Wangsakerta yang berada di Cirebon. Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten, yang dengan bantuan pemberontak Trunojoyo berhasil menyelamatkan nasib Pangeran Mertawijaya dan Kraton Kasepuhan Pangeran Kertawijaya selama di Mataram, Badrudin (1677-1723). mengambil kesempatan Sementara Pangeran untuk melakukan taktik Wangsakerta “hanya� agar Cirebon melemah diangkat sebagai dan tak lagi terlalu dekat Panembahan Cirebon Kraton Kaprabonan dengan Mataram yang dengan gelar menjadi pesaingnya. Pangeran Abdul Kamil Muhammad Sultan Banten mengangkat kedua Nasarudin (1677-1713). pangeran tersebut sebagai Sultan Cirebon. Sebagai sultan, Pangeran Mertawijaya Pangeran Mertawijaya ditetapkan sebagai dan Pangeran Kertawijaya mempunyai Sultan Keraton Kasepuhan dengan gelar wilayah dan kedaulatan penuh berikut Sultan Sepuh Abil Makarimi Muhammad rakyat dan keratonnya masing-masing. Samsudin (1677-1703) dan Pangeran Sementara Pangeran Wangsakerta tidak Kertawijaya diangkat sebagai Sultan memiliki wilayah kekuasaan atau keraton Keraton Kanoman dengan gelar Sultan sendiri, namun berdiri sebagai Kaprabonan Anom Abil Makarimi Muhammad atau Paguron, tempat menimba ilmu agama
di kalangan intelektual Keraton Cirebon. Perpecahan kedua terjadi pada masa pemerintahan Sultan Anom IV (17981803), ketika salah satu putranya berkehendak membangun kesultanan sendiri dengan nama Kacirebonan. Peluang memecah belah ini diamini oleh Pemerintah Hindia Belanda, yang segera mengeluarkan besluit untuk menetapkannya sebagai Sultan Carbon Kacirebonan, dengan syarat bahwa putra dan para penggantinya tidak berhak atas gelar sultan, cukup dengan gelar pangeran. Sejak saat itulah Kesultanan Cirebon terbagi menjadi empat keraton: Kasepuhan, Kanoman, Kaprabonan dan Kacirebonan.+