
7 minute read
Komandan KRI Dewaruci, Melayani dengan Hati
Sekilas tentang Sugeng Hariyanto
Nama Lengkap Pangkat Korps Agama Lahir Suku Bangsa Jabatan : Sugeng Hariyanto, M.Tr.OPSLA : Mayor : Pelaut : Islam : Surabaya, 05 Oktober 1981 : Jawa : Komandan
Advertisement
Riwayat Pendidikan Militer
1. Akademi Angkatan Laut 50
: 2004 2. Dikpasis : 2005 3. International Seminar Group Refresh : 2014 4. SUS Principle Warfare Officer TNI AL 2014 : 2014 5. SUS dan KRI : 2014 6. DIKLAPA KOUM Angkatan 24 : 2015 7. DIK REG SESKOAL Angkatan 57 : 2019

Tanda Jasa
SATYA LANCANA KESETIAAN VIII TAHUN SATYA LANCANA KESETIAAN XVI TAHUN SATYA LANCANA DWIDYA SISTHA TANDA PENGHARGAAN TNI AL KELILING DUNIA PIAGAM PENGHARGAAN KASAL
Mendapat kesempatan on board di rute terakhir pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah dari Kupang ke Surabaya membuatku begitu beruntung. Tidak hanya karena pengalaman berlayar langka, aku juga mendapat kesempatan berbincang-bincang dengan sang legenda, Komandan KRI Dewaruci, Sugeng Hariyanto, M.Tr.OPSLA atau yang dibaca Mayor Laut Pelaut. Kurang lebih 18 tahun sudah ia mengabdi sebagai Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Berbagai macam kapal sudah ia nahkodai, mulai dari kapal tempur, kapal patroli hingga kapal layar. Ia mulai dinas di kapal layar seperti KRI Dewaruci sejak bulan Januari tahun 2011. Pada tahun 2012 ia mendapat kesempatan untuk mengikuti pelayaran keliling dunia menggunakan KRI Dewaruci yang bersejarah. 10 bulan lamanya ia beserta seluruh kru berlayar dari Indonesia melintasi Samudera Pasifik. Sore itu di atas geladak kami berbincang.

Membangun Rasa Setia
Kawan
Laskar Rempah adalah orang-orang kebanggaan 34 provinsi di Indonesia yang terpilih untuk berlayar menggunakan KRI Dewaruci dalam rangka Muhibah Budaya Jalur Rempah. Ketika pertama kali bertemu, Komandan Sugeng Hariyanto melihat kondisi laskar saat itu terlihat lemas dan kurang bersemangat. Ia berusaha memberikan pembekalan dengan gaya berbeda. Pak Sugeng mulai bercerita siapa itu Dewaruci, kenapa kapal itu dinamakan Dewaruci dan kenapa berada di KRI Dewaruci merupakan sebuah kebanggaan. Kapal ini merupakan legenda bagi TNI AL karena telah mencetak banyak pelaut andal untuk TNI Angkatan Laut. Dari situ barulah ia melihat laskar rempah mulai tergugah semangatnya. “Saya katakan, Saya ingin melihat tatapan mata yang berbinarbinar ini besok ketika kalian sudah on board di kapal.” ujar Komandan Sugeng.

Ia mengakui bahwa kontras semangat antara gelombang peserta yang sudah turun dari kapal dengan gelombang baru yang ada di darat begitu terasa. Kekompakan dan lantangnya suara laskar yang sudah berlayar terasa lebih menggelora. Hal tersebut menjadi satu bukti kecil bahwa Muhibah Budaya Jalur Rempah menjadi menjadi medium bagi laskar untuk mencari jati diri mereka. Selama proses itu mereka belajar menerima orang lain, berani berekspresi serta menemukan bakat-bakat terpendam mereka. Pak Sugeng pun senang dengan kedekatan yang terjalin antara Laskar Rempah dengan kru KRI Dewaruci hingga mereka mengadakan voting untuk memberikan predikat kepada beberapa kru seperti tertampan, paling perhatian, hingga teramah. “Kapal ini mengubah semuanya. Perjalanan kita memasuki dimensi jarak dan waktu membuat mereka dan juga saya mengalami proses yang luar biasa,” kata Komandan. Ia bangga dengan semangat setia kawan yang tumbuh seiring berlangsungnya perjalanan. Mereka mau merawat teman yang sakit, membantu teman yang mabuk, hingga menyuapi makan.
Rasa kepemilikan terhadap kapal ini ditanamkan oleh Komandan dengan memberikan sebuah pin yang memiliki logo dan tulisan KRI Dewaruci. Pin itu memiliki makna dan menjadi sebuah kehormatan bahwa saat menerima pin tersebut, mereka sudah menjadi bagian dari kami, kru KRI Dewaruci. “Harapan saya adalah rawat kapal ini sama seperti kami merawat kapal ini. Jangan kotori kapal ini, jangan seenaknya dengan kapal ini. Ini adalah tempat kita tidur, tempat kita beristirahat, dan tempat makan kita bersama.” kata Komandan. Selain menanamkan rasa kepemilikan, ia juga mengandalkan kombinasi antara koordinasi dan komunikasi untuk memperkuat kedekatan pribadi dengan para peserta Muhibah. Jika menemukan pelanggaran yang cukup berat, ia akan tindak dengan tegas, seperti saat salah seorang laskar mencoba memanjat tanpa menggunakan tali pengaman. “Ketika
Mayor Sugeng dalam berbagai kegiatan di Jalur Rempah -
Redaksi Jalur Rempah dan Dispenal Koarmada II, Surabaya
Sugeng Hariyanto bersama dengan Direktur Pembinaan Tenaga dan LembagaKebudayaan, Yudi Wahyudin, dan Laskar Rempah menari bersama di acara Gala Dinner -
Redaksi Jalur Rempah

turun, saya marahi dengan tegas. Saya berikan pilihan pakai tali pengaman atau tidak naik sama sekali!” ucapnya tegas. Hal ini sangat penting, karena pada akhirnya keselamatan setiap orang yang naik ke kapal ini menjadi tanggung jawabnya sebagai Komandan.
Semangat Diplomasi Rempah
Perjalanan Muhibah Budaya Jalur Rempah adalah misi budaya pertama yang dijalani oleh KRI Dewaruci. Berbeda dari misi pendidikan angkatan laut yang biasanya diemban kapal ini, perjalanan kali ini sarat dengan berbagai pertunjukan budaya. Komandan sendiri banyak belajar dari berbagai pertunjukan dan kegiatan kebudayaan di masingmasing kota. Pengetahuannya tentang kearifan lokal tiap wilayah bertambah, karena saat tiba di kota yang baru, ia dan kru pun harus menyesuaikan diri dengan kearifan lokal yang berlaku.
Memiliki keinginan belajar lebih banyak tentang Jalur Rempah, Komandan pun membeli buku tentang Pulau Run, sebuah pulau di Kepulauan Banda yang ditukar dengan Manhattan, yang sangat menarik untuknya. Sepanjang ribuan tahun rempah-rempah Nusantara telah mempengaruhi peradaban dunia. Bahkan satu kilogram pala pernah setara dengan satu kilogram emas.
Komandan Sugeng memandang bahwa suatu hari kita akan mengembangkan diplomasi rempah, menyebarluaskan pengetahuan tentang budaya Indonesia, dan nilai-nilai lainnya. Itu tentunya tidak dapat dilaksanakan oleh kementerian saja, melainkan diperkuat lewat sinergi dengan masyarakat, komunitas dan Laskar Rempah yang saat ini sudah menjadi perwakilan dari masingmasing provinsi. Apa yang dilaksanakan selama 32 hari di Muhibah Budaya Jalur Rempah merupakan sebuah batu loncatan, titik awal, untuk mendapatkan pengakuan dunia akan warisan budaya Jalur Rempah Nusantara. Meskipun banyak tantangannya, tetapi ia begitu mengapresiasi keberanian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk mengambil langkah awal itu.
Efek dari perjalanan muhibah budaya ini mulai terlihat dari Laskar Rempah yang mulai menyuarakan tentang Jalur Rempah di provinsi masing-masing. Mereka berkisah tentang apa itu Jalur Rempah, bahwa rempah tidak sekedar pala, lada, cengkeh, dan cendana, bahwa napak tilas ini bukan hanya tentang rempah, tetapi bagaimana akulturasi budaya yang terjadi di masing-masing setiap daerah. Kegiatan ini juga membangunkan kesadaran konkret tentang luasnya Indonesia dan keragaman budayanya.
Pertemuan di antara empat Sultan Ternate-Tidore merupakan salah satu bukti otentik perjalanan ini. Para Sultan hanya mau bertemu jika pelaksanaan dilakukan di atas kapal. KRI Dewaruci memegang peran besar sebagai pihak netral saat pertemuan itu terjadi. Mereka mampu mwelepas ego mereka, bertemu,

Komandan Dewaruci, Mayor Laut (P) Sugeng Hariyanto, menyerahkan cinderamata berupa miniatur kapal Dewaruci kepada Sesditjen Kebudayaan, Drs. Fitra Arda, M.Hum pada saat penutupan acara MBJR -
Redaksi Jalur Rempah
bercengkerama dan saling berpelukan di atas KRI Dewaruci. Saat pertemuan itu terjadi, mereka tidak bicara soal politik seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya, tetapi tentang kemajuan budaya Indonesia. Pelayaran muhibah budaya dan Kapal KRI Dewaruci terbukti mengubah semuanya. Inilah tempat terwujudnya Bhinneka Tunggal Ika.
Pentingnya Sejarah
Komandan Sugeng terkesan dengan rangkaian Muhibah Budaya Jalur Rempah. Ia menyadari bahwa, di usianya saat ini, ia harus belajar lagi tentang rempahrempah dan sejarah Jalur Rempah itu sendiri yang ternyata lebih dari sekadar jalur perdagangan kolonial. Ia mulai mengenali pengaruh rempah Nusantara bagi banyak kawasan di dunia, ribuan tahun sebelum kolonialisme masuk ke Nusantara. Ia sungguh berharap agar Jalur Rempah berhasil menjadi warisan budaya yang diakui UNESCO. Komandan merasa sangat beruntung jika impian itu terwujud, karena ia turut ambil bagian sebagai Komandan KRI Dewaruci yang bekerja sama dengan Kemendikbudristek memperjuangkan pengakuan tersebut. “Ini merupakan sebuah kebanggaan buat saya dan tentunya atas ijin Tuhan Yang Maha Esa,” ujarnya.
Ketika langit mulai gelap dan angin bertiup dari arah buritan, Komandan Sugeng menyampaikan pesannya bagi generasi muda. “Jangan jadikan ini hanya sekedar momen lewat. Selesainya perjalanan ini adalah titik pertama, langkah awal Laskar Rempah untuk menyebarluaskan Jalur Rempah yang adalah milik Indonesia. Sama seperti saat wisuda dari sebuah universitas, kita harus pikirkan kontribusi apa yang bisa kita berikan untuk lingkungan sekitar”. Demikianlah Pak Sugeng berpesan. Muhibah ini telah memberikan pelajaran yang penting bagi seluruh pesertanya. Dengan mengarungi perairan Nusantara yang sama dengan pelaut-pelaut kuno dari ribuan tahun yang lalu, mereka bisa merasakan kembali pertautan diri dengan sejarah. Lewat muhibah ini, kami mengerti, sejarah bukanlah sebuah negeri asing yang tersembunyi di masa lalu. Sejarah adalah masa kini, duduk di atas geladak ini, mengarungi laut nenek moyang kita, menciptakan masa depan bersama-sama. Sayup-sayup terdengarlah pesan lama itu: negeri yang besar tidak akan melupakan sejarahnya. Karena kita adalah orang-orang yang akan membentuk sejarah di masa kini yang akan diingat di masa depan.
“Jangan sampai adu domba yang terjadi di masa lalu terjadi lagi di masa kini. Persatuan dan kesatuan Indonesia harus dijunjung tinggi. NKRI harga mati!” demikian pungkas Sugeng Hariyanto, Komandan KRI Dewaruci ketika hari sudah jatuh malam.