Parlemen september 2015

Page 40

artikel

Mendamba Pendidik Profesional Oleh: Hartono*

BERBICARA masalah pendidikan, tentu tidak akan ada habisnya. Selama zaman bergerak secara dinamis, maka dinamika pendidikan pun akan mengikutinya.

S

aat dunia pendidikan berbenah untuk menformat dirinya , tentu di dalamnya guru sebagai ujung tombaknya mau tidak mau, dan harus dimulai dari guru yang bersangkutan untuk mengubah pola pikir, pola tindakan, pola social, pola kepribadian, pola spiritualitas untuk menuju sesuai harapan pemerintah saat ini. Demikian pula, dari aspek guru atau pengajar, sesuai Undang – Undang Nomor 14 tahun 2005 yang mengamanatkan bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S1 atau D4). Selain kualifikasi akademik, seorang guru juga dituntut memiliki kompentensi pedagogik, kompetensi sosial,kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional. Guru – guru yang memiliki kualifikasi akademik minimal S1 dan memiliki empat kompetensi tersebut merupakan guru profesional. Akan tetapi , apakah semua guru sudah seperti yang diharapkan

38

Parlemen

SEPTEMBER 2015

Undang – Undang Nomor 14 tahun 2005 tersebut ? Selain beberapa hal yang disebutkan di atas, tentu saja guru yang ingin berbenah harus meningkatkan kompetensi secara terus – menerus . Selain itu, ranah pedagogik, ranah social dan ranah kepribadian yang mendeskripsikan profesional tersebut. Guru sebagai subjek di sini berusaha membentuk pola pikr. Bila dulu pola pikir atau paradigma selalu terfokus kepada sesuatu yang mengacu dari pusat ke daerah ( desentralisasi ) dengan pola menunggu. Saat ini, sejalan diberlakukan School Base Management ( SBM ) dan KTSP guru diharapkan pola pikirnya dari bawah ke atas (bottom – up) . Sekadar contoh saja, bila guru belum siap program baik program pelaksanaan mengajar sampai kepada program penilaian, pengayaan dan perbaikan tentu hal ini juga akan membuat hasil ketuntasan belajar siswa tidak optimal. Demikian pula kaitannya dengan sarana pendukung,semisal sumber atau alat belajar seperti Lembar Latihan bagi Siswa atau buku diktat dan buku penunjang tidak ada sama sekali, itu pun juga mempengaruhi ketuntasan belajar siswa. Selain hal tersebut,guru juga

diharapkan mampu mengolah pola tindakan yang sistematis. Tindakan guru yang bersistem akan mengerucut dengan sendirinya sesuai perkembangan zaman. Dalam pola sosial, diharapkan guru semakin memahami, menumbuhkembangkan kepekaan dan empati, sehingga gejala – gejala social yang kurang baik bisa diminimalkan. Hal ini akan membentuk kemitraan yang baik dan menyenangkan ,baik secara horisontal dan vertikal. Semisal, antara guru dengan siswa, guru dengan teman sejawat dan atasan serta institusi terkait. Guru memiliki kepribadian yang tentu beragam. Dari sinilah kiranya pola kepribadian sosok guru diharapkan ideal. Idealitas guru dapat dilihat dari kepribadiannya. Kepribadian ini akan membentuk jati diri dan identitas. Hal ini memang membutuhkan perjalanan waktu. Tidak sekadar membalik tangan, identitas dan atau jati diri yang berkarakter melekat pada sosok guru. Pola spiritualitas seorang guru tidak hanya sekadar stempel beragama, melainkan perwujudan spiritualitas tersebut berwujud konkret dan terpola sebagai identitas pribadi yang berintegritas. (*/ Tenaga Pendidik)

www.dprd-sumenepkab.go.id


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.