 20 : 56,13 %; Tex 15 : 55,54 % sedangkan TFO dibanding dengan UT, adalah Tex 30 : 60,05 %; Tex 20 : 60,18 %; Tex 15 : 58,81 % ABSTRACTS

A research and analized system were carried out, on economical and technological aspects of using 3 (three) types of twisting machines, i.e.ring twister, up twister, and TFO which are used in weaving’s preparation at surround of Bandung City. The aim of this research is to find out and to get the solution about economical and technological aspects on the condition of processing as well as yarn’s result. The raw materials to be used for doing this research are the fully cotton 100% with yarn count Ne1 20 (Tex 30), Ne130 (Tex 20), and Ne1 40 (Tex 15) respectively, also this research used the mixed yarn polyester/cotton with the same count yarn as mention beforehand. All yarns from 11


Balai Besar Tekstil

twisting machines were processed as plain weave product in ordinary weaving machine and flexibillity rapier’s machine. The result of experiments showed, that TFO – machines were more efficiency than another twisting machines, such as to be compare to ring twister (RT) and up twister (UT). This case could be seen especially on end breaks and yarn tensions as well as on final knotting number. A good processing in preparation can directly influent a good result in weaving process. A smoth process also in weaving could also be achieved when material delivered from TFO product only, and this situation when to be compared in weaving process that use material from another twisting machine. TFO is production higher than another twisting machine productions, its processing cost were more cheaper, namely for Tex 30 count = 9.688 kg, with processing cost per kg = Rp. 207,40,-; Tex 20 count = 8.352kg, with cost processing pro kg Rp. 219,44,-; Tex 15 count = 7.717kg, cost processing Rp. 224,44,-. , especially for polyester/cotton yarn mixing were more descreasing, namely Tex 30 count = 10.741 kg, cost processing pro kg = Rp. 187,06,-; Tex 20 count = 9.287 kg, cost processing Rp. 197,35,-; Tex 15 count = 8.452 kg, cost processing Rp. 204,92 ,-. The efficiency of cost processing to be resulted by TFO machine and to be compared with RT for cotton yarn, namely Tex 30 count : 55,55 %; Tex 20 : 60,67 %; Tex 15 : 53,39 %; TFO to be compared with UT Tex 30 count : 53,95 %; Tex 20 : 59,09 %; Tex 15 : 58,46 %, and for to be compared with RT for polyester/cotton yarn mixing namely, Tex 30 count : 56,07 %; Tex 20 : 56,13 %; Tex 15 : 55,54 % and finally for to be compared with UT for polyester/cotton yarn mixing namely Tex 30 count : 60,05 %; Tex 20 : 60,18 %; Tex 15 count : 58,81 %.

12


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.