INDOMEDIA MARCH 2015

Page 44

FEATURE

MENDADAK AKIK

E

ntah kenapa, cincin batu akik selalu mengingatkan penulis pada sosok oom-oom; kecuali oomoom di kantor Indomedia (cieee jarangjarang disebut). Konon katanya, batu akik bisa membawa keberuntungan; bikin sugih. Ada juga kabar dari rumput yang bergoyang bahwa di dalam batu akik tertanam jin agar si empunya akik memiliki daya ikat dan aura positif; entah untuk memikat perhatian seseorang atau memikat kekuasaan. Wuidih, berat. Makanya, orang-orang yang kurang ilmu seperti penulis ini sempat mengira batu akik hanya dipakai oleh oom-oom girang yang ‘ada maunya’. Baru setahun terakhir ini penulis berupaya mencari tahu lebih lagi soal batu akik dan maknanya bagi para penggemar akik. Keingintahuan penulis soal batu akik berawal dari rekan sekerja yang hobi browsing batu akik untuk menambah koleksinya. Pertama kali melihat dia getol mencari batu akik baru, penulis langsung merasa jijay bajay. Anehnya, pria yang tidak ingin disebut namanya dan difoto jari tangannya itu masih jauh dari usia standar oom-oom. Masih muda; 25 tahun. Sepantaran penulis. Usia itu tidak jauh dari usia penulis; sama-sama masih muda (#diulang-ulang). Kenapa anak muda jadi doyan cincin oom-oom?

AKIBAT MEDIA SOSIAL

Rupanya tren batu akik yang lahir dari aktivitas magma ini melonjak sejak tahun lalu. Geliat bisnis batu akik pun tumbuh pesat. Jika menemukan sekelompok orang menggandrungi sebuah lapak di trotoar, bisa jadi yang sedang mereka lihat adalah batu akik. Di berbagai spot trotoar maupun toko ‘beneran’ pun mudah bagi kita menemukan penjual batu akik berikut dengan fans-nya. Ketua Harian Asosiasi Pedagang Batu Perhiasan di JGC, Toto, mengaku kaget dengan meningkatnya animo publik akan perhiasan batu akik. Pasalnya, bagi ‘pemain lama’ (tuh kan bener, pasti oom-oom!), batu akik sudah eksis sejak jaman baheula dan akan terus ada selama hayat masih dikandung badan. Hanya saja, baru akhir-akhir ini batu akik jadi trending topic; antara lain karena adanya jejaring sosial dan pemberitaan media. Tren yang muncul dan melanda kawula muda pun dianggap sebagai pemanis untuk memperkenalkan hobi dan bisnis batu akik menjadi lebih luas lagi. “Sebelum saya berkecimpung di batu mulia pada 1990-an, orang sudah banyak yang suka, tapi baru sekarang gencar sekali,” kata Toto dikutip dari situs Kompas. Pada 1990-an, pemerintah ikut mendukung bisnis batu mulia dengan menggelar pameran dan memberi subsidi sewa kios, membelikan mesin pengasah batu, dan pembinaan pengrajin. Namun, pasarnya masih naik-turun.

44 | www.indomedia.com.au

Tahun 2013, geliat peminat batu akik menguat ketika majalah Indonesian Gemstone terbit. Majalah ini mengulas dan memaparkan beragam jenis batu mulia di Indonesia. Isinya sempat diwarnai mitos atau cerita mistis batu, kata Miko, tapi sekarang tulisannya mengarah ke ilmiah populer. Pendiri majalah tersebut, Suwandi Gazali, mengatakan, penerbitan media itu untuk menghargai para pelestari batu mulia di Indonesia. “Selama 20-30 tahun mereka kurang dihargai,” ujar kolektor batu mulia sejak lima tahun silam itu. Selain itu, selama ini belum ada media yang mengupas seluk beluk kekayaan batu mulia Indonesia.

pernah lepas dari jari manis tangan kanan Butet. “Aku merasa lebih keren. Kalau enggak pakai cincin batu rasanya gondal-gandul. Kayak enggak pakai celana dalam,” demikian kata Butet, seperti dikutip dari Majalah Tempo.

Menurut Suwandi yang lulusan Geologi ITB, batu mulia adalah salah satu benda warisan bangsa yang perlu dilestarikan, seperti juga keris dan batik. Suwandi kini melepas semua bisnis propertinya dan memusatkan perhatian ke dunia batu akik. Indonesian Gemstone sempat menggelar pameran batu akik di Mangga Dua Square, Jakarta Barat, yang diisi sekitar 170 pedagang batu dari seluruh Indonesia. Peredaran uang hari itu mencapai jumlah yang cukup fantastis, Rp 70 miliar. Tercatat sekitar 100 ribu pengunjung yang datang untuk menyaksikan batu polesan khas Indonesia. Lebih dari 50 persen pengguna batu akik adalah laki-laki. Bedanya, saat ini fenomena batu akik sudah menjalar ke remaja; tak lagi hanya pria dewasa yang sudah menikah atau sudah bekerja.

Batu marjan berwarna merah, batu pirus berwarna biru, hingga giok hijau adalah beberapa dari ratusan batu akik yang dikoleksi Remy. Batu-batu tersebut disimpan dengan sangat hati-hati di laci meja khusus di rumahnya. Beberapa batu akik sudah diikat dengan logam mulia dan dipakai sebagai cincin. “Saya suka batu, tapi tidak percaya batu. Selera pribadi yang terpelihara sampai sekarang,” tutur Remi. Ia tidak percaya kegaiban di balik batu. Dengan memakai cincin batu akik, tidak lantas membangun sebuah perasaan tertentu atau sanggup memikat sesuatu. Selain sekadar suka, Remy bisa menjalin dialog dengan orang lain lewat sarana batu.

GAYA HIDUP

Bagi anak-anak muda, batu akik menjadi gaya hidup yang tak malu-malu dipamerkan. Ada yang memang baru sekarang menemukan hobi baru, ada pula yang merupakan warisan. Khusus warisan, biasanya sudah turun-menurun sejak generasi lama. Ambil contoh seniman Butet Kertaredjasa yang menyimpan akik di bank semata demi pengamanan bagi batu akik serta batu mulia yang diwarisinya dari almarhum sang ayah, mendiang Bagong Kussudiardja. Penari dan koreografer Bagong, menurut Butet, selalu membawa tiga kantong kulit berisi beragam batu akik. Di tengah jalan, Bagong bisa berhenti lalu bercerita tentang akiknya hingga berjam-jam. Setelah Bagong meninggal, ratusan batu akik itulah yang kemudian dibagi oleh anak-anaknya. Setelah mendapat warisan, Butet pun jadi senang berburu akik sendiri. Salah satu yang menjadi kebanggaannya adalah cincin berhias batu merah-hitam yang ia beli saat masih kuliah. Kala itu, dia merasa penampilannya kurang macho. Tanpa kumis dan tidak tertarik memakai beragam aksesori, penampilannya sebelum memakai cincin akik dirasa “pucat”. Sejak dibeli, batu tersebut tak

Keindahan alamiah akik pula yang membuat sastrawan Remy Sylado jatuh hati. Sejak tahun 1970-an, Remy sudah menjadi kolektor. Awalnya, ia fokus mencari batu warna putih sesuai warna kesukaannya. Kecintaan pada batu warna putih lantas merembet ke batu akik hitam dan merah sebelum kemudian mengoleksi batu dari semua warna.

Sejak dulu batu akik secara tradisional dianggap memiliki kekuatan magis. Sebagian lainnya menganggap batu akik sebagai pembawa keberuntungan. Antropolog Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, PM Laksono, menceritakan pengalamannya. “Waktu muda saya bermain bola untuk tim Fakultas Sastra UI. Salah satu pemain dari Papua datang dan memasukkan batu ke kantong saya. ’Supaya kita menang’ katanya. Batu punya daya magis untuk selalu diceritakan,” ujar Laksono. Dalam batu ada struktur, ada lapisan, ada uratnya. Garis dan titik dalam batu itu mempunyai daya yang mengusik perhatian. Harga batu akik yang tinggi tak terlepas dari cerita di balik batu tersebut. Detail dalam batu, menurut Laksono, memungkinkan orang membangun cerita. Karena biasa diceritakan, batu jadi memiliki kekuatan.

BISNIS BATU TAK PERNAH HABIS

Entah punya ‘kekuatan’ atau tidak, yang pasti bisnis batu jalan terus. Penggemarnya? Ada saja. Data dari Gabungan Pecinta Batu Alam (GaPBA) Aceh, hingga tahun ini ada sekitar 50.000 penggemar batu akik. Padahal terakhir didata pada tahun 2011, hanya ada 30 orang. Harga batu Aceh pun melonjak drastis dibandingkan tahun lalu. Harga jual batu akik sangat bergantung pada warna,

tingkat kejernihan, ukuran, dan kekerasan batu. Batu bacan dengan berat 5 gram dijual Rp 3 juta-Rp 5 juta per butir. Batu bacan seberat 20 gram bisa laku dengan harga Rp 30 juta-Rp 50 juta per butir. Batu bacan kini menjadi batu termahal yang dilirik oleh pasar Taiwan hingga Jepang. Geliat batu akik juga kentara di Pasar Rawa Bening, Jakarta Timur, yang dihuni 1.400 pedagang akik. Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pedagang Pasar Rawa Bening Tanwir Lubis menyebut kenaikan omzet hingga 400 persen dibandingkan tahun lalu. Omzet pedagang grosiran kecil, seperti Kios Batavia, mencapai Rp 20 juta per hari. Demi keaslian batu akik, pemilik Laboratorium Tasbih Scientific Gemological Laboratory di Pasar Rawa Bening, Yani Abdul Majid, mengimbau pencinta batu akik untuk membuat sertifikasi batu. Setiap hari, Tasbih Gems Lab mengeluarkan 20-30 sertifikasi batu yang antara lain berisi tentang asal-usul batu. “Kalau bingung tentang keaslian batu, saya biasanya akan e-mail guru ahli batu di India serta London,” katanya. Wuidih, berat. Ada banyak jenis batu terkenal, seperti batu bacan dari Ternate; batu lumut aceh dari Aceh, Sumatera Utara; batu pandan yang banyak berasal dari Sukabumi; dan batu akik gambar asal beragam daerah, salah satunya dari Garut. Selain itu, ada pula batu yang berasal dari luar negeri, seperti batu ruby, zamrud, hingga batu safir. Ia mencontohkan, harga batu akik gambar di tokonya mulai dari Rp 1.500.000 hingga puluhan juta rupiah. Untuk batu ruby dan zamrud, bahkan ada yang dijualnya Rp 25.000.000. Harga batu menurutnya bergantung pada kualitas dan kenaturalannya. Transaksi batu akik biasanya terjadi cukup lama. Ada seni berbicara lewat batu yang membuat orang-orang percaya tentang keampuhan serta kekuatan batu. Kekuatan batu bercerita ini pula yang membuat transaksi batu bisa berlangsung berjam-jam. Pedagang dan pembeli batu diibaratkan sedang saling berwacana untuk menaklukkan pikiran. Lebih dari kemampuan menjalin dialog lewat batu, batu juga menjadi ajang aktualisasi diri. Pemiliknya bisa narsis dan merasa punya kekuatan lebih ketika memakai batu. Kembali ke meja kerja penulis... suatu hari ketika menoleh ke kiri, si rekan kerja sedang tersenyum girang memandangi cincin batu akik baru. Rupanya batu yang ia cari lewat internet itu sudah berhasil dimiliki. Dua buah batu segede-gede bagong itu pun sukses ‘nangkring’ di jemarinya yang lentik... Ampun, oom!


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.