HUA SHAN
27 METRO RIAU RABU 31 OKTOBER 2012
Kelenteng Xie Tian Gong
Arsitekktuurny nya ya Masih Asli
KELENTENG Xie Tian Gong atau Kelenteng Hiap Thian Kiong atau dikenal dengan nama Vihara Satya Samudra di Jalan Kelenteng Bandung memiliki arsitektur Tionghoa yang masih orisinal. Kelenteng memiliki historis yang cukup panjang, karena dibangun di era kolonial. Kelenteng yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kota Bandung, Jawa Barat ini merupakan satu-satunya dari semua tempat pemujaan masyarakat Tionghoa yang memiliki kepercayaan Konghucu, Tao dan Budha. Sehingga pakem bangunan masih merupakan peninggalan aslinya. Selain itu, arsitektur Tionghoa sangat menarik diteliti untuk materi penyusunan skripsi. Karena mengandung unsur kebudayaan yang sarat makna dan filosofi, topik tentang arsitektur belum banyak yang meneliti. Disamping itu, objeknya juga banyak. Hal itu diungkap Ryanto Angguna, alumni arsitektur Universitas Parahyangan (Unpar), Bandung dalam diskusi ke-27 Forum Budaya Maranatha, Bandung, dengan tema Artefak Budaya Tionghoa dalam Skripsi, Bangunan Berdenah Si He Yuan (Courtyard), di Gedung Fakultas Seni Rupa dan Desain (FRSD) Universitas Kristen (UK) Maranatha, akhir pekan kemarin.
Menurut Ryanto, Kelenteng Xie Tian Gong pernah diteliti Sugiri Kustedja. Kelenteng ini masih kaya aspek untuk terus diteliti sebagai untuk karya ilmiah. Sementara itu, Myrna Dwiyanti, alumni Desain Interior Universitas Kristen Maranatha meneliti arsitektur bergaya Tionghoa Gereja Katolik St Maria Fatima, Jakarta. Menurutnya, bukan hanya bentuk bangunan yang masih mempertahankan keasliannya. Namun, ornamen dan ragam hiasnya pun masih bertahan, walaupun di beberapa bagian catnya tidak lagi mengikuti pakem yang ada, termasuk furniturnya. "Saya meneliti gereja ini, karena di Jakarta gedung yang memiliki arsitektur Tionghoa sudah nyaris habis," ungkapnya. Pemerhati Kebudayaan Bunarto Tiong djasaputra, usai diskusi kepada media menyatakan dukungannya kepada para generasi muda yang giat melakukan penelitian tentang kebudayaan Tionghoa di Indonesia saat ini, seperti
ADA A DU A panggilan kekerabatan yang paling populer di Indonesia, yakni Koko dan Taci. Dalam bahasa Hokkian, Koko berarti kakak laki-laki, sedangkan Taci adalah kakak perempuan. Sebutan kekeluargaan ini begitu khas dan sangat dikenal oleh warga lokal di Indonesia, terutama dalam percakapan sehari-hari. Menurut penggemar budaya dan sejarah Tionghoa, Ekendy, panggilan Koko atau Taci sudah dikenal sejak zaman Belanda. "Ada yang mengatakan asal mula sebutan Koko dan Taci berawal dari transaksi jual beli. Sebagaimana diketahui, orang Tionghoa adalah
pedagang yang ulung. Kala itu, warga pribumi memanggil orang Belanda dengan sebutan Mister dan Madam. Sedangkan, untuk memanggil orang Tionghoa digunakanlah kata Koko dan Taci itu," ungkap Ekendy. Walaupun zaman semakin berkembang, sebutan Koko dan Taci terus populer. Bahkan, hingga saat ini, sebutan Koko dan Taci masih terus digunakan. Terutama ketika melakukan transaksi dengan para pedagang keturunan Tionghoa. "Ini bukanlah sebutan yang aneh, karena maknanya sama seperti memanggil seseorang dengan sebutan Mas atau Kakak. Apalagi, kalau menurut
yang telah dilakukan Ryanto dan Myrna. Hal ini membangkitkan kembali kebudayaan Tionghoa di Indonesia setelah sempat dilarang pada rezim orde baru. ' Senada dengan Bunarto, Dekan FKSD UK Maranatha, Krismanto Kusbiantoro menyatakan melalui diskusi kebudayaan itu, generasi muda Tionghoa bisa mengenal kebudayaan dan mau menjadikannya sebagai salah satu kajian studinya. Saat ini, lanjutnya, kebudayaan Tionghoa di Indonesia sudah banyak yang hilang dan tidak dimengerti oleh generasi muda. "Studi dan diskusi yang kita laksanakan bukan bermaksud sok kecina-cinaan. Akan tetapi sebagai salah satu bentuk kebudayaan yang berkembang di Indonesia perlu kita pelajari," tegasnya. Karena itu, diskusi rutin yang sudah berlangsung selama tiga tahun bisa memberikan solusi bagi generasi muda dalam memilih topik penelitian. Karena kebudayaan Tionghoa di Indonesia tidak sama dengan kebudayaan yang ada di tempat asalnya. Melainkan kebudayaan Tionghoa di Indonesia sifatnya hybrid, tidak lagi mengikuti bentuk aslinya. Dilansir tionghoanews.com. (int/wsl)
Panggilan Koko dan Taci Lebih Populer
orang Tionghoa, sebutan Koko dan Taci merupakan sebutan penghormatan kepada orang yang lebih tua. Sehingga mereka merasa lebih dihargai," urai Ekendy. Sebutan lain dari Koko adalah Engkoh, sedangkan sebutan lain dari Taci adalah Cici. "Sebenarnya tidak ada bedanya, artinya tetap sama. Sebutan Engkoh dan Cici hanyalah pengaruh bahasa lokal. Biasanya sebutan Engkoh dan Cici biasa dilafalkan oleh orangorang Betawi. Tak mengherankan kan apabila sebutan Koko dan Taci lebih populer daripada sebutan yang lain," tandasnya. Dilansir tionghoanews.com. (int/wsl)
PSMTI RIAU meresmikan sumur bor artesis, Senin (29/10) lalu. Sumur berlokasi di Sinaboi, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil). Peresmian bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun kelenteng Choeng Chiu King. Dimana masyarakat perantau Sinaboi banyak yang kembali ke kampung halamannya untuk sembahyang. (ist)
K isah...
M
Tidak Mencari Penghargaan
O ZI, juga bernama Ju merupakan penggagas falsafah pada musim semi dan gugur serta masa-masa peperangan antar negeri di China. Ia menganjurkan keharmonisan dan persamaan antar rakyat serta menentang invasi dan peperangan. Mo Zi ingin menyelamatkan dunia dari bahaya dan menegakkan kelurusan (kebenaran). Ia percaya bahwa hanya kelurusan yang dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara. Makanya, ia menempuh perjalanan keliling negeri sebagai seorang biksu pertapa. Dengan upaya keras ia tidak hanya mencoba menganjurkan doktrin dan pemikiran-pemikirannya, namun juga menghentikan terjadinya hal-hal yang tidak lurus. Seorang tukang kayu terkenal bernama Gong Shuban telah membuat sebuah tangga untuk memanjat tembok kota bagi tentara Chu. Raja Chu berencana menggunakan senjata untuk menyerang negeri Song. Pada saat itu, Mo Zi tinggal di negeri Lu. Ketika mendengar kabar tersebut, ia segera menetapkan perjalanan ke ibukota negeri Chu. Ia berjalan sepuluh hari sepuluh malam untuk mencapainya. Ia kemudian mendatangi rekan Raja Chu yaitu Gong Shuban. Mo Zi berkata kepada Gong Shuban, “Seseorang dari Utara telah menghina saya. Saya ingin anda membunuhnya untuk saya. Perkenankan saya membayar anda 10 gram emas sebagai penghargaan.” Gong Shuban tidak senang dan berka-
ta, “Saya berbuat dengan lurus dan tidak pernah membunuh orang sesuka hati.” Mo Zi berdiri, menunduk padanya, dan berkata, “Saya dengar, anda telah membuat sebuah tangga pendakian untuk menyerang negeri Song. Kesalahan apa yang telah dilakukan oleh negeri Song? Negeri Chu telah memiliki wilayah yang luas tetapi populasinya sedikit. Anda akan mengorbankan populasi yang sedikit itu demi memperr oleh perluasan wilayah, yang kemungkinan tidak dapat anda manfaatkan. Menurut saya hal tersebut tidaklah bijaksana. Negeri Song tidak pernah melakukan kesalahan apa pun sehingga pantas diserang. Menyerbu negeri Song tidaklah berbelas kasih. Anda mengerti prinsip ini, tetapi anda tidak mencoba menghentikan hal yang tidak lurus. Ini bukan sikap seorang patriot. Anda berkata, bahwa anda tidak pernah membunuh orang sesuka hati, tetapi anda akan membunuh setiap orang di negeri Song. Anda benar-benar orang yang tidak bijaksana” Gong Shuban dapat menerima apa yang dikatakan Mo Zi. Tetapi ia telah berjanji untuk membantu raja Chu menyerang negeri Song. Atas permintaan Mo Zi, ia setuju untuk memperkenalkan Mo Zi kepada raja Chu. Ketika ia bertemu dengan Raja Chu, Mo Zi berbicara tentang prinsip-prinsip kelurusan (kebajikan) utama. Sang raja setuju dengan prinsip-prinsip tersebut. Tetapi ia masih berkata, “Karena Gong Shuban telah membuat tangga pendakian itu untuk saya,
saya harus menyerang negeri Song.” Mo Zi menanggalkan ikat pinggangnya dan menaruhnya dalam bentuk lingkaran seperti tembok kota. Ia menggunakan beberapa potongan balok kayu kecil, memperagakan peralatan untuk melindungi kota itu. Ia meminta Gong Shuban untuk melakukan permainan perangperangan dengannya. Gong Shuban mencoba beberapa strategi dan taktik untuk menyusun berbagai serangan. Tetapi Mo Zi dapat memukul mundur setiap serangan. Gong Shuban pada akhirnya harus mengaku kalah. Tetapi Gong lalu berkata, “Saya punya taktik baru untuk mengalahkan anda, tetapi saya tidak akan memberitahu anda.” Mo Zi berkata, “Saya sudah mengetahui taktik baru anda, tetapi saya juga tidak ingin memberitahu anda.” Raja bertanya kepada mereka tentang apa yang sedang mereka bicarakan. Mo Zi berkata, “Gong Shuban ingin membunuh saya. Jika saya mati, dia berpikir tidak ada orang yang dapat membantu negeri Song mempertahankan negeri. Akan tetapi, saya telah mengirim tiga ratus murid saya ke negeri Song. Mereka telah dipersenjatai untuk mempertahankan kota itu. Mereka telah benar-benar siap menghadapi serangan anda. Maka sekalipun anda membunuh saya, anda tidak akan dapat membunuh semua yang telah mengetahui taktik pertahanan saya. Sehingga negeri Chu tetap tidak akan dapat mengalahkan negeri Song. Dilansir erabaru.net. (int/wsl)
Metode Elektif Atasi Diabetes hingga Tuntas
H O N G K O N G MEDISTRA TCM Pekanbaru, pengobatan dengan metode TCM (Tradisional Chinese Medicine yang ternama), merupakan gabungan dari pengobatan, penelitian TCM, pencegahan penyakit kronis dan
terapi penyembuhan. Didukung oleh konsultan sinshe ahli TCM ternama dari Tiongkok yang sudah sangat berpengalaman; memanfaatkan resep TCM dan teknologi tinggi yang menghasilkan obat tradisional TCM yang manjur dan efektif
; dengan sistem diagnosa TCM yang tepat; obat tradisional terkini dari Tiongkok dan pengobatan elektroterapi, tilik nadi, akupuntur, tuina, terapi lainnya, sangat efektif, khususnya bagi pasien yang menderita penyakit kronis. WASPADALAH ! Jumlah penderita DIABETES di Indonesia terus meningkat tajam, di prediksi ada jutaan orang terkena diabetes ( kencing manis ). Jika tidak diobati se-
dini mungkin secara tepat dan efektif, beresiko merusak organ penting tubuh lain seperti: hati, paru-paru, ginjal, limpa, reproduksi, dan sistem syaraf, juga bisa menyebabkan uremia. Itulah sebabnya data WHO terkini menyatakan persentase angka kelumpuhan maupun kematian akibat penyakit diabetes dan berbagai macam komplikasi menakutkan ini terus meningkat pesat. U n t u k
Untuk konsultasi & pengobatan, Hub :
HONGKONG MEDISTRA TCM JL. Jend. Sudirman No. 371, (Seberang Plasa Telkom), Pekanbaru - Riau Telp : 0761-33345 Hotline 24 jam: 0761- 7777 283, Hari Minggu & Libur Tetap Buka
mengatasi penyakit diabetes dan komplikasinya, Hongkong Medistra TCM Pekanbaru menggunakan metode TCM ( Tradisional Chinese Medicine ) yang terdepan yakni “Bai Wei Hu Yi Liao Fa”” , mengatasi penyakit dengan ramuan herbal yang disesuaikan jenis & kondisi penyakit penderita, dihasilkan dari 33 jenis obat berharga ditambah 28 jenis obat organik, daya serap obat sangat tinggi, rata-rata penderita diabetes setelah diobati sekitar 5-10 hari, gula darah menurun, gejala seperti kaki tangan kesemutan, seluruh badan tidak bertenaga, insomnia (susah tidur),
dll berkurang secara nyata. Rata-rata setelah 40-60 hari, gula darah stabil, gejala komplikasi menghilang, daya tahan tubuh meningkat, keseluruhan tubuh membaik, sebagian pasien bisa berhenti konsumsi obat, fungsi insulin & sistem sekresi normal kembali, fungsi reproduksi pria kembali normal, sudah bisa kembali merasakan kehidupan sehat yang normal. Sudah banyak penderita merasakan khasiat mujarabnya: tidak ada efek samping, tidak menimbulkan ketergantungan, tidak pengaruh penderita menderita 10-20 tahun, kondisi penyakit parah / ringan, setelah diobati bisa menurunkan gula darah & seimbang, sesudah diatasi hingga keakar-akarnya tidak mudah kambuh.