WAWASAN 02 Nopember 2014

Page 14

Bisa Menular TANPA disadari, kalau kita bersikap ngaret, misalnya saat janjian belajar kelompok, bisa menularkan virus ‘’ngaret’‘ ke teman lain. Kalau sudah menjalar kemana-kemana, akhirnya ngaret jadi budaya para kaum muda dong. Jujur saja, ngaret itu tetap perilaku negatif. Dampak paling mudah, bisa nggak dipercaya orang. ■ Jie-skh

Minggu Kliwon, 2 November 2014

MAS Bro dan Mbak Bro, kali ini kita ngebahas soal ngaret alias suka telat. Sering deh, diantara kita kaum muda suka ngaret. Kayaknya ngaret udah jamak, nggak kawula muda, orang dewasa pun suka telat. Janjian jam berapa, eh berangkatnya jam berapa. Udah gitu ujung-ujungnya nyalahin macet atau ban bocor. Ya emang macet suka bikin kita telat sih, tapi kalau janjian jam 10.00, ya jangan berangkat jam 10.30 juga! Itu mah garansi pasti bakal telat woii.

B

IASANYA nih, ada macammacam dalih alias alasan yang suka dijadiin ngaret. Pertama, tanpa sadar, kita sering menggunakan istilah ‘waktu pulau’. Apaan sih itu? Waktu pulau adalah metode bikin janjian yang emang nggak nyebutin waktu yang spesifik. Kamu pasti pernah deh janjian kayak gini. Contohnya: “Oke deh, ntar maleman ya kita ketemu.” Kalau dipikir-pikir, ‘’Maleman’‘ itu jam berapa? Jadi kalau kamu janjian kayak gini dan kamu nungguin dari jam 19.00 sedangkan temen kamu baru nongol jam 23.00, kamu nggak bisa marah juga, kan emang janjiannya ‘‘maleman,’‘. Keterangan yang nggak spesifik misalnya ‘’abis

Kenapa Mesti Ngaret? Maghrib atau setelah Jumatan’‘. So, kalau bikin janji kudu jelas dan tegas waktunya. Alasan kedua, merasa ditungguin. Pada dasarnya orang Indonesia itu sangat toleran. Sayangnya, toleransi ini juga diaplikasikan pada keterlambatan. Emang sih maksudnya baik, cuma kadang orang tuh kalau dibaikin terus jadi nggak merasa kalau salah. Contoh yang paling konkret adalah ketika kamu merencanakan jalan-jalan pagi atau main sepedaan sama teman. Nah temen kamu ada yang baru bangun jam 8. Apakah kamu tega meninggalkan dia? Ngaret deh jadinya. Alasan ketiga, ikutikutan. Alasan yang ketiga ini merupakan dampak dari dua alasan di atas. Kalau ada satu teman saja telat, kita tergoda juga untuk ikutikutan ngaret. Alasan keempat, ada istilah ‘’Dateng Terakhir Itu Keren’‘ atau ‘’Lakon Tekane Keri’‘. Biasanya dalam acara-acara seperti pesta ulang tahun atau prom atau acara sejenisnya, anak-anak yang dianggap keren itu datengnya telat. Yang dateng duluan itu biasanya yang dianggap culun gitu. Kalimatnya biasanya gini: “Haaaaah? Ngapaaaiiiin lo jam segini udah berangkat? Mau ngepel dulu? Hihihihihihi.” Ya begitulah, beragam alasan kenapa anak remaja kita suka ngaret. Ayo ngaku saja. ■ Kurang Disiplin Tahun 2013, mahasiswi Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Unnes Rimbi Wijanti pernah menulis dalam jurnal ilmiah tentang fenomena budaya ngaret ini.

PENYEBAB NGARET: Janjian dengan ‘waktu pulau’ jadi penyebab budaya ngaret. ■ Foto Dok

BIKIN KESAL: Perilaku ngaret bisa bikin orang kesal, karena bisa mengubah rencana yang telah disusun. ■ Foto: Dok Seperti dikutip jurnalilmiahtp.blogspot.com, dia bilang hampir seluruh aspek di kehidupan, kita ngaret mulai dari lalu lintas, pendidikan, teknologi dan lain lain. Hal yang paling sering ditemui adalah ngaret dalam membuat janji dengan seseorang. Lalu kenapa sih orang di Indonesia sering datang terlambat? Apa yang menyebabkan mereka selalu datang terlambat? Mengapa kebiasaan “Ngaret” ini dilakukan oleh orang banyak dan dianggap sebagai budaya? Kata telat sendiri merujuk ke arah ketidaksengajaan. Jadi beda dengan ngaret yang lebih condong ke unsur kesengajaan. Ngaret adalah istilah bagi ketidaktepatan waktu, atau dengan kata lain terlambat karena mengulurulur waktu atau malas. Jam adalah penunjuk waktu, sangat tegas dan nyata. Tapi kalau waktu bisa difleksibelkan, molor sebagaimana karet, itulah dinamakan jam karet atau ngaret. Di hampir acara yang ditemui di

Datang Lebih Awal

M

ANTAN penyanyi cilik Sherina Munaf tak mengenal istilah ngaret. Tak heran, jika pelantun Geregetan ini didapuk menjadi brand ambassador jam tangan G-Shock, Baby G & Sheen. “Prinsipku adalah tepat waktu. Sebagian besar adalah tepat waktu. Kalau bisa datang lebih awal. Kecuali ada sesuatu yang tidak diduga, misalnya macet atau apa,” katanya. Lantaran selalu tepat waktu, mantan bintang Petualangan Sherina ini juga termasuk aktris yang gemar mengoleksi jam tangan. Namun, untuk pilihan jam tangan pemilik zodiak Gemini ini selalu menyesuaikannya dengan mood dan suasana. “Biasanya aku pilih jam itu tergantung mood, nggak terlalu girly (feminin) banget, cuma kadang disesuaikan dengan kebutuhan,” tuturnya. Jam tangan merupakan aksesori wajib bagi penyanyi Sherina Munaf. Dengan menggunakan jam tangan, dia sudah merasa paling stylist, meski memakai busana biasa. Gadis kelahiran 1990 ini tak memerlukan aksesori lainnya untuk membuat penampilannya makin gaya. Dengan memakai jam tangan, dia merasa cukup aman dalam berpenampilan. Sherina tidak memerlukan aksesori blinkblink untuk menunjang penampilan. “Selain alasan untuk tahu waktu, saya pakai jam tangan itu dah paling aman deh soal gaya,” tambahnya. Dia mengaku merasa tertolong dengan memakai jam tangan saat dandanannya sedang tidak bagus. Sherina mengatakan tidak perlu memberinya aksesori bagus dan mahal, dengan memberinya jam tangan sudah cukup membantunya berpenampilan lebih bergaya. ■ Oz-jie Foto: kpl

Foto: Dok

Indonesia, baik itu seminar, pelantikan ini itu, rata-rata molor. Dengan merebaknya budaya ngaret dan telat sudah menjadi cerminan buruknya tingkat kedisiplinan da menghargai waktu para warga di Indonesia. Bahkan kalau bisa dikatakan mungkin Indonesia adalah negara dengan budaya ngaret yang sudah mendarah daging. Wow. Padahal menurut Djamaludin Ancok, dosen Fakultas Psikologi UGM dalam bukunya Psikologi Terapan, njelasin kalau budaya ngaret itu negatif. Kok bisa ya? Katanya karena ngaret itu akan menghancurkan rencana-rencana yang disusun jadi berantakan. Penundaan serta penguluran waktu ketika ngaret jelas akan merusak schedule yang telah dibuat selanjutnya. Misalnya penundaan rapat kerja, terlambat ke sekolah atau ke kampus. Dengan adanya keterlambatan dalam rencana kegiatan tersebut maka akan mengakibatkan rasa gelisah atau stres.

Lalu, apa yang mesti kita lakukan supaya tak tergoda untuk ngaret. Catat nih, biasakan untuk disiplin waktu. Time managing emang nggak mudah, tapi dengan disiplin waktu semuanya bisa teratasi. Jangan jadikan ngaret sebagai budaya yang kemudian dilazimkan di masyarakat. Mulailah membenahi diri, mulailah peka terhadap detik-detik yang terbuang karena ketidakdisiplinan kita. Maksudnya, kalau kita bisa on time, kenapa harus ngaret sih? Macet, kesiangan, telat bangun, ngga dapat angkot, kehujanan. Duh basi banget deh. Itu alasan klasik. Dengan disiplin waktu, artinya kita belajar menghargai waktu. Dengan menghargai waktu, artinya kita belajar menghargai orang lain. Dan itu lah titik awal untuk memajukan diri kita. Ingatlah pesan inspiratif yang kerap diajarkan orang-orang sukses, bahwa saatnya menghargai waktu kalau mau maju. Gimana mau sukses kalau masalah waktu aja nggak disiplin? ■ Aji/berbagai sumber-skh

Jangan Dipelihara Dong!

T

AK bisa dipungkiri, kita semua pernah telat, lebih spesifik lagi ngaret. Duh, kelihatannya susah ya membuang perilaku yang bisa bikin kesal orang yang ngajak janjian. Dalam blognya, Ronal Ys pernah nulis tips agar kita nggak terperdaya oleh budaya ngaret.. ■ Ingat budaya kita Apakah ngaret adalah budaya yang bisa kita banggakan? Apakah budaya terlambat sebuah bangsa menentukan cepat/lambatnya kesuksesan sebuah bangsa? Jadi, jangan dipelihara, karena ngaret itu adalag sikap kita kurang menghargai hidup kita sendiri. ■ Punya kemauan untuk tahu kenapa terlambat Hey jangan-jangan selama ini memang kita cuek-cuek saja dan memang tidak ada kemauan untuk tahu apa yang bikin diri kita terlambat. Kalau sudah nggak ada kesadaran dan kemauan untuk bisa memenuhi janji tepat waktu ya nggak heran kalau kita memang nggak punya kemauan untuk paham apa yang membuat diri kita terlambat. Jadi tak ada istilah evaluasi dan introspeksi. ■ Punya kesadaran soal rentang waktu Pernah ketemu orang yang bilang akan sampai di tempat Anda 5 menit lagi tapi baru sampai 20 menit kemudian? Atau pernahkah kita janji ke sahabat akan bertemu 5 menit lagi tapi ternyata baru bertemu 25 menit kemudian? Jangan-jangan, ternyata kita memang tidak sadar bedanya 5 menit dan 25 menit! Kadang kita punya hobi menyangkal. Yang ada di kepala kita, kita BERHARAP bahwa hal tersebut bisa dilakukan dalam 5 menit. Harapan tersebut begitu besarnya hingga kita tidak merasakan yang kita sebut 5 menit itu ternyata 25 menit. Ini terjadi seringkali kepada siapapun. Jadi, sudah saatnya kita catat berapa lama kita mandi, berpakaian, dandan, sebelum bikin janjian. Dengan begitu, kita akan bisa memperkirakan dan mampu mengatur jadwal kita. ■ Mengerti skala prioritas Ketika kita akan mengatur jadwal, bertemu

seseorang, buatlah skala prioritas. Keterampilan menyusun prioritas sangat mempengaruhi seseorang dalam mengatur waktunya. ■ Punya rencana alternatif atau cadangan Mempunyai rencana alternatif atau cadangan bisa menyelamatkan diri kita dari keterlambatan. Misalnya kita ada jadwal meeting sementara waktu sudah mepet, namun di jalan kita berencana mengisi bensin. Saat mendekati POM bensin, ternyata antriannya panjang. Jalan alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan mengisi bensin setelah meeting saat kembali ke kantor. Jadi kita tetap hadir meeting tepat waktu, namun tetap bisa memenuhi kebutuhan isi bensin kita setelahnya. ■ Mau menghargai diri sendiri dan orang lain

Foto: Dok

Ngaret identik dengan kesadaran kita dalam menghargai diri sendiri. Bagaimana kita memperlakukan waktu itu ada kaitannya bagaimana kita menyikapi diri sendiri. Demikian juga bagaimana kita menyikapi diri sendiri akan memberikan impact terhadap bagaimana kita menyikapi orang lain. Bagaimana kita menghargai waktu orang lain, jadi bersinggungan dengan bagaimana kita menghargai waktu diri kita. Kita tentu nggak suka jika seseorang ngaret dengan janjinya sama kita, demikian juga orang lain bakal uring-uringan jika kita ngaret saat berjanji dengan kita. Kita mesti sadar, bahwa telat itu bisa merugikan sejumlah investasi, kerja, dan tenaga yang sudah dikeluarkan untuk sebuah tugas, sekecil apapun itu. ■ Aji-skh


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.