
6 minute read
KOPRI dan Keadilan Gender dalam PMII
Oleh: Muhammad Iqbal Fanani
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, atau PMII, adalah sebuah organisasi mahasiswa yang memegang prinsip aswaja an nahdliyah dalam pemikiran, tindakan dan ideologi. PMII sendiri memiliki komitmen yang biasa disebut trikomitmen PMII, yaitu: kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Tiga komitmen tersebut harus dipegang oleh baik kader maupun anggota PMII di manapun mereka berdinamika. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang sering diperdebatkan mengenai salah satu komitmen PMII tersebut, yaitu keadilan terutama pada keadilan gender. Dalam kaderisasi PMII, materi gender sangat sering diajarkan pada kader di masing-masing rayon/komisariat. Akan tetapi, secara institusi, PMII memiliki badan otonom yang dalam hal ini memisahkan antara laki-laki dan perempuan yaitu KOPRI atau Korps Putri.
Advertisement
Dalam kebanyakan struktur PMII di indonesia, mayoritas memiliki badan otonom KOPRI. Akan tetapi dalam struktur PMII Cabang Sleman belum pernah memiliki KOPRI dalam strukturnya, baik dalam tingkatan komisariat maupun rayon padahal dalam status keanggotaan PMII Cabang Sleman tercatat beberapa universitas besar. Mengenai hal tersebut, PMII Cabang Sleman memiliki alasan tersendiri kenapa tidak mendirikan KOPRI. Setelah mencari infor- masi, salah satu alasan kenapa PMII Cabang Sleman sampai saat ini belum memiliki KOPRI adalah karena adanya KOPRI sendiri seperti membatasi pergerakan kaum perempuan dalam PMII karena dalam pergerakannya seperti cenderung mengkhususkan perempuan, sementara dalam pergerakan laki-laki cenderung bebas.
Memang dalam sejarah pembentukannya, KOPRI berawal dari keinginan kaum perempuan untuk memiliki ruang sendiri dalam beraktifitas, sehingga mereka dapat bebas mengeluarkan pendapat atau apapun. Dalam tujuan itu secara jelas menyebutkan bahwa kaum perempuan ingin memiliki ruang sendiri dalam beraktivitas dan yang dipertanyakan mengapa tidak dalam ruang bersama yang dapat menghasilkan hasil pemikiran yang lebih general? Nah jika ditarik ulur lebih jauh hal ini juga dapat melemahkan eksistensi kaum perempuan dalam menaungi kedudukan di PMII. Salah satu contoh yang bisa diambil adalah dalam perebutan jabatan ketua mulai dari rayon hingga pengurus besar, seolah-olah kaum perempuan terpinggirkan karena adanya KOPRI yang dapat menjadikan perspektif kader PMII bahwa tempat kaum perempuan cukup menjabat di KOPRI sedangkan jabatan di rayon, kaum perempuan cukup menjadi pendukung saja meskipun dalam pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar karena pernah dalam beberapa posisi ketua di wilayah lain pernah diduduki kaum perempuan, akan tetapi masih sangat sedikit.
Dalam kasus di atas perlu diangkat kembali mengenai gender dalam kaderisasi PMII, padahal dalam gender PMII memiliki spirit dalam hal memperjuangkan keadilan gender yaitu, kesetaraan dan keadilan peran, fungsi, tugas dan tanggungjawab yang termuat dalam spirit gender berpandangan, bahwa kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, dan lain-lain. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki ataupun perempuan. Dalam kutipan tersebut telah dijelaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak dan tanggung jawab yang sama tidak terkecuali dalam hal struktural organisasi dalam PMII yang seharusnya setiap pos dalam organisasi tidak ada ketidakadilan peran. Mungkin dengan adanya evaluasi ini perlu adanya pengkajian mengenai KOPRI yang masuk dalam struktural PMII atau hanya cukup menjadi wadah perkumpulan tanpa harus masuk struktural PMII.
Dalam mengatasi hal ini, perlu ada pemahaman tentang gender agar dalam pendirian KOPRI itu sendiri tidak diseleweng- kan dalam penyempitan gerakan srikandi-srikandi PMII, yang kalau dibiarkan dapat berakibat pada berkurangnya partisipasi kader perempuan dalam organisasi. Pembelajaran tentang gender ini bukan hanya perlu dilakukan pada PMII yang sudah memiliki KOPRI saja, melainkan juga perlu diajarkan pada kader-kader PMII yang belum ada KOPRI agar mereka paham tentang pentingnya pendirian KOPRI dalam struktur PMII.
Pemahaman gender dalam PMII sendiri juga masih terasa belum begitu konsisten karena fokusnya sebagian besar dihabiskan pada kasus-kasus yang sederhana dan selalu menjadi topik di setiap tahunnya. Oleh karena itu perlu ada kasus pembaharuan dalam kaderisasi di PMII agar apa yang diberikan pada kader-kadernya tidak monoton. Terutama pada PMII Cabang Sleman yang pada kaderisasinya sudah cukup sederhana, tapi dalam pelaksanaannya masih belum terstruktur dengan baik atau masih banyak kaderisasi dan kajian yang terlewat untuk diajarkan bahkan dalam masalah gender sangat minim diperoleh oleh kader kader PMII Sleman.
Oleh karena itu masih banyak kader-kader di PMII Sleman yang kurang mengetahui alasan atau urgensi dalam masalah KOPRI, sehingga ketika ditanya alasan mengapa PMII Sleman tidak mendirikan KOPRI banyak yang gagap bahkan tidak menjawab jikka ditanya. Tentunya hal itu menjadi PR tersendiri bagi kader-kader PMII Cabang Sleman maupun kepengurusan PMII di bawahnya agar da- lam permasalahan ini dapat di atasi dengan sebaik-baiknya.
Pembahasan PMII Cabang Sleman tidak berhenti di situ saja, banyak juga hal-hal yang harus di atasi terutama pada permasalahan partisipasi srikandi-srikandi PMII di ruang lingkup PMII Cabang Sleman. Hal ini masih banyak kader-kader perempuan PMII Cabang Sleman yang belum show up di masing-masing komisariat di bawah naungan Cabang Sleman, sehingga terjadi ketimpangan gender dalam berbagai kebijakan dan perspektif organisasi.
Sering terjadi ketidakpercayaan beberapa kader PMII terhadap srikandi-srikandi-nya sendiri sehingga seolah-olah hanya kader laki-laki yang boleh show up dan kader perempuan cukup menjadi penonton atau tim hore saja. Namun akhir-akhir ini, kader-kader perempuan PMII Cabang Sleman sudah mulai berani menunjukkan kompetensinya meskipun hal itu harus melalui negosiasi panjang dalam pelaksanaannya.
Oleh karena itu perlu ditingkatkan kembali pemahaman keadilan gender di PMII Cabang Sleman secara khusus, dan PMII di seluruh wilayah secara umum agar mendukung pembangunan mental dan melatih keaktifan srikandi PMII serta meyakinkan kader-kader yang lain bahwa dalam PMII bukan hanya kader laki-laki yang bisa akan tetapi semua kader PMII harus bisa dalam menempati atau menanggung tanggung jawab apapun yang ada baik di dalam PMII maupun di luar PMII agar gerakan PMII bisa diketahui bahwa PMII bukan sekedar mendukung keadilan gender dalam orasinya melainkan juga perlu dibuktikan di dalam keorganisasiannya tanpa adanya kekhususan yang membedakan antara kader laki-laki maupun kader perempuan.
Pembahasan permasalahan ini memiliki batasan-batasan kecil karena hanya sebuah pendapat berdasarkan pengalaman yang penulis alami selama berdinamika di PMII, khususnya di PMII Komisariat Gadjah Mada, terkait pemahaman keadilan gender di lingkup keorganisasian PMII, terutama tentang KOPRI yang juga sering menjadi pertanyaan baik dari internal PMII di lingkup UGM maupun di luar lingkup UGM. Oleh karena itu opini ini perlu kritik dan saran yang membangun guna dapat memberikan pemahaman yang lebih lanjut bagi penulis sehingga tulisan ini dapat disempurnakan dengan baik dan dapat dipahami oleh pembaca.