indonesian treasure
Hotel yang Menyimpan Sejarah Dalam usianya yang genap seabad, hotel Majapahit mencoba memelihara keharmonisan antara masa lalu dan masa depan. FOTO OLEH RIZKY BUDIARTO TEKS OLEH DHARMAWAN HANDONOWARIH
Surabaya yang hiruk mendapatkan oase sejuk: hotel Ma-
japahit. Masuk ke lobby, kita beroleh ketenangan. Mata segera terkesima oleh kaca-kaca timah yang tampil di setiap kolom. Mengalihkan pandangan ke arah plafon, terlihat ada repetisi ornamen ala cungkil kayu dalam motif segitiga di empat sisi. Semua itu membawa kesan suasana art deco dengan garis-garis Frank Llloyd Wright (1867-1959).
92 | m arthaste wart.com
Dan lobby ini meyakinkan sebuah gedung masa lalu yang terpelihara. Apalagi jika menuju kompleks seluas sekitar 3 hektar itu. Mendengar usianya genap seabad, kita pun kian kagum. Sarkies bersaudara, asal Armenia, membangun hotel itu pada 1910. Keluarga Sarkies dikenal sebagai pemilik hotel Raffles di Singapura, Strand di Rangoon, serta Eastern and Oriental di Pe nang. Tahun 1936, Sarkies jualah
yang mengubah lobby dengan gaya art deco, yang berbeda de ngan kompleks kamar hotel yang cenderung art nouveau. Lobby itu, bertahan hingga kini. Dulu di sebelahnya ada toko kue Hoen Kwee dan Van Dorp Stationery Shop yang menjual alat tulis.
yang berubah Ketika Jepang takluk pada Perang Dunia II, pasukan Sekutu dan Belanda yang tergabung dalam AF-
PUTIH ABU-ABU
Dinding luar tampil dalam warna yang lunak, putih dengan aksen abu-abu, sehingga berkesan klasik. Demikian pula warna tegel teraso pada koridor (atas). Tegel ini dibuat baru dengan teknik pembuatan cara lama, di mana motifnya tercetak sampai ke dalam.
NEI (Allied Forces Netherlands East Indies) datang bersama rombongan Intercross (Palang Merah Internasional). Mereka menginap di sini. Kalau saja, pada 18 September 1945, tak berkibar bendera merah-putih-biru, hotel ini mungkin tak menyimpan cerita sejarah. Pengibaran itu memicu terjadi nya aksi pemuda merobek warna biru. Ini yang lalu memicu peristiwa 10 November 1945. Di awal kemerdekaan, hotel ini dikelola keluarga Sarkies dengan nama LMS (akronim dari Lucas Martin Sarkies). Pada 1969, kepe milikan berpindah ke grup Mantrust Holding Co, nama hotel menjadi Majapahit. Duapuluh
empat tahun berlalu, hotel itu di miliki Sekar Group dan Mandarin Oriental. Mereka merenovasi besar-besaran dengan biaya 35 juta dolar AS. Lalu sejak 2006, hotel dikelola Centra Cipta Murdaya. Dulu lobby hotel tak seindah sekarang. Banyak sekat, di antara nya berdinding tripleks, dan di situlah terdapat banyak function room. “Tamu harus melap meja karena debu jalanan. Mau makan, harus jalan jauh ke belakang,” kisah Robert DH Tanubrata, developer yang terlibat sejak awal proyek revitalisasi. Semua dijebol, dibuat lapang. Untuk menuju kamar hotel, kita akan melewati selasar atrium berornamen kaca
timah mewah. “Kami mendatangkan 20-an orang pekerja untuk merestorasi,” ujar Brian Yaputra, dari Eztuglass, yang mengerjakan perbaikan kaca timah.
Tegel Asli Komplek kamar dihubungkan koridor panjang berlapis tegel baru dari teraso warna abu-abu dengan motif bunga berwarna hitam. Lantai itu buatan sebuah pabrik tegel tua di kawasan Sidoarjo. “Ternyata, yang membuat lantai hotel ini dulu adalah kakek dari pemilik pabrik tegel itu,” terang Dr Joshie Halim, JIA, dari PT Joshie Arenco, konsultan proyek revitalisasi hotel ini.
MOTIF-MOTIF CANTIK
Akses menuju lantai dua adalah tangga lebar dengan material kayu mahoni. Railing-nya diperkuat dengan besi “sate” motif kuno. Tangga ini sepenuhnya merupakan elemen baru, dengan style mengikuti gaya lama, sebagaimana pagar di halaman Presidential Suite (kiri atas). Jejak elemen asli terlihat atara lain pada tegel motif art nouveau di selasar atrium (kanan atas).
mar thas te war t.co m | 9 3
indonesian treasure
LANGGAM ART NoUVEAU
Bentuk dan garis ala art nouveau tampak dari fasad bangunan awal di bagian atas (kiri) dan koridor kamar (tengah). Semua dipertahankan sesuai aslinya termasuk koridor depan. Perbaikan meliputi pemasangan balustrade (langkan) kombinasi besi dan kayu serta penutupan lantai dengan teraso bermotif.
94 | m arthaste wart.com
Ukuran Berbeda Kamar-kamar di hotel ini tak memiliki ukuran yang standar. “Dulu mungkin tak ada theodolit, sehingga setiap kamar ukurannya berbeda-beda,” kata Joshie Halim. Akibatnya, modul kamar lama dilupakan. Modul baru disesuaikan dengan kolom yang ada. Bint Sivirint & Associated, desainer interior yang berkeduduk an di San Fransisco, AS, terlibat dalam tata interior. Dengan pe ngalaman menata ulang interior Hotel Raffles di Singapura, ia melapis lantai kamar dengan kayu mahoni cokelat tua. Selebihnya, furnitur dibuat khusus dengan langgam tempo doeloe. Sulaiman, pegawai yang telah 25 tahun bekerja, mengenang betapa kontrasnya suasana hotel dulu dan sekarang. Ia ingat, hampir setiap kamar berpintu di ba gian belakang karena ada koridor.
Oleh desain baru, koridor belakang itu digunakan untuk tam bahan ruang kamar mandi dan instalasi air. “Lihat, kami selalu rutin mendempul dan mengecat ulang bagian-bagian yang kusam,” kata Imam Maksudi, Executive House keeper, sambil menunjuk pekerja yang sedang mengecat. “Hotel ini harus tetap tampil cantik.” Tak heran jika, James T. Costa, General Manager hotel ini, menyebut biaya perawatan gedung mencapai Rp75 juta per bulan. “Kami akan terus menjaga ambience hotel ini dengan baik, karena inilah ‘nilai’ hotel ini,” ujar James. Seakan, apapun hendak dilakukan demi menjaga hotel ini. Surabaya yang hiruk pikuk memang mendapatkan oase sejuk di sini. Sebuah peninggalan yang bermakna untuk waktu sekarang, juga masa depan.
WARISAN ART DECO
Kaca timah (foto kiri atas) yang telah rusak diperbaiki kembali dengan beberapa tambahan seperlunya di bagian bawah, tanpa mengurangi atau menambah motif asli. Penyesuaian bentuk juga dilakukan pada elemen lansekap, seperti pot tanaman (kiri bawah).