Seni Budaya
MINGGU,, 17 Februari 2013
Cahaya Lentera Cinta
RESENSI BUKU Judul Buku : Cahaya Lentera Cinta Penulis : Khairul Azzam El Maliky Cetakan : Pertama,2012 Penerbit : Bayumedia Publishing Halaman : xi+255 halaman
KHARUL AZZAM EL MALIKY Y dalam novel ini merupakan seorang senandung jiwa hamba Allah yang begitu menjaga kesucian jiwa, iman dan cintanya kepada Tuhannya. Sebagai seorang santri lulusan pesantren salaf, ia begitu taat menjalankan titah Tuhannya. Dan itu tercermin dalam akhlaknya sehari-hari. Azamnya yang menyala-nyala telah terlihat sejak ia kelas 2 Aliyyah. Ibunya, Bu Maemunah adalah seorang janda dengan anak dua: Khairul Azzam El Maliky dan Sofia. Bu Maemunah adalah sosok perempuan penjual kue yang ingin menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi. Akan tetapi dalam perjalanan kisahnya, Azzam yang sejak Ibtidaiyyah memiliki ke mauan, bakat dan kecerdasan dalam menulis novel,,cerpen dan puisi, nekat mengikuti sayembara novelet yang diadakan oleh salah satu tabloid terbesar di Indonesia yang terletak di kotanya, Surabaya. Dengan berbekal novel perdananya, Kala Cinta di Uzbekhistan ia mengirim novelnya. Dan biaya pengetikannya seluruhnya ditanggung oleh Buk’enya. Dan dengan modal motto “Man Jadda wa Jadda!”, bocah desa lulusan pesantren itu akhirnya lulus sebagai pemenang lomba sayembara novelet pertama se-Indonesia. Satu tahun kemudian, Azzam yang sudah percaya diri dengan apa yang menjadi tekadnya, sekaligus apa yang akan menjadi pekerjaannya sebelum meminang gadis pujaan hatinya mengirimkan novelnya ke salah satu penerbit ber-
METRO RIAU
skala nasional, Jawa Pos. Setelah mengalami proses revisi selama tiga bulan, novel Azzam diterbitkan dengan jumlah oplah seribu eksemplar. Dan dalam rentang waktu dua minggu, novel Azzam, bocah yang selalu menjadi bahan ledekan gadis bernama Afifatuz Zakiyyah, laria manis alisa bestseller. Azzam sukses sebagai seorang penulis muda berbakat dalam usia 21 tahun. Tahun-tahun berikutnya, Azzam semakin percaya diri dengan melahirkan sejumlah novel bernuansa religi yang lebih mengguncang dari novel perdananya. Namun, seiiring dengan perjuangannya dalam membumikan ayat-ayat Allah dia atas muka bumi ini, ia samasekali tidak memikirkan satu hal: menikah! Kenapa. Sebab, Azzam hanya ingin menikahi sosok gadis yang menjadi dambaan hatinya selama ini: Afifatuz Zakiyyah. Lho? Bukankan Afifah sangat membencinya? Ya, itulah Azzam. Hanya dengan dan dari Afifah ia ingin mempunyai anak yang kelak dapat menggatikannya dalam berjuang mem bela agama Allah Ta’ala. Ia hanya ingin mencintai Afifah dengan berlandaskan iman dan takwa. Cinta suci yang kelak melahirkan keturunan yang suci, baik lagi shalihah. Tidak ada gadis yang lain. Dan setelah melalui perjalanan yang begitu panjang dalam menjalani skenario Allah yang dituliskan untuknya, Azzam pun berhasil mendapatkan cintanya, Afifatuz Zakiyyah. Gadis berwajah anggun lulusan UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang. Mereka menikah dalam naungan sorban cahaya cinta Allah. Ujian demi ujian, prahara demi prahara dari Allah pun juga datang menguji kekuatan cinta mereka kepada Allah. Namun, Afifah adalah sosok istri yang tabah, sabar dan selalu menyejukkan serta menguatkan jiwa suaminya, Azzam. Itulah cuplikan dari novel Cahaya Lentera Cinta yang ditulis oleh penulis muda kelahiran 5 Oktober 1987 atau 25 tahun yang lalu ini. Novel terbitan dari Bayumedia Publishing Malang yang akan diangkat ke layar lebar dengan titel SOON TO BE A MAJOR MOTION PICTURES ini adalah sebuah edisi roman pembangun jiwa yang mengangkat tentang kehidupan
seorang santri salaf yang menurut orang sekitar begitu sangat sulit mendapat pekerjaan yang layak.Tokohnya, Khairul Azzam El Maliky, yang kebetulan adalah penulisnya sendiri menulis bahwa seorang santri salaf adalah sesorang yang mendalami ajaran Islam dengan sedtil-detilnya. Bahkan, seorang santri salaf mampu mengalahkan usttz-ustaz yang lahir dari kampus atau audisi. Ia sebagai seorang santri yang berasal dari Jawa dengan bismilah dan motto Man Jadda wa Jadda berangkat meng angkat bendera Islam dengan tinggitinggi untuk memperkenalkan kepada umat bahwa santri bisa menjadi novelis seperti Habiburrahman El Shirazy. Penulis juga menjelaskan kepada pembaca bahwa ujian yang dihadapi oleh seorang pemuda yang masih membujang tentunya sangatlah berat terutama dalam menghadapi keangguan wajah perempuan. Ia sangat dan paling takut ketika menghadapi makhluk yang bernama perempuan ini. Tetapi, ia bukan takut mencintai. Melainkan ia tidak ingin dekatdekat atau melihat wajah perempuan yang justru tidak halal baginya. Dalam novel ini penulis juga menuturkan bahwa tujuan menikah bukanlah sekedar mempunyai anak atau permainan belaka. Seseorang yang berumah tangga akan menemui ujian dan praha yang bakal mengguncang cinta dan kasih sayang. Apakah cinta dan kasih sayang mereka yang mengatakan cinta kepada Allah itu kuat?. Dan tentunya penulis juga menjelaskan bagaimana aklak istriistri di zaman sekarang. Yah sebagaimana tulisan-tulisan atau cerita-cerita yang ditulis oleh para istri di pelbagai media masaa yang salah satunya harian MX Pekanbaru, koran kriminal terbitan Pekanbaru. Penulis menangis dan merasa tersayat-sayat ketika membaca tulisan seseorang, seorang ibu rumah tangga tentunya. Dalam tulisannya, ibu rumah tangga tersebut telah mengkhinati cinta dan kesetiaan suaminya dengan pelbagai alasan. Ada yang menceritakan bahwa mereka sudah tidak harmonis lagi dengan suaminya sehingga melakukan zina dengan selingkuhannya sampai berkali-kali. Ada berselingkuh dengan atasannya di sebuah hotel sampai hamil. Ada juga yang
bercerita berselingkuh dengan teman facebooknya hingga check in di sebuah hotel dan mereka melakukan adegan yang sangat dilaknat oleh semua agama tak terkecuali Islam! Nauzubillahiminzalik!. Dan bagaimana penulis meniupkan ruh Al-Qur’an kepada tokoh utamanya, Afifatuz Zakiyyah yang begitu setia kepada suaminya meskipun dalam kehidupan susah bagaimanapun. Ia tetap setia mendampingi suaminya dalam memperju angkan agama Allah, yaitu kalimat tauhid Lailahailallah! Sebuah kesetiaan yang patut ditiru oleh remaja-remaja putri zaman sekarang. Maka pantaslah jika novel yang ditulis berdasarkan kisah nyata penulis sendiri dengan sang pujaan hati Afifatuz Zakiyyah men dapat apresiasi dari PIC Bayumedia Publishing dan dewan redaksi JPBOOKS sebagai Ayat-Ayat Cinta yang megabestseller pada 2007. Selain menceritakan tentang kisah cinta dan perjuangannya dalam menegakkan ayat-ayat Allah dalam novel Cahaya Lentera Cinta, Khairul Azzam El Maliky menulis kisah-kisah nya yang penuh teka-teki dan tanda tanya besar dalam tiga novel tebal yang bakal menjawab segala yang berkaitan dengan hatinya: Munajat Sesayat Cinta(2011). Novel ini berisi tentang kisah lanjutannya dengan Afifah. Langit Bumi(2014) yang menceritakan kisahnya dengan Yulia Nur Afifah,istrinya. dan yang terakhir, Yah, Tunggu Adek di Surga(2014),yang merupakan novel pamungkas dari novel Cahaya Lentera Cinta. Novel yang bakal menghadirkan tokoh utama Zidna Ilma dan Ayatul Husna yang melanjutkan perjuangan Azzam. Dalam usianya yang masih relatif muda, 25 tahun penulis telah menghasilkan sejumlam novel,cerpen dan novelet yang dimuat di pelbagai media massa.Baik di Jawa maupun di Pekanbaru. Sungguh amazing, exciting dan superb. Dan selain sibuk menulis novel, kali ini penulis sedang merampungkan skenario film Cahaya Lentera Cinta yang merupakan gabungan dari novel:Cahaya Lentera Cinta, Munajat Sesayat Cinta, Langit Bumi dan Yah, Tunggu Adek di Surga. Dan ini sebuah cerita atau kisah yang ‘tak masuk akal’ bagi kalangan
sastrawan di negeri ini, novelis yang satu ini membantu seorang asisten resninya yaitu menata koran Riau Pos, Tribun Pekanbaru, Metro Riau dan Haluan Riau di salah satu sudut jalan di kota Pekanbaru. Sebuah tindakan gila bagi seorang penulis muda yang masih mempunyai kesempatan besar untuk meng- Go Timur Tengah dan Asia Tenggara-kan karya hebatnya. KHAIRUL AZZAM EL MALIKY. Lahir di Probolinggo, 25 tahun yang lalu. Karya-karyanya antara lain, Kala Cinta di Uzbekhistan(2006), Pernikahan & Prasangka Cinta(2007), Laskar Rasul Al-Kazab(2008), Inikah Cintamu Ya Tuhan(2009), Cinta di Atas Sajadah(2010), Cahaya Lentera Cinta(2011), Munajat Sesayat Cinta(2011) dan Ketika Cinta Bersujud Kembali(2011).Bermastautin di Mergosno Malang-Jatim. Sekarang fokus di Pekanbaru untuk premiere launching of promotion novel Cahaya Lentera Cinta, Munajat Sesayat Cinta & Ketika Cinta Bersujud Kembali bersama sahabatnya. COVER RESMI PROMOSI NOVEL CAHAYA LENTERA CINTA: PEMBANGUN JIWA, SOON TO BE A MAJOR MOTION PICTURES. Penulis: KHAIIRULAZZAM EL MALIKY Penerbit:Bayumedia Publishing Tebal:255 halaman Designer & layout:Novia Rosita Kategori:Skenario Film Reliji Cetakan: Pertama,Desember 2012 Setting:Pekanbaru,Riau YULIA NUR AFIFAH, Pendamping kedua KHAIRUL AZZAM EL MALIKY yang lahir 21 tahun yang lalu di Mergosono, Malang-Jatim. Lulusan Magistra Utama Malang ini menjadi tokoh utama pamungkas dalam novel Langit Bumi(2014). Sekaligus menjadi Bunda dari Zidna Ilma dan Ayatul Husna dalam kehidupan nyata. Ia memiliki toko butik di kota Apel dan manager resmi dari Zizi & Husna Agency. Please follow us: fb:afifatuzzakiyyah. Twitter:@afifatuzzakiyyah email:afifatuz_zakiyyah@ ymail..com. blog:ihwahmediabooks.
Tuah Pantun Melayu PANTUN merupakan bentuk sastra lisan Melayu yang masih hidup di tengah masyarakatnya. Disamping sebagai bahasa hiburan, kelakar, sindiran, pelampiasan rasa “rindu dendam” antara bujang dan dara. Pantun juga dijadikan media dakwah dan tunjuk ajar. Penyampaian aqidah Islam, nilai luhur budaya dan norma-norma sosial adalah salah satu bentuknya. Melalui kegemaran berpantun ini, para ulama, pemuka adat dan cerdik pandai tanah Melayu menanamkan serta meyebarluaskan ajaran Islam, termasuk nilai-nilai luhur budaya kepada masyarakatnya. Mereka menjelaskan bahwa nilai luhur budaya melayu tidak dapat dipisahkan dari ajaran agama Islam, sebab sumber dan punca dari keseluruhan nilainilai luhur dimaksud adalah Islam. Sesuai dengan ungkapan “Elok Budaya Karena Agama, Elok Adat Karena Kiblat.” Pantun yang berisikan dakwah dan tunjuk ajar ini disebut pantun berisi atau pantun tunjuk ajar atau pantun nasehat. Penyampaiannya dilakukan secara bervariasi, seperti pantun nyanyian, pantun adat, pantun kelakar, pantun nasehat dan pantun berkasih-sayang, ter-
masuk pantun mantra (monto). Penggunaan kata dalam setiap bait pantun cukup terbatas, namun mereka (orang tua-tua melayu) mampu mengentalkan isinya sehingga mudah dipahami. Hal ini tidak lepas dari keterlibatan mereka sejak kecil dalam ikhwal pantun-memantun. Sehingga memberi peluang untuk meningkatkan kemampuan dalam hal menjalin berbagai isi pantun. Menjalin unsurunsur dakwah dan tunjuk ajar kedalam sebuah pantun menjadi kelebihan tersendiri bagi masyarakat Melayu, dan bukan suatu keheranan bila kebanyakan orang tua Melayu mampu berpantun secara spontan. Sesekali sarat hiburan, pantun pun dijadikan sebagai media pembelajaran dan pelatihan kecakapan diri. Dalam berbalas pantun, sering terjadi semacam ujian terhadap kemampuan seseorang menjawab pantun yang “dijual” lawannya itu. Dengan demikian ia dilatih untuk berfikir secara cepat supaya dapat membalas dan menjual pantunnya. Hal ini lambat laun menyebabkan ia memiliki kemampuan untuk berpantun secara otomatis. Ia terbiasa berfikir cepat, menyusun pantun dalam waktu singkat kemudian memantunkannya secara spontan.
Pantun memantun lambat laun menjadi kebiasaan dalam pembicaraan sehari-hari komunitas Melayu. Mereka dalam melakukan percakapan diselingi dengan pantun-memantun sesuai dengan isi pembicaraannya. Kebiasaaan ini berlanjut dan semakin mengokohkan peranan pantun dalam kehidupan mereka. Bahkan, sebagian orang tua-tua itu mengatakan, bila percakapan tidak diselingi pantun-memantun, maka pembicaraan itu terasa hambar. Karenanya dalam berbual mereka meyelipkan pantun, yang mereka sebut sebagai “pemanis cakap” yang hakikatnya menyampaikan isi tertentu pula. Dimasukkannya pantun dalam percakapan semakin membuka peluang penyampaian dakwah dan tunjuk ajar melalui pantun. Sebutan “pemanis cakap,” “pelemak kata,” “penyedap bual,” dan “bunga cakap,” tidak lah bermakna mengecilkan arti pantun, tetapi sebaliknya semakin mengokohkan peranan pantun itu sendiri. Apalagi pantun-pantun yang disampaikan didalam perbualan itu adalah pantun pilihan yang isinya sarat dengan berbagai pesan, petunjuk, petuah, amanah, yang hakekatnya men-
gandung unsur dakwah pula. Hal ini menunjukkan, bahwa pemakaian pantun amatlah luas. Sehingga pemanfaatannya sebagai media dakwah dan tunjuk ajar amatlah tepat, karena mampu menembus semua lapisan masyarakat. Penegasan pemanfaatan dan pemakaian pantun sebagai media dakwah dan tunjuk ajar itu satu di antaranya terucap dalam pantun berikut ini: “apa guna pantun dibuat, pantun dibuat mengajari umat: mengajari ilmu dunia akhirat mengajari syarak beserta adat mengajari orang mengenal kiblat mengajari amal serta ibadat supaya hidup tidak tersesat bila mati beroleh rahmat”
Penegasan orang tua-tua melalui ungkapan diatas semakin mengokohkan peranan pantun sebagai media dakwah dan tunjuk ajarnya. Hal ini mendorong pakar-pakar pantun memasukkan unsur dakwah dan tunjuk ajar kedalam setiap pantunnya. Semakin sarat pantun itu dengan nilai-nilai luhur, semakin banyaklah orang menyukainya. “pantun berisi” ini kemudian disebarluaskan ketengah-tengah masyarakat, didendangkan melalui nyayian, diselipkan dalam perbualan, dibahas dalam musyawarah adat, diuraikan da-
Harian Pagi
DIBUTUHKAN SEGERA
METRO RIAU
MONA MON MO ONA NA PLAZA PLA PL LA AZA HOTEL HOT HO OTE TEL EL
Berwawasan dan Berkepribadian
Paket
Meeting Hanya
Rp. 50.000,-/pax
Ka perusahaan Kami perussahaa aan dib dibidang bida id dang Me Med Media edia ia me membutuhkan embut utu tuhka kan tenaga te t tangguh ta h da dan d an te tera teram tteramp ramp pMETRO il ya y RIAU yang me emiilik iki ki de dedikasi ed kas edika asi ya yang tinggi, ttinggi ingg gi, unt untuk ntu tuk b bergabung berga erg gabung bung b bersama erssam ma me menjadi enj nja jad adi : Harian Pagi
Berwawasan dan Berkepribadian
1. DESAIN GRAFIS
Harian Pagi P g
METRO ETRO RIAU
2. LAYOUT
Suuda Sud daah Teermasuuk : • 11xx Sn Snack nack • 11xx Ma Makan akaan SSiang/Malam iaang/ ngg/ /Maalaam
Harian P Pagi g
METRO RIAU
Persyaratan : • Pria / Wanita METROD1 RIAU RI • Pendidikan minimal • Meengua uas assai sala ah sattu pro ogra am ant nta ta ara la ain :P Photoshop, ho oto osho op, Fr Fre Freehand ree eeeha and & Pa Page Pag age ge Ma Maker akeer METRO RIAU • Jujur, Ulet, Rajin, Rapi dan Berpenampilan Menarik, METRO RIAU Siap bekerja dibawah tekanan • Sanggup bekerja dengan tim Berwawasan dan Berkepribadian B
Berwawasan dan Berkepribadian
Harian Pagi
Berwawasan d dan Berkepribadian Berk pr
Harian Pagi
Berwawasan B rwawasan dan Berkepribadian Berkepribadia
Harian an Pagi
Berwawasan rwaw dan Berkepribadian p
Ljsjnlbo!mbnbsbo!lf!; Harian Pagi Pag
MONA MON MO ONA NA PLAZA PLA PL LA AZA HOTEL HOT HO OTE TE EL Alamat A la ama mat at : Depan De epa an Kampus Ka ampus UNRI UNRI Panam Pa ana am
Telp. Te elp. 0761 076 07 761 - 64841 648 64 484 841
METRO RIAU
Harian Pagi METRO RIAU Jl. Soekarno-Hatta No. 20-28 METRO RIAU Pekanbaru, Riau Berwawasan dan Berkepribadian
Harian Pagi
Berwawasan dan Berkepribadian
lam pengajian dan sebagainya. Pantun-pantun ini diwariskan turun temurun, dibukukan oleh masyarakatnya. Kekalnya pantun melayu, tak lain karena kandungan isinya yang berpunca dari ajaran agama islam dan adat istiadatnya, yang “tidak lapuk oleh hujan dan tidak
lekang oleh panas.” Penjelasan ini memberi petunjuk, bahwa hakekatnya, pantun yang berkekalan adalah pantun yang kandungan isinya adalah nilai-nilai luhur yang abadi, sedangkan yang lainnya, tidaklah dapat bertahan lama. Setidak-tidaknya akan berubah
menurut perubahan zaman dan masyarakatnya. Hal ini mendapat penegasan dalam ungkapan “kalau pantun bermain-main, ia berubah menurut anginnya,” atau dikatakan “kalau sekedar pantun kelakar, setiap musim ia bertukar.” (krm/net/berbagai sumber)
Bukan Musikalisasi Puisi RATUSAN orang masuk riuh dan sibuk dalam gedung pertunjukan, mencari-cari bangku yang tepat untuk diduduki. Sementara lampu panggung masih gelap dengan segala kemisterian pertunjukannya. Seorang pria keluar dengan celana ketat dan baju yang mengecil, wajahnya penuh dengan kumis klimis kemudian menghentak keheningan panggung. Ia menyampaikan orasi budaya yang terus berceloteh tentang sebuah kehidupan, layaknya puisi dan roda yang terus berputar. Penonton pun termangu mendengar celotehan yang terdengar seperti aktor teater. Sekilas dengan kostum dan keanehan wajahnya, sepertinya pertunjukan dibalik tirai yang belum terbuka itu pastilah sebuah garapan teater. Itulah kiranya yang akan membuat pola dan konsepsi yang berputar di kepala penonton. Namun semuanya salah ketika tirai panggung tersibak lalu muncullah kumpulan komposisi yang padu dari berbagai alat musik. Pertunjukan musikkah? Tentu saja kita (penonton) kembali diliarkan oleh dugaan-dugaan sementara. Sampai masuklah pada sebuah alunan musik modern yang dipenuhi techno dan dentuman tuts keyboard yang singgah di telinga. Lampu pun memenuhi panggung proscenium anjung seni idrus tintin dengan latar siluet sebuah bangunan tinggi pencakar langit. Inilah sebuah pertunjukan yang ditaja oleh komunitas Home Poetry (HP) Medan. Dalam
Rian Harahap pertunjukan yang ditaja dalam dua sesi ini pada sabtu (9/2) ini, banyak sekali kejutan yang dihadirkan. Mulai dari anggapan penonton yang menganggap pertunjukan ini aneh hingga asumsi yang mendasar dan menikmati pertunjukan ini dengan konsep yang tertata rapi. Komunitas HP dalam hal ini membuat garapan dengan judul ‘Melainkan’ yang merupakan sebuah garapan yang didasarkan pada benturan ‘kelainan’ yang ia cicipi selama menemui sebuah titik dalam musikalisasi puisi. Dengan menggandeng sebuah prestasi juara umum nasional musikalisasi puisi pada 2011. Agaknya para juri yang memenangkannya seperti Sujiwo Tedjo, Uli Sigar Rusyadi dan Iman Soleh membuat keputusan yang tepat. Dalam kompetisi yang dimenangkan oleh Hasan Al-Banna yang sebelumnya membawa nama sanggar Rumput Hijau SMAN 2 Binjai itu masih memiliki kekurangan disana-sini. Dari kemenangan itulah mereka terus mencari bentuk musikalisasi puisi yang seutuhnya. Hingga membenturkan diri kembali dalam bentuk garapan musikalisasi puisi dan
bertransformasi menjadi sebuah grup utuh. Dengan sadar Hasan Al-Banna menggandeng Musikalinea yang merupakan lanjutan dari sanggar Rumput Hijau serta digabungkan dengan Musisi Dunia Akhirat yang notabene memiliki aliran musik tradisi batak dan modern. Alunan sordam berlayar bersama kesiur angin/ Menelusuri persawahan di antara padi-padi/ Sepanjang hamparan sigalangan membakar dingin/ Dan burungburung yang sibuk memetik hasapi. Begitulah sepenggal sajak ‘Torsa Ni Namora Pande Bosi’ karya M.Raudah Jambak. Puisi itu menjadi alunan keeempat yang dihadirkan ke telinga penonton. Alunan yang datang dalam bahasa musik halus, disertai pukulan ‘keteng-keteng’ alat musik khas karo dan taganing khas toba seketika menghantarkan penonton masuk dalam wilayah sumatera utara. Dentingan kecapi dan alunan suling dan notasi yang menggetarkan sudah membuat penonton nyaman dibangkunya. Inilah mungkin sejenak keberhasilan yang diraih Hasan Al-Banna dalam membuat penonton yang nyaman hingga pertunjukan berakhir. (*Rian Harahap adalah Guru Swasta dan Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sajak, Cerpen dan Esainya dimuat di dimuat di Harian Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Riau Pos, Koran Riau, Metro Riau, Pekanbaru Pos, Analisa, Waspada, Mimbar Umum, Medan Bisnis dan Majalah Daulat. Berdomisili di Pekanbaru, Riau.)*