EDISI 447 - 07 SEPTEMBER 2009

Page 3

KORAN JAKARTA

POLITIK

®

Uji Kepatutan I Seleksi Calon Pemeriksa Keuangan Negara Hanya Formalitas

Senin 7 SEPTEMBER 2009

3

KOMENTAR

DPR Jangan Korbankan BPK Eksistensi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah dipertaruhkan. Kebutuhan akan terjaganya sebuah lembaga yang mampu menguak “borok” keuangan negara, malah berbanding terbalik dengan figur calon penggawa BPK yang mulai hari ini akan diseleksi.

PASANGAN Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono harus mencegah jabatan menteri dijadikan “mesin ATM” oleh partai politik. Caranya, pos-pos strategis pada Kabinet 2009-2014 harus ditempati oleh kalangan profesional (Koran Jakarta, 5/9). Tak ada jaminan. Kalangan profesional pun bisa memanfaatkan jabatanya untuk kepentingan lain, termasuk kepentingan politik terselubungnya. Jangan salah, kalangan profesional kita juga sudah terkontaminasi dengan partai politik. Yang terpenting sekarang adalah siapa pun orangnya, yang menjabat menteri harus profesional. 0811900xxx

JEDA

B

itu membuat pendaftar hanya eberapa politisi dan ada dari kalangan yang dekat pejabat bermasalah yang ikut serta di dalam- dengan informasi tersebut. nya dapat merusak BPK secara Tujuh Politisi kelembagaan. Sudah banyak Tercatat, tujuh nama poalasan yang disodorkan untuk litisi yang akan ikut dalam fit menolak masuknya para poliand proper test calon anggota tisi dalam keanggotaan BPK. BPK. Mereka adalah Achmad Namun, sayangnya tidak ada Hafiz Zawawi (Golkar) , Endin cara yang dapat ditempuh untuk menangkal masuknya para Akhmad Jalaluddin Soefihara (PPP), Ali Masykur Musa politisi itu. (PKB), Muhammad Yunus Segala kemungkinan tetap Yosfiah (PPP), Lalu Misbach berada di tangan Komisi XI Hidayat (PKB), Rizal Djalil DPR. Sebagai lembaga yang (PAN), Teuku Muhammad diberi kewenangan untuk Nurlif (Golkar), dan Nursanita menyeleksi, DPR seharusnya Nasution (PKS). Mereka semua bijak dalam menjatuhkan adalah anggota Komisi XI, pilihan. kecuali Nursanita Nasution. BPK adalah lembaga Dari catatan Indonesia sentral yang berperan sebagai Corruption Watch (ICW), pengontrol keefektifan pengelolaan keuangan negara dalam sejumlah calon yang diduga terlibat korupsi pun ikut rangka mendorong terwujudmendaftar. nya akuntabilitas dan transpaDi antaranya adalah Baransi keuangan. haruddin Aritonang, anggota Lembaga ini berperan aktif BPK yang diduga dalam mewupenerima suap judkan pemerinkorupsi Bantuan tah yang baik Objektivitas Likuiditas Bank dan bersih. Sifat harus menjadi Indonesia (BLBI) objektif, indepenpangkal dari sebesar 250 juta den, dan bebas rupiah. dari pengaruh peproses seleksi. Selain itu ada merintah menjadi Bila hal ini hilang, juga Soepomo satu dorongan dan para politisi Prodjohardjono yang membuat terpilih, tidak akan dan Daeng tak dikenalnya Nadzir. Mereka tebang pilih daada perbedaan adalah penyusun lam menjalankan antara ada atau PP 37/2006 yang tugasnya. tidaknya lembaga menuai resistensi Kendati deBPK nantinya. karena melegalmikian, melihat Jangan sampai isasi anggota kinerja lembaga perwakilan rakBPK dicederai oleh DPRD menerima dana rapel yang yat selama ini, politisi. membebankan tampaknya sulit APBD. untuk berharap Yuna Farhan Yang lebih pada wakil-wakil SEKJEN FORUM INDONESIA UNTUK memprihatinkan rakyat dalam peTRANSPARANSI ANGGARAN (FITRA) adalah sebelum milihan tersebut. fit and proper test Bahkan, lemdimulai hari ini, nama-nama baga legislatif tersebut justru yang diperkirakan akan lolos dituding menjadi bagian yang karena titipan partai politik, menginginkan BPK mendasudah beredar. tang berjalan tidak seperti Mereka adalah mantan sekarang. Kekhawatiran akan hal itu terlihat dari munculnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrrahman Ruki aroma kurang sedap dalam (didukung Partai Demokrat), rangkaian proses awal seleksi. anggota DPR Rizal Djalil Pendaftaran yang dilakukan Komisi Keuangan dan Per- (PAN), Hasan Bisri (karyawan BPK didukung PPP), mantan bankan DPR sangat jauh dari kata transparan dan akuntabel. Dirjen Pajak Hadi Purnomo (didukung PDI Perjuangan), Indikatornya, batas waktu pendaftaran hanya empat hari, mantan auditor BPK Khairiansyah Salman didukung PKS), yakni pada 20-23 April lalu. anggota DPR Ali Masykur Hal ini menjadi kesalahan Musa (PKB), dan mantan Mefatal adalah ketika pengneg BUMN Soegiarto (PPP). umuman hanya dilakukan Anggota FPAN DPR RI Alvin seadanya. Yakni melalui Lie menyatakan fraksinya akan sebuah media massa nasional memilih dengan mempertimselama satu hari. Praktis, hal

NU Gagal “Menyapa” Kaum Intelektual JAKARTA — Persepsi bahwa Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi masyarakat perdesaan tidak benar. Meski banyak anggota NU yang tinggal di perdesaan dan tergolong miskin, banyak juga anggota NU yang terdiri dari kaum intelektual di perkotaan. “Citra NU sebagai ormas perdesaan secara empiris tidaklah tepat. Saat ini, makin besar kaum muda NU yang kuliah di perguruan tinggi bePERSPEKTIFBARU.COM sar,” kata cendekiawan muda NU, Ulil Abshar Abdhala, dalam diskusi Per- Ulil A Abdhala kembangan Nahdlatul Ulama di Hotel Acacia, Jakarta Pusat, Minggu (6/9). Ulil sebagai salah salah satu kandidat Ketua Umum NU yang akan maju dalam Muktamar NU pada 2010 ini memaparkan bahwa yang menjadi kendala dalam menghilangkan citra NU sebagai ormas desa adalah karena kegagalan NU dalam menyapa kaum intelektual NU yang belum tersentuh oleh para elite NU. har/P-1

Peran DPD Harus Diperkuat

«

»

KORAN JAKARTA/M FACHRI

ANGGOTA BARU I Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution (kiri) berbincang dengan Anggota Hasan Bisri usai menyampaikan hasil audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun anggaran 2008 pada sidang paripurna DPR di Jakarta, beberapa waktu lalu. Komisi XI akan menyeleksi calon anggota BPK mulai hari ini. Mekanisme dan proses seleksi mendapat kritikan keras dari publik karena tidak transparan. bangkan profesionalitas dan kompetensi. “Tidak ada kompromi dan instruksi apa pun dari partai,” cetusnya. Sedangkan Ketua FPDIP Tjahjo Kumolo mengatakan PDI Perjuangan tidak mengusulkan kader partai, tapi memprioritaskan orang lain yang lebih ahli. Tjahjo menyebut nama mantan Dirjen Pajak Hadi Purnomo sebagai salah satu sosok yang cocok. Mantan Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki juga membantah bahwa fit and proper test hari ini hanya formalitas. Sedangkan calon yang akan dipilih sudah ditentukan jauh-jauh hari. “Itu tidak benar. Bahwa ada nama yang diunggulkan dari masyarakat umum mungkin saja,” elaknya. Sementara itu, politisi PKB Ali Maskur Musa menolak me-

nanggapi isu tak sedap itu. ”Kalau soal BPK jangan dulu lah. Lihat saja presentasi saya besok,” pungkasnya Akan Hancur Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yuna Farhan mengatakan DPR harus mampu menyeleksi dan mendapatkan figur terbaik. Kalau tidak, mekanisme fit and proper test calon anggota BPK ini hanya dianggap formalitas saja. “Objektivitas harus menjadi pangkal dari proses seleksi. Bila hal ini hilang, dan para politisi terpilih, tidak akan ada perbedaan antara ada atau tidaknya lembaga BPK nantinya. Jangan sampai BPK dicederai oleh politisi. DPR jangan mengorbankan BPK dengan meloloskan figur-figur yang tidak pantas,” tegas Yuna. Sementara itu, peneliti ICW Abdullah Dahlan mengatakan

masuknya politisi dalam BPK akan menghancurkan lembaga tersebut. “Cukup banyak politisi yang ikut menjadi peserta. Ketika DPR akan memilih, dia cenderung lebih memilih rekan sesama DPR, orang yang bisa dikendalikan, dipegang, dan diarahkan,” ujarnya. Abdullah mengingatkan lembaga yang saat ini dipimpin Anwar Nasution itu merupakan pilar pertama dalam menguak dugaan penyimpangan keuangan negara. “Bila dikotori politisi, jangan harap akan ada pengungkapan dari BPK. Independensi akan tereduksi, ritme politik yang penuh lobi-lobi pun akan menjadi hal yang umum ditemui,” kata Abdullah. har/P-1

ANTARA

» Pimpinan Majelis Rasulullah Habib Munzir Bin Fuat

Ubah Undang-undang Kalau Tidak Suka menjalankan tugas. Pada akhirnya yang menang adalah demokrasi juga. Artinya yang peroleh suara terbanyak. Bisa saja yang memiliki kualifikasi baik, tidak terpilih karena suara terbanyak tidak memilih dia.

Wakil Ketua Komisi XI DPR

P

roses pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hari ini telah masuk pada uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test. Sejumlah nama dari kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ikut berlomba memperebutkan kursi di lembaga auditor negara yang independen itu. Munculnya sejumlah nama yang berasal dari anggota dewan tersebut menjadi pertanyaan, dan muncul kesan bahwa BPK menjadi lembaga “buangan”. Maklum, anggota dewan yang ikut pencalonan sebanyak tujuh orang itu adalah mereka yang masabhaktinya di DPR hampir selesai. Komisi XI DPR RI yang membidangi Keuangan dan Perbankan pun menjadi sorotan dalam proses pemilihan pemimpin BPK itu. Maklum, sejak pendaftaran calon pada 20-23 April lalu, penyeleksi telah dituding tidak transparan

dan cacat, yang mengharuskan proses tersebut diulang. Untuk mengetahui lebih lanjut apa yang terjadi sebenarnya dalam proses seleksi tersebut, Koran Jakarta mewawancarai Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis yang juga tim penyeleksi calon pemimpin BPK itu. Berikut petikannya. Banyak harapan dari publik pada seleksi ini. Bagaimana dengan pihak penyeleksi sendiri? Sebagai penyeleksi, kami tidak hanya memeriksa biodata yang mereka miliki, tetapi juga dari sumber-sumber lain yang bisa dijadikan alat untuk memperjelas. Misalnya, jika ada anggota yang dituduh terlibat sesuatu, kita ingin mendengar langsung dari yang bersangkutan. Kami juga melihat kompetensi mereka. Ini semacam tes kualifikasi. Jadi, di samping latar belakangnya, kompe-

KJ/M FACHRI

tensi tertentu pun dibutuhkan untuk jabatan ini. Ini berbeda dengan anggota DPR yang latar belakang apa saja tidak masalah. DPR dituding terlalu tertutup dalam proses seleksi ini? Itu tidak benar. Semua proses telah dijalankan sesuai dengan sistem yang ada. Ada penilaian bahwa DPR sengaja akan melemahkan BPK dengan memasukkan politisi di dalamnya? Tidak ada niat untuk melemahkan BPK. Kami hanya

Ada harapan agar politisi nantinya jangan sampai terpilih? Itu tidak bisa. Kita tidak bisa melarang orang untuk tidak memilih atau memilih. Itulah demokrasi. Kalau ada yang melarang saya untuk tidak memilih X atau memaksa memilih X, maka saya bisa memasukkan orang yang memaksa itu dalam pengadilan. Di sini hati nurani yang berbicara. Berarti tujuh politisi (anggota DPR) itu bisa lolos? Semuanya mungkin. Seperti dikatakan tadi, pada akhirnya yang menentukan adalah demokrasi. Ketika memang mereka yang dipilih dengan suara terbanyak, maka merekalah yang berhak untuk menjabat.

» Semakin Dekat

Komentar/saran/kritik berita ini via e-mail: redaksi@koran-jakarta.com, faks: 021 3155 106 SMS: 0813 8181 7227

WAWANCARA KHUSUS

Harry Azhar Azis

JAKARTA – Sebagai negara yang menganut sistem otonomi daerah (otda), pemerintah harus memberikan peran yang lebih kuat kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Untuk itu, UUD 1945, khususnya pada pasal-pasal yang berkaitan dengan fungsi dan peran DPD sebagai lembaga legislasi, harus direvisi. “Indonesia bukan hanya Jakarta. Jika pemerintah masih berkomitmen bahwa daerah sebagai salah satu aktor kebijakan, fungsi DPD harus dikuatkan,” kata pakar hukum tata negara dari Universitas Hassanudin Makassar, Andi Irman Putra Sidin, Minggu (6/9). Menurut Irman, DPD tidak bisa lagi hanya sebagai lembaga penasihat atau pemberi pertimbangan sebuah kebijakan sebagaimana tercantum dalam Pasal 22d UUD 45. Dalam pasal tersebut dinyatakan, fungsi DPD adalah mengusulkan, ikut membahas, dan memberikan pertimbangan terkait dengan legislasi dan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang yang terkait dengan kedaerahan. DPD, lanjutnya, juga dapat memberikan pertimbangan kepada DPR mengenai Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan RUU perpajakan, pendidikan, dan agama. Ia juga mengawasi pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. kml/P-2

Jadi justru peluang politisi itu besar, karena tim seleksinya rekan DPR juga. Ini bisa tidak fair dong ? Kalau begitu jangan DPR yang memilih. Undang-undangnya diubah saja, semisal LSM yang memilih. Undangundangnya kan memberi kewenangan DPR untuk memilih. Kalau tidak suka anggota DPR yang memilih, undangundangnya diubah. Apakah status sesama anggota DPR ikut memengaruhi penilaian? Tidak ada sama sekali. Pada akhirnya yang menilai itu masing-masing. Sama saja, baik anggota Komisi XI sebagai calon maupun bukan anggota komisi XI yang calon. Kita tidak boleh membuat diskriminasi di situ. Banyak kekhawatiran jika BPK ada campur tangan politik akan berakibat buruk? Tidak, BPK itu lembaga independen. Kita (DPR) tidak bisa intervensi BPK. Jika ada yang coba intervensi BPK bisa masuk penjara. har/P-2

Al Musawa (kanan) Bersama Tommy Soeharto (tengah) dan Yuddy Chrisnandi melakukann zikir pada acara Haul Ahlul Badr sekaligus memperingati Malam Nuzulul Quran di Masjid At-Tin, Jakarta Timur. Menjelang Munas, Yuddy selaku kandidat Ketua Umum Golkar semakin dekat dengan keluarga Cendana.

Pemerintah Tak Sensitif JAKARTA – Besarnya biaya pelantikan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota periode 2009-2014 menandakan bahwa pemerintah tidak sensitif dengan kondisi aktual di masyarakat saat ini. Pelantikan yang akan digelar secara mewah dengan dana besar itu dinilai melecehkan nasib rakyat. Peneliti senior Indonesian Budget Center (IBC), Roy Salam, mengatakan hal itu di Jakarta, Minggu (6/9). Seharusnya, menurut dia, pemerintah lebih mempertimbangkan pelaksanaan pelantikan yang sederhana. Tidak perlu mendesain acara dengan sangat mewah. “Pelantikan yang digelar secara mewah yang dibiayai dari uang rakyat itu sangat melukai hati rakyat. Bencana yang tengah terjadi, kemiskinan, kelaparan masih mendominasi. Mereka malah berpesta dengan begitu meriah di atasnya,” tegas Roy. Dia menjelaskan pelantikan anggota dewan tersebut menganggarkan dana sebesar 75,61 miliar rupiah. Dana itu didistribusikan pada lima pos, yakni KPU Pusat (1,2 miliar rupiah), KPU provinsi (4,95 miliar rupiah), KPU kabupaten/ kota (35,32 miliar rupiah), DPR (28,50 miliar rupiah), dan DPD (5,63 miliar rupiah). Ia juga mempertanyakan dana yang dialokasikan ke DPR dan DPD. Sebab, menurutnya, pelantikan merupakan ranah KPU untuk menyelenggarakannya. “Adanya pelibatan DPR ataupun DPD dalam alokasi anggaran tersebut dikhawatirkan malah menimbulkan double budgeting,” tegasnya. har/P-2


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.