Majalah Edisi 7: Peran Hukum di Dunia Digital

Majalah LPM Media Sriwijaya

Peran Hukum di Dunia Digital Edisi 7

LPM Media Sriwijaya Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

mediasriwijayanews.com

lpm_ms

lpmmediasriwijayanews@gmail.com

+62 899-6727-068

Daftar Isi 02 Salam Redaksi 03 Tim Redaksi UU ITE 04 Penetapan di Indonesia Kali Bocor Lagi 06 Berulang Data Pribadi

13

Legalitas Cryptocurrency Sebagai Alat Pembayaran Berdasarkan Perpektif Hukum Positof Di Indonesia

16 Waspada Maraknya Penyebaran Hoax 20 Amankah Pinjaman Online Hukum Digital Signature 25 Kekuatan Sebagai Alat Pembuktian yang Sah

29 Pojok Opini 37 Puisi 38 Games 01

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Salam Redaksi

Memasuki Revolusi Industri 4.0, semua hal menjadi serba digital. Era digital adalah masa dimana semua manusia dapat saling berkomunikasi sedemikian dekat walaupun saling berjauhan. Kita dapat dengan cepat mengetahui informasi tertentu bahkan real time.

Menurut Wikipedia, era digital bisa juga disebut dengan globalisasi.

Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya yang banyak disebabkan oleh kemajuan infrastruktur telekomunikasi, transportasi dan internet. Adanya teknologi ini mempermudah kehidupan manusia dalam berbagai hal dan tentunya juga merubah kehidupan manusia dalam berbagai hal.

Perkembangan dan kemajuan teknologi secara global ini tentunya juga berpengaruh dalam bidang hukum. Muncul banyak pengaturan hukum baru terkait era digital. Tanggal 21 April 2008 merupakan tonggak sejarah bagi perkembangan hukum di Indonesia. Pada tanggal tersebut Pemerintah Indonesia telah mengundangkan undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kehadiran UU ini membuktikan bahwa Pemerintah Indonesia harus mengikuti arus globalisasi dalam segala bidang, termasuk dalam transaksi elektronik yang jelas berbeda dengan perbuatan hukum pada umumnya.

Pemberlakuan UU ini sekaligus juga menjawab tantangan hukum di dunia maya atau hukum siber yang selama ini belum diatur secara khusus di Indonesia.

Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum pada era digital di Indonesia, maka baca lebih lanjut pada Majalah Lembaga Pers Mahasiswa Edisi 7 yang bertajuk Peran Hukum di Dunia Digital.

02

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Tim Redaksi Drs. H. Murzal Zaidan, S.H.,M.HUM. Pelindung

Fakhira Afifah Salsabila Penanggungjawab

Drs. H. Murzal Zaidan, S.H.,M.HUM. Pembina

Edelweis Bintang R. Pimpinan Redaksi

Siti Halimatul H. Sekretaris Redaksi

Khairani Amalia Kontributor

Putri Karunia Kontributor

Eva Yusmita Kontributor

Grece Febrinaria S. Kontributor

Moch. Ilham. JR Kontributor & Layouter

Astrid Nikita Christy Kontributor & Layouter

Saskia Artha Kontributor & Layouter

03

M. Syahri Ramadhan S.H., M.H. Pembimbing

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Nur Indah Fatimah T. Z. Layouter

PENETAPAN UU ITE DI INDONESIA Oleh : Khairani Amalia

Melihat sejarah singkat dari perjalanan

Seiring perkembangan zaman, begitupun teknologi tidak heran bahwa masyarakat pada saat ini hampir setiap harinya itu pasti mengakses internet untuk berselancar menggunakan sosial media. Banyaknya info yang silih berganti dan dengan mudahnya juga masyarakat untuk mengekspos dan mengomentari apapun di sosial media.

Sehingga banyak orang yang lalai akan beretika dalam bermedia sosial, dalam hal inilah seharusnya UU ITE bertindak.

disahkannya UU ITE di Indonesia itu dapat dibilang cukup panjang, terhitung sejak tahun 2001 rancangan pembuatan UU ITE hingga tahun 2008 RUU ITE baru diresmikan oleh DPR sebagai Undang-Undang (UU ITE).

Menilik panjangnya waktu yang dibutuhkan dalam rancangan pembuatan UU ITE tersebut tercermin memiliki semangat dalam upaya penyalahgunaan teknologi informasi, terlihat dari panjangnya waktu yang diperlukan hingga UU ITE tercipta. (ilustrasi pembungkaman kebebasan dalam berekspresi Hanya saja yang awalnya bertujuan di media sosial-Sumber foto : IndoTelko) untuk menjaga agar ruang digital Indonesia berada dalam kondisi bersih, Akan tetapi pada penerapannya, sehat, beretika, dan produktif. mengutip dari Komjen Pol : Listio Namun, pada kenyataannya, melalui artikel cnn yakni, pada nyatanya implementasi terhadap undang- kembali lagi bahwa UU ITE ini represif undang tersebut seringkali terhadap kelompok tertentu. Tapi menimbulkan rasa ketidakadilan. tumpul terhadap kelompok yang lain.

Penerapan UU ITE senyatanya tidak Tidak sampai situ adanya pasal yang seefisien yang diharapkan, hal ini dianggap multitafsir yakni pada pasal 27 demikian karena adanya pasal karet dan 28, seringkali isi dari pasal tersebut kerancuan saat dalam UU ITE. Selain itu juga ada yang menyebabkan menyimpulkan suatu perkara di dalam beranggapan bahwa pasal tersebut dianggap membatasi kebebasan dalam masyarakat. Contohnya saja banyak berekspresi di internet. Dianggap masyarakat yang saling membuat membatasi karena kerap dijadikan laporan pencemaran nama baik hal ini landasan untuk membawa orang- karena UU ITE tidak dengan jelas orang yang melontarkan kritik di dunia membedakan antara “menghina” dan “mencemarkan nama baik”. maya ke ranah hukum.

04

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

(Kasus “menghina” Presiden terkait penerapannya dengan UU ITE- sumber foto : Liputan6)

Selain itu UU ITE juga kerap kali dianggap mengancam kebebasan berekspresi yang telah diperjuangkan pada era reformasi 1998. Karena dalam pelaksanaannya, pemerintah dan aparat justru menyalahgunakan UU tersebut untuk membungkam para pihak yang mengkritik negara. Hal ini tentu saja mencederai kebebasan berekspresi masyarakat yang terus menurun. Sebagai salah satu contoh yakni kasus Sri Rahayu, seorang ibu rumah tangga. Dia divonis penjara selama 1 tahun dan denda 20 juta pada Agustus 2017 karena dianggap telah menyebarkan berita bohong, menyesatkan, dan “menghina” Jokowi lewat unggahan di media sosialnya (Facebook). Sebenarnya ada banyak orang lain yang sama dengan Sri karena telah dikriminalisasi dengan tuduhan telah “menghina” Presiden Jokowi. Kasus Sri hanya gambaran puncak dalam hal kekangan dari kebebasan berekspresi di Indonesia Pada kesimpulannya bahwa UU ITE ini dapat berjalan dengan baik jika penerapannya itu dijalankan dengan semestinya, hanya saja dalam penerapannya masih sering terjadi kesalahan, Kesalahan penerapan tersebut, membuat banyak orang telah menjadi 'korban' UU ITE. Hal inilah yang kerap kali dibicarakan bahwa “UU ini represif terhadap kelompok tertentu. Tapi tumpul terhadap kelompok yang lain. UU ini dapat diterapkan jika para penindak dapat memegang semangat awal UU ITE yakni : semangat awal untuk menjaga agar ruang digital Indonesia berada dalam kondisi bersih, sehat, beretika, dan produktif. ”

05

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Berulang Kali Bocor Lagi Data Pribadi Oleh : Grece Febrinaria S

Data merupakan keterangan yang benar dan nyata atau keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan) (Arti kata - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)).

06

Dikutip dari Roberds and Schreft (2009, p. 920), a data breach defined as an unauthorized access of personal data recorded by organization has promoted identity theft (Artiningsih and Sasmita, 2016). Berdasarkan hal tersebut dapat didefinisikan bahwa pelanggaran data adalah akses tidak sah atas data pribadi yang dicatat oleh organisasi sehingga mendorong adanya pencurian identitas.

Pelanggaran data adalah akses tidak sah atas data pribadi yang dicatat oleh organisasi sehingga mendorong adanya pencurian identitas.

Pelanggaran data pribadi, sebagai bagian dari risiko kemajuan teknologi, di mana sejumlah besar informasi pribadi (nama, nomor jaminan sosial, alamat, email, tanggal lahir, nomor kartu kredit, nama pengguna dan kata sandi, dan sebagainya) marak sekali terjadi hingga saat ini.

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Data breach biasanya diikuti dengan identity theft atau pencurian identitas.

Data breach dan identity theft termasuk Transnational Organized Crime yang telah ditetapkan pada tahun 2010, Conference of States Parties (CoSP) UNTOC.

07

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Dengan demikian, pelaku kejahatan berkemungkinan besar berada di negara yang berbeda dengan korban, tentunya ini merupakan ancaman serius terhadap keamanan dan kemakmuran global karena sifatnya yang melibatkan berbagai negara (Kejahatan Lintas Negara | Portal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2019). Di Indonesia sendiri telah terjadi beberapa kasus kebocoran data, mulai dari e-commerce, fintech, bisnis retail, provider email, perbankan, bahkan instansi pemerintah yang melibatkan jutaan data pribadi milik masyarakat.

1

Diduga Penjualan Data Nasabah BRI Life Pada Juli 2021 lalu, ramai beredar di media sosial dugaan penjualan data 2 juta nasabah BRI Life dengan harga $7.000 atau sekitar Rp 101,6 juta. Terdapat 463.000 dokumen yang diperjualbelikan yang terdiri dari foto KTP elektronik, nomor rekening, nomor wajib pajak, akte kelahiran, dan rekam medis nasabah BRI Life. Dari hasil identifikasi sejumlah komputer karyawan BRI Life dan BRI diduga membantu peretas untuk mendapatkan akses awal ke perusahaan.

2 Kasus BPJS Kesehatan

Pada Mei 2021, data peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah dijual di Raid Forums yang telah diblokir oleh Kominfo. Data ini dijual dengan harga 0,15 bitcoin oleh pengguna forum dengan id ‘Kotz’ dengan jumlah 279 juta data pribadi masyarakat yang masih hidup dan yang telah meninggal.

Data tersebut mencakup nomor induk kependudukan (NIK), kartu tanda penduduk (KTP), nomor telepon, email, nama, alamat, hingga gaji.

3 Kebocoran data Cermati dan Lazada

Kasus kebocoran data dari dua perusahaan ini beredar di situs Raid forums pada akhir tahun 2020. Di situs tersebut terdapat 2,9 juta data yang diperjualbelikan dari cermati.com yang diambil dari kegiatan 17 perusahaan dan didominasi oleh kegiatan finansial. Sedangkan, Lazada mengalami kebocoran sebanyak 1,1 juta data. Pihak Lazada mengatakan bahwa insiden terkait keamanan data di Singapura itu, melibatkan database khusus Redmart yang di-hosting oleh penyedia layanan pihak ketiga.

08

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

4 Upaya Pencurian Data Terhadap Pengguna Tokopedia Jutaan akun pengguna e-commerce Tokopedia diduga bocor pada 20 Mei 2020. Bermula saat peretas Whysodank pertama kali mempublikasikan hasil peretasan di Raid Forums. Aksi peretasan ini dilakukan sejak Maret 2020. Diduga bahwa peretas telah menjual database Tokopedia sejumlah 91 juta akun seharga US$ 5.000 di darkweb yang terdiri dari user ID, email, nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor handphone dan password yang masih ter-hash atau tersandi.

Akan tetapi, VP of Corporate Communications Tokopedia menjelaskan data pengguna tersebut masih tetap aman karena terlindungi di balik enkripsi.

5 Kebocoran data Komisi Pemilihan Umum

Diawali dengan peretas yang mengklaim telah membobol 2,3 juta data warga Indonesia dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diinformasikan oleh akun @underthebreach. Data tersebut terdiri dari data berisi identitas, seperti nama, alamat, NIK, dan NKK. Tidak hanya itu, peretas juga mengklaim akan membocorkan 200 juta data lainnya. Dengan adanya hal ini, Komisioner Komisi Pemilihan Umum Viryan Aziz menanggapi bahwa data daftar pemilih tetap (DPT) yang bocor di media sosial bukan dari hasil peretasan situs KPU. Ia menduga data pribadi yang bocor tersebut berasal dari pihak ketiga, data tersebut diklaim merupakan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 yang dimana KPU memang wajib menyerahkannya kepada mereka sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 Pasal 38 Ayat 5. Oleh karena itu, data daftar pemilih bersifat terbuka dan dapat diakses oleh siapapun guna menjamin pelaksanaan pemilu yang adil dan akuntabel. Namun di sisi lain, data-data tersebut mengandung konten data pribadi yang tunduk pada sejumlah prinsip perlindungan data pribadi.

09

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Saat ini, sudah ada Undang-undang Perdagangan dan Perlindungan Konsumen yaitu UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha yang telah diatur jelas.

Mengenai hak dan kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 4 dan 5 UU No. 8 Tahun 1999 dan untuk hak dan kewajiban pelaku usaha diatur dalam pasal 6 dan 7 UU No. 8 Tahun 1999. Terkait tanggung jawab pelaku usaha yang ditentukan dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 berlaku ketika pelaku usaha melakukan perbuatan yang menyebabkan kerugian bagi konsumen (Paryadi, 2018).

Pemerintah juga telah mengatur beberapa regulasi demi melindungi konsumen, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) dan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE) yang sementara waktu dapat digunakan untuk mengambil langkah serta tindakan terhadap pengendalian data selagi menunggu rampungnya Rancangan UndangUndang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Pada PP No. 80 Tahun 2019 dalam bab XI Pasal 59 ayat (2) poin g, dinyatakan bahwa pihak yang menyimpan data pribadi harus mempunyai sistem pengamanan yang patut untuk mencegah kebocoran atau mencegah setiap kegiatan pemrosesan atau pemanfaatan data pribadi secara melawan hukum serta bertanggung jawab atas kerugian yang tidak terduga atau kerusakan yang terjadi terhadap data pribadi tersebut.

10

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Di dalam Pasal 26 UU ITE juga telah dinyatakan bahwa setiap orang dapat melakukan gugatan terhadap perolehan data pribadi tanpa persetujuan sang pemilik. Terhadap pelanggaran ini dapat digugat sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas dasar kesalahan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata maupun atas dasar ketidakpatutan atau ketidak hati-hatian dalam pasal tersebut. Pasal 3 UU ITE juga menyatakan adanya prinsip kehatihatian dan adanya tanggung jawab yang harus diemban oleh Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) baik korporasi maupun pihak pemerintahan.

Menurut PP No. 71 Tahun 2019, pihak korporasi dapat diberikan sanksi

11

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

administratif oleh Kominfo dan juga dapat dilaporkan oleh BPKN kepada Menteri Perdagangan untuk dimasukkan sebagai blacklist sesuai dengan mekanisme PP No. 80 Tahun 2019 karena telah mengabaikan hak konsumen atas keamanan dan dan kenyamanan. Selain itu, hal ini juga merupakan tanggung jawab sektor keamanan siber, yaitu Polri, BIN, BSSN dan Kementerian Pertahanan sebagai pelindung masyarakat terhadap masalah ini karena bukan hal yang tidak mungkin masyarakat menuntut instansi terkait jika tidak menjalankan kewenangannya sebagaimana mestinya karena masyarakat berasumsi bahwa hal itu merupakan tindakan pembiaran yang merugikan khalayak umum.

Telah terlihat bahwa marak terjadi kasus kebocoran data pribadi di Indonesia. Hal ini tentunya dapat memberikan dampak yang meresahkan masyarakat Indonesia sendiri.

Data-data mereka yang telah bocor dapat diperjualbelikan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, yang bisa saja dapat memunculkan akibat negatif seperti adanya link phising, jaminan pinjaman online, pembobolan nomor telepon, dan sebagainya. Hal ini dapat menimbulkan rasa tidak percaya dari masyarakat akan layanan digital dan berhenti menggunakannya karena mereka berpikir bahwa hal ini telah melanggar perlindungan data pribadi. Oleh karena itu, dibutuhkan awareness dari PSE untuk memperkuat sistem keamanan data, penegakan serta penambahan peraturan oleh Pemerintah, dan kita sebagai masyarakat harus lebih cerdas, juga meningkatkan kewaspadaan terhadap pihak yang tiba-tiba menghubungi dengan menginformasikan data-data kita serta tidak mudah mengklik link yang tidak kita ketahui secara jelas. .

12

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

LEGALITAS CRYPTOCURRENCY SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA Oleh: Moch Ilham JR (AMS)

Perkembangan inovasi teknologi yang kian hari semakin pesat juga ikut berdampak dalam berkembangnya perekonomian dunia terkhususnya pada sistem alat pembayaran yang berlaku. Seiring dengan itu kebutuhan masyarakat akan transaksi keuangan yang cepat, nyaman, dan aman juga semakin meningkat. Sehingga diperlukannya suatu sistem alat pembayaran yang handal dan efisien guna memenuhi kebutuhan tersebut. Pemanfaatan teknologi dalam pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat perlu memperhatikan beberapa asas yakni, asas kepastian hukum, asas manfaat, asas hati-hati, asas itikad baik, dan asas netral teknologi.

13

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Alat pembayaran saat ini dikenal dalam bentuk tunai dan nontunai.

Alat pembayaran non-tunai sendiri dapat diklasifikasikan kembali dalam dua macam yakni uang elektronik dan uang virtual. Perbedaan diantara keduanya terdapat pada cara pembuatan dan pencatatannya, transaksi dalam uang elektronik tercatat di server pusat seperti Bank Indonesia sedangkan uang virtual seperti Bitcoin sistemnya berdasar pada blockchain dan transaksinya tercatat di jaringan tersebut sehingga masyarakat dapat terhubung ke seluruh dunia.

Berdasarkan pada Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran bahwa uang elektronik tidak termasuk uang virtual.

Bitcoin merupakan alat pembayaran online yang menggunakan jaringan pembayaran pengguna ke pengguna (peer to peer) yang bersifat open source.

Bitcoin bukan merupakan suatu mata uang sebuah negara dan tidak memiliki bentuk fisik seperti uang yang dikeluarkan oleh bank. Konsep yang digunakan oleh Bitcoin sebagai mata uang digital adalah cryptocurrency yakni pemanfaatan teknologi kriptografi sebagai keamanan dan penyandian menggunakan algoritma kriptografi tertentu untuk setiap transaksi data.

Hadirnya Bitcoin sebagai mata uang virtual menimbulkan perdebatan mengenai legalitasnya dalam hukum positif di Indonesia. Peraturan mengenai mata uang sendiri telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2007 tentang Mata Uang, negara Indonesia sendiri mengakui bahwa rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang maupun transaksi keuangan lainnya di Indonesia hal ini dipertegas pada Pasal 21 ayat 1 UU No. 11 Tahun 2007 dan pada pasal 33 angka (1) bagi siapa saja yang melanggar dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00.

Penggunaan mata uang selain rupiah dapat diakui keabsahannya dalam hal transaksi tertentu seperti penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri, transaksi perdagangan internasional, simpanan di bank dalam bentuk valuta asing, atau transaksi pembiayaan internasional hal ini ditegaskan pada Pasal 21 ayat 2 UU No. 11 Tahun 2007 sehingga transaksi bitcoin yang dilakukan oleh masyarakat masih tetap bisa digunakan atau memiliki legalitas asalkan tetap berpedoman pada pasal tersebut.

14

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Penggunaan Bitcoin telah dilarang oleh Bank Indonesia hal ini berdasarkan pernyataan bahwa demi terjaminnya kepastian hukum dari penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran bahwa, Bitcoin dan virtual currency lainnya tidak dapat disebut sebagai mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia dan semua resiko akan ditanggung sendiri terkait kepemilikan atau penggunaan Bitcoin oleh pemilik atau pengguna Bitcoin dan Virtual Currency lainnya, pernyataan tersebut disampaikan melalui siaran pers No.16/6/DKom tahun 2014 dengan memperhatikan Undang Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia yang telah dengan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia dan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.

15

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Akibat hukum yang ditimbulkan akibat dari penggunaan Bitcoin yakni segala risiko yang diperoleh selama kepemilikan dan penggunaannya ditanggung sendiri dan tidak ada tanggung jawab negara atas hal tersebut, lalu apabila digunakan sebagai alat transaksi di negara Indonesia dapat dikenakan sanksi administratif dan denda.

WASPADA MARAKNYA PENYEBARAN

HOAX Oleh : Eva Yusmita

Maraknya kasus cybercrime yang paling banyak terjadi di Indonesia hingga saat ini adalah penyebaran berita bohong atau hoax. Dalam kamus oxford (2017) hoax diartikan sebagai suatu bentuk penipuan yang tujuannya untuk membuat kelucuan atau membawa bahaya. Hoax diterjemahkan menjadi hoaks menurut KBBI Online yang artinya informasi bohong.

16

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Sedangkan dalam Kamus Istilah Jurnalistik, berita bohong atau libel diartikan sebagai berita yang belum tentu kebenarannya dan dapat berdampak pada pencemaran nama baik.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hoax adalah sebuah rekayasa yang seringkali tidak masuk akal namun digunakan untuk mengelabui orang lain di media sosial agar turut serta dalam memercayai berita tersebut. biasanya berita bohong atau hoax dibuat dengan cara melebih-lebihkan sutu berita agar berita tersebut mendapatkan sensasi dan dilihat oleh orang banyak dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Fenomena hoax bukan lagi menjadi hal yang asing terutama di Indonesia khusunya di media sosial.

Semakin canggihnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini membuat hoax dapat beredar dengan cepat melalui media sosial di kalangan masyarakat.

Serta membuat masyarakat resah karena informasi yang didapat tidak sesuai dengan kebenarannya.

Dalam penyebarannya, hoax tidak mungkin serta merta datang begitu saja tanpa adanya beberapa faktor penyebab munculnya hoax, yaitu diantaranya : Semakin canggihnya teknologi komunikasi mempermudah penyebaran informasi yang beredar di kalangan masyarakat.

Sangat mudah dalam mempercayai informasi dan menyebarkannya tanpa terlebih dahulu mencari kebenaran dari informasi yang diterima, Kurangnya minat baca masyarakat dalam membaca suatu berita dengan hanya mengandalkan daya ingat saja.

Selain itu terdapat pula tiga ciri khusus yang paling mencolok dalam penyebaran hoax, beberapa di antaranya yang pertama adalah dapat menimbulkan kecemasan dan kebencian.

17

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Kedua, adanya ketidakjelasan dalam sumber berita. Ketiga, mengandung unsur fanatisme untuk menyembunyikan data dan fakta yang ada. Dari ketiga ciri tersebut masyarakat harus teliti dalam mengidentifikasinya. Hal-hal seperti adanya lelucon, black campign (menjatuhkan pesaing), dan having fun merupakan motif yang menjadi tujuan si pelaku dalam melakukan penyebaran hoax di kalangan masyarakat.

Dalam klasifikasi akademis yang dikategorikan First Draft membagi jenis-jenis hoax dalam 7 kelompok, antara lain : Satire atau Parodi : Satire merupakan konten yang dibuat untuk menyindir pada pihak tertentu. Kemasan konten yang bernada humor, ironi, atau berita yang dibesar-besarkan dengan tujuan menanggapi kejadian yang up-to-date di masyarakat. Secara keumuman, satire dibuat sebagai bentuk kritik terhadap personal maupun kelompok dalam menanggapi isu yang tengah terjadi.

Konten menyesatkan (Misleading Content) : Misleading terjadi akibat sebuah konten dibentuk dengan nuansa pelintiran untuk menjelekkan seseorang maupun kelompok.

Biasanya informasi ditampilkan dengan menghilangkan konteksnya untuk menggiring persepsi publik agar sesuai dengan keinginan pembuat informasi tersebut.

Konten Palsu : konten ini dibentuk dengan kandungan 100% tidak bisa dipertanggungjawabkan secara fakta. Sengaja dirancang untuk mengelabui pembacanya.

Pembuatan konten palsu dapat dilatarbelakangi oleh berbagai tujuan, baik dari segi keuntungan finansial, maupun kepentingan publik sehingga memiliki potensi untuk menyesatkan dan bahkan membahayakan masyarakat.

Konten Tiruan : Informasi yang dibuat mirip dengan aslinya dengan tujuan untuk mengelabui publik dengan cara mendompleng ketenaran suatu pihak.

Clickbait : dimana Laman jebakan yang dapat ditemukan di sebuah situs yang mengandung konten yang sebenarnya namun memiliki judul yang berlebihan/memprovokasi serta gambar yang dapat memikat pembaca.

Konten yang salah : ialah sebuah konten yang disajikan dengan narasi dan konteks yang salah. Dimana sebuah informasi (tulisan, gambar, video) yang benar ditempatkan dalam konteks yang tidak sesuai dengan aslinya.

18

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Konten yang dimanipulasi : informasi yang asli dimanipulasi dengan tujuan menipu. Biasanya konten jenis ini dibentuk dengan cara mengedit konten yang sudah ada dengan tujuan untuk mengecoh publik.

Penyebaran berita bohong atau hoax di kalangan masyarakat disebabkan karena kebebasan masyarakat untuk berkreasi dan berekspresi dengan membuat berita atau informasi yang meresahkan masyarakat. Dalam kebebasannya tersebut seseorang kurang memperhatikan konsekuensi yang dapat merugikan dirinya. Dengan demikian, perlu adanya pengaturan hukum untuk mengatur penyebaran berita bohong atau hoax yang dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITEI) melarang “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”. Jika melanggar ketentuan di atas pelaku dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Kemudian diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Pasal 14 ayat (1) dan (2) yaitu, ayat berbunyi (1) “Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.”

ayat (2) berbunyi “Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggitingginya tiga tahun.”

Salah satu contoh berita hoax terbaru tahun 2021 yang terkuak belakangan ini adalah berita tentang babi ngepet.

Berawal dari Al yang disebut sebagai salah satu tokoh yang menyebarkan rumor adanya babi ngepet di Bedahan, Sawangan, Depok.

Rekayasa isu tersebut dilakukannya dengan alasan perlu mencari solusi bagi warga yang mengeluh kehilangan uang Rp 1 juta Rp2 juta. Serangkaian rekayasa seperti membeli babi seharga Rp 900.000 di toko online, menangkap babi harus telanjang, hingga fakta palsu bahwa babi tersebut ukurannya mengecil yang pada akhirnya rekayasa yang sudah ia persiapkan terbongkar. Dari kasus tersebut Al terancam hukuman 10 tahun penjara.

19

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Berdasarkan kasus di atas, dapat kita ambil pelajaran bahwa dalam menerima informasi kita tidak boleh begitu saja mempercayainya tanpa adanya sumber informasi yang relevan dan terpercaya. Perlu diperhatikan dari mana berita tersebut berasal dan siapa sumbernya, lalu hal lain yang perlu diamati ialah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Dengan begitu masyarakat akan terhindar dari berita-berita hoax yang menimbulkan keresahan.

Amankah Pinjaman Online?

Oleh : Putri Karunia

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, orang orang pada zaman dahulu melakukan sistem barter.

Namun seiring dengan berkembangnya zaman, sistem barter tidaklah apik jika digunakan secara terus menerus, orang orang akan merasakan kerugian apabila yang ditukar tidak sama nilainya. Atas dasar itulah juga, barter kini sudah tidak menjadi sistem transaksi utama dalam kehidupan manusia. Sistem transaksi yang utama adalah jual beli. Dengan bertambahnya kebutuhan manusia, manusia sering kali tidak bisa lagi mencukupi kebutuhan hidupnya.

20

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Atas dasar inilah, dengan seiring waktu manusia saling meminjamkan uang dengan sesama dengan kesepakatan masing masing. Di era globalisasi ini, untuk meminjam uang saja tidak harus menemui orang lain dengan secara tatap muka. Di tahun 2016 lalu, layanan P2P Lending muncul dan mulai berkembang di masyarakat luas Indonesia. Salah satu fintech yang populer saat ini adalah fintech lending atau Peer-to-Peer (P2P) Lending.

P2P Lending merupakan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) atau lebih dikenal dengan layanan pinjol.

Transaksi ini dapat dilakukan tanpa harus bertemu secara langsung, melainkan dengan aplikasi maupun website ataupun lebih akrab disebut dengan Pinjaman Online.

Pada awalnya, pinjaman berbasis online ini banyak digunakan untuk membantu usaha mikro skala kecil, menengah hingga besar.

Ketentuan mengenai Pinjol itu sendiri sudah terdaftar di Peraturan OJK Nomor 77 /POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Menurut peraturan tersebut, setelah mengajukan pendaftaran dan menerima tanda terdaftar dari OJK, penyelenggara wajib mengajukan permohonan perizinan maksimal satu tahun setelah mendapatkan tanda terdaftar.

Seiring dengan maraknya dan bertambahnya jumlah masyarakat yang menggunakan pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan hidup, semakin banyak pulalah muncul perusahaan pinjaman online. Dan tidak bisa kita pungkiri, dengan bertambahnya jumlah perusahaan pinjaman online semakin banyak pulalah perusahaan yang belum mendapatkan izin dari OJK sehingga tak jarang merugikan dan menimbulkan keresahan masyarakat pengguna pinjaman online.

Maka dari itu, untuk tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum yang terdesak dalam keadaan ekonomi. Dibutuhkan banyak pengetahuan dan edukasi dari masyarakat itu sendiri, sehingga dalam melakukan pinjaman tidak asal-asalan dan menghindari resiko besar nantinya.

Di laman kali ini, penulis akan memberikan beberapa tips cara memilih pinjaman online untuk meminimalisir hal-hal yang tidak kita inginkan.

1. Fintech sudah terdaftar dalam OJK Sebelum mengajukan pinjaman melalui fintech atau pinjol pastikan bahwa perusahaan tersebut sudah terdaftar dan memiliki izin dari OJK sebagai lembaga pengawas resmi kegiatan finansial di seluruh Indonesia.

Bagaimana cara untuk memeriksanya?

21

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Bagaimana cara untuk memeriksanya? Buka saja website resmi dari OJK ataupun hubungi telepon pada nomor 157 dan Whatsapp (WA) di 081-157-157-157.

2. Menyediakan yang mudah dipinjam Pinjaman online yang menguntungkan dan benar-benar memberikan solusi masalah keuangan pada masyarakat adalah yang menyediakan berbagai platform mudah dalam produknya. Sebagai penyedia pinjaman dengan proses mudah dan cepat tentu saja fintech harus mengutamakan kebaikan untuk masyarakat dan memberikan keuntungan.

Kemudahan yang dimaksud antara lain persyaratan yang diberikan kepada calon nasabah, berbagai pilihan jangka waktu peminjaman yang bisa disesuaikan dengan kemampuan nasabah hingga pada proses pencairan yang cepat dan suku bunga rendah.

3. Biaya dan bunganya transparan Penyelenggara pinjaman online yang legal dan bisa dipercaya keamanannya selalu memberikan rincian biaya dan suku bunga secara transparan kepada semua calon borrower. Bahkan disediakan juga fitur untuk melakukan simulasi pinjaman oleh nasabah supaya mereka mengetahui berapa cicilan yang harus dibayarkan setiap bulan serta besaran biayanya. Dengan transparansi seperti ini maka nasabah sejak awal sudah mengetahui apa yang menjadi risiko dan tanggung jawabnya sehingga tidak akan terjadi tindakan penipuan. Fintech pinjol yang resmi terdaftar di OJK tidak membebani masyarakat dengan bunga tinggi.

Rata-rata suku bunga pinjaman tidak lebih dari 4%. Berbeda dengan pinjol ilegal yang bisa memberikan bunga sampai 40% dari total pinjaman yang diberikan kepada nasabah.

4. Membaca semua persyaratannya Setiap kali akan mengajukan pinjaman kepada pinjaman online, biasakan untuk selalu membaca dengan teliti semua persyaratan dan ketentuan yang diberikan. Bisa saja nantinya terjadi masalah bukan karena tindakan perusahaan pinjol yang menyalahi aturan namun justru disebabkan oleh ketidakpahaman nasabah pada persyaratan peminjaman.

Bacalah semua syarat peminjaman uang tersebut dengan perlahan, hatihati dan teliti supaya semua poin bisa dipahami. Jika terdapat syarat yang tidak dimengerti sebaiknya tanyakan langsung kepada layanan Customer Service (CS) yang disediakan fintech tersebut.

5. Memiliki aplikasi dan web resmi Salah satu ciri dari penyelenggara pinjaman online yang sudah mengantongi izin dari OJK adalah memiliki aplikasi dan juga laman website resmi. Aplikasi bisa ditemukan dengan mudah melalui toko aplikasi di smartphone supaya proses peminjaman dana bisa dilakukan.

Sedangkan website selain digunakan sebagai media penawaran produk layanan biasanya juga sebagai alat untuk memberikan berbagai informasi terkait pinjaman online.

Melalui website nasabah bisa melihat dan membaca produk-produk layanan finansial yang dimiliki oleh fintech tersebut sehingga lebih mudah memilih mana yang sesuai dengan kebutuhannya.

22

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

6. Memiliki layanan konsumen Seperti sudah disinggung sebelumnya bahwa semua informasi yang dibutuhkan nasabah bisa ditanyakan melalui CS atau layanan konsumen. Pinjol resmi dan diakui oleh OJK pasti sudah mempunyai dan menyediakan layanan konsumen yang mudah diakses oleh masyarakat.

Layanan konsumen tersebut umumnya berupa alamat email, layanan Customer Service melalui nomor tertentu dan juga alamat kantor yang jelas.

Meskipun banyak sekali informasi tentang bagaimana memilih pinjaman online yang aman, banyak juga masyarakat yang tertipu dengan banyaknya pinjaman online yang ada saat ini. Namun, apakah kamu tahu bahwa seseorang pengguna pinjaman online ilegal juga tetap mendapatkan perlindungan hukum?

Yuk kita kupas tuntas Sampai pada tahun 2016 belum ada peraturan khusus yang mengatur pinjaman online, oleh karena itu OJK menerbitkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjaman Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Secara terminologi OJK memberikan terminologi terkait pinjol sebagai berikut : “Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.”

Terkait keberadaan pinjol ilegal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kejaksaan, Kepolisian RI, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sepakat memperkuat kerjasama dalam Satuan Tugas/Satgas Waspada Investasi untuk mencegah dan menangani maraknya tawaran dan praktek investasi ilegal, termasuk untuk menangani pinjol ilegal.

Satgas Waspada Investasi memiliki fungsi pencegahan dan dan penanganan tindakan melawan hukum di bidang penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi.

Secara umum kegiatan pencegahan dilakukan dengan cara edukasi dan sosialisasi serta pemantauan potensi dugaan tindakan melawan hukum.

Untuk kegiatan penangan secara umum dilakukan dengan inventarisasi, analisis, menghentikan/menghambat tindakan melawan hukum di bidang penghimpungan dana masyarakat dan pengelolaan investasi, melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran, menelusuri situs situs yang berpotensi merugikan dan menyusun rekomendasi tindak lanjut penanganan.

Asas legalitas menjamin kepastian hukum demi terwujudnya ruh dari hukum itu sendiri, yaitu keadilan. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hukum yang adil terhadap pengguna yang sudah terlanjur terjerat masalah dengan pinjol ilegal. LBH Jakarta mencatat hingga 2018 terdapat 195 korban pinjol dengan kasus-kasus diantaranya sebagai berikut :

23

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Korban diminta menari telanjang di atas rel kereta api agar pinjamannya lunas.

Korban diancam dibunuh karena belum bisa melunasi pinjamannya.

Korban dipecat oleh atasan, karena pihak pinjol menagih hutang ke atasan.

Korban terpaksa resign dari kantor, karena malu pihak pinjol menagih ke rekan kerja.

Korban ditalak cerai, karena pihak pinjol menagih ke mertua.

Korban melakukan upaya jual ginjal karena terlilit bunga pinjaman sangat besar.

Korban melakukan upaya bunuh diri dengan minum minyak tanah karena terlilit bunga pinjaman sangat besar.

Layak atau tidaknya calon peminjam ini harus dikemukakan secara jelas oleh perusahaan pinjol, jangan memaksakan memberi pinjaman terhadap calon peminjam yang tidak layak karena berpotensi menambah masalah calon peminjam karena terbelit hutang, hal ini sesuai dengan nilai-nilai dalam ketentuan OJK sebagai berikut : Perusahaan pinjol wajib menyampaikan informasi dan alasan kepada calon peminjam mengenai penerimaan, penundaan, atau penolakan permohonan pinjaman Perusahaan pinjol wajib menggunakan istilah, frasa, dan/atau kalimat yang sederhana dalam bahasa Indonesia yang mudah dibaca dan dimengerti oleh calon peminjam Perusahaan pinjol wajib memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan calon peminjam.

Jadi, dari banyaknya literasi diatas. Dapat menjawab bahwa pinjaman online bisa menjadi 2 mata pisau bagi penggunanya, yang pertama akan mendapatkan keuntungan yang kedua adalah kebuntungan. Semuanya dikembalikan kepada si pengguna apakah menggunakan pinjaman online ini dengan bijak sehingga memberikan rasa aman bagi diri sendiri. Sebaliknya, jika si pengguna tidak menggunakan dengan bijak dan tanpa edukasi akan mendatangkan bahaya kepada si peminjam sehingga pinjaman online menjadi tidak memberikan kenyamanan bagi penggunanya.

24

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Kekuatan Hukum Digital Signature Sebagai Alat Bukti Yang Sah

Oleh : Astrid Nikita Christy

25

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Seiring dengan berjalannya waktu, dunia terus mengalami perkembangan. Hal yang sangat dirasakan dalam perkembangan dunia ini adalah terkait dengan teknologi.

Dengan adanya teknologi ini dinilai dapat mempermudah kita dalam melakukan berbagai dengan berbasis digital.

Kemudahan ini tentunya dapat dirasakan dalam berbagai bidang, termasuk didalam bidang hukum. Salah satu yang dapat menjadi pembahasan menarik terkait dengan teknologi jika dihubungkan dengan hukum adalah adanya tanda tangan digital/digital signature.

Pembahasan ini kemudian dapat menimbulkan pertanyaan terkait dengan keabsahan dari digital signature sebagai alat bukti dalam persidangan suatu perkara.

M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata” menyatakan bahwa alat butki (bewijsmiddel) memiliki berbagai macam bentuk dan jenis yang mampu memberikan keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan baik perkara pidana maupun perdata.

Berdasarkan Pasal 184 KUHAP alat bukti dalam hukum acara pidana, antara lain keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Sedangkan, alat bukti dalam hukum acara perdata dengan berdasarkan pada Pasal 1866 KUH Perdata, yaitu bukti tulisan (berupa surat atau akta), bukti dengan saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.

Baik dalam hukum acara pidana maupun hukum acara perdata,

26

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

terdapat alat bukti berupa surat.

Suatu surat dapat dijadikan sebagai alat butki apabila sudah dibubuhi tanda tangan. Menurut KBBI, tanda tangan merupakan tanda sebagai lambang nama yang dituliskan dengan tangan oleh orang itu sendiri sebagai penanda pribadi (telah menerima dan sebagainya). Fungsi dari tanda tangan itu sendiri adalah untuk memastikan identifikasi atau menentukan ciri-ciri pananda tangan, serta menjamin kebenaran isi yang dicantumkan dalam tulisan atau surat. Berdasarkan Pasal 1874 KUH Perdata, tanda tangan haruslah dilakukan secara langsung diatas lembar kertas, serta disebutkan pula bahwa tanda tangan dapat digantikan dengan cap jempol yang dipersamakan dengan tanda tangan.

Seperti yang sudah dijelaskan secara singkat pada bagian awal tadi bahwa dunia mengalami perkembangan yang pesat dalam teknologi, sehingga tanda tangan yang biasanya dilakukan diatas kertas mulai tergeser eksistensinya karena kehadiran digital signature.

Seringkali digital signature ini disamakan dengan istilah tanda tangan elektronik. Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), tanda tangan elektronik atau digital signature ini merupakan tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

Banyak orang beranggapan bahwa digital signature memiliki banyak kelemahan, seperti kurang terjaminnya keaslian dari tanda tangan yang dibubuhkan dalam sebuah surat.

Dilansir dari hukumonline.com, tanda tangan elektronik atau digital signature ini justru memiliki banyak kelebihan yang bisa menutupi kekurangan tersebut. Kelebihan yang dimiliki oleh digital signature, seperti lebih terjaminnya keamanan informasi data pengguna digital signature melalui teknologi asymmetric cryptography , dapat meminimalisir biaya operasional perusahaan, serta mempersingkat waktu dalam mendapatkan tanda tangan.

27

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, tanda tangan elektorik atau digital signature meliputi tanda tangan elektronik tersertifikasi dan tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi. Yang dimaksud dengan tanda tangan elektronik tersertifikasi adalah tanda tangan elektronik yang telah memenuhi persyarat, yaitu memenuhi keabsahan kekuatan hukum dan akibat hukum, menggunakan sertikikat elektronik yang dibuat oleh jasa penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia, serta dibuat dengan menggunakan perangkat pembuat tanda tangan elektronik tersertifikasi. Sedangkan tanda tangan elektronik yang tidak tersertifikasi merupakan tanda tangan elektronik yang dibuat tanpa menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia.

Setelah pembahasan terkait digital signature yang cukup mendalam ini, mungkin akan kan menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan kekuatan hukum yang dimiliki oleh digital signature sebagai alat bukti?

Pertanyaan inilah yang menjadi inti pembahasan kita saat ini.

Dengan adanya digital signature ini, apabila kita merujuk pada Pasal 1874 KUH Perdata maka akan bertolak belakang. Dikatakan demikian karena dalam ketentuan tersebut keabsahan dari digital signature belum diakui, bahkan istilah digital signature sama sekali tidak dikenal dalam ketentuan tersebut.

Untuk mengatasi keadaan ini, maka dibentuklah peraturan perundang-undang yang dapat menunjang kemajuan era digital ini. Peraturan perundang-undang tersebut, antara lain UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UndangUndang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

28

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Terkait dengan kekuatan hukum dari digital signature diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU ITE. Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa digital signature/tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah dengan memenuhi beberapa persyaratan.

Dimana persyaratan tersebut, antara lain data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan, data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penandatangan, segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatangan dapat diketahui, terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya, serta Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik terkait.

Dapat kita lihat bahwa dengan adanya UU ITE ini, maka kita tidak perlu mengkhawatirkan lagi apabila terjadi perkara dengan salah satu bukti berupa digital signature. Karena digital signature ini telah memiliki kekuasaan hukum serta memperoleh keabsahan untuk dijadikan sebagai bukti dalam suatu perkara yang akan dibawa ke pengadilan.

Pojok Opini Opini Dosen & Opini Mahasiswa

29

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Dedeng Zawawi, S.H., M.H.

Opini Dosen Peranan Hukum Di Era Yang Serba Digital Marcus Tulius Cicero, seorang filsuf terkenal dari Roma dengan kalimat yang tidak asing ditelinga kita yaitu adagium “ubi societas ibi ius”atau yang dapat diterjemahkan menjadi “dimana ada masyarakat disitu ada hukum”.

Pernyataan ini kiranya masih relevan untuk mengkaji keberadaan akan peranan hukum ditengan masyarakat. . Hukum harus selalu mampu mengikuti atau beradaptasi bahkan untuk selalu dapat mengimbangi perkembangan peradaban suatu masyarakat,

bangsa dan negara bahkan dunia. Terutama dengan dinamika teknologi yang selalu mengalami perkembangan di berbagai negara, kebudayaan, dan globalisasi saat ini. Menjadi tantangan bagi peranan hukum terutama fase revolusi 4.0 dan 5.0 apalagi setelah dunia pada fase pasca pandemic Covid-19.

Kondisi ini menjadikan kehidupan terikat atau tidak bisa lepas dari sarana teknologi sebagai media dalam proses di hampir semua aktivitas kehidupan.

Demikian pula halnya di Indonesia, perkembangan teknologi amatlah pesat hingga jarak dan waktu semakin singkat. Semua aktivitas bisa dikatakan telah menggunakan sarana teknologi, masyarakat dipedesaan tidak heran dengan teknologi IT semisal handphone dan internet. Masyarakat sekarang semua sudah hampir telah menggunakan media social (medsos) sebagai sarana berinteraksi.

Tidak heran aplikasi-aplikasi disetiap aktivitas telah ditawarkan, baik dibidang perbankan, Pendidikan, permainan anak-anak, transportasi, perdagangan saham, surat menyurat telah menggunanakan sarana teknologi digital.

Dalam era yang serba digital ini, hukum diharapkan mampu mengatur perkembangan berbagai teknologi yang digunakan masyarakat dalam berbagai macam aktivitas. Untuk memiliki peranan di era yang serba digital, maka produk hukum yang dihasilkan harus memenuhi syarat formil dan materiel sebagaimana proses pembentukan peraturan yang ada. Aspek formil yaitu prosedur pembentukan aturan memenuhi kaedah-kaedah pembentukan sebagaimana yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan dan tidak kalah pentingnya yaitu aspek materiel atau substansi, dalam arti bahwa isi dari aturan hukum yang dihasilkan juga dapat dengan baik memahami dan megerti serta dapat mencakup semua aspek pada kondisi digital atau teknologi sebagai objek yang diatur.

30

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Opini Dosen

Isma Nurillah, S.H., M.H.

Sehingga peranan hukum tersebut dapat dengan maksimal menjangkau objek digital atau teknologi yang ada. Jikalau substansi aturan tidak memahami dengan baik objek digital atau teknologi yang ada maka aturan tersebut rentan disalahgunakan atau di”kadalin”oleh pihak-pihak tertentu guna mencari keuntungan atau merugikan masyarakat lainnya.

Dengan dihasilkannya perangkat hukum melalui produk hukum yang baik dan berkualitas maka peranan hukum akan mampu mengimbangi perkembangan era digital yang ada. Selain itu kualitas apara penegak hukum yang jujur, kredible, berintegriras, memahami perkembangan teknologi dan dapat menjalankan aturan hukum dengan baik juga menjadi prayarat utama dalam memaksimalkan peranan hukum di era digital saat ini.

Kejahatan Di Masa Era Digital Era digital saat ini lebih dikenal dengan istilah era revolusi industry 4.0 yang ditandai dengan perkembangan pesat dan masifnya di bidang teknologi internet, computer terus menjelmakan diri menjadi lebih cepat karena terhubung ke sebuah jaringan besar bernama internet (internet of things). Pada saat ini kecerdasan buatan (artificial intelligence) terus menduduki peringkat utama dan berkembang dengan pesat, artificial intelligence sebagai teknologi yang

menghubungkan setiap perangkat yang dibuat menggunakan Bahasa pemrograman. Kecerdasan diciptakan dan dimasukkan ke dalam suatu mesin (komputer) agar dapat melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan manusia.

Kemudahan yang ditawarkan berbanding lurus dengan tingkat penggunaan artificial intelligence dalam transformasi digital guna mendukung revolusi industry 4.0. Indonesia dengan jumlah populasi lebih dari 270 juta jiwa dan menjadi negara terpadat keempat di dunia serta terbesar di Asia Tenggara tentu menawarkan basis pengguna yang sangat besar, di awal Juli 2021 penetrasi online di Indonesia telah mencapai 70% hal ini menunjukan peluang digital yang terbuka lebar, hadirnya platform e-commerce menjadi salah satu yang turut andil dalam pencapaian ini. Bahkan sampai tahun 2025 dapat dipastikan e-commerce akan terus mengalami lonjakan sekitar 60% dan di tahun 2021 tren pembayaran

31

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Opini Dosen digital menjadi primadona di Indonesia. Pada April 2021, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai pengguna e-commerce tertinggi di dunia yakni 88,1 % kemudian disusul oleh Inggris dan Filipina.

Pengguna internet yang luar biasa tentu menciptakan celah dan peluang, semakin tinggi teknologi dan komunikasi maka penjahat akan terus melakukan manuver dan elaborasi guna menciptakan kejahatan-kejahatan guna mendapat keuntungan dan menghindari pelacakan bahkan memutus nexus dengan kejahatan. Setidaknya selama pandemic Covid-19 kejahatan di sector teknologi dan informasi menduduki angka yang sangat tinggi, modusnya adalah penipuan, pencurian data, pembobolan rekening hingga illegal akses, istilah ini dikenal dengan kejahatan dunia maya (cyber crime). Cybercrime adalah segala aktivitas illegal yang digunakan oleh pelaku kejahatan dengan menggunakan teknologi sistem informasi jaringan komputer yang secara langsung menyerang teknologi sistem informasi dari korban. Namun secara lebih luas kejahatan cyber bisa juga di artikan sebagai segala tindak illegal yang didukung dengan teknologi komputer.

Sasaran pelaku adalah peralatan atau perangkat keras atau perangkat lunak atau data pribadi korban. Sifat dari kejahatan dunia maya ini adalah pelaku dan korbannya tidak terlihat (invisible), sehingga jenis kejahatan dunia maya ini memiliki kompleksitas tersendiri. Pelaku potensial dari jenis kejahatan dunia maya ini mungkin adalah kelompok geologis atau ilegal dan beberapa individu.

Keuntungan dari pelaku kejahatan siber adalah memungkinkan anonimitas sehingga pelaku lebih mudah menyembunyikan identitasnya dan jika pelaku telah melakukan kejahatan di dunia maya, ada jeda waktu yang memungkinkan pelaku dengan bebas menghilangkan barang bukti sehingga dapat menipu dan mencegah upaya-upaya yang dilakukan oleh penegak hukum.

Beberapa bentuk kejahatan dunia maya yakni, kejahatan Phising, Carding, Serangan Ransomware, Penipuan Online, SIM Swap, Deface Website Dan Email, Skimming, OTP Fraud, Data Forgery, Kejahatan Konten Illegal, Cyber Terrorism Dan Cyber Espionage. Kejahatan-kejahatan ini muncul dikarenakan data pribadi yang diretas mudah terbaca, biasanya pelaku melakukan tracing data korban melalui berita di internet dan mengikuti akun media social korban, tanpa disadari korban memposting data-data pribadi dengan tujuan untuk kesenangan di media social namun bagi pelaku kejahatan ini dianggap sebagai peluang dan bahan tambahan guna menyempurnakan data korban untuk dapat di retas.

Beberapa bentuk karakteristi kejahatan di ruang digital yakni; 1) borderlines, ruang digital bersifat global dan tidak terbatas pada batasan geografis,

32

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Opini Dosen 2) accessibility, siapa saja dan kapan saja bisa mengakses, 3) anonymity, ruang digital menyediakan fitur anonimitas yang mampu merahasiakan identitas pengguna, 4) interactivity, ruang digital menyediakan wadah interaksi antar pengguna yang terjadi nonstop, dan 5) rapidity, ruang digital memungkinkan pertukaran data dan informasi secara cepat.

Tantangan hukum dari lahirnya era revolusi industry saat ini adalah perlindungan dan pengelolaan data pribadi dan aspek hukum kecerdasan buatan (artificial intelligence). Perlindungan dan pengelolaan data pribadi, data pada hakekatnya memiliki dua aspek hukum, yaitu aspek perlindungan dan aspek pengelolaan.

Aspek perlindungan bertujuan untuk mencegah para pihak menyebarluaskan dan menggunakan hal lain selain untuk kepentingan transaksi. Di sisi lain, pengelolaan data pribadi dalam hal ini berfokus pada pengelolaan database untuk mendukung kegiatan bisnis yang tidak merugikan pemilik data pribadi, seperti risiko peretasan data. Kemudian artificial intelligence sampai saat ini masih mengalami kesenjangan hukum.

Kompleksitas kejahatan, modus dan hubungan yang dibangun dalam kejahatan cyber membuat penegak hukum harus segera berbenah, kejahatan cyber bisa melewati lintas batas negara, meskipun dalam hukum positif pengaturan tentang ini sudah diatur dalam beberapa UU salah satunya adalah eksistensi UU ITE, namun hal lain yang menjadi pekerjaan besar adalah belum disahkannya UU perihal Perlindungan Data Pribadi (Saat ini Indonesia hanya memiliki Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi), selain itu peningkatan kemampuan dan keahlian aparat penegak hukum dan bidang ITE khususnya kejahatan cyber crime menjadi hal penting.

33

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Opini Mahasiswa

Sisil Winona - 2019

Irfan Hibatullah - 2018

Perkembangan revolusi industry 4.0 membawa perkembangan yang begitu pesat, kemajuan selalu dirasakan seiring dengan waktu, manusia atau sekelompok masyarakat harus beradapatasi dengan perkembangan revolusi indusrtri 4.0 atau masa digital. Dengan adanya perkembangan dimasa digital membawa dampak positif dan negative, maka dari itu untuk menghidari suatu hal yang negative dibutuhkan suatu peran dari segi aspek hukum untuk mengendalikan perkembangan masa digital.

Peranan Hukum dalam menghadapi peran masa digital dapat digunakan sebagai alat oleh agen perubahan, seseorang atau sekelompok orang yang telah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin dari satu atau lebih lembaga sosial. Perubahan sosial yang diinginkan atau direncanakan selalu di bawah kendali dan pengawasan pembawa perubahan. Cara mempengaruhi masyarakat dalam suatu sistem yang teratur dan terencana disebut rekayasa sosial atau perencanaan sosial. Hukum memiliki dampak langsung atau tidak langsung dalam mendorong perubahan sosial.

Di tahun 2022 ini perkembangan teknologi semakin maju di segala bidang mulai dari ekonomi, sosial budaya hingga pada bidang hukum, tentunya sebagai mahasiswa hukum kita tidak boleh ketinggalan informasi dan pengetahuan tentang hukum yang semakin berkembang di indonesia pada era digital ini, teknologi membuat hukum semakim mudah dipahami dan dilaksanakan di kalangan masyarakat awam. Perkembangan tersebut juga membuat segala urusan menjadi lebih praktis, mulai dari membayar pajak hingga

mengajukan perizinan semua dilakukan secara online. Dikarenakan banyaknya kegiatan yang dilakukan secara online, pemerintah pun mulai membuat

34

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Opini Mahasiswa

Raihan Khalish Fahlevi - 2020

peraturan perUU-an terkait dengan era digital yang semakin maju, contohnya UU ITE. Semajuan ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif, menurut saya dampak positifnya segala hal menjadi lebih praktis dilakukan dan juga masyarakat lebih teredukasi dengan cepatnya informasi tersebar, namun ternyata terdapat juga dampak negatif nya seperti berita palsu yang bertebaran dimana-mana, data pribadi yang bocor, dan masyarakat kalangan tua yang belum paham dalam mengoprasikan teknologi dengan baik.

Sekarang Era perkembangan teknologi modern ya lagi gencar-gencarnya peningkatan di dunia digital nah menurutku nih peningkatan teknologi itu sama dengan menuju perubahan dunia Kenapa begitu Karena cara hidup masyarakat yang berubah kegiatan aktivitas bahkan komunikasi contoh dulu kita kalau mau beli makanan, kebutuhan hiduplah Kita harus ke toko dulu jalan kaki atau pake kendaraan di toko ada interaksi antara kita dan penjual, nah sekarang kalau kita punya smart phone dan

jaringan internet tinggal buka e commerce favorit kita misalnya shopee Tokopedia Bukalapak pesen barang, tinggal tunggu barangnya dianter kerumah.

Itu mempermudah hidup kita kan ya?

Sayangnya seiring berkembangnya teknologi dampak negatif ada juga ada, misalnya pada media sosial Nah media sosial itu bisa kita sebut juga dunia maya yang namanya dunia pasti ada orang di dalamnya (masyarakat maya) nah masyarakat maya ini kan berkomunikasi tidak secara langsung ga bisa kita dengar langsung dengan Indra yang kita punya, dan memiliki kebebasan berekspresi makanya banyak yang salah menggunakan, dengan kemajuan dunia digital dunia seakan ada di gengaman tangan, apapun dapat menyebar dengan cepat (hoax).

Perkembangan teknologi juga harus diiringi dengan perkembangan hukum salah satu contoh yaitu UU ITE (informasi dan transaksi elektronik) hasil dari perkembangan hukum yang menciptakan produk hukum. Peran Hukum tidak

35

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Opini Mahasiswa

Defni Cecilia - 2021

cuma sebagai pedoman tapi juga sebagai kontrol sosial dimana supaya masyarakat digital itu bisa mengetahui bagaimanasih kaidah-kaidah berperilaku di dunia digital.

Adanya perkembangan teknologi dalam revolusi industri 4.0 tentunya tidak hanya berdampak positif melainkan negatif juga,salah satunya ialah semakin mudahnya mengakses informasi yang dapat dilakukan siapapun tanpa diketahui oleh pihak yang bersangkutan. Dalam hal ini diperlukan peran hukum untuk mengatur serta mengelola informasi yang ada. Seperti UU ITE dan Permenkominfo no 20 tahun 2016 tentang perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik. Namun tidak hanya bergantung

kepada dua hal tersebut saja, diharapkan RUU perlindungan data pribadi untuk segera disahkan. Hal ini bertujuan untuk menjaga segala informasi masyarakat agar tidak disalahgunakan.

36

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Puisi

Hukum dan Teknologi Oleh: Saskia Artha

Semua mengerti teknologi Namun tak semua mengerti hukum Semua orang tau menggunakan teknologi Namun tak tau cara untuk mamatuhi hukum Semakin maju teknologi ini Semakin lumrah kejahatan sekarang Hal - hal yang salah tidak dianggap aneh lagi Apalagi mengomentari seseorang Pandainya kita sekarang merangkai kata Namun tak bisa bertindak Pakai logika Berkedok dibalik kata klarifikasi Namun tetap tak mengerti Hukum ku tetaplah berdiri tegak walaupun aku tau kau kewalahan diera digital seperit ini Tetaplah kuat Dan jangan lengah Kejahatan bisa terjadi kapan saja Di dunia nyata maupun dunia maya.

37

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

Games Asik Cari kata seputar Hukum melalui TTS dibawah ini

38

1

Kewenangan yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan

2

Lembaga yang berwenang melakukan penuntutan

3

Jenis peraturan perundang-undangan yang berada 1 tingkat di atas Perda Provinsi

4

Istilah hukum ‘ingkar janji’ menurut KUHPerdata

5

Sumber hukum yang berasal dari putusan hakim

6

Buku III KUHPerdata mengatur perihal

Edisi 7 - Peran Hukum di Dunia Digital

mediasriwijayanews.com

lpm_ms

lpmmediasriwijayanews@gmail.com

+62 899-6727-068