Senin Pahing, 9 Maret 2015
■
Dirazia Petugas
Pengunjung Karaoke Panik
PURWODINATAN - Sejumlah pemuda yang asyik menyanyi ditemani pemandu di karaoke Mutiara serta Valentine Cafe Jalan Kenari A2 - A4 Semarang, mendadak panik, Sabtu (7/3) dinihari. Mereka kebanyakan khawatir, bakal dicokok polisi yang melakukan razia. Puluhan petugas gabungan dari Polrestabes Semarang masuk dan menggeledah ruangan tempat hiburan malam tersebut satu per satu. Polisi melakukan razia dengan sasaran pelaku peredaran narkoba, pil koplo, minuman keras, dan premanisme. Kepada pengunjung karaoke yang tidak bermasalah, dipersilakan melanjutkan menikmati hiburan malam di tempat itu. Sedang pengunjung yang kepergok membawa atau mengonsumsi barang terlarang, dipastikan langsung dicokok. “Kaget, lagi asyik nyanyi kok digerebek. Kami hanya melepaskan penat saja, bersama teman-teman karaokean di sini,” aku Nur (25), salah satu tamu yang sedang karaoke. Saat polisi memeriksa seluruh ruangan, mereka menemukan dua gadis di bawah umur asal Gubug, Kabupaten Grobogan. Mereka ditemukan sedang tidur di salah satu ruangan istirahat, di lokasi tempat hiburan malam itu.
Diduga, dua gadis di bawah umur tersebut hendak diperkerjakan di tempat hiburan malam itu. Namun, saat hendak dibawa petugas untuk dimintai keterangan, salah seorang wanita setengah baya yang diduga ‘Mami’, menolak keras. Dia langsung marah-marah sembari mengusir polisi yang sedang memeriksa. “Ngapain datang ke sini, mengganggu orang saja. Ini (dua gadis) keponakan saya, mereka datang dari desa sedang liburan ke sini. Kebetulan sampai sini sakit, lha kok tegateganya dibawa. Jangan dibawa! Polisi kurang kerjaan saja,” ujar wanita tersebut. ■ Hunting Beberapa saat sebelumnya, anggota Polrestabes Semarang dibagi menjadi dua tim. Mereka menggelar operasi dengan cara hunting, Jumat (6/3) sejak pukul 23.00 WIB. Tim satu dipimpin oleh Kasat Binmas Polrestabes Semarang
AKBP I Nengah Wirta Dharmayana, bergerak dari Pos Patwal Simpang Lima Semarang, menempuh rute hunting di Jalan Pahlawan, Sriwijaya, Kedungmundu, Pedurungan, Soekarno Hatta, hingga Kota Lama. Toko kelontong yang diduga menjual aneka minuman keras di Jalan Kedungmundu, tak bisa berkutik saat digerebek. Sebanyak 142 botol kecil dan 24 botol besar Congyang, serta 2 botol Vodka, berhasil disita petugas. Sementara itu, tim dua yang bergerak ke arah barat melakukan razia di kawasan Banjir Kanal Barat dan Lokalisasi Sunan Kuning. Sejumlah remaja belasan tahun yang melakukan pesta miras di pinggir Banjir Kanal Barat digelandang petugas. Mereka masing-masing, Agung Daniel Saputra, Erik, Sigit, Adi Setyawan, Adi Pratama, Topan, dan Indra. Semua yang tubuhnya dipenuhi tato itu, merupakan warga Bandar Harjo, Semarang Utara. “Kami hanya cari angin aja kok, terus pesta miras. Tadi beli Ciu di daerah Brintik, seharga Rp 20 ribu sebotol aqua. Pengen ngunjuk bareng teman-teman aja,” ujar Agung, warga Bandar Harjo RT 2 RW 8 Kecamatan Semarang Utara. Dia bersama rombongan berangkat dari kampungnya mengendarai empat sepeda motor berboncengan. “Beli miras dengan
cara urunan. Pengin aja. Tidak bermaksud melakukan kejahatan. Kalau emang mau berbuat jahat, ya bawa alat (senjata tajam) to pak. Ini tidak bawa apa-apa,” ujar Agung. Dia mengaku, telah biasa pesta miras, namun hanya untuk jamu saja. “Biasannya di daerah Arteri, atau di pinggir laut. Tadi baru setengah tiang kok didatangi polisi,” ujarnya tanpa merasa bersalah. Kasat Binmas Polrestabes Semarang AKBP I Nengah Wirta Dharmayana mengatakan, kegiatan operasi tersebut diberi nama Operasi Bina Kusuma. “Operasi ini akan berlangsung selama 10 hari ke depan, dengan sasaran peredaran narkoba, miras, pil koplo, premanisme, dan pembinaan kenakalan remaja,” katanya. Para remaja yang terjaring razia akan diperiksa selama 1 x 24 jam, jika terbukti melakukan tindak pidana akan dilimpahkan ke Reskrim Polrestabes Semarang. “Kalau tidak terbukti melakukan pidana, akan dilepaskan setelah dilakukan pembinaan,” terang Nengah. Pihaknya juga melakukan operasi di sejumlah tempat hiburan malam untuk menekan peredaran narkoba, miras dan pil koplo. “Kami juga mengamankan sejumlah botol miras. Sejauh ini, pemicu tindak kejahatan akibat penggunaan miras dan pil koplo masih tinggi,” pungkasnya. ■ lek-die
Kejati Tebang Pilih Tangani Korupsi MANYARAN - Penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan aplikasi software inti perbankan Core Banking System (CBS) Bank Jateng 2006 dengan tersangka BW alias Bambang Widiyanto, tak jelas. Sejumlah pihak menilai, penyidik Kejati Jateng tak serius dan terkesan masuk angin memproses kasusnya. Sejak menjadi tersangka awal Januari 2014 lalu, hingga kini Bambang Widiyanto belum ditahan dan disidang. Padahal, pelaku lain dalam kasus terkait, Susanto Wedi, mantan Pimpinan Cabang Utama Bank Jateng telah divonis bersalah. Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Jateng, Edy Susanto, menuding penyidik sengaja tak memproses kasus Bambang Widiyanto. “Tidak ada alasan menunda atau menghentikan kasusnya,’’ tandasnya. Ia juga mempertanyakan penyidik yang tak melanjutkan penanganannya. ‘’Seharusnya tahan dan segera sidangkan tersangka bambang Widiyanto,” kata Edy kepada wartawan, yang menilai Kejati tebang
pilih. ■ Preseden Buruk Tudingan serupa juga diungkapkan Sekretaris KP2KKN Jateng, Eko Haryanto dan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Mereka menilai, Kejati masuk angin dan menghentikan penyidikan kasus BW tanpa alasan jelas. “Ini menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum atas kasus korupsi di Indonesia,” kata Eko Haryanto, yang dibenarkan Boyamin Saiman. Sementara itu, Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jateng, Johny Manurung mengakui, penanganan terhadap kasus tersangka Bambang Widiyanto belum selesai. “Saya belum mendapat laporan dari tim penyidik. Tapi kasusnya, memang belum selesai,” kata Johny. Tersangka Bambang dijerat Pasal 2 jo Pasal 18 UU nomor 31/ 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20/ 2001 tentang pemberantasan korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. ■ rdi-die
■ Jadi Kurir Sabu-Sabu
Tukang Bangunan Disidang KRAPYAK - Terdakwa Eko Rubianto (33) alias Kodok, tukang bangunan yang nyambi kurir sabusabu dimejahijaukan. Warga Jl Brotojoyo Timur, Kelurahan Plombokan, Kecamatan Semarang Utara itu, dijerat UndangUndang (UU) Nomor 35/ 2009 tentang Narkotika dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, baru-baru ini. Kodok ditangkap petugas Unit Narkoba Polrestabes Semarang pada Kamis, 13 November 2014 sekitar jam 18.00 WIB di perlintasan rel kereta api, Jl Hasanudin, Semarang. Barang bukti yang diamankan ialah, serbuk kristal mengandung methamphetamine terbungkus sobekan plastik. Dalam dakwaan pertama, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang Yosy Budi Santoso mengatakan, Kodok ini tanpa hak
melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I. “Terdakwa tidak ada izin dari institusi berwenang, yakni Departemen Kesehatan. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana pasal 114 ayat 2 UU Narkotika,” ungkap jaksa Yosy. Sebelum ditangkap, Kodok mendapatkan pesan SMS dari rekannya, Aris (kini masih buron). Pesan itu berisi petunjuk “Jalan Gajahmada Kiri Jalan, Jalan Panjahitan Nomor 4, Bahan di Dalam Pot Pohon Palem”. Terdakwa mendapatkan uang Rp 50 ribu tiap mengirim barang. Setelah mendapatkan barang dimaksud, lalu dimasukkan ke saku baju di sebelah kiri.■ SM Network/J17,J14-die
SENANG: Aifi Indrastuty Winoto yang menjadi korban kriminaslisasi, didampingi suaminya Jhonny Kurniawan, menunjukkan putusan MA yang membebaskannya, Jumat (6/3) lalu.■ Foto: Sunardi.
■ Advokat Korban Kriminalisasi
Aifi Senang Dibebaskan dari Hukuman KRAPYAK - Kasus kriminalisasi dialami advokat, Ir Aifi Indrastuty Winoto SH (43), warga Seroja, Karang Kidul, Semarang Tengah. Atas kasus penggelapan dan penipuan pada 2004 yang menjeratnya, ia sempat ditahan 3 bulan di tingkat penuntut umum sampai awal persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Ia didakwa merekayasa surat pernyataan pelepasan hak waris orang tuanya, dan disangka merugikan Rp 175 juta, sesuai Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP. Atas perkaranya ia dituntut 15 bulan penjara. Dalam pemeriksaannya di PN Semarang, Aifi dinilai bersalah dan divonis 7 bulan. Putusan itu,
lalu dikuatkan Pengadilan Tinggi Jateng. Aifi yang tak terima langsung kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada putusannya, MA menyatakan Aifi tidak terbukti secara sah, dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. “Membebaskan terdakwa dari dakwaan,” kata hakim. “Saya merasa sangat senang atas putusan bebas itu. Artinya, tidak ada pidana yang saya lakukan,” kata Aifi kepada wartawan, Jumat (6/3). Didampingi suaminya, Jhonny Kurniawan SE SH, ia menceritakan, kasus pidana muncul atas sengketa perdata, gugatan harta warisan yang diajukannya.
Hak waris diperolehnya dari perkawinan orang tuanya, Oetami Komala dengan Antonius Wugiharsadi Winoto pada 1964 yang dikaruniai dua anak, Korina Widiasai Winoto dan Aifi. ■ Harta Warisan Oetami yang meninggal dunia pada 1975 meninggalkan harta warisan tanah dan rumah di Jalan Kapten Piere Tendean nomor 23 A Semarang untuk dua anaknya. Karena belum dewasa, pemberian warisan saat itu ditangguhkan. Tahun 1977, Antonius menikah dan dikaruniai dua anak, salah satunya Anita Kusumawati. Tahun 1999, terdakwa menuntut hak warisnya, namun diketahui
telah dialihkan ke Anita. Upaya gugatan perkara perdata diajukan melawan Anita Kusumawati. Pada pemeriksaan pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) Aifi dinyatakan menang. Pada putusan PK-nya tahun 2009, MA menyatakan Aifi sebagai pemilik atau pemegang warisan dari ibu kandungnya, Oetami Komala. Atas perkara itu, pihak Anita Kusumawati menggugat balik Aifi atas uang Rp 175 juta, yang disebut digelapkannya. Namun pada pemeriksaan di PN, PT dan MA gugatan itu ditolak. ■ rdi-die
■ Jelang Munas Peradi
Tiga Kandidat Ketua Paparkan Visi dan Misi GAJAHMUNGKUR - Tiga kandidat Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi), yang hendak bersaing dalam Musyawarah Nasional (Munas) Peradi di Makassar 26-28 Maret, hadir di Hotel Grasia, Semarang, Minggu (8/3). Mereka memaparkan visi dan misinya sebagai calon ketua umum pada Rapat Anggota Cabang (RAC) Peradi Kota Semarang. Ketiganya adalah Juniver Girsang, Luhut MP Pangaribuan serta Humprey R Djemat. Sedang tiga kandidat lain yang juga diundang berhalangan hadir, yakni Jamaslin James Purba, Fauzi Yusuf Hasibuan, dan Hassanudin Nasution. Beberapa isu diangkat dalam paparan ketiganya, mulai RUU Advokat, perimbangan keuangan, hingga perlindungan rekan seprofesi. Juniver yang mendapatkan giliran pertama menyampaikan visi misi menyatakan, Rancangan Undang-Un-
dang (RUU) Advokat kini sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 20152019. “Dibahasnya RUU Advokat dalam Prolegnas ini kami tertantang untuk dapat melakukan rekonsiliasi. Kalau RUU membahas sistem multibar dan advokat tidak menjadi penegak hukum, tentu kami tidak mau,” kata Juniver, yang telah menjadi advokat selama 35 tahun. ■ Keuangan Pihaknya mendukung keterbukaan masalah keuangan yang akan dibuka di website. Selain itu, juga bertekat membangun kantor DPN Peradi minimal lima lantai. Sementara Humprey menilai perlindungan advokat perlu dikedepankan. “Ada 1.000 lebih pengaduan terhadap advokat, ini perlu adanya kesepakatan penguatan hubungan dengan Polri dan kejaksaan, termasuk komisi III DPR,” tandasnya. Dia pun menjanjikan sembilan
perubahan di Peradi, salah satunya sistem sentralisasi ke desentralisasi. Perlu adanya perimbangan keuangan, di mana 60 persen anggaran untuk DPN, sedangkan 40 persen untuk DPC. Tampil sebagai moderator dalam penyampaian visi misi, yakni Edy Lisdiyono yang juga
Dekan Fakultas Hukum (FH) Untag Semarang. Ketua DPC Peradi Kota Semarang M Reza Kurniawan mengatakan, paparan visi misi ini sekaligus untuk mengetahui sejauh mana keseriusan kandidat menghadapi Munas.■ SR-die
PAPARKAN VISI MISI: Tiga kandidat Ketua Umum DPN Peradi, Juniver Girsang, Luhut MP Pangaribuan serta Humprey R Djemat menyampaikan visi dan misi pada Rapat Anggota Cabang (RAC) Peradi Kota Semarang di Hotel Grasia, Minggu (8/3). ■ Foto: Ist