INTERNASIONAL
RABU, 21 NOVEMBER 2018
21
Kasus Khashoggi Buat Trump Dilematik Sikap Presiden AS Donald Trump yang kerap berubah terkait dengan MBS mendapat kritikan dari pengamat Timur Tengah. DENNY PARSAULIAN SINAGA denny@mediaindonesia.com
AFP/CARLOS ALONZO
ERUPSI GUNUNG FUEGO: Gunung Berapi Fuego meletus terlihat dari kawasan Escuintla, Guatemala, kemarin. Pemerintah Guatemala memberlakukan status berbahaya setelah Gunung Fuego meletus dan hampir 3.000 orang yang bermukim di sekitar gunung tersebut diungsikan.
Gunung Fuego Meletus, Warga Dievakuasi PIHAK berwenang Guatemala menge luarkan peringatan dan mengevakuasi sekitar 4.000 orang, Senin (19/11), saat Gunung Berapi Fuego meletus untuk kelima kalinya tahun ini. Letusannya mengirim semburan abu dan lava menuruni gunung sebelum aktivitasnya menurun dan kemudian berhenti. Kenangan masih segar saat Gunung Fuego meletus pada Juni. Letusan terdahsyat terjadi pada Juni lalu ketika gunung setinggi 3.763 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu memuntahkan batu, abu, dan gas beracun yang menyebabkan hampir 200 orang tewas dan 235 lainnya hilang. Direktur Institut Vulkanologi Pablo Oliva mengatakan tingkat aktivitas gunung berapi telah turun secara signifikan pada Senin malam. Seorang juru bicara lembaga manajemen bencana Guatemala, CONRED, David Leon, sebelumnya mengatakan,
pihaknya memutuskan untuk mengevakuasi Kota Madya Escuintla dan dua distrik lainnya. Sekitar 4.000 orang dibawa ke tempat penampungan sementara sebagai tindakan pencegahan. Leon mengatakan letusan itu menjadi semakin ganas setelah Minggu pagi, yang menyebabkan keselamatan ribuan orang yang tinggal di lereng gunung setinggi
3.763 meter (12.246 kaki) itu terancam. Muntahan lava membubung hingga ketinggian 500 meter di atas kawah Fuego, sedangkan kolom abu melebihi 1 kilometer di atas kawah menyebabkan hujan abu di sekitarnya. Letusan sebelumnya pada 12-13 Oktober ditandai dengan kerasnya ledakan dan aliran lava. Pada saat
itu, 62 orang dievakuasi dari rumah mereka sebagai tindakan pencegahan dan jalan raya di sekitar gunung ditutup. Banyak dari mereka yang dievakuasi pada hari Senin mengatakan mereka takut mengalami letusan Juni yang mematikan. “Kami takut dan itu sebabnya kami dievakuasi,” kata Miriam Garcia, dari Desa El Rodeo yang sebagian besar selamat dari letusan mematikan. “Anda harus keluar secepatnya karena ketika itu (bahan vulkanis) mendekat, Anda tidak lagi memiliki waktu untuk pergi, bahkan jika Anda berlari karena itu datang sangat cepat,” kata Oscar Juarez dari El Rodeo. Aktivitas di dua gunung berapi lainnya di Guatemala, Pacaya dan Santiaguito, telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Namun, dua gunung itu belum memasuki fase letusan. (AFP/Yan/I-1)
Pria Bersenjata Bunuh 3 Orang di RS di Chicago ADU argumen di tempat parkir sebuah rumah sakit di Chicago berubah menjadi penembakan yang menewaskan tiga orang, termasuk seorang perwira polisi, di Kota Chicago, AS, pada Senin (19/11). Kekerasan baru berakhir ketika polisi akhirnya terlibat dalam tembak-menembak dengan pria bersenjata di dalam Mercy Hospital. “Ada empat orang yang meninggal, yakni petugas polisi, dua karyawan staf perempuan di rumah sakit, dan pelaku,” kata Inspektur Polisi Eddie Johnson kepada para wartawan. “Penembak membunuh korban pertamanya, yakni seorang perempuan yang berada dalam hubungan
domestik dengan dia saat berdebat di tempat parkir. Kemudian dia menembak polisi ketika mereka tiba di rumah sakit dan berlari ke dalam,” kata Johnson. Pasien-pasien digambarkan merasa waswas dengan suara tembakan di luar Mercy Hospital dan melihat seorang lelaki berjalan dengan seorang perempuan di tempat parkir sebelum menembaknya di dada tiga kali. “Begitu dia jatuh ke tanah, dia berdiri di atasnya dan menembaknya tiga kali lagi,” kata pengamat James Grey. Pasien Hector Avitia mengatakan kepada televisi CBS bahwa dia ber-
sama istrinya menunggu hasil tes ketika dia melihat seorang pria bersenjata membalas tembakan pada seseorang ke arah tempat parkir. “Kemudian segera, seorang petugas datang dengan sebuah SUV, dan (si penyerang) menembaki mereka dan kemudian mengisi ulang dan menembak mereka lagi,” kata saksi lain. “Kemudian dia masuk ke rumah sakit dan melepaskan lebih banyak tembakan.” Kurang dari dua minggu sebelumnya, seorang pria bersenjata membunuh 12 orang di bar musik California yang dipenuhi mahasiswa. Itu terjadi setelah serangan anti-
Semit terburuk dalam sejarah modern AS, ketika seorang pria bersenjata menembaki para anggota jemaat di sebuah sinagoge di Kota Pittsburgh, Amerika Serikat, pada 27 Oktober. Orang yang lewat RS diperingatkan saat terdengar antara enam dan sembilan tembakan yang awalnya mereka kira suara kebisingan konstruksi. “Saya takut sekali. Saya tidak pernah begitu takut. Saya mendengar penembakan terjadi setiap hari di tempat kerja orang, tetapi tidak di mana saya bekerja,” kata seorang karyawan klinik keluarga rumah sakit. (AFP/Yan/I-1)
P
E M B U N U H A N s e o ra n g jurnalis yang bermarkas di Saudi telah menempatkan Presiden Donald Trump dalam ikatan yang keras. Apakah Trump mau mengambil risiko perpecahan dan menerima kesimpulan Central Intelligence Agency (CIA) bahwa Pangeran Mahkota Saudi Muhammad bin Salman, pemimpin de facto negara itu, memerintahkan pembunuhan itu. Presiden AS telah menahan diri untuk menyerang Pangeran Muhammad sejak Jamal Khashoggi, seorang wartawan veteran Saudi yang telah menulis artikel kritis terhadap Riyadh untuk The Washington Post, terbunuh dan terpotongpotong di konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober. Dengan Riyadh di bawah tekanan internasional, jaksa Saudi mengumumkan penangkapan 21 tersangka dan tuduhan terhadap 11 orang, dengan mengatakan lima orang akan menghadapi kemungkinan hukuman mati. Pada saat yang sama, Washington mengumumkan sanksi terhadap 17 orang Saudi yang diduga terlibat, termasuk dua pembantu utama sang pangeran. Tidak ada pihak yang menyebut siapa otak operasi itu. Namun, menurut Post dan The New York Times, CIA yakin bahwa itu ialah Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) sendiri. Itu menempatkan Presiden AS dalam sebuah tekanan. Dia telah membentuk aliansi mendalam dengan Saudi atas ketidaksukaan terhadap Iran dan kepentingan bersama dalam menjaga harga minyak global tetap stabil. Untuk alasan itu, sampai sekarang, Trump tampak enggan untuk menunjuk Pangeran Muhammad dalang pembunuhan Khashoggi, dengan mengatakan dia belum melihat buktinya. Dia mengatakan pada hari Minggu (18/11) bahwa dia kemungkinan hanya akan diberitahu kesimpulan CIA pada Selasa. “Trump hanya memiliki dua pilih an,” kata Michele Dunne, seorang ahli Timur Tengah di Carnegie Endowment for International Peace. “Dia bisa setuju dengan evaluasi intelijen dan sejalan dengan apa yang ingin dilakukan Kongres, yang berarti menunjukkan secara publik atau pribadi bahwa AS tidak akan bekerja lagi dengan MBS.” Atau, dia bisa melawan semua
itu dan mencoba melindungi hubungan Gedung Putih dengan pangeran. Kedua opsi memiliki risiko tinggi. “Memutuskan hubungan dengan Putra Raja Salman bin Abdulaziz al Saud ialah langkah ekstrem, tetapi tidak berarti perpecahan bilateral yang lengkap,” kata Dunne. “Arab Saudi bukan MBS dan MBS bukan Arab Saudi.”
Menolak mengutuk Jika Trump menolak untuk mengutuk Pangeran Muhammad, kongres yang marah dapat mengambil tindakan yang akan merusak hubungan dua negara, seperti membekukan penjualan senjata ke raksasa Timur Tengah. Senator senior Republik Lindsey Graham, yang dekat dengan presiden, tidak melakukan serangan terhadap pangeran atas kematian Khashoggi.
“Memutuskan hubungan dengan Putra Raja Salman bin Abdulaziz al Saud ialah langkah ekstrem, tetapi tidak berarti perpecahan bilateral.” Michele Dunne Ahli Timur Tengah
“Saya percaya dari hari pertama bahwa 15 orang, 18, berapa pun jumlahnya, mereka tidak naik dua pesawat, pergi ke Turki dan mencincang seorang pria di konsulat yang merupakan kritikus putra mahkota, tanpa putra mahkota mengetahui tentang hal itu dan menyetujuinya,” kata Graham kepada NBC. Sementara itu, Raja Salman dari Arab Saudi, Senin (19/11), berpidato pertama pascakasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Dalam pidato tahunannya di Dewan Syuro Saudi, Raja Salman tak secara langsung menyinggung kasus yang menjadi sorotan dunia dalam sebulan terakhir. “Kami memastikan negara ini tak akan melenceng dari penerapan hukum Tuhan tanpa mendiskriminasi siapa pun,” terang Raja Salman. Dia juga memuji MBS yang dianggap sukses melaksanakan reformasi di bidang ekonomi. (AFP/I-1)
Di Desa Pakistan, Gua Adalah Rumah
T
AHAN bom, tahan gempa, dan murah. Ribuan warga Pakistan memilih untuk berdiam di gua-gua di barat laut Islamabad. Mereka tinggal di rumah-rumah gua seperti hobbit di tengah kekurangan rumah nasional. Terletak sekitar 60 kilometer dari ibu kota Pakistan, hampir 3.000 orang tinggal di gua-gua di Desa Hasan Abdal. Demikian menurut anggota DPR, Haji Abdul Rasheed, yang rumahnya sendiri ialah salah satu tempat tinggal yang dibuat di tanggul-tanggul lereng bukit yang berat dan membumi. Gua Rasheed atau buray seperti yang dikenal secara lokal terdiri atas beberapa kamar berperabot minimalis yang dilengkapi beranda berangin. Gua biasanya digali dengan tangan. Lalu penduduk menggunakan tanah liat untuk memplester dinding. “Ini berfungsi sebagai benteng terhadap tanah
longsor,” kata mereka. “Tidak ada yang seperti itu. Jika Anda membangun rumah lumpur, itu runtuh saat hujan. Ini tidak runtuh,” kata Rasheed. “Ini tahan gempa dan antibom.” Meskipun penduduk setempat telah tinggal di gua-gua selama setidaknya lima abad sejak daerah itu dihuni suku Mughal, lonjakan harga perumahan telah mengubah selera untuk rumah-rumah besar yang harganya jauh lebih murah daripada rumah di perkotaan. “Kami membeli ini karena harganya lebih murah. Kami gali sendiri,” kata penduduk Ameer Ullah Khan. Penghuni gua zaman modern juga merekomendasikan struktur idealnya sesuai dengan cuaca Pakistan, yakni tetap dingin saat musim panas melonjak melewati 40 derajat celsius dan bagai kepompong hangat selama musim dingin. “Kami kebanyakan
menghabiskan musim panas kami di sini menggunakan gua sebagai tempat tinggal kami dan menyimpan barang-barang kami, termasuk panen gandum dan jagung kami,” kata Muhammad Sohail, warga lainnya. Hidup tidak semua mudah, misalnya, kurang cahaya alami yang cukup, gua-gua bergantung pada listrik kabel dari luar ke set TV listrik dan ponsel, sedangkan pipa dalam ruangan ialah kemewahan yang langka. Hampir 3.000 orang tinggal di gua-gua di Desa Hasan Abdal. Namun, dengan harga gua ratarata sekitar 40 ribu rupee (US$300) jika dibandingkan dengan rumah batu bata mulai sekitar 250 ribu rupee (US$1.800), penduduk setempat dan ahli properti mengatakan rumah gua jauh lebih terjangkau. “Bahkan di perdesaan, Anda membutuhkan setidaknya setengah juta rupee untuk
mendapatkan sebidang kecil tanah untuk membangun rumah,” kata agen realestat, Sakhi Riaz, kepada AFP. Biaya yang lebih rendah telah memungkinkan beberapa penduduk untuk berbelanja secara royal, dari kebun mawar ke kebun buah bertingkat. Tempat tinggal yang sederhana dipandang sebagai pilihan yang menarik saat Pakistan memerangi kelangkaan rumah yang terjangkau. Apalagi dengan pertumbuhan penduduk yang pesat di negara itu saat ini sekitar 207 juta. Perdana Menteri yang baru terpilih Imran Khan telah berjanji untuk mengatasi krisis dengan membangun sebanyak lima juta rumah baru, bahkan ketika krisis keuangan yang sedang berlangsung telah menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana ia akan membayar untuk itu. (AFP/ Denny Parsaulian Sinaga/I-1)
AFP/AAMIR QURESHI
RUMAH GUA: Seorang anak Pakistan tengah duduk di dalam gua yang
menjadi tempat tinggal keluarganya di Desa Nikko, sekitar 60 kilometer dari Ibu Kota Islamabad, pekan lalu. Rumah gua tahan bom dan tahan gempa tersebut menjadi tempat permukiman yang aman bagi penduduk miskin Pakistan.