Oktober 2011

Page 17

Kulturama Kulturama

Budaya Anak Muda Tanpa Negara TEKS Rubayyi Astari, Rizkita Sari, dan Winda Destiana

Ada banyak kreativitas yang diciptakan anak muda Indonesia masa kini. Padahal, di tengah janji menyisihkan 20% anggarannya untuk pendidikan, banyak di antara mereka tak pernah disentuh negara.

M

alam menggantung di kawasan Salemba, Jakarta Pusat. Di bawah tenda di halaman sebuah minimarket, tak jauh dari ujung Jalan Salemba Tengah, Diza dan dua kawannya tak melepaskan mata mereka dari layar laptop di atas meja bundar itu. Sementara tangan Diza tak lepas dari scroll, mengutak-atik gambar di layar monitor itu. “Harus selesai malam ini,” kata Diza. “Bagian produksi sudah menunggu dari sore tadi,” tambahnya.

32

Foto www.balinesdance.com

Bagian produksi yang dia maksud, tak lain para penyablon yang ada di kawasan Jalan Pramuka, tak sampai satu kilometer jaraknya dari tempat mereka nongkrong malam itu. Rupanya, “Sudah satu setengah tahun ini, kami berempat bikin usaha clothing,” kata Nyoman, salah seorang teman Diza. Berbekal uang jajan, yang jumlahnya tak lebih dari Rp 3 juta setelah tiga bulan menabung, plus kegemaran mereka membuat gambar-gambar aneh dan lucu, ketiga gadis remaja itu berhasil mendirikan usaha pembuatan T-Shirt. “Selain kepada teman-teman dan saudara, produknya kami titipkan di sebuah distro di Cempaka Putih,” kata Nyoman. “Alhamdulillah, lebaran kemarin kami tak perlu minta uang kepada orangtua untuk beli baju baru,” kata Diza, penuh kebanggaan.

Oktober 2011

Di tengah kecemasan sebagian orang akan kreativitas anak-anak muda kita, sejatinya banyak bentuk kreativitas yang diciptakan anak muda Indonesia sekarang ini. Mereka beramai-ramai menciptakan suatu

inovasi untuk diperlihatkan kepada negeri sendiri maupun dunia internasional. Baik di bidang musik, senirupa, fashion, kuliner, dan juga kerajinan tangan. Selain Diza dan kawan-kawan, dan ribuan anak muda lainnya, di Bandung, ada Nata yang juga mencemplungkan diri di dunia clothing – usaha produksi pakaian. “Malah, sekarang kami sedang merintis membuat asesori dan perlengkapan outdoor,” kata Nata. Bicara soal clothing atau distro, mau tak mau kita memang harus menyebut Bandung. Karena kreativitas anak muda ini memang bermula di Kota Kembang. Sejak 1996, Bandung sudah memulainya. Meskipun, seiring usia dan kemapanan para pengelolanya, tak semua distro itu berumur panjang. Walaupun, ada juga yang konsisten sampai kini. Salah satunya, Airplane System, yang berdiri sejak 1998. Selama ini mereka pun konsisten dengan pola penjualan dan distribusinya: Berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya demi menghampiri calon pembeli. Ketika itu, pertengahan 1990-an, orang lagi ramai-ramainya menggandrungi merek luar negeri: Billabong, Roxy, Ripcurl, Oakley, dan lain sebagainya, anak-anak muda itu berpikir, kenapa tak membuat merek lokal yang kualitasnya tak kalah bagus dengan merek luar? Maka, setelah Airplane dan kawan-kawan, puluhan distro pun menjamur di kota Bandung. Tak jarang, mereka pun menjual produk-produk nonclothing, yang sekilas tampak ganjil, mengingat Bandung nun jauh dari laut: Peralatan olahraga surfing. OKtober 2011

33


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.