Seni Budaya
METRO RIAU MINGGU,, 10 Novemberr 2013
Starting Point RIAU menjadikan kesenian sebagai starting point dengan memposisikan unsur kesenian sebagai inti lingkaran unsur-unsur kebudayaan, dan memposisikan unsur kebudayaan lainnya di lingkar luar yang saling mengait dengan lingkar inti. Sebagai inti, kesenian Riau dapat dipandang sebagai spirit
terhadap siklus kehidupan orang-orang Melayu, karena
unsur-unsur seni menyusup dan menghiasi hampir semua tatanan kehidupan orang-orang Melayu. Unsur seni dapat ditemukan berkait dengan sistem religius. Setiap seni bagi orang Riau adalah produk gagasan, dan gagasan selalu bersumbu pada keyakinan akan sesuatu yang mutlak. Seni-seni Melayu adalah seni-seni yang terikat kepada kepercayaan ketuhanan, dan untuk sebagian besar kewujudannya bahkan mengekspresikan sekaligus memperteguh kepercayaan itu, seperti tergambar dalam sejumlah syair dan hikayat didaktik-religius Islam yang populer di tengahtengah masyarakat Melayu. Syair, hikayat, kayat, legenda-legenda, berbagai nyanyian rakyat, dan seluruh kekayaan tradisi lisan dan tertulis Melayu menampilkan unsur seni yang berada dalam siklus (pusaran) bahasa. Sedangkan kaitannya dengan sistem teknologi, terdapat dalam berbagai corak senibina (arsitektur), tenunan, dan kerajinan, yang menampilkan ornamen-ornamen serta corakragi yang khas. Unsur kesenian yang mengait dengan sistem pengetahuan sebagian besar terbangun dari hubungan dialogis manusia dengan tumbuhan dan hewan, yang telah mengilhami lahirnya pengetahuan orangorang Melayu Riau tentang ramuan dan obat-obatan, ilmu lebah, ilmu padi, dan sebagainya, yang tampil dalam berbagai bentuk ekspresi seni. Dalam kaitannya dengan sistem organisasi kemasyarakatan, kesenian tampil mengusung tataran nilai-nilai, norma-norma, dan pantanglarang sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Upacara-upacara adat yang menjadi ekspresi ikatan sosial dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial tersebut juga hadir dalam wujud yang estetis dan sukar dipisahkan dengan ekspresi-ekspresi seni. Sedangkan dengan sistem
mata pencaharian, kesenian terhubung secara erat dengan siklus perekonomian yang digeluti orang Melayu. Melalui berbagai genre seni pertunjukan dan sastra, misalnya, batobo yang hadir sebagai seni fungsional dalam peristiwa ekonomis gotong royong, dan sangat nyata dalam peristiwa ekonomi “Tapan Lapan�. Istilah ini merupakan sebutan khusus untuk menjelaskan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh orang Melayu yang menunjukkan jenis pekerjaan sebagai sumber pendapatan keluarga Melayu. Bagaimana melihat keterkaitan kesenian dengan sistem mata pencaharian masyarakat Riau “Tapak Lapan� tersebut? Memadailah ringkasan berikut ini. Sumber pendapatan orang Melayu Riau itu berasal dari pekerjaan (1) berladang (pertanian), (2) beternak (peternakan), (3)
menangkap ikan (perikanan), (4) beniro (menetek enau dan kelapa), industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri), (5) mengambil atau mengumpulkan hasil hutan atau laut (perhutanan), (6) berkebun tanaman keras atau tanaman tahunan (perkebunan), (7) bertukang, dan (8) berniaga (perdagangan). Dalam konsep seperti itu, masyarakat Melayu Riau tidak hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan saja. Biasanya apabila waktu pagi mereka berkebun, sorenya mereka menangkap ikan, dan adakalanya juga selesai berkebun mereka mencari hasil hutan salah satu kegiatannya seperti beniro (mengambil air nira). Ketika musim hujan dan tidak bisa memotong karet, maka orang Melayu melakukan kegiatan berkebun atau bertani, seterusnya ketika kemarau berkepanjangan maka saatnya orang Melayu meramu hasil
hutan. Tujuannya adalah selain meragamkan (diversitifikasi) sumber pendapatan juga merupakan strategi untuk menghadapi kegagalan atau krisis akibat dari hanya satu pekerjaan sebagai sumber pendapatan. Ini juga merupakan taktik atau cara jangka pendek masyarakat Melayu dalam menggunakan sumber daya alamnya, maupun berhubungan dengan peristiwa atau keadaan ekonomi sesaat. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut berarti mereka harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang alam dan lingkungan hidupnya, serta kiat atau teknik menghasilkan sesuatu yang berguna secara ekonomis dari sumber dan lingkungannya. Sebab dengan pola itu, mereka bisa melihat hubungan dan saling ketergantungan antara manusia dengan alam, serta hubungan antara flora dan fauna dengan hutan tanah.
Tujuan lainnya adalah upaya orang Melayu Riau dalam menghadapi krisis ekonomi. Dan, menghindari krisis tersebut untuk mencukupi dengan melakukan penggantian pekerjaan dengan pekerjaan yang lebih tepat dan sesuai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Delapan macam mata pencaharian ini, juga memperlihatkan betapa Melayu di Riau mempunyai khazanah budaya yang panjang. Budaya masyaraka Melayu tersebut adalah budaya perairan, laut (maritim), pesisir, aliran sungai, niaga (dagang), dan bandar (pelabuhan). Budaya Melayu dengan paradigma yang demikian, telah membentuk mentalitas mereka menjadi manusia yang independen, pragmatik, mudah bergerak ke mana-mana (mobil) bila bersaing, memperlihatkan kualitas teknis serta punya harga diri yang tinggi. (krm/net)