ePaper | METRO SIANTAR

Page 50

OPINI

JUMAT

7 Desember 2012

3

METRO TABAGSEL

“Polri harus lebih peka dan sensitif dalam mengambil kebijakan. Jangan sampai sentimen negatif terhadap korps baju cokelat itu kembali muncul, Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustofa.

Kirim Opini Anda ke email: metrotabagsel @yahoo.com. Maksimal tulisan 5.000 karakter

Sikap Kami Korupsi semakin Mengepung SEMAKIN hari semakin banyak kasus korupsi yang terungkap di ruang publik. Namun, pengungkapan itu tidak juga membuat para koruptor jera dan pejabat negara takut. Praktik busuk mencuri uang rakyat terus dilakukan bahkan dengan cara-cara lebih masif, sistematis, meluas, terencana, dan lebih brutal. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (4/12), mengungkapkan data terbaru tentang praktik korupsi yang semakin mengerikan. Selama periode 2004-2011, kata Busyro, terungkap 1.408 kasus korupsi yang membuat uang rakyat Rp39,3 triliun raib. Fakta itu menampar kesadaran kita betapa korupsi di Indonesia telah bertambah kronis. Dari kasus-kasus korupsi yang terungkap, kita menyaksikan korupsi yang dulu hanya dilakukan kalangan eksekutif, kini telah menjangkiti seluruh elemen penopang pilar-pilar demokrasi, yakni di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Padahal, upaya pemberantasan korupsi terus dilakukan. KPK sebagai lembaga khusus pemberantasan korupsi sudah bekerja keras, tetapi belum ada tanda-tanda praktik korupsi berkurang, apalagi bisa dikikis habis. Karena itu, sepantasnya sistem pemberantasan korupsi kita dievaluasi secara kritis. Di banyak negara, lahirnya lembaga pemberantasan korupsi secara efektif menekan praktik korupsi ke level terendah. Koruptor dan calon koruptor lebih merasa takut meneruskan niat jahat begitu lahir lembaga khusus pemberantasan korupsi di negeri mereka. Di Indonesia, rasa takut itu tidak muncul. Dari waktu ke waktu, praktik korupsi terus bertumbuh bukan lagi mengikuti deret hitung, melainkan menuruti deret ukur. Korupsi telah menjadi epidemi tidak hanya di pusat pemerintahan, tetapi telah mewabah ke wilayah-wilayah pelosok. Bahkan terjadi regenerasi koruptorsecaraapik.Kinikoruptorrata-rataberusiabeliadibawah 40 tahun. Mereka dengan mudah mengeruk uang rakyat dalam jumlah miliaran, puluhan miliar, bahkan ratusan miliar rupiah dalam tempo singkat. Keterlibatan kaum perempuan juga meningkat. Salah satu penyebab gagalnya upaya pemberantasan korupsi yang selalu ditekankan melalui forum ini ialah karena hukuman untuk koruptor di Indonesia terlalu ringan sehingga tidak membangkitkan rasa takut. Alih-alih memberikan efek jera, vonis-vonis yang dihasilkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi lebih membuat calon koruptor menghitung-hitung bahwa mencuri uang negara tidak boleh tanggung-tanggung. Kalkulasinya, harta yang diperoleh dari praktik itu harus lebih bernilai daripada hukuman yang diterima bila kelak mereka terjerat hukum. Hukuman tanpa efek jera itu membuat korupsi menjalar lebih cepat dan lebih sigap daripada kecepatan pemberantasan praktik busuk itu. Karena itu, kita mendesak agar lingkaran setan sistem pemberantasan korupsi tanpa efek jera diakhiri. Opsinya hanya satu, yakni hukumlah seberat-beratnya koruptor. Agaknya, metode pemberantasan korupsi negeri China dengan menghukum mati koruptor sudah saatnya diadopsi. (*)

“Dunia hukum di Indonesia hanya berkutat pada perselisihan dan polemik antar lembaga hukum. Tidak pernah ada kepastian akan penyelesaian skandalskandal besar,” Megawati Soekarnoputri.

“Sebagai jurubicara Partai Demokrat saya tegaskan, apapun jajaran tingkatannya kalau ditemukan dua alat bukti silakan di proses,” Ruhut Sitompul, terkait status Andi Malaranggeng.

Mengapresiasi Kurikulum Pesantren Kurikulum pesantren dengan kualitas alumninya banyak memberi kontribusi terhadap kemajuan bangsa Indonesia, walau demikian status pesantren agaknya terkesampingkan daripada lembaga pendidikan formal lainnya.

Oleh : Muhammad Khaerul Muttaqien. KENDATI demikian, pesantren tetap kokoh berdiri dengan kemandiriannya tanpa intervensi dari pemerintah. Sehingga memiliki bergaining position (posisi tawar) yang menarik ditengah-tengah ‘percaturan’ pendidikan nasional. Yang pada akhirnya pesantren banyak dibicarakan oleh lembaga pemerintah untuk diberi perhatian. Terlepas dari kekurangan, nilainilai yang ditanamkan dalam pesantren terbukti membuahkan hasil dengan prestasi alumninya yang berdedikasi dan loyalitas tinggi walaupun selepas mesantren mereka berkarir dan menjadi orang besar, mereka tetap bekerja secara profesional dengan menjunjung tinggi nilai kesederhanaan, memiliki ukhuwah yang tinggi, disiplin serta berani memperjuangkan nilai-nilai moral-spiritual karena prinsip yang ditanamkan dalam pesantren adalah pada dasarnya untuk mengabdi pada agama dan bangsa. Produk pesantren yang berkontribusi terhadap bangsa. Antara lain adalah Gusdur, Prof. Mahfud MD, Dr. Hidayat Nurwahid, Dr. Hasyim Muzadi, Prof. Said Aqil Siradj, Prof. Dien Syamsudin, Prof. Jimly As-Shiddiqi, dan masih banyak tokoh lain yang notabenenya mereka adalah alumni pesantren dan mereka berkontribusi terhadap perkembangan bangsa ini. Pesantren menarik perhatian banyak kalangan, meskipun kurikulumnya berbeda dengan kurikulum pendidikan lainnya. Di manakah letak perbedaannya?. Asrama Asrama adalah wadah untuk mengaktualisasikan tiga pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Di dalam pesantren terbentuk tiga komponen sekaligus sebagai proses pembelajaran peserta

didik. Interaksi santri sebagai peserta didik dengan gurunya, pengurusnya, dan kyainya terwujud dalam satu lingkungan yang mencakup keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kyai atau guru mengemban posisi sebagai pendidik sekaligus pemimpin keluarga yang mendidik serta mengajarinya ilmu pengetahuan, nilai moral, dan humanisme dengan harapan berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Kumpulan santri terkumpul dalam asrama saling berinteraksi dan bersosial sehingga membentuk masyarakat dengan suasana keakraban, kemudian terbentuk suatu peradaban. Tiga pusat pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat) memberi efek dominan dalam pembentukan kualitas (pengetahuan dan moral) peserta didik. Perbedaan mendasar antara pesantren dan lembaga pendidikan lainnya adalah dinamika kehidupan dalam pesantren terjalin lebih harmonis ketimbang yang lainnya. Sehingga, dapat kita simpulkan dengan pertanyaan ini adakah santri yang berdemo kepada pengasuhnya dan melakukan tawuran dengan pesantren lainnnya?. Disadari atau tidak kualitas mental alumni pesantren lebih unggul dibandingkan lembaga pendidikan lainnya baik akademis maupun moral. Rekam jejak kehidupan pesantren yang terekam dalam kurikulumnya menginformasikan bahwa eksistensi pesantren adalah proses pendidikan yang sebenarnya. Pesantren dengan dinamikanya membuat peserta didiknya tidak memikirkan hal semacam tawuran dan berdemo. Berdemo adalah hal yang tidak terpikirkan dalam benak mereka. Sebab, kedudukan kyai atau pengasuhnya sebagai central figur serta sebagai

pemimpin keluarga layaknya orang tua bagi anak yang mengikat dalam satu ikatan batin. Demo dan tawuran adalah karena minusnya silaturrahim dan komunikasi yang baik. Hampir tidak kita jumpai tawuran antar pesantren. Silaturrahim dan kedekatan komunikasi yang terjalin baik tidak mungkin akan terjadi demikian (tawuran dan demo). Dalam bahasa kelakarnya titik pembeda antara lembaga pendidikan formal dan pesantren adalah yang satu suka tawuran dan yang satu lagi suka bersilaturrahmi. Orientasinya Pesantren adalah lembaga pendidikan yang menerapkan kurikulum 24 jam dan tidak menjanjikan ijazah sebagai posisi di atas segala-galanya. Eksistensi pesantren sebagai basis terkuat yang berkontribusi bagi bangsa ini. Adalah karena mampu melahirkan alumnus yang berkualitas dan berbudi pekerti luhur. Keunikan pesantren tidak dimiliki selainnya karena fokus pesantren terhadap nilai-nilai kemasyarakatan, moral dan spiritual sebagaimana yang tersusun dalam kurikulum. Dinamika pesantren di bawah asuhan Kyai sebagai central figur, dan pengurus pesantren membantu Kyai dalam proses belajar mengajar. Ketiga-tiganya (Kyai, pengurus pesantren, dan santri) berinteraksi selama 24 jam dari tidur

sampai tidur lagi dalam satu lingkungan. Secara tidak langsung dalam satu ruang dan waktu lembaga tersebut berhasil menciptakan keluarga, sekolah, dan masyarakat sekaligus. Selain belajar, pesantren memberikan fasilitas untuk mengembangkan skill dan leadership yakni dengan kegiatan pengelolaan pesantren melalui fasilitasfasilitas pesantren seperti koperasi, bakti sosial, dan kegiatan lainnya yang membangkitkan kreatifitas peserta didik atau santri. Diharapkan dengan fasilitasfasilitas tersebut para santri menemukan dan memiliki skill masing-masing agar dapat menjadi bekal hidupnya tanpa berharap besar untuk menjadi pegawai. Fenomena masyarakat terhadap orientasi pendidikan berseberangan dengan orientasi yang diterapkan dalam pesantren. Karena pada umumnya bersekolah berorientasi untuk selembar Ijazah tanpa memenuhi standar kompetensi dan kualifikasi atau ‘asal-asalan’. Sehingga tidak sedikit yang ‘nganggur’ setelah menyelesaikan jenjang pendidikannya, perlu diketahui bahwa hakikat pendidikan sejatinya adalah menemukan dan mengembangkan potensi dirinya dan menumbuhkembangkan kreativitas dan moral spiritual dalam jiwa masing-masing untuk kemajuan bangsa. Sesungguhnya yang dibutuh-

kan bangsa kita adalah pendidikan yang mendidik peserta didiknya untuk memajukan bangsa dalam berbagai bidang. Sekali lagi kemandirian pesantren dan alumninya adalah bukti yang sebanding dengan orientasi pendidikan yang ‘nyata’ ditanamkan dalam dinamika pesantren dengan sistem yang sedemikian rupa sebagai proses pendewasaan diri serta sebagai wahana untuk mendidik karakter anak bangsa dan sebagai lembaga pendidikan yang peduli terhadap kemajuan bangsa. Maka pesantren layak dijadikan solusi untuk meningkatkan Indeks Prestasi Manusia (IPM) Indonesia dan sepantasnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah berupa perhatian dan kesempatan yang sama seperti pendidikan formal lainnya untuk bersama-sama mengatasi keterpurukan pendidikan tanah air karena berdasarkan (United Nation Development Program) atau UNDP 2011 survei IPM posisi pendidikan Indonesia berada pada posisi 124 dari peringkat IPM 187 negara dan berada pada urutan ke lima ditingkat Asean. (*) Penulis adalah Alumni Islamic Training Teachers College Darussalam Gontor dan Mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.