Kendari Pos Edisi 25 Januari 2013

Page 9

Kendari Pos | Jumat, 25 Januari 2013

Internasional

Hina Raja,

9

Petinggi Militer AS Banyak Dipecat

Dipenjara 11 Tahun

Washington, KP Skandal seks menjadi salah satu isu yang mendominasi alasan pemecatan banyak komandan militer di Amerika Serikat (AS). Dalam delapan tahun terakhir, sedikitnya 30 persen pemecatan disebabkan kasus kekerasan seksual, pelecehan, dan hubungan tidak wajar. Brigadir Jenderal (Brigjen) Jeffrey Sinclair dipecat dari posisinya sebagai komandan pasukan di Afghanistan pada Mei tahun lalu karena tuduhan sodomi, pelecehan seksual, pronografi, dan beberapa dakwaan lain. Saat ini kasusnya masih disidangkan di mahkamah militer. Kasus tersebut hanyalah salah satu dari daftar panjang skandal seks yang menjadi penyebab pemecatan petinggi dan perwira militer AS. Seks juga menjadi sebab batalnya pencalonan kandidat presiden, anggota Kongres, gubernur, dan jabatan lainnya. Tingginya persentase itu menimbulkan keprihatinan dari Pentagon

(Departemen Pertahanan AS) dan para perwira militer terkait menurunnya etika di kalangan tentara negeri adidaya tersebut. Mereka juga menggarisbawahi bahwa isu tersebut menjadi semakin serius setelah pengunduran diri Direktur CIA (dinas intelijen AS) David Petraeus terkait skandal cinta (perselingkuhan) dengan seorang perempuan penulis biografi. Bahkan, skandal ini berdampak pula pada penyelidikan terhadap John Allen, pimpinan pasukan AS di Afghanistan. Statistik dari empat angkatan di militer AS menunjukkan bahwa kasus perzinaan menjadi yang terbanyak dialami perwira. Mulai kasus serangan seksual, kekerasan, sampai pornografi, penyalahgunaan obat terlarang, serta mabuk. Menurunnya etika menjadi masalah yang terus berkembang di kalangan pimpinan militer AS. Jika semua kasus tersebut disatukan, lebih dari empat di antara 10 ko-

mandan pasukan --berpangkat letnan kolonel ke atas-- telah dipecat akibat perilaku buruk sejak 2005. Akibat sejumlah kasus yang dipublikasikan secara luas akhir-akhir ini, Pentagon pun berencana untuk meninjau ulang pelatihan soal etika di kalangan militer. Gagasan itu juga ditekankan oleh Jenderal Martin Dempsey, kepala staf gabungan (Pangab AS), bahwa saat pelatihan itu sudah dianggap cukup, ternyata diperlukan pengajaran sejak awal rekrutmen dan ditekankan kembali secara berkala. Pejabat Pentagon mengakui bahwa penyelesaian masalah tersebut memerlukan waktu. “Saya rasa kami sudah berada pada jalur. Saya pikir dua kasus yang menimpa pejabat pertahanan membuat masalah ini menjadi prioritas utama dan telah menyita perhatian banyak pihak. Tapi kami sudah bergerak,” jelas Michele Flournoy, mantan wakil menteri pertahanan.(dwi/jpnn)

Assad Rekrut Tentara Perempuan Raja Bhumibol Adulyadej Bangkok, KP Kebebasan menulis belum bisa dinikmati pers di Thailand. Seorang aktivis dan eks redaktur sebuah majalah Rabu (23/1)., divonis 11 tahun penjara karena dianggap menghina keluarga kerajaan melalui dua tulisan yang pernah dimuat medianya pada 2010. Somyot Prueksakasemsuk, 51, dinyatakan terbukti telah bersalah karena menerbitkan tulisan yang menghina Raja Bhumibol Adulyadej ketika dia menjabat redaktur majalah Voice of Taksin (Voice of The Oppressed atau Suara Yang Tertindas). Majalah tersebut didedikasikan kepada mantan Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra yang terguling dan mengasingkan dirinya sendiri. Somyot dan majalah tempatnya dulu berkarya memang punya hubungan dekat dengan gerakan Kaus Merah yang melumpuhkan Bangkok pada 2010 saat melakukan protes antipemerintah. Kaus Merah identik dengan sosok Thaksin pula. Majalah Voice of Taksin langsung dibreidel atau ditutup beberapa saat sebelum Somyot di-

tangkap. Somyot ditahan tanpa jaminan sejak April 2011. Para pendukungnya telah memprotes bahwa pria 51 tahun tersebut selama ini diperlakukan tidak wajar dan manusiawi di dalam penjara. Dua tulisan yang dianggap menghina raja dimuat pada 2010. Saat itu, nama penulisnya disamarkan. Somyot pun ditahan setahun kemudian atau selang lima hari setelah diluncurkannya petisi yang menuntut peninjauan kembali Pasal 112. Pasal tersebut mentyinggung ancaman penjara bagi siapapun yang menghina raja. Kemarin pengadilan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara untuk setiap tulisan yang dimuat. Lantas, setahun lagi dijatuhkan untuk kasus penghinaan lain terhadap raja yang sempat tertunda tiga tahun lalu. Tim pengacara Somyot langsung mengajukan banding atas putusan tersebut. “Saya pastikan dia tidak bermaksud untuk melanggar Pasal 112. Dia hanya melaksanakan tugas sebagai jurnalis. Kami juga akan mengajukan penangguhan penahanan,” tutur Karom Polpornklang,

salah seorang pengacara Somyot. Delegasi Uni Eropa (UE), yang sedang berkunjung ke Bangkok, langsung mereaksi putusan tersebut. “Vonis itu melanggar nilainilai kebebasan berekspresi dan kebebasan pers,” kata jubir delegasi UE melalui pernyataan resmi. Sementara itu, Amnesti Internasional menilai keputusan Pengadilan Kriminal Bangkok itu sebagai langkah mundur bagi kebebasan berekspresi di Thailand. Undang-undang tentang penghinaan kepada raja sengaja dirancang untuk melindungi takhta monarki Thailand yang kini diduduki Raja Bhumibol Adulyadej. Dia merupakan raja yang terlama berkuasa di dunia. Kritikus menyatakan bahwa dalam perkembangannya penerapan UU tersebut lebih bersifat politis. “Vonis tersebut sepertinya dijatuhkan karena Somyot adalah pendukung amandemen UU tentang penghinaan raja. Bukan karena tindakannya telah melukai monarki,” tuding Brad Adams, direktur Human Rights Watch wilayah Asia. (dwi/jpnn)

Syaria, KP DI tengah tekanan dunia dan pertempuran sengit dengan kelompok oposisi, Presiden Syria Bashar alAssad belum kehabisan akal untuk mempertahankan kekuasaannya. Pria 47 tahun dilaporkan merekrut 500 tentara perempuan untuk menjaga sejumlah checkpoint dan juga menambal susutnya jumlah serdadunya akibat perang saudara yang berlangsung hampir dua tahun. Satuan tentara cewek itu dijuluki sebagai Singa Betina untuk Pertahanan Nasional. Mereka dilatih di kamp militer Wadi al-Dahab di Kota Homs. Mereka menjadi bagian dari Pasukan Pertahanan Nasional (NDF) yang beranggotakan 10 ribu personel. Satuan militer andalan tersebut adalah strategi Assad untuk menghadapi pemberontakan. Berseragam hijau doreng dan bersenjatakan senapan serbu Kalashnikov, para serdadu perempuan tersebut mulai menjaga sejumlah pos militer di Homs. Mayoritas warga di sana adalah loyalis Assad. Tugas mereka adalah memeriksa perempuan-perempuan berhijab di berbagai pos penjagaan. Video yang diunggah di Liveleak.com empat hari lalu men-

unjukkan bahwa sepuluh tentara perempuan berjaga di pos pemeriksaan Palmyra, Homs. Abu Rami, juru bicara koalisi oposisi Syrian Revolution General Commission (SRGC) di Homs mengaku kaget saat kali pertama melihat serdadu perempuan tersebut. “Saya rasa ini adalah strategi memaksa Free Syrian Army (oposisi bersenjata) untuk membunuh perempuan dan menunjukkan kepada dunia sebagai alat propaganda,” katanya kepada The Independent. “Tapi, siapapun yang bersenjata adalah target yang boleh diserang,” tambahnya. Seorang warga Homs menuturkan kepada Al Arabiya bahwa keberadaan tentara perempuan amat mengganggu. “Mereka seperti predator dan memperlakukan perempuan yang lewat seperti budak atau orang Yahudi di dalam kamp konsentrasi,” keluhnya. Dia sempat menyaksikan seorang tentara perempuan mendorong seorang nenek tua setelah memaksanya membuka kerudung. Kejadian itu berlangsung di Dawar Al Muaslat, pusat Kota Homs. Langkah Assad bukan hal baru. Mantan diktator Libya Muammar Kadhafi pernah merekrut tentara perempuan pada awal 1980-an untuk melindungi dirinya saat berkuasa. Para jurnalis Barat pun menyebutnya sebagai Amazonian Guard. Kadhafi merekrut mereka karena meyakini bahwa pria Arab yang bersenjata tak mau menem-

bak perempuan. Abir Ramadan, seorang tentara perempuan bentukan Assad, bergabung saat usianya sudah menginjak 40 tahun. Dia berikrar untuk loyal kepada Assad dan siap bertempur melawan oposisi yang ingin menjatuhkan pemerintahannya. Berseragam doreng, dia berbaris di lapangan di pusat Kota Homs. Sambil mengepalkan tangan, dia pun berteriak, “Allah, Syria, Bashar, titik”. Mereka telah berikrar untuk menjadi pendukung setia sang presiden. Pintu masuk sebuah stadion dijaga tentara perempuan bersenjata Kalashnikov. Yang lainnya memeriksa mobil di sebuah pos penjagaan. Mereka menabalkan diri sebagai fedayat. Dalam bahasa Arab, istilah itu berarti orangorang yang siap mengorbankan diri untuk alasan suci. “Suami meminta saya untuk bergabung (dengan satuan tentara perempuan) dan saya senang dengan gagasan itu. Saya langsung mendaftarkan diri ke pusat rekrutmen dan dengan mudah diterima,” cerita Ramadan, yang sehari-hari bekerja sebagai teknisi di laboratorium radiologi. “Sebelumnya saya tidak tahu cara menggunakan senjata dan tidak berani tinggal di rumah sendirian karena khawatir menjadi target penyerangan. Saya ingin belajar mengabdi karena negara saya sedang menderita,” ujarnya. Anggota dari unit militer perempuan pertama di Syria itu berusia 18-50 tahun. Didirikan di Kota Homs, tengah Syria, mereka berjumlah 450 orang. Nada Jahjah, pensiunan komandan militer yang ikut menangani pelatihan unit tentara perempuan itu, menyebut bahwa Homs sengaja dipilih karena kota tersebut menjadi medan paling sengit dalam perang saudara di Syria. Oposisi juga menyebut Homs sebagai tempat lahirnya revolusi. (cak/dwi)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.