Medisina 22

Page 1

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

1


DARI

REDAKSI Media Informasi Farmasi Indonesia

Ikatan Apoteker Indonesia Majalah MEDISINA Media Infor足m asi Farmasi Indonesia merupakan media komunikasi yang diterbitkan oleh Pengurus Pusat IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) melalui PT. ISFI Penerbitan. MEDISINA terbit setiap tiga bulan sekali pada minggu pertama. Pelindung : Drs. Nurul Falah E. Pariang, Apt., Redaktur Kehormatan: Drs. Saleh Rustandi, Apt. Noffendri, S.Si., Apt Dra, Aluwi Nirwana Sani, M.Pharm, Apt Dra. Mayagustina Andarini, M. Sc., Apt Dra. R. Detty Yuliati, Apt Liliek Yusuf Indrajaya, S.Si, S.E., MBA, Apt Dra. Ellen Wijaya, Apt, MS, MM Dra. Evie Yulin, Apt Kombes Pol. Drs. Sutrisno Untoro, Apt Pemimpin Umum: Noffendri, SSi, Apoteker, Pemimpin Redaksi: Drs. Azril Kimin, Sp.FRS, Apt Sidang Redaksi: Drs. Noffendri, Apt Dra. Sus Maryati, Apt, MM Drs. Ibrahim Arifin, Apt. Staf Redaksi: Mittha Lusianti, S Farm, Apt. Dra. Tresnawati, Apt Keuangan: Dra. Eddyningsih, Apt., Staf Khusus: Drs. Husni Junus, Apt. Layout & Desain: Dani Rachadian, Ramli Badrudin Alamat Redaksi : Jl. Wijaya Kusuma No. 17 Tomang Jakarta Barat, Telp./Fax.: 021-56943842, e-mail: ptisfipenerbitan@yahoo.com. No. Rekening: a/n. PT. ISFI Penerbitan, BCA KC. Tomang : 310 300 9860.

2

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

K

etika Medisina no 22 ini beredar, Rakernas dan Pekan Ilmiah Tahunan IAI 2015 tinggal menghitung hari. Lebih seribu apoteker dari seluruh pelosok Indonesia akan menghadiri acara yang juga merupakan ajang untuk menambah wawasan perkembangan profesi farmasi agar sejawat apoteker lebih profesional dalam melaksanakan praktek kefarmasian. Walau bukan satu-satunya sumber, Pekan Ilmiah Tahunan 2015 diharapkan dapat menjaga semangat apoteker di tanah air untuk selalu meningkatkan kompetensinya, agar masyarakat sangat terbantu dengan keberadaan apoteker. Sumatera Barat yang belum pernah melaksanakan acara kefarmasian bertaraf nasional kali ini akan menjadi tuan rumah. Karena itu beberapa artikel dalam Medisina nomor ini banyak memotret kegiatan sejawat kita di Sumatera Barat, yang mungkin dapat menambah inspirasi sejawat lain daerah dalam memajukan organisasi. Juga kami tampilkan tokoh pendidikan farmasi di Sumatera Barat, Prof. Syahriar Harun. Masalah produk Halal kami jadikan sebagai laporan utama Medisina kali ini. Kami tertarik menurunkan laporan ini karena terdapat perubahan mendasar untuk mendapatkan sertifikat halal di Indonesia. UU No. 33 tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal telah merubah sifat sukarela untuk mendapatkan sertifikat halal menjadi kewajiban. Bukan hanya makanan yang beredar di Indonesia kelak harus bersertifikat halal, tetapi juga obat dan jasa. Yang tentunya menimbulkan problema baru bagi industri farmasi di tanah air. Kami juga menampilkan laporan perjalanan Medisina di Sulawesi Tengah. Anggapan bahwa tempat yang lokasinya jauh dari Jakarta pasti ketinggalan dalam perkembangan praktek kefarmasian ternyata tidak benar. Penghargaan terhadap profesi apoteker dari pelbagai sisi sangat terasa. Peran Longky Janggala sebagai gubernur Sulawesi Tengah tak bisa diabaikan dalam meningkatkan pengabdian apoteker sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat di sana. Karena itu pula, selain tulisan tentang kiprah beliau, fotonya kami pasang sebagai cover majalah Medisina no 22. Berbeda dengan sebelumnya, banyak artikel menarik yang ditulis para pakar kefarmasian secara popular pada Medisina nomor ini. Di antaranya tulisan Prof. Zullies Ikawati, Prof Maksum Raji, dan DR. Mahdi Jufri yang dekan Fakultas Farmasi UI. n


DAFTAR

15

ISI

l Pelantikan para Pengurus Cabang IAI

dan latihan Kepemimpinan Profesi 29

INFO Dari Redaksi

2

Daftar Isi

3

Surat Pembaca 4 Liputan khusus

l Kiat Sukses (Apoteker) Gubernur Sulteng 5 l Farmasi Klinis di Sulawesi Tengah 7 l Potret Apoteker Komunitas di Palu 9

Apoteker se Tanah Air 30 l Sertifikasi dan Resertifikasi Kompetensi Apoteker Indonesia 37 l Kandidat Utama Vaksin Ebola 40 l Manfaat Teh Hijau Bagi Pasien Diabetes Mellitus 54

berita

l Pengurus Baru PT ISFI Penerbitan 22 l Kemitraan dalam Pengawasan Obat

dan Makanan

23

oleh Asisten Apoteker

63

l Rakernas BPOM 2015 24 l Apoteker Cilik dari DIY 34 l Yudisial review UU Tenaga Kesehatan

TOKOH Pendidikan Farmasi Sumatera Barat 32

l Revolusi Sistem Yankes l Tantangan Profesi Apoteker di Era

17 17 18 19

PD IAI l PD IAI Sumbar: Perhelatan Tiga Karya 28 l Jurnal Sains Farmasi & Klinis: Ketakjuban Ketua PP IAI 28

36

Masyarakat Ekonomi ASEAN: Kembalinya saudara kandung profesi kesehatan 56 l Membangun Budaya Apoteker Bertanggung Jawab 58 l Gaji atas ke-tidak-elok-an Apoteker halal atau haram ? 65

42

TEROPONG l Hiperurisemia Kronik namun alergi

13 16

7

l Syahriar Harun : Tokoh Perintis

KOLOM

IYPG

l Bakti Sosial Young Pharmacisy Group 10

laporan utama l UU Jaminan Produk Halal: dari Sukarela menjadi Wajib l Hukum Alkohol dalam Obat l Langkah-langkah meraih Sertifikat (Halal) l Auditor Halal dari Apoteker banyak dibutuhkan l Kegalauan Industri Obat memperoleh Sertifikat (Halal) l Industri berlabel Halal dari Negara Tetangga

l Bukittinggi Siap Menyambut

Allopurinol, apa solusinya?

44

Kronik

46

l Peran Farmasis Kasus Gagal Ginjal

TOPIK KHUSUS l Penggunaan Obat Off-label

tantangan untuk Apoteker RESENSI

l Imunulogi & Virologi edisi revisi

50 12

LENSA l Resertifikasi, Topik Utama Stand IAI

di Pameran CPhI

60

AGENDA

62

Gambar sampul depan: LONGKY DJANGGOLA Foto : Azril Kimin Disain: Ramli Badrudin

Bagi anggota IAI yang berminat untuk mendapatkan Majalah MEDISINA dapat memesan langsung ke PT. ISFI Penerbitan melalui Fax. 021-56943842 atau e-mail: ptisfipenerbitan@yahoo.com dengan mengirimkan bukti pembayaran + ongkos kirim, atau bisa juga melalui Pengurus Daerah IAI masing-masing ecara kolektif.

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

3


SURAT

PEMBACA

Apa yang mesti saya lakukan mengingat memperoleh sertifikat kompetensi lewat SKPA tidak ada lagi?. Tanya: Saya adalah apoteker lulusan tahun 2000. Semenjak menamatkan kuliah saya tidak pernah bekerja, dan saat ini saya mendapat tawaran untuk menjadi penanggung jawab apotek yang akan didirikan. Namun langkah saya terkendala karena belum mempunyai sertifikat kompetensi. Apa yang mesti saya lakukan agar saya dapat bekerja sebagai penanggung jawab apotek mengingat memperoleh sertifikat kompetensi lewat SKPA tidak ada lagi? Budi R - Bandung

- Bila anda sama sekali belum pernah memperoleh sertifikat kompetensi , anda harus mengikuti ujian Objective Structure Clinical Examination, OSCE terlebih dahulu (lihat halaman 39-41)

Bagaimana mencapai target 70 SKP resertifikasi? Tanya: Saya berminat untuk resertifikasi kompetensi sebelum 30 Juni 2015 yang hanya memerlukan 70 SKP. Sayangnya SKP seminar yang saya miliki hanya berjumlah 9. Adakah seminar yang jumlah SKP nya besar dalam waktu dekat ini? Bagaimana saya dapat mencapai target 70 SKP sebelum jadwal resertifikasi tersebut berakhir? Rini - Medan - Agar dapat mengikuti resertifikasi 70 SKP yang batas akhirnya 30 Juni 2015, anda harus menambah SKP pembelajaran 51 dan SKP Pengabdian 10. Untuk mencapai kekurangan 51 SKP pembelajaran dapat ditempuh melalui a. Mengikuti Rakernas tgl 7 - 10 Mei 2015 di Bukittinggi anda akan mendapat 25 SKP. b. Mengikuti seminar yg bersamaan dg Konpercab atau Rakercab akan mendapat 6 SKP bila yang bersangkutan bukan anggota cabang tersebut. c. Melakukan diskusi kasus/kajian peer review akan mendapatkan 2 SKP. Jadi kalau bisa melaksanakan seminggu sekali sampai pertengahan juni minimal dapat 20 SKP. d. Untuk pengabdian lakukan penyuluhan 4 kali sudah dapat 12 SKP.

Saya ingin berlangganan Medisina edisi cetak, bagaimana caranya? Tanya : Saya mengapresiasi dengan adanya Medisina karena bermanfaat bagi saya karena banyak memberikan informasi dan pengetahuan tentang kefarmasian. Saya berminat berlangganan Medisina. Bagaimana caranya?. 1. Syarifah Arifah - Bogor 2. ratya thampu - ratyathampu@gmail.com - Terima kasih atas apresiasinya. Untuk berlangganan Medisina hanya dikenakan biaya Rp. 90.000,- saja (untuk 4 edisi) belum termasuk ongkos kirim. Transfer uang langganan ke Bank BCA rekening no. 3103009860 atas nama PT. ISFI Penerbitan. lalu memberikan copy bukti transfer lewat email atau fax ke PT ISFI Penerbitan. Besarnya ongkos kirim tergantung dimana daerah lokasi anda. Jika anda memberitahu alamat pengiriman, kami segera mengirimkan berapa biaya langganan yang akan anda transfer. Terima kasih. Untuk info lebih jelas silakan telepon ke redaksi Medisina.

Redaksi menyediakan ruang untuk para pembaca untuk menymbangkan tulisan baik itu artikel, berita, kolom, dan sebagainya untuk dimuat di majalah MEDISINA. Tulisan yang dimuat tetap selaras dengan visi dan misi majalah MEDISINA, sehingga kami dari redaksi berhak untuk melakukan pengeditan seandainya dianggap perlu. Naskah dikirim via e-mail ke alamat ptisfi penerbitan@ yahoo.com. untuk informasi hubungi Redaksi MEDISINA telepon: 021-56943842, Untuk setiap tulisan yang dimuat akan mendapatkan imbalan yang pantas dari Redaksi. Selamat berkarya dan terima kasih.

4

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015


liputan Ketika mengunjungi Sulawesi Tengah pada April 2015 kemarin, Medisina banyak mendengar dari petugas hotel, supir taksi dan orang kebanyakan perihal gubernur Sulteng, Longky DJanggola. Semuanya mengaku dan memuji kemajuan Sulawesi Tengah sejak Longky Djanggola menjadi gubernur. Kenyataan tentang baiknya kinerja, dan kenyataan Longky juga seorang apoteker, membuat Medisina menampilkan beliau menjadi sampul majalah Medisina nomor ini.

L

ongky Djanggola adalah apoteker lulusan Farmasi Universitas Indonesia tahun 1983 yang kini menjadi gubernur Sulawesi Tengah. Pria berbadan tegap kelahiran 13 Agustus 1955 ini terpilih sebagai gubernur Sulawesi Tengah periode 2011-2015 setelah memenangi Pilkada pada tahun 2011. Ia juga merupakan sumando orang Minang, karena beristrikan Zalzulmida Aladin kelahiran Pariaman, Sumatera Barat. Longky Djanggola merupakan putra daerah Sulawesi Tengah, provinsi terbesar di pulau Sulawesi, dengan

khusus

Kiat Sukses (Apoteker)

Gubernur Sulteng luas wilayah daratan 61.841,29 km2 dengan luas keseluruhan 189.480 km2 yang terdiri dari 13 kabupaten/ kotamadya. Sejak muda Longky Djanggola banyak memimpin organisasi. Ia pernah sebagai Ketua Presidium Pemuda Pancasila, pengurus ICMI, Sulteng. Sebenarnya takdir yang membawa Longky menjadi Gubernur. Awalnya ia pegawai negeri setelah lulus SAA di Makasar tahun 1971. Beberapa tahun setelah bekerja, ia dikirim pemda Sulteng ke Jakarta untuk sekolah di jurusan farmasi FIPIA UI. Setelah meraih apoteker, ia ditugaskan sebagai Kepala Perwakilan Pemda Sulawesi Tengah di Jakarta selama 5 tahun. Pada 1989 Longky kembali ke Palu, ditugaskan di Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah sebagai Kepala Tata Usaha. Sembilan tahun kemudian ia diangkat sebagai Kepala Biro Humas Pemda Sulawesi Tengah. Ketika terjadi pemekaran wilayah pada tahun 2003, Longky ditunjuk gubernur Sulteng saat itu menjadi pejabat bupati Kabupaten Parigi Moutong yang baru terbentuk.

Saat dilangsungkan pilkada pertama di sana beberapa bulan kemudian, rakyat memilihnya sebagai bupati. Jabatan bupati Parigi Moutong diembannya dalam 2 periode (20032011). Usai jadi bupati ia didapuk Prabowo Subianto dari Gerindra dan beberapa partai lain untuk maju sebagai calon gubernur. Saat ini Longky memang merupakan satusatunya kader Gerindra yang menjadi gubernur di Indonesia. Kedekatannya dengan Prabowo Subianto disebabkan sama-sama membesarkan IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia)

Longky dan bendera putih. Keberhasilan Longky Djanggola membangun Sulawesi Tengah diakui juga oleh apoteker senior di Palu, Abdul Karim Hanggi yang sekarang menjadi komisaris Utama BPD Sulteng. Karim Hanggi adalah mantan anggota DPR, mantan Ketua ISFI Sulteng, dan mantan Ketua Partai Hanura Sulteng. Ia menyebut Longky Djanggola sebagai gubernur yang

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

5


liputan

khusus

teliti, pekerja keras, dan sangat peduli kepada rakyatnya. Menurut Karim Hanggi, apabila gubernus Longky melakukan perjalanan ke daerah dan berpapasan dengan bendera putih pertanda ada warga meninggal dunia di desa manapun, gubernur Longky segera berhenti dan mengucapkan belasungkawa kepada keluarga almarhum. Ketika Karim Hanggi bertanya mengapa ia melakukan itu untuk orang yang tak dikenalnya, gubernur Longky menjawab: “ Pak Karim, yang meninggal itu kan saudara kita juga”. Longky Djanggola yang dahulu kuliah dan memperoleh gelar apoteker dari Universitas Indonesia juga dikenal luwes bergaul dan selalu mengakomodir keinginan masyarakat Sulawesi Tengah. Karena itu pula kebringasan masa yang berdemo seperti di propinsi tetangganya (Sulawesi Selatan) tak pernah terjadi di Sulawesi Tengah. Pembangunan infrastruktur yang dilakukannya membuat banyak investor melirik dan menanamkan modalnya di Sulawesi

tengah yang tadinya merupakan prioritas terakhir para investor. Hotel internasional berbintang mulai bermunculan, yang menandakan meningkatnya kunjungan pebisnis andal ke Sulawesi Tengah. Ketika Medisina bertanya kepada gubernur Longky Djanggola apa yang menyebabkan ia sukses memimpin Sulawesi Tengah, beliau menjawab “Kiat membangun saya sederhana: kerja tulus, ikhlas dan betul-betul direncanakan serta memanfaatkan para pakar untuk membangun Sulawesi tengah. Dalam bekerja kita harus sungguh-sungguh dan bisa dipertanggung jawabkan” Longky Djanggola menambahkan, “Saya beruntung pernah kuliah di Fakultas farmasi UI yang telah mendidik saya untuk menjadi seorang yang teliti, telaten dan konsisten lewat kuliah dan praktek yang berhubungan dengan obat dan racun. Saya menjadi sabar karena terlatih berjam-jam di laboratorium menunggu reaksi kimia. Saya menjadi konsisten berkat Ilmu pasti yang ada di fakultas farmasi.

Dalam ilmu pasti satu tambah satu adalah dua, beda dengan ilmu politik. Pendidikan itu telah membawa saya berhati-hati dalam memimpin.” Walau sudah menjadi orang nomor satu di Sulawesi Tengah, Longky Djanggola masih peduli dengan kegiatan apoteker setempat. Ketika PD IAI Sulsel melakukan Rakerda pebruari kemarin ia menyempatkan hadir dan memberikan sambutan walau kegiatannya sebagai gubernur sangat padat. Di samping itu, pada tahun 2011 ia sudah mengeluarkan Peraturan yang memberikan Jasa pelayanan farmasi Klinis dan PIO lewat Pergub no. 50 tahun 2011 dan Pergub No. 51 tahun 2011, yang kelak terbukti memudahkan dan menggairahkan pengabdian farmasi klinis dalam meningkatkan kesehatan masyarakat Pada PIT & Rakernas IAI 7 Mei mendatang di Bukittinggi, gubernur Sulawesi Tengah ini juga akan memberikan presentasi di hadapan apoteker Indonesia.nAK

Gubernur Longky Djanggola menerima buku terbaru dari PT ISFI Penerbitan : Imunologi & Virologi edisi revisi

6

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015


liputan khusus

Farmasi Klinis di Sulawesi Tengah Kalau keberadaan tenaga farmasi klinis di rumah sakit negara maju dianggap sebagai keharusan, di Indonesia masih jarang RS yang mempekerjakan farmasi klinik. Diperkirakan, hanya RS Pemerintah kota besar di Jawa saja yang mulai mengisi formasi tenaganya dengan farmasi klinis untuk menambah mutu pelayanan. Untuk RS Swasta, keberadaan farmasi klinis di RS masih dianggap sebagai “barang mewah�.

H

anya satu dua saja RS Swasta di Jakarta yang memperkerjakan tenaga farmasi klinis, itu pun untuk yang ingin meraih akreditasi RS internasional yang memang mempersyaratkan keberadaan pelayanan farmasi klinis. Anggapan kota di luar Jawa pasti langka dengan tenaga farmasi klinis

ternyata tak sepenuhnya benar. Kota Palu yang jauh - berada di di tengah pulau Sulawesi ternyata memiliki 6 farmasi klinis. RSUD Undata milik Pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah yang merupakan RS non pendidikan type B memiliki 3 farmasi klinis, RSUD Madani memiliki 2 farmasi klinis, sedangkan RSUD Anutapura milik pemerintah Kota Palu memiliki 2

farmasi klinis. Mereka adalah apotekerapoteker muda penuh semangat yang menjalani pendidikan farmasi klinis di UGM, Unair, Unpad dan UI. Mereka memang belum 3 tahun bekerja sebagai farmasi klinis di rumah sakit, namun keberadaan mereka sudah diakui sejawat dokter di sana sebagai tim yang mutlak hadir disetiap visite pasien. Menurut Valen Ruterlin, farmasi klinis dari RS Anutapura milik Pemkot Palu, kalau dalam visite bersama farmasi klinis belum muncul, para dokter selalu mencarinya karena peran farmasi klinis sudah terasa manfaatnya bagi mereka dalam menghadapi masalahmasalah berkait obat. Hal yang sama dikatakan Thamrin dan Santi dari RS Undata. Menjurut Thamrin, selepas memperoleh gelar sarjana farmasi klinis dan ditempatkan kembali di RS, mereka bekerja sungguh-sungguh bekerja untuk membuktikan bahwa keberadaan mereka mempunyai arti sangat penting bagi kemajuan kesehatan pasien. Dengan demikian, setiap hari farmasi klinis melakukan visite pasien Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

7


liputan khusus

Jamaludin (Ketua PD IAI Sulteng) bersama para farmasi Klinis RSUD Undata dan RSUD Madani.

bersama dokter/ dokter spesialis dan menuangkannya dalam bentuk SOAP dalam asuhan kefarmasian yang merupakan kesatuan dari berkas rekam medis. Menurut Santi dan juga Elvya dari RS UD Madani, dalam berdiskusi masalah kasus dengan profesi kesehatan lainnya, cara penyampaian pendapat harus dengan cara yang tidak saling menyalahkan. Farmasi klinis harus mencari tahu dahulu apa yang melandasi pendapat yang berbeda seandainya ada. Mungkin ada pertimbangan klinis lain, atau mungkin pula sejawat dokter

melakukan pemberian obat off label. Bagaimana mengenai perhargaan yang diterima para farmasi klinis di Palu? Untungnya, pemerintah provinsi Sulawesi Tengah telah memikirkan dan memutuskan mengenai kesejahteraan para farmasi klinis dan apoteker dalam melaksanakan pengabdian di Rumah Sakit milik pemerintah daerah ketika para farmasi klinis ini masih menjalani pendidikan. Gubernur Longky Djanggola sejak tahun 2011 telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah No. 50 mengenai Tarif Pelayanan Kesehatan pada RSUD Undata dan Peraturan

Gubernur no 51 mengenai tarif Pelayanan Kesehatan pada RSUD Madani. Pada Peraturan Gubernur tersebut tertera jelas tarif Pelayanan farmasi Klinik. Berkat Pergub tersebut praktek profesi mereka sebagai farmasi klinis dihargai dengan pantas. Baiknya, kebijakan ini belakangan diikuti pula oleh Pemerintah Kota Palu untuk RSUD Anutapura. Lewat Peraturan Walikota Palu nomor 33 tahun 2014, Perkot ini menjelaskan secara jelas pula tarif pelayanan farmasi klinik di RS Anutapura yang berada di bawah naungan pemerintah kota Palu.nAK

Pemenang Lomba Penulisan tentang Praktek Apoteker

D

alam rangka meningkatkan peran apoteker bagi kesehatan masyarakat, dan mencari apoteker yang melakukan praktek profesi yang dapat diteladani, ISFI Penerbitan telah mengadakan lomba penulisan artikel dengan Tema: “Praktek Apoteker Yang Bermanfaat bagi Masyarakat� (Medisina Edisi 21) Berdasarkan naskah-naskah yang masuk, diumumkan pemenang lomba sebagai berikut:

8

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

1 Pemenang Pertama: Made Ary Sarasmita, S. Farm. Klin, Apt dengan judul artikel " Peran Farmasi Klinik Dalam Pharmaceutical Care" 2 Pemenang ke dua: Selvi Tri Desyani S. Farm dengan judul artikel " Apoteker Yang Nyata Dan Berguna. >> Hadiah akan dikirimkan langsung ke alamat pemenang


liputan khusus Palu, ibu kota Sulawesi Tengah merupakan kota indah yang memiliki kontur lengkap karena terdiri atas lembah, lautan, sungai, pegunungan, dan teluk. Palu yang merupakan ibu kota propinsi Sulawesi Tengah memiliki penduduk sekitar 375 ribu Jiwa. Walau penduduknya relatif tidak begitu besar, jumlah apotik di Palu lumayan banyak, Jumlah apotik di sini menurut Buku Sulawesi Tengah Dalam Angka, berjumlah 152. Karena jumlah apoteker di Palu terbatas, sebagian besar apotek di palu diisi oleh apoteker yang sehari-harinya merupakan pegawai negeri, terutama yang bertugas di fasilitas

Potret Apotek Komunitas di Palu

M

enurut pengamatan Medisina yang berkunjung ke Palu pertengahan April kemarin, relatif tidak ada apotek yang sangat dominan di Palu. Hal ini karena disparitas harga jual obat antar apotek cukup wajar. Hampir semua apotek memperoleh pembeli yang cukup untuk kelangsungan apoteknya. Apotek “buldozer” seperti yang ada di Jakarta dan beberapa kota besar di Jawa tampaknya tidak ada. Perlu diketahui, yang dimaksud dengan “apotek buldozer” adalah apotek yang menjual obat-obatan dengan harga bantingan, sedikit di atas HNA ( 5 hingga 10% di atas HNA). Apotek ini biasanya melakukan pembelian obat dalam jumlah besar secara cash dari pabrik obat sehingga mendapat diskaun sangat besar. Karena harga jual apotek buldozer sangat rendah, apotek kecil yang menjual dengan harga wajar agar usahanya bisa berkembang (harga jual 20% hingga 25% di atas HNA) banyak yang gulung tikar karena kehilangan pelanggan. Atau setidaknya tidak bisa menggaji apoteker secara wajar. Ada hal lain yang menyebabkan apotek di Palu masih bisa “bernafas lega”. Dokter yang membuka praktek sekaligus memberikan obat (dokter dispensing) nyaris tidak ada. Sebagian besar dokter yang praktek sore di Palu lokasinya berada di ranah apotek. Lihat saja apotek yang berada di jalan utama kota Palu, Jl. Walter Monginsidi. Dalam

jarak 200 meter terdapat sekitar 10 apotek, yang bersebelahan dengan 1 atau 2 apotek lain. Semuanya dapat hidup karena memperoleh cukup pembeli dari resep para dokter yang praktek di apoteknya. Situasi ini sebenarnya sangat kondusif bagi apoteker untuk memiliki sendiri apotek. Apalagi persyaratan membuka apotek untuk sejawat apoteker tidak serumit seperti di Jawa. Namun apotek yang dimiliki apoteker di Palu belum begitu banyak. Menurut Jamal, Ketua PD IAI Sulawesi Tengah, belum sampai sepuluh apotek di Palu yang dimiliki apoteker. Medisina sempat mengunjungi 3 diantaranya, yakni apotek Evy dan apotek Prima Apotek Evy yang dimiliki sejawat Elvia A.Y Husni yang juga bekerja sebagai farmasi klinis di RS Madani menerapkan informasi obat dan konseling sebagai kekuatan untuk menarik pelanggan. Ia melayani langsung setiap pasien dengan nasihat penggunaan obat yang benar. Di samping itu, Elvia berkolaborasi dengan 2 sejawat farmasi klinik lainnya membuka apotek lain yang mengedepankan informasi penggunaan obat yang benar.

seringkali ia penuhi sepanjang masih ada selisih antara harga jual dan harga beli. Menurut Yanto, berbeda dengan di Jawa, pasien di Palu punya kebiasaan menawar obat ketika menebus obat. Bagaimana dengan honor sejawat apoteker yang tidak memiliki apotek sendiri? Rata-rata apoteker penanggung jawab di Palu memperoleh honor 1,5 juta rupiah (menurut Jamal, Ketua PD IAI, dalam waktu dekat ditetapkan minimal 2,25 juta rupiah). Christian Kaloti, apoteker pensiunan BPOM yang Medisina temui di apoteknya, mengaku menerima 1,75 juta sebulan, plus jasa pelayanan (uang R/) sekitar 1 juta perbulan. Walau demikian setiap hari ia setia melayani pasien di garda depan apoteknya.nAK

Apoteker Yanto di apotek Prima

Christian Kaloti di Apotek Sehat

Elvia di apotek Evi

Apotek Prima yang dimiliki sejawat Yanto mengedepankan keramahan dan jasa periksa tekanan darah gratis kepada setiap pasien yang datang ke apoteknya. Di samping itu ia tidak terlampau kaku dengan harga jual obat di apoteknya. Bila ada pasien menawar harga obat, Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

9


IYPG Sebagai bagian dari tenaga kesehatan, apoteker memiliki komitmen untuk memenuhi kebutuhan pengobatan dan pendidikan kesehatan pasien pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya. Berkaitan dengan hal tersebut, Indonesian Young Pharmacists Group – IYPG (kelompok apoteker yang berumur di bawah 35 tahun) melakukan pembinaan kesehatan berkala di Panti Asuhan Anak Putra Utama 2 Sunter Jakarta Utara pada Desember 2013Desember 2014.

Pembagian hadiah yel-yel

Bakti Sosial Young Pharmacist Group egiatan pertama yang dilakukan mengusung tema “Kenali Apoteker, jadikan hidupmu lebih sehat�. Kegiatan ini diselenggarakan pada Minggu, 15 Desember 2013. Dalam kesempatan ini, dilakukan kegiatan seperti pemeriksaan kesehatan umum, buta warna, pengecekan status gizi, cuci tangan dan materi mengenai kebersihan pribadi dan lingkungan, serta lomba yel-yel cuci tangan yang baik dan benar. Selain itu pada akhir acara diberikan materi mengenai pengenalan profesi apoteker, serta sharing dan pemberian motivasi untuk anak-anak panti asuhan tersebut. Kegiatan ini mendapat sambutan yang positif. Anak-anak panti asuhan rata-rata tidak mengetahui mengenai profesi apoteker dan

K Pemberian materi jajanan sehat dan bahaya rokok

Praktek sikat gigi

10

Kunjungan kedua IYPG di panti asuhan

Simulasi Materi cuci tangan

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015


IYPG memiliki pengetahuan yang minim tentang obat. Antusiasme mereka terlihat dari berbagai pertanyaan yang ditanyakan: seperti perbedaan kapsul dan tablet, cara minum obat yang baik, bagaimana menjaga kesehatan. Pada kegiatan ini panitia membawa berbagai bentuk obat dan jenis obat untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Pada 27 September 2014, IYPG melakukan kegiatan penyuluhan kembali. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 82 orang anak yang tinggal di panti asuhan tersebut. Kegiatan tersebut mengambil tema “Yuk, Hidup Sehat dan Produktif ”. Pada kesempatan kali ini IYPG melakukan pemeriksaan kesehatan kembali, sebagai program tindak lanjut dari kegiatan selanjutnya yang meliputi penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan dan tes buta

IYPG dan Peri Gigi

warna (bagi yang belum). Hal ini dilakukan untuk melihat perubahan kondisi kesehatan para anak panti dibandingkan dengan kunjungan IYPG sebelumnya. Selain itu ada sesi pemberian materi mengenai bahaya merokok, cara berhenti merokok, jajan sehat, pendidikan seksual dan tata cara menggunakan obat yang baik dan benar. Kegiatan ini ditutup dengan cap jari tangan di selembar kain putih, sebagai wujud komitmen dan janji anak- anak panti asuhan untuk hidup sehat dan produktif. Cap jari komitmen anank-anak Pada Sabtu, 20 Desember 2014, panti asuhan untuk hidup sehat dan dilangsungkan kolaborasi antara produktif Apoteker , psikolog dan Dokter gigi. Pada kelas kesehatan mental tutor IYPG dilatih oleh Psikolog mengenai materi yang akan disampaikan pada saat kegiatan berlangsung. Materi yang diberikan disesuaikan menurut rentang usia anak didik. Kelas kesehatan mental dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas sirup yang diperuntukkan bagi anak SD dengan materi “Percaya Diri”, kelas tablet untuk anak SMP dengan materi “Mendengar Aktif ” dan kelas kapsul untuk anak SMA dengan Penjelasan mengenai kesehatan gigi materi “Asertif ”. Di kelas sirup, tutor dan mulut IYPG lebih banyak mengisinya dengan

kegiatan belajar sambil bermain bersama. Sedangkan untuk kelas tablet dan kapsul aktifitas yang banyak dilakukan adalah sharing antara tutor dengan adik- adik dari panti asuhan. Kolaborasi YIPG dengan dokter gigi diwujudkan kala memberikan materi kesehatan gigi dan mulut dengan bantuan alat peraga dan slide persentasi. Anak-anak panti asuhan sangat antusias ketika dilakukan praktik bersama menyikat gigi yang baik dan benar di lapangan panti . Anakanak melakukannya dengan penuh kegembiraan. Kegiatan ini berlangsung tertib dan kondusif. Semua anak terlihat antusias mengikuti seluruh rangkaian kegiatan yang dibuat oleh IYPG. Kegiatan ditutup dengan penyuluhan tentang DaGuSiBu (Dapatkan, Gunakan, Simpan dan Buang) obat dengan cara yang benar dan disertai dengan penampilan jingle DaGuSiBu oleh IYPG. Edukasi tentang DaGuSiBu bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya DaGuSiBu, sehingga diharapkan masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi dalam penggunaan obat yang baik dan benar sejak dini. n Ratu Ratna Ismuha Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

11


resensi Januari 2015, PT ISFI Penerbitan meluncurkan buku baru Imunologi & Virologi Edisi Revisi. Buku dengan kulit berwarna merah ini merupakan edisi perbaikan dari buku terdahulu (cetakan pertama). Banyak perkembangan terbaru dari ilmu yang berkaitan proses pertahanan/ imunitas tubuh dan ilmu tentang Virus serta penyakit yang disebabkannya ditambahkan pada Edisi Revisi ini. Berbeda dengan cetakan pertama yang dicetak hitam-putih, gambar-gambar pada edisi revisi ini dicetak berwarna.

Imunologi & Virologi Edisi Revisi

E

disi revisi buku ini dibuat dalam rangka membantu meningkatkan proses belajar mengajar mahasiswa program studi Farmasi dan Kedokteran dalam perkuliahan imunologi dan virologi. Buku ini juga diharapkan dapat digunakan di beberapa program studi dalam bidang kesehatan di seluruh Indonesia. Dalam edisi revisi ini, selain difokuskan pada pemahaman tentang aspek imunologi dan virologi

12

Judul : Imunologi & Virologi (edisi revisi) Penulis : Prof. DR. Maksum Radji, M. Biomed Penerbit : PT ISFI Penerbitan Cetakan : II / Januari 2015 ISBN

: 978-602-97028-0-4

Tebal

: 368 Halaman

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

khususnya dasar-dasar sistem imunitas tubuh dan aplikasi praktis imunologi, juga diuraikan informasi tentang virus Ebola. Uraian mekanisme patogenesis virus dikelompokkan berdasarkan organ tubuh manusia menjadi lebih menarik dan memudahkan para mahasiwa dalam memahami jenis-jenis virus yang dapat menginfeksi organ tubuh manusia. Diharapkan dengan diterbitkannya kembali buku ini dapat memudahkan para mahasiswa untuk memahami dengan baik tentang imunologi dan virologi khususnya tentang virus yang bersifat patogen pada manusia. Di samping itu, buku yang disusun Prof.DR. Maksum Radji ini ditulis dengan bahasa yang enak dibaca, sehingga orang awam yang tertarik dengan masalah-masalah kesehatanpun dapat menambah wawasan pengetahuannya dengan membaca buku ini. Buku Imunologi & Virologi edisi revisi ini dijual dengan harga Rp. 99.000,dan sudah diperoleh di toko buku terkemuka seperti Gramedia, Gunung Agung, dan Togamas.n


LAPORAN Kalau tidak ada aral menghadang, lima tahun lagi semua obat, makanan, minuman, kosmetika yang beredar di Indonesia telah menyandang label halal di kemasannya. Bagi semua produk impor yang berkaitan dengan obat dan makanan, jangan harap bisa masuk ke Indonesia tanpa memperoleh label halal dari instansi berwenang. Demikianlah amanat yang tertuang dalam UU Jaminan Produk halal (UU No. 33 tahun 2014) yang telah dirilis kemasyarakat awal Januari 2015. Ada masa leluasa 5 tahun bagi Produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia untuk sampai pada kewajiban bersertifikat halal (Pasal 67)

UTAMA

D

alam beberapa tahun terakhir, memang sudah banyak pelaku usaha makanan dan minuman serta kosmetika yang telah mengajukan setifikat halal. Berdasar rilis LPPOM MUI tahun lalu, selama lima tahun telah dikeluarkan sertifikat halal sebanyak 13.136 buah. Perolehan sertifikat halal tersebut dilakukan perusahaan terkait secara sukarela dalam rangka mempertahankan pangsa pasar produk terkait mengingat trend masyarakat Indonesia yang cenderung mengkonsumsi makanan, minuman dan kosmetika yang tak bermasalah secara syariah. Walau tak sebanyak makanan dan minuman, beberapa jenis obat sudah

UU Jaminan Produk Halal:

Dari sukarela Menjadi Wajib

pula memiliki sertifikat halal. Namun UU No. 33 Tentang jaminan Produk Halal merubah asas sukarela dalam mendapatkan sertifikat halal menjadi asas kewajiban. Hal ini tercantum dalam fasal 4 UU ini: Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Pengertian produk berdasarkan Ketentuan Umum UU ini (Bab I ayat 1) berbunyi: Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Dengan demikian apabila UU ini sudah efektif berlaku, semua obat, Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

13


LAPORAN

UTAMA

halalpun akan mengalami kerepotan luar biasa pula kalau hanya dilakukan lembaga yang ada. Saat ini pemberian sertifikat halal dilakukan hanya oleh LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika) MUI serta Badan Halal Nahdlatul Ulama. BPJH

makanan, kosmetika, dan banyak lagi barang dan jasa harus bersertifikat halal dahulu sebelum memenuhi etalase apotik, supermarket dan malmal di tanah air. Bila pembuatan sertifikat halal berubah dari sukarela menjadi keharusan, dapat dibayangkan kerepotan industri obat, makanan dan kosmetika di Indonesia dalam memenuhi ketentuan undang-undang tersebut. Lembaga pemberi sertifihat

14

Untuk mengatasi kerepotan ini UU No 33 tahun 2014 mengatur pembentukan dua lembaga baru yang disebut BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk halal) dan LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal ((BPJPH) berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama. Menurut pasal 5 Ayat (5) UU No. 33 Tahun 2014 , ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi BPJPH akan diatur dalam Peraturan Presiden, Menurut UU Jaminan Produk halal, dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal, BPJPH berwenang antara lain: a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan Jaminan Produk Halal

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

(JPH) ; b. Menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria JPH; c. Menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal pada produk luar negeri; dan d. Melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri. Dalam penyelenggaraan JPH, BPJPH berwenang: a. merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH; b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH; c. menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk; d. melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri; e. melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal; f. melakukan akreditasi terhadap LPH (Lembaga Pemeriksa Halal); g. melakukan registrasi Auditor Halal; h. melakukan pengawasan terhadap JPH; i. melakukan pembinaan Auditor Halal; dan j. melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud, BPJPH bekerjasama dengan kementerian dan/atau lembaga terkait, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan Majelis Ulama Indonesia Kerja sama BPJPH dengan kementerian dan/atau lembaga terkait dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian dan/atau lembaga terkait. Kerja sama BPJPH dengan LPH dilakukan untuk pemeriksaan dan/atau pengujian Produk. (Kerja sama BPJPH dengan MUI dilakukan dalam bentuk: a. sertifikasi Auditor Halal; b. penetapan kehalalan Produk; dan c. akreditasi LPH. Sedangkan penetapan kehalalan


LAPORAN Produk dikeluarkan MUI dalam bentuk Keputusan Penetapan Halal Produk. LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) Selain BPJPH, UU No.33 tahun 2014 juga menyebut mengenai Lembaga Pemeriksa Halal. Lembaga Pemeriksa Halal yang selanjutnya disingkat LPH adalah lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan dan/ atau pengujian terhadap kehalalan Produk (selama ini dan hingga hari ini tugas ini diemban oleh LPPOM MUI) Pasal 12 UU ini menyebutkan. Pemerintah dan masyarakat dapat membentuk LPH. Dalam hal LPH didirikan oleh masyarakat, LPH harus diajukan oleh lembaga keagamaan Islam berbadan hukum..

Foto: Merdeka.com

Untuk mendirikan LPH sebagaimana dimaksud Persyaratan untuk mendirikan LPH sebagai berikut: a. memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya; b. memiliki akreditasi dari BPJPH; c. memiliki Auditor Halal paling sedikit 3 (tiga) orang; dan d. memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki

laboratorium. Undang undang ini menyebut kriteria Auditor Halal yang boleh diangkat oleh LPH, yakni: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. berpendidikan paling rendah sarjana strata 1 (satu) di bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, atau farmasi; d. memahami dan memiliki wawasan luas mengenai kehalalan produk menurut syariat Islam; e. mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi dan/ atau golongan; dan f. memperoleh sertifikat dari MUI. Auditor Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 bertugas: a. memeriksa dan mengkaji Bahan yang digunakan; b. memeriksa dan mengkaji proses pengolahan Produk; c. memeriksa dan mengkaji sistem penyembelihan; d. meneliti lokasi Produk; e. meneliti peralatan, ruang produksi, dan penyimpanan; f. memeriksa pendistribusian dan penyajian Produk; g. memeriksa sistem jaminan halal Pelaku Usaha; dan

UTAMA

h. melaporkan hasil pemeriksaan dan/ atau pengujian kepada LPH. BAHAN DAN PROSES PRODUK HALAL Bahan yang digunakan dalam PPH terdiri atas bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan, dan bahan penolong. Bahan tersebut dapat berasal dari:a. hewan;b. tumbuhan;c. mikroba; atau d. bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik. Untuk bahan yang berasal dari hewan pada dasarnya halal, kecuali yang diharamkan menurut syariat. Pasal 18 UU ini menyebutkan bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan meliputi: a. bangkai;b. darah;c. babi; dan/ataud. hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat. Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan selain sebagaimana dimaksud di atas akan ditetapkan oleh Menteri Agama berdasarkan fatwa MUI. Penetapan Kehalalan Produk Penetapan kehalalan produk dijelaskan pada pasal 33: Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal. Sidang Fatwa Halal MUI tersebut mengikut sertakan pakar, unsur kementerian/lembaga, dan/atau instansi terkait. Kehalalan produk diputuskan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian Produk dari BPJPH. Keputusan Penetapan Halal Produk ditandatangani oleh MUI. Keputusan Penetapan Halal Produk disampaikan kepada BPJPH untuk menjadi dasar penerbitan Sertifikat Halal.n Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

15


LAPORAN

UTAMA dengan terlebih dahulu membaca bismillah dianggap halal� jelas M. Nadratuzzaman Hosen. Pendapat ini sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia no 11 tahun 2009 Tentang Hukum Alkohol. Setelah menimbang alcohol banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan, ataupun bahan penolong dalam pembuatan makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika, serta kepentingan lainnya, Majelis Ulama Indonesia antara lain menetapkan : * M Nadratuzzaman Husen dari MUI berbicara pada rapat pleno PP IAI

Penggunaan alkohol/etanol hasil industri khamr untuk produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya haram.

Hukum Alkohol Dalam Obat Tak dapat dipungkiri, banyak obat yang melibatkan alkohol dalam proses produksinya. Beberapa industri farmasi kuatir akan banyak kendala dalam memperoleh sertifikat halal karena sulit menghindari peran maupun paparan alkohol dalam memproduksi obat.

M

emang selama ini terdapat kesan, obat-obatan yang mengandung alkohol atau terpapar alkohol tidak mungkin memperoleh sertifikat halal. M. Nadratuzzaman Hosen, Pengurus Dewan Syariah Nasional MUI, yang dahulu pernah berkiprah sebagai Ketua LPPOM MUI, dihadapan Rapat Kerja Nasional Ikatan Apoteker Indonesia pada 31 Januari 2015, menyatakan alkohol dalam obat tidak haram sepanjang alkohol tersebut sumbernya bukan dari minuman alkohol.

16

Penggunaan alkohol hasil industri khamr untuk produk makanan, minuman, kosmetika dan obat-obatan hukumnya adalah haram. Menurut M. Nadratuzzaman Hosen, logika agama beda dengan logika ilmu kimia. Walau sama rumus kimianya, etanol untuk produksi minuman dianggap khamr karena itu digolongkan haram. Etanol yang dibuat untuk industri obat dan kosmetik tidak dianggap haram. “ Analoginya seperti ayam yang dipotong tanpa bismillah dianggap haram. Walau sama-sama ayam, bila dipotong

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

*

Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya: mubah, apabila secara medis tidak membahayakan. * Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika dan obat-obatan, hukumnya: haram, apabila secara medis membahayakan.n


LAPORAN

UTAMA

Langkah Langkah Meraih Sertifikat (Halal) Untuk memperoleh sertifikat halal, terlebih dahulu industri farmasi membentuk tim manajemen halal yang memiliki otoritas untuk membangun, mengatur, dan mengevaluasi sistem jaminan halal.

T

im ini berasal dari semua bagian yang terlibat dalam aktifitas kritis. Orang yang bertanggung jawab terhadap Proses Produk Halal disebut Penyelia Halal. Penyelia Halal ditetapkan pimpinan perusahaan dan dilaporkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal, BPJPH. Penyelia halal harus memenuhi persyaratan, diantaranya beragama Islam serta memiliki wawasan luas dan memahami syariat

tentang kehalalan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelia Halal akan diatur dalam Peraturan Menteri. Pelaku usaha terkait perlu membuat dokumen perusahaan yang menjelaskan tugas dan tanggung jawab tim ini secara rinci, sumber daya yang dibutuhkan untuk mempersiapkan, menerapkan, dan memperbaiki Sistem jaminan Halal secara berkesinambungan. Permohonan Sertifikat Halal dilakukan oleh pelaku usaha secara

Auditor Halal Dari Apoteker Banyak Dibutuhkan

U

U No.33 Tentang Jaminan Produk Halal menyebut tentang adanya Lembaga Pemeriksa Halal, LPH. LPH ini bertugas untuk membantu BPJPH melakukan pemeriksaan dan/ atau pengujian kehalalan produk (peran yang selama ini dipegang sepenuhnya oleh LPPOM MUI). LPH dapat didirikan oleh masyarakat, namun untuk mendapatkan ijin LPH, permohonannya harus diajukan oleh lembaga keagamaan Islam berbadan hukum. Salah satu syarat dari LPH adalah memiliki auditor halal. Pasal 14 ayat 2 UU no. 33 tahun 2014 menyebutkan persyaratan seseorang untuk diangkat sebagai auditor halal: yakni warga Negara Indonesia, beragama Islam, berpendidikan paling rendah strata 1 di bidang pangan, Kimia, Biokimia, Teknik Industri, Biologi, atau Farmasi. Menurut Lukmanul Hakim, Kepala LPPOM MUI (kelak menjadi LPH dengan jaringan terluas), dengan adanya ketentuan obat harus memiliki sertifikat halal, tentulah akan lebih banyak apoteker yang dibutuhkan untuk menjadi auditor halal. LPPOM ingin dan siap bekerja sama dengan Ikatan Apoteker Indonesia untuk merekrut auditor halal agar amanat UU ini dapat dilaksanakan.n

tertulis kepada BPJPH dilampiri dokumen data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan dan proses pengolahan produk. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan Sertifikat Halal akan diatur dalam Peraturan Menteri. Setelah menerima permohonan sertifikat halal BPJPH akan menunjuk Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk melakukan pemeriksaan dan/ atau pengujian kehalalan obat. Penetapan LPH yang akan memeriksa akan dilakukan dalam jangka waktu 5 hari sejak permohonan dinyatakan lengkap. Pemeriksaan terhadap obat yang akan dimintakan sertifikat halalnya akan dilakukan oleh auditor halal dari LPH. Pemeriksaan di lakukan dilokasi usaha pada saat proses produksi. Hasil pemeriksaan dan/ atau pengujian kehalalan produk akan diserahkan kepada BPJPH yang selanjutnya menyerahkan kepada MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan produk. Penetapan kehalalan produk dilakukan MUI dalam Sidang Fatwa Halal yang mengikutsertakan pakar, unsur kementerian/ lembaga, dan/ atau instansi terkait. Keputusan Penetapan Halal Produk disampaikan kepada BPJPH untuk menjadi dasar penerbitan Sertifikat Halal. Penerbitan Sertifikat Halal dilakukan BPJPH paling lama 7 hari kerja sejak keputusan kehalalan produk diterima dari MUI, yang selanjutnya akan dipublikasikan oleh BPJPH. Sertifikat Halal berlaku selama 4 tahun sejak diterbitkan, kecuali terdapat perubahan komposisi bahan.n

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

17


LAPORAN

UTAMA

Undang Undang Jaminan Produk Halal menyebut bahan yang digunakan dalam produksi produk halal terdiri dari bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan dan bahan penolong. Bahan-bahan tersebut dapat berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, mikroba, atau bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik. Lukmanul Hakim, Ketua LPPOM MUI

P

asal 20 UU Jaminan Produk Halal menyebutkan, bahan yang berasal dari hewan pada dasarnya halal, kecuali yang diharamkan menurut syariat, yakni bangkai, darah, babi, serta hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat. Di samping itu terdapat pula bahan yang berasal dari hewan yang ditetapkan menteri agama berdasarkan fatwa MUI. Di samping itu, bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan pada dasarnya halal, kecuali yang memabukkan dan atau membahayakan kesehatan bagi orang yang mengonsumsinya (misalnya ganja. Red). Lebih jauh lagi UU Jaminan Produk Halal menyebut bahan yang berasal dari mikroba dan bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik diharamkan jika proses pertumbuhan dan/atau pembuatannya tercampur, terkandung, dan /atau terkontaminasi dengan bahan yang diharamkan. Bahan-bahan yang diharamkan ini akan ditetapkan oleh Menteri agama berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia. Melihat banyaknya masalah yang akan timbul bila UU Jaminan Produk ini Halal ini diterapkan, beberapa pelaku industri farmasi kelihatan galau, setelah membayangkan kerepotan yang akan timbul mengingat banyaknya

18

Kegalauan Industri Obat Memperoleh Sertifikat (Halal) bahan bahan yang terlibat dalam produksi obat. Untuk mendapatkan sertifikat halal, setiap bahan baku harus dibuktikan dahulu kehalalannya. Variabel-variabel yang terkait tentang kehalalan bahan- bahan tidak pula sederhana. Misalnya saja harus ada bukti bahan-bahan yang digunakan untuk produksi obat bukan berasal dari babi atau turunannya, bahan yang digunakan tidak diproduksi dari fasilitas yang juga memproduksi bahan tidak halal. Dan perlu pula surat pernyataan bahwa fasilitas produksi bahan-bahan tersebut bebas dari bahan haram. Pelik lagi sebagian besar bahan baku obat diimpor dari luar negeri. Tentu diperlukan pula surat halal dari lembaga halal yang ada di negara produsen bahan baku. Ditambah lagi cerita-cerita dari tentang sulitnya memperoleh sertifikat halal selama ini, dan kerepotan membuat laporan dan klarifikasi apabila sumber bahan baku berubah ke pemasok lain, seperti yang biasa terjadi

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

pada industri farmasi. Lukmanul Hakim, Ketua LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia), menganggap kegalauan pihak industri obat itu tidak perlu. Kepada redaksi MEDISINA yang menyambanginya kantornya di Bogor, Lukmanul Hakim menganggap proses sertifikasi halal obat tidak banyak beda dengan sertifikasi yang telah dilakukan LPPOM MUI selama ini. Menurutnya proses sertifikasi obat sangat mirip dengan sertifikasi dari flavor dan fragrance yang juga memerlukan ratusan bahan untuk membuatnya, baik yang berasal dari senyawa kimia, sintetis, natural maupun mikroba . LPPOM sudah berpengalaman dalam mensertifikasi kehalalan flavor sejak 2005. Buktinya sekarang industri makanan sangat mudah mencari flavor dan essence yang bersertifikat halal di Indonesia. Menurut Lukmanul Hakim kini sekitar 95%n flavor, essence, dan fragrance di Indonesia sudah


LAPORAN bersertifikat halal. Bagaimana kalau memang tidak ada obat lain untuk mengatasi penyakit pasien? Menurut Lukmanul Hakim, jika masalahnya kedaruratan, dalam Islam telah diatur bahwa

sesuatu yang sifatnya darurat boleh menggunakan yang tidak halal, mengingat kemaslahatan yang lebih besar, misalnya untuk mencegah kematian atau cacat permanen, atau menyebabkan sakit yg semakin parah. Perlu diingat situasi darurat tidak

UTAMA

boleh berlebihan atau berkepanjangan. Jika tidak ada kebutuhan yang mendesak seperti itu, maka sifat kedaruratan tadi tidak berlaku. Sifat darurat juga otomatis gugur jika ditemukan alternatif obat lain yang halal. n

INDUSTRI BERLABEL HALAL DARI NEGARA TETANGGA Saat ini populasi Muslim di dunia mencapai hampir 1,6 miliar penduduk, sekitar 25% dari populasi global. Peningkatan populasi Muslim secara keseluruhan tumbuh 1,8% per tahun. Sementara itu, negara dengan penduduk Muslim tinggi seperti Indonesia dan Bangladesh akan mengalami peningkatan sekitar 6%. Diperkirakan pada tahun 2030, angka penduduk Muslim di dunia akan mencapai 2 miliar jiwa. Berdasarkan jumlah penduduk Muslim yang besar pasar pangannya, Asia merupakan pasar pangan halal terbesar dunia.

M

ereka adalah pengonsumsi produk halal dan sebagian besar dari mereka berada di negara-negara dimana ekonominya berkembang. Melihat perkembangan yang begitu pesat, maka market size produk halal yang masih terus berkembang pada saat ini merupakan mosaik yang sangat menjanjikan bagi para manufacturers. Potensi Pasar Halal Global Dewasa ini gejala perkembangan pasar halal secara global didorong oleh meningkatnya kesadaran konsumen akan pentingnya mutu dan keamanan produk yang dikonsumsi. Dari

Pameran Industri berlabel halal pada World Halal Summit (1-4 April 2015) di Kua;la Lumpur.

tahun ke tahun, nilai pasar halal menunjukkan perkembangan yang pesat. Pangsa pasar produk halal telah mencapai 15,8% dari pasar produk makanan dunia. Pada 2009, pasar pangan global senilai US$ 3.992,2 miliar, dan menurut penelitian terbaru dari World Halal Forum, pasar makanan halal global bernilai sekitar US$ 634,5 miliar. Total Asian Halal Food Market Size mencapai US$ 401,6 miliar sedangkan pasar halal Eropa mencapai US$ 64,7 miliar. Malaysia Hasil survei tahun 2010 oleh Pew Research Center melaporkan bahwa 61,4% dari total populasi Malaysia adalah umat Muslim. Sebagai negara

Gambar1: Label Halal Malaysia

dengan sebagian besar umat Muslim, pemerintah Malaysia tentunya mengakomodasi kebutuhan umat Muslim akan penyediaan produk halal berdasarkan ketetapan hukum Islam. Industri makanan halal di Malaysia terus tumbuh sebesar 9,1 persen selama periode 2006-2008, dan diperkirakan Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

19


LAPORAN

UTAMA

akan tetap mencatat pertumbuhan tinggi di tahun-tahun mendatang. Label halal dapat dicantumkan pada produk jika memiliki sertifikat halal. Sertifikat halal di Malaysia pertama kali diterbitkan pada tahun 1974 oleh pusat penelitian divisi Islamic Affair kantor perdana menteri. Saat ini terdapat tiga otoritas yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal di Malaysia yaitu: - JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia) atau Department of Islamic Development Malaysia - JAIN (Jabatan Agama Islam Negeri) atau Department of State Religious Affairs - MAIN (Majilis Agama Islam Negeri) atau State Islamic Religious Council. Kemajuan teknologi tidak disia-siakan oleh Malaysia dalam pengaturan sertifikasi halal. Permohonan sertifikat halal untuk produk yang akan dipasarkan secara nasional dan internasional diserahkan kepada JAKIM bagian halal melalui permohonan secara on-line pada website Halal Malaysia Official Portal. Sedangkan untuk produk yang akan dipasarkan secara lokal di daerah tertentu, permohonan dapat diserahkan langsung kepada JAIN atau MAIN. Di Malaysia, kategorisasi pemohon sertifikat halal yaitu produsen/manufaktur, distributor, sub-kontrak manufaktur, pengemas ulang (repacking), food premise (restoran, kios, kafe, dsb), dan tempat pemotongan hewan. Semua makanan yang diimpor oleh Malaysia harus memenuhi persyaratan Food Act tahun 1983 dan Food Regulation tahun 1985. Badan yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan dan menegakkan hukum produk makanan di Malaysia adalah Divisi Food safety and Quality yang berada dibawah Kementrian Kesehatan Malaysia. Untuk daging dan produk daging, susu dan produk susu, ayam dan

20

produk ayam serta telur harus tunduk pada pengawasan yang dilakukan oleh petugas Department of Veterinary Service (DVS). Untuk produk daging dan hewan yang masuk ke Malaysia, produk tersebut harus memiliki sertifikat halal dan berasal dari tempat pemotongan hewan yang telah di inspeksi dan disetujui oleh DVS dan Halal Development Corporation (HDC). Agar produk impor dapat diketahui sebagai produk halal maka industri pengolah atau eksportir dari negara lain harus memiliki sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Badan Sertifikasi Islam yang diakui oleh HDC. Biaya sertifikasi halal dibayarkan kepada otoritas yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal dengan tarif yang telah ditetapkan berdasarkan kategori pemohon dan besarnya lingkup usaha. Semua besaran biaya yang dibutuhkan bersifat transparan, tercantum di website Halal Malaysia Official Portal sehingga dapat diakses oleh semua pihak. THAILAND Thailand, dengan penduduk Muslim hanya sekitar 10% saja, kini menempati ranking ke 12 sebagai eksportir produk makanan halal dengan nilai ekspor berkisar US$ 13,8 miliar. Pada tahun 2008, lebih dari 2000 produsen mendapatkan sertifikasi halal untuk sekitar 15.000 produk. Pasar terbesar produk halal Thailand antara lain di Timur Tengah (utamanya Arab Saudi dan Uni Emirat Arab) dan di Asia Tenggara (utamanya Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Singapura). Empat propinsi di Selatan dengan penduduk mayoritas muslim Melayu (Patani, Yala, Narathiwat, dan Songkhla) kini dibidik Thailand sebagai pusat industri makanan halal, mendampingi pusat industri yang tengah berkembang di Phuket dan sepanjang pesisir Laut Andaman. Sampai saat ini produk ekspor makanan halal Thailand terdiri atas frozen and processed food (64%),

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

chilled and processed food (14%), chilled and processed chicken (8%), beras dan produk-produk lain (5%). Saat ini ada 30 restoran di Thailand yang telah menerima sertifikat ‘halal food for tourism’. Produksi makanan mereka yang sesuai dengan hukum Islam dan keamanan pangan membantu memperkuat daya saing Thailand di pasar halal global. Untuk secara aktif mempromosikan makanan halal dari Thailand di masyarakat dunia, pemerintah Thailand telah membentuk badan khusus yaitu subkomite yang mengkoordinasi makanan ekspor dan makanan halal, di bawah naungan

National Bureau of Agricultural Commodity and Food Standards (ACFS). Permohonan sertifikat dan logo halal berasal dari bisnis consumer product, tempat pemotongan hewan, makanan minuman dan dapur halal, produk halal, produk olahan, bahan mentah, daging halal impor, dan dokumen ekspor. ACFS dan Institute for Halal Food Standard of Thailand, di bawah Central Islamic Committee of Thailand (CICOT), telah menetapkan sistem akreditasi makanan halal Thailand yang sesuai dengan standar internasional dan standar makanan halal dari Uni Emirat Arab (UEA). Sistem ini menjadikan produk makanan Thailand diterima baik oleh masyarakan lokal maupun dunia. CICOT merupakan lembaga yang berwenang untuk memberikan persetujuan penggunaan label halal pada produk yang dinyatakan halal di Thailand. Sertifikat halal di Thailand dikeluarkan oleh CICOT. Namun, untuk tingkat desa atau provinsi yang memiliki Provincial Islamic Committe


LAPORAN

Obat dan makanan di Saudi Arabia: Belum ada label halalnya (PIC), sertifikat halal dikeluarkan oleh PIC, jika tidak ada PIC di daerah tersebut, maka sertifikasi halal menjadi tanggung jawab CICOT. CICOT dan PIC mendapat dukungan penuh dari Halal Science Center Chulalongkorn University. Pusat riset halal di Chulalongkorn ini mengklaim dirinya sebagai ‘the world’s first Halal Science Center’. Halal Center dilengkapi dengan alat yang dinamakan Real Time Polymerase Chain Reaction yang mampu menganalisis DNA binatang dalam produk makanan, apakah berasal dari babi, sapi, atau bebek. Alat lainnya yaitu Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR) yang digunakan untuk menganalisis produ yang mengandung minyak, seperti minyak babi. Karena sistem akreditasi makanan halal dari Thailand telah memenangkan persetujuan dari UEA, makanan halal dari Thailand cenderung menembus pasar Timur Tengah, dengan potensi ekspor minimal 10.000 ton bernilai sebanyak 700 juta baht per tahun. UEA bisa menjadi pintu masuk bagi makanan halal Thailand, yang mungkin pindah ke pasar lain karena standar makanan halal dari UEA adalah sama dengan Gulf Cooperation Council (GCC),

yang terdiri dari Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Oman, dan Qatar. Hal ini yang menjadikan Thailand siap melayani makanan halal dunia. ARAB SAUDI PASAR POTENSIAL? Pasar produk makanan dan minuman halal di Arab Saudi merupakan yang terbesar di kawasan GCC yang mencapai 63% dari total impor GCC. Arab Saudi mengimpor sekitar US$ 20 miliar produk makanan dan minuman setiap tahunnya dari 200 negara. Impor produk pertanian, makanan dan produk kelautan mencapai 15% total impor Arab Saudi. Arab Saudi adalah negara Islam. Hukum Islam (Syariah) memiliki aturan yang harus diterapkan ketika menyembelih hewan. Hingga saat ini, masih ada pemahamanpemahaman yang berbeda mengenai label halal. Bagi sebagian komunitas Muslim di Arab, label halal hanya diperlukan pada produk daging. Arab Saudi dengan mayoritas penduduk Muslim memberlakukan ketentuan semua produk daging yang diekspor ke Arab Saudi harus halal dengan jaminan. Dengan pemberlakuan hukum Islam, maka setiap prosedur

UTAMA

penyembelihan ternak di Arab Saudi selalu mengikuti hukum Islam. Oleh karena itu, muncul pandangan bahwa sertifikasi halal tidak diperlukan lagi. Untuk peran seleksi dan kegiatan pengawasan produk makanan yang beredar di Arab Saudi dilakukan oleh Saudi Food and Drug Authorithy (SF DA). Ketentuan dalam pembuatan label bahan makanan dan penjualan produk makanan di Arab Saudi ditetapkan oleh Saudi Arabian Standards Organization (SASO). Untuk daging impor, Arab Saudi hanya memperkenankan daging sapi, kambing atau hewan potong lainnya dari jenis jantan saja, baik segar maupun beku. Dokumen pengiriman barang (shipping document) untuk daging (meat) dan unggas terdiri dari: - Sebuah sertifikat yang menyatakan bahwa pemotongan ternak dilakukan dirumah pemotongan hewan resmi sesuai dengan ketentuan syariah Islam/halal dan sertifikat tersebut dilegalisir oleh Dewan Islamiah setempat atau dari negara pengekspor. - Sertifikat kesehatan pada setiap pengiriman, yang menunjukkan tanggal pemotongannya, jenis kelamin ternak dan umur rata-rata, 12 jam sebelum dipotong sudah diadakan pemeriksaan langsung oleh dokter hewan, bebas dari penyakit menular dan layak untuk konsumsi manusia. Sertifikat kesehatan (Health Certificate) merupakan keharusan bagi setiap produk makanan yang diimpor Arab Saudi untuk seluruh jenis daging (termasuk ternak ayam dan hasil laut), produk daging, ternak potong, sayuran dan buah-buahan. Umur ternak, pada waktu pemotongan tidak lebih dari 3 tahun bagi kambing/domba dan lima tahun bagi sapi. Sedangkan untuk daging dan unggas hasil olahan tidak diwajibkan memiliki sertifikat halal dalam hal cara pemotongannya, cukup dengan sertifikat kesehatan saja.n Feby Christina

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

21


berita

Berdiri : Eddyningsih, Noffendri Rustam, Ita Hutagalung, Azril Kimin Duduk: Sus Maryati, Saleh Rustandi, Nurul Falah

Pengurus Baru PT ISFI Penerbitan Pada Rabu, 1 April 2015 telah dilangsungkan serah terima pengelolaan PT ISFI Penerbitan dari direksi lama (Sus Maryati, Azril Kimin dan Eddyningsih) kepada direksi baru (Saleh Rustandi, Azril Kimin, dan Noffendri) Acara serah terima berlangsung di Grand Indonesia, yang disaksikan oleh Nurul Falah selaku Ketua Ikatan Apoteker Indonesia dan Ita Hutagalung (pengurus IAI). 22

P

erlu diketahui, RUPS PT ISFI Penerbitan tanggal 17 Desember 2014 telah mengalihkan saham-saham PT ISFI Penerbitan yang tadinya atas nama individu menjadi saham organisasi Ikatan Apoteker Indonesia yang telah berbadan hukum. Berdasarkan akta notaris Dewi Sugani Mulyani SH, 5 ribu lembar saham PT ISFI Penerbitan kini dimiliki Ikatan Apoteker Indonesia (4.999 lembar) dan 1 lembar dimiliki Ketua IAI ex officio. Menindak lanjuti perubahan para pemegang saham tersebut, telah dilakukan RUPS luar biasa PT ISFI Penerbitan tertanggal 17 Pebruari 2015 yang memutuskan memberhentikan dengan hormat pengurus lama PT ISFI Penerbitan dan selanjutnya mengangkat pengurus baru perseroan dengan personil sebagai berikut:

v v v

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Direktur Utama : Drs. Saleh Rustandi, Apt; MM Direktur : Drs Azril Kimin Apt. Sp.FRS Direktur : Noffendri, SSi, Apoteker,

v Komisaris Utama : Drs. Dani Pratomo Apt. v Komisaris : Kombespol Drs. Sutrisno Untoro v Komisaris: Dra. Ediningsih Apt.


berita

Kemitraan Dalam Pengawasan Obat dan Makanan

R

APAT Kerja Nasional BPOM yang digelar selama 5 hari, dibuka secara resmi oleh Menteri Kesehatan RI, Nila A Moeloek didampingi Kepala Badan POM, Roy A Sparringa. Rakernas bertema “Penguatan Kemitraan Pengawasan Obat dan Makanan untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia dan Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” diikuti oleh 313 jajaran BPOM dari seluruh Indonesia. Dalam kesempatan itu, Nila A Moeloek mengungkapkan pentingnya upaya bersama demi mencerdaskan anak bangsa. Dimulai dari hal sederhana, seperti pengawasan keamanan pangan jajanan anak di kantin sekolah. Menurutnya, berbagai gangguan kesehatan yang dialami masyarakat kebanyakan disebabkan oleh perilaku masyarakat sendiri yang tidak sehat. “Tidak ada kesehatan yang merupakan prioritas dimana masyarakat berpikir harus sehat. Bagaimana mengubah mindset bahwa persoalan ini untuk dirinya sendiri. Kemenkes lebih menekankan pada layanan kesehatan primer, tentu dengan dimulai menjaga kesehatan sendiri. Kita ingin manusia berdaya saing yang sehat fisik mental dan berkhlak mulia,” jelas Nila. Menurut Nila, kita harus bisa melakukan komunikasi dan edukasi. Gerakan perlu dilakukan BPOM atau siapapun untuk menggerakkan masyarakat, mengubah mindset bahwa kesehatan adalah hulu dan awal dari segala-galanya. Nila mengharapkan agar BPOM dapat melakkan pengawasan lebih optimal, dan terus menggalang kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait. Senada dengan itu, Kepala BPOM Roy Sparringa meminta seluruh jajaran BPOM terus meningkatkan upaya kerjasama dan koordinasi dengan institusi terkait lainnya. Untuk itu dalam Rakernas tersebut diundang pula Kepala Bappeda Provinsi seluruh Indonesia. Rakernas kali ini dikemas berbeda dengan rakernasrakernas sebelumnya. Diskusi dan presentasi dilakukan dalam bentuk talkshow dan dipandu oleh Ayu Diah Pasha. Diskusi yang berjalan hangat tersebut mendapat banyak masukan berarti untuk perbaikan rencana strategi Badan POM 20152019 dan koordinasi antar kelembagaan yang memungkinkan untuk dilakukan. Untuk meningkatkan awareness para peserta rakernas terhadap aktifitas di media sosial, diadakan lomba tweet, baik live tweet maupun twitpict selama acara berlangsung, dengan hastag #RakernasBPOM.nTW

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

23


berita MEMENUHI undangan BPOM untuk mengisi kegiatan pameran di acara Rakernas BPOM 2015, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) membuka sebuah booth. Stand pameran tersebut dimaksudkan untuk menginformasikan berbagai kegiatan yang telah dan akan dilakukan oleh organisasi yang membawahi tidak kurang dari 40.000 apoteker se Indonesia itu. Rakernas yang digelar di Hotel Bidakara, 16-19 Maret tersebut diramaikan oleh kegiatan pameran selama dua hari, yakni Senin-Selasa (16-17/3).

Dirjen Binfar di booth IAI

Rakernas BPOM 2015

Booth IAI Laris Manis

P

ameran ini menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian Rakernas kali ini. Digelar untuk lebih mendalami berbagai program Badan POM, baik pre-market, post market, penegakan hukum, maupun pemberdayaan masyarakat. Selain dihadiri oleh para peserta rakernas, pameran juga dikunjungi oleh lintas sektor serta masyarakat umum yang ingin mendapatkan informasi tentang Obat dan Makanan. Selain IAI, pameran ini juga diikuti oleh seluruh kedeputian dan berbagai unit kerja di Badan POM, beberapa stakeholder seperti Kementerian Kesehatan dan BKKBN, serta UMKM juga turut berpartisipasi membuka stand pameran. Stand IAI berada di lokasi yang sangat strategis, yakni persis di sebelah kanan pintu masuk utama menuju selasar ballroom yang menjadi lokasi rakernas sekaligus pameran tersebut. Booth seluas 2 X 4 meter tersebut diisi dengan informasi mengenai Dagusibu (Dapatkan, Gunakan, Simpan dan Buang) yang kini tengah gencar dikampanyekan oleh IAI untuk mengedukasi masyarakat mengenai tata cara yang benar memperlakukan obat. Selain informasi mengenai Dagusibu, booth juga diisi dengan kegiatan informasi mengenai resertifikasi apoteker dan yang tidak kalah menarik adalah cek gula darah dan kolesterol gratis bagi para pengunjung booth.

24

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015


berita

Menkes dan Ka Badan POM di booth IAI

s Kegiatan lain, menyebarkan kuesioner mengenai kerjasama BPOM dengan IAI. Kuesioner ini khusus ditujukan kepada para PNS di BPOM. Untuk menarik minat para pengunjung mengisi angket, dibagikan kaos Dagusibu, buku Obat Bebas (OTC) di Apotek serta majalah Medisina. Suvenir yang dibagikan tersebut, ternyata mampu menjadi magnet luar biasa bagi para peserta rakernas untuk mendatangi stand pameran IAI. Rakernas sekaligus pameran dibuka dan diresmikan oleh Menteri Kesehatan Nila Moeloek. Bersama Kepala BPOM, Roy Sparingga, Nila Moeloek berkesempatan mengunjungi booth IAI. Ketua Umum IAI, Drs Nurul Falah Edi Pariang, Apt, memberikan penjelasan mengenai berbagai kegiatan yang dilakukan oleh IAI. ‘’Dalam sambutannya, Ibu Menteri menekankan pentingnya budaya hidup sehat yang saat ini belum dimiliki oleh masyarakat di Indonesia. Karena itu, kampanye Dagusibu, menjadi sangat relevan dengan hal itu, guna

meningkatkan kepedulian masyarakat akan budaya hidup sehat,’’ ungkap Nurul Falah. Nila Moeloek sangat mengapresiasi kampanye Dagusibu dan Gerakan Keluarga Sadar Obat (GKSO) yang tengah digalakkan oleh IAI. Ia berharap IAI akan punya peran besar dalam upaya meningkatkan kepedulian masyarakat akan budaya hidup sehat. Selama dua hari dibuka, sejak pagi hingga sore hari, lebih dari 150 angket telah disebarkan dan diisi. Semula panitia memperkirakan, para peserta rakernas akan mengunjungi booth hanya di saat-saat rehat kopi ataupun rehat makan siang. Kenyataannya, di luar jam-jam itu pun, para pengunjung selalu datang silih berganti. Booth IAI nyaris tak pernah sepi sepanjang penyelenggaraan pameran. Di sudut pengecekan gula darah dan kolesterol pun tak kalah ramainya. Para pengunjung langsung berdatangan dan tak segan-segan mengantri untuk mendapatkan giliran melakukan pengecekan gula darah dan kolesterol. Selama dua hari, sebanyak 102 orang yang melakukan test gula darah dan kolesterol. Sementara di meja konsultasi mengenai resertifikasi, Dra Etty Mardhiko, M.Kes, Apt, Ketua PC IAI Jakarta Barat, tak pernah kosong dari apoteker yang meminta informasi. Para peserta rakernas yang kebanyakan adalah apoteker mempertanyakan kemungkinan mereka untuk menjadi Apoteker Penanggungjawab Apoteker di luar jam kerjanya, atau setelah tiba masa pensiun. Banyak sejawat apoteker yang belum memahami bagaimana proses resertifikasi itu dilakukan, terutama bila selama ini tidak pernah menjalankan tugasnya sebagai apoteker praktek. Dibandingkan dengan booth pameran lain yang memenuhi ruang pameran Rakernas BPOM 2015, bisa dibilang, booth IAI laris manis dikunjungi para peserta Rakernas yang memang menjadi target pameran.n tresnawati Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

25


26

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015


Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

27


PD IAI

PD IAI Sumbar : Perhelatan Tiga Karya

P

engurus Daerah IAI Sumatra Barat mengadakan perhelatan yang istimewa Pebruari kemarin. Tiga acara sekaligus dikemas di aula Bappelkes, Padang, pada 21 dan 22 Pebruari 2015. Pertama adalah peluncuran perdana Jurnal Sains Farmasi & Klinis (JSFK), karya PD IAI Sumbar, yang menjadikan Sumbar sebagai satu-satunya PD IAI yang memiliki jurnal ilmiah. Ke dua, pelantikan serempak pengurus baru PC IAI se Sumatra Barat yang untuk pertama kalinya dihadiri Ketua

Umum IAI dan Dewan Pengawas PP IAI. Dan ketiga adalah Latihan Kepemimpinan Pengurus IAI se Sumatra Barat, yang menurut Ketua IAI, Nurul Falah, merupakan pertama kalinya dalam sejarah organisasi apoteker di Indonesia dilakukan latihan kepemimpinan pengurus. Ketiga acara tersebut dilangsungkan ditengah persiapan sejawat apoteker Sumatra Barat menjadi tuan rumah Pertemuan Ilmiah Nasional Ikatan Apoteker Indonesia yang akan dilangsungkan 7 hingga 10 Mei 2015.n

Jurnal Sains Farmasi & Klinis : Ketakjuban Ketua PP IAI

N

urul Falah, selaku ketua PP Ikatan Apoteker Indonesia, secara resmi meluncurkan Jurnal Sains Farmasi & Klinis (JSFK) yang disimbolkan dengan penandatanganan bersama beberapa jurnal perdana oleh Zulkarni, Ketua PD IAI Sumatra Barat, dan Erizal Zaini dari pengelola jurnal. Nurul Falah sangat mengapresiasi usaha keras IAI Sumbar dalam menggarap terbitan ilmiah ini. “Saya takjub ketika dilapori PD IAI Sumatera Barat menerbitkan jurnal ilmiah. Hal ini menandakan bahwa lingkungan dan tradisi ilmiah senantiasa terjaga di PD IAI Sumatera Barat”, ucap Nurul Falah dalam sambutannya. Kepada Medisina, Dr. Erizal Zaini, Ketua Penyunting JFK menyatakan, JFK sudah dipersiapkan penerbitannya sejak beberapa tahun lalu, namun baru terlaksana penerbitannya pada November 2014. Artikel-artikel yang dimuat di JSFK tidak hanya berasal dari tulisan peneliti dari Sumatera Barat saja, tapi juga berasal dari peneliti lain yang tersebar secara nasional. Pada nomor perdana ini dimuat beberapa artikel yang merupakan hasil penelitian di bidang farmakologi eksperimental. Selain itu juga terdapat artikel-artikel penelitian di bidang farmasetika dalam formulasi

28

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

sediaan obat, analisis protein, dan juga pengujian sediaan farmasi terhadap kesehatan gigi. Menurut Dr. Erizal Zaini, pengelolaan JSFK sudah merujuk tata aturan yang dipersyaratkan Dikti dalam pengelolaan jurnal ilmiah. Pengelolaan sudah merujuk pedoman akreditasi jurnal berkala. Naskah yang masuk ke redaksi akan disaring terlebih dahulu oleh penyunting, kemudian akan dikirim untuk direview oleh Mitra Bestari yang berasal dari beberapa perguruan tinggi seperti ITB, Universitas Airlangga dan Universitas Surabaya. Mitra Bestari akan memberikan catatan kepakarannya pada naskah. Naskah yang telah di review Mitra Bestari kemudian dikembalikan kepada penulis lewat penyunting untuk direvisi. Setelah diperbaiki naskah dikirimkan kembali ke penyunting JSFK untuk diproses lebih lanjut. Dr. Erizal Zaini menargetkan JSFK akan terakreditasi setelah 6 nomor terbitan (dua tahun). Menurutnya, jurnal juga dapat diakses lewat website resmi Jurnal Sains Farmasi & Klinis, http://jsfkonline.org. Website jurnal ini sudah menggunakan perangkat lunak Open Journal System , dan sudah berhasil diindex oleh Google Scholar. JSFK juga sudah didaftarkan pada Portal Garuda, DIKTI. n


PD IAI

Pelantikan Para Pengurus Cabang IAI dan Latihan Kepemimpinan Profesi

P

elantikan Pengurus Cabang Ikatan Apoteker Indonesia dari seluruh kabupaten/ kotamadya yang baru terpilih dari Sumatera Barat dilangsungkan setelah acara peluncuran Jurnal. PC IAI yang dilantik berasal dari PC IAI BukittinggiPadang Panjang, PC IAI Payakumbuh 50 Kota, PC IAI Kab Sijunjung, PC IAI Kab Pasaman Barat, PC IAI Kab Tanah Datar, Kab Pasaman, Kab Solok, PC IAI Kota Solok, PC Kab. Agam, PC Kota Sawahlunto, PC IAI Kota Padang, PC Kab Dharma Sraya, dan PC IAI Kab. Pesisir Selatan. Pelantikan dilakukan oleh Ketua PD IAI Sumatera barat, Drs. Zulkarni. Pelantikan pengurus DPC IAI ini sangat Istimewa, dan baru pertama kali terjadi di Indonesia, karena dihadiri oleh Ketua PP IAI (Nurul Falah), Ketua Dewan Pengawas IAI Pusat (Elfi Sahlan Ben), Ketua Majelis Etik dan Disiplin IAI Pusat (Sofiarman Tarmizi), dan Ka. Balai Besar POM Sumatera Barat. Ketua PP IAI, Nurul Falah E Pariang, dalam sambutannya menghimbau pengurus baru bekerja dengan penuh keichlasan karena akan sangat dibutuhkan oleh apoteker di daerah masing-masing. Latihan kepemimpinan

ini direncanakan  dapat diselenggarakan oleh PD IAI yang lain. Setelah acara pelantikan diaksanakan Latihan Kepemimpinan Profesi I Ikatan Apoteker (LKPI) yang diikuti oleh seluruh pengurus cabang yang baru dilantik. Latihan kepemimpinan berlangsung selama 2 hari. Menurut Ketua PD Sumatera barat, Zulkarni, pelatihan ini perlu untuk mendapatkan pemahaman yang sama bagi pengurus PP, PD dan PC IAI bagaimana mengelola organisasi sebaik-baiknya. Instruktur pada pelatihan ini antara lain Nurul Falah (Ketua IAI Pusat), Elfie Sahlan Ben (Ketua Dewan Pengawas IAI Pusat), Sofiarman Tarmizi ( Ketua Majelis Etik dan Disiplin IAI Pusat), Jamaludin Al Jef, Totok Sudjianto dan Dalam acara ini, para instruktur memberikan pemahaman tentang organisasi IAI, dan bagaimana seharusnya berorganisasi. Di acara terakhir Latihan Kepemimpinan, Hari Sudarmaji yang dikenal sebagai motivator terkemuka membawakan materi Team Building & Excellent Service, yang sangat memberikan kesan mendalam pada peserta pelatihan kepemimpinan n

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

29


info

Bukittinggi Siap Menyambut Apoteker se Tanah Air “Bulek lah buliah digolongkan, picak lah buliah dilayangkan” itulah bunyi sebuah pepatah Minang yang melukiskan kemantapan . (benda berbentuk bulat sudah bisa digelindingkan, benda berbentuk pipih sudah bisa dilayangkan. red)

K

emantapan itu pula yang terlihat di kalangan sejawat apoteker Sumatera Barat untuk mensukseskan PIT, Pertemuan Ilmiah Tahunan IAI di Bukit Tinggi 7-11 Mei 2015. Kegembiraan untuk menjamu sejawat apoteker dari seluruh Indonesia melahirkan kesepakatan PD dan PC IAI bersama sejawat apoteker dan perguruan tinggi farmasi di Sumatera Barat untuk bekerjasama menjadi tuan rumah terbaik. Beruntungnya, Gubernur Sumatera Barat dan Walikota Bukittinggi sangat mendukung kegiatan ini. Demikianlah yang Medisina rasakan ketika mengunjungi Sumatera barat baru-baru ini. Rencananya , Pekan Ilmiah Tahunan dan Rakernas Ikatan Apoteker yang mengusung tema Enhancing Pharmacist competence in Sustainable Health akan dibuka Menteri Kesehatan RI . Acara ini akan dihadiri pula oleh Gubernur Sumatera Barat dan Walikota Bukittinggi. Di samping itu akan hadir pula Gubernur Sulawesi Tengah,

30

Longky Janggola, yang juga seorang apoteker lulusan Universitas Indonesia. Kegiatan PIT akan dilangsungkan di hotel The Hills & Istana Bung Hatta, Bukittinggi. Lokasi ini berada sangat dekat dengan Jam gadang, ikon kota Bukittinggi yang terkenal itu. Keynote speech akan diberikan Menkes RI berjudul “Kebijakan pemerintah dalam mendorong peningkatan kualitas pelayanan kefarmasian bagi apoteker di Indonesia: Tinjauan aspek tanggung jawab dan kompetensi”. Sedangkan Plenary speech akan dibawakan Menristek Dikti RI ( Hilirisasi dan komersialisasi riset nasional guna mempercepat kemandirian nasional di bidang bahan baku obat) dan Ka. Badan POM RI (Peningkatan Kompetensi Apoteker

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

dalam rangka Mempertajam Efektifitas Pengawasan Sediaan Farmasi). Workshop Sebelum PIT dibuka (7 Mei 2015), akan dilaksanakan Workshops Pra PIT yang meliputi bidang: 1. Farmasi Industri: Komisioning, Kualifikasi, dan Validasi 2. Farmasi Obat Tradisional: Jaminan kualitas bahan baku dan produk jadi obat tradisional I 3. Farmasi Kosmetik: Safety assessment on Cosmetic Product 4. CPD: Asthma medicine management 5. CPD: Titrating Insulin to Target Safely and Effectively 6. Farmasi Rumah Sakit: Aseptic Dispensing

Salah satu sisi jembatan Kelok Sembilan


info

Panorama Lembah Harau

Setelah PIT dibuka resmi oleh Menkes dilangsungkan pula empat Workshop, yakni workshop Farmasi Rumah Sakit dengan judul: The Hospital Pharmacist Practice Today 1: Patient Safety And Better Outcome; workshop Farmasi Obat Tradisional dengan judul: Jaminan kualitas bahan baku dan produk jadi obat tradisional II; workshop Farmasi Distribusi dengan judul CDOB : Peran Apoteker terhadap terkendalinya kualitas obat sampai pengguna; serta workshop CPD yang berjudul : Diabetics selfmanagement education. Berbeda dengan sebelumnya, workshop dan simposium diatas dikelola langsung oleh masing-masing himpunan seminat farmasi sehingga diharapkan lebih baik pelaksanaannya, Selain itu, para dekan fakultas farmasi setanah air yang tergabung dalam APFTI se tanah air akan berkumpul pada acara Dean Forum. Temu Ilmiah di alam yang indah. Menurut Steering Commite PIT, Christina Avanti, minat apoteker Indonesia untuk mengikuti pertemuan nasional apoteker tersebut

sangat besar. Hingga 1 April 2015 hampir 800 apoteker telah mendaftar dan melunasi congress Fee. Untuk mencegah membludaknya peserta yang dapat mengganggu kelancaran pertemuan, panitia PIT hanya menerima pendaftaran on line hingga 30 April 2015. Ditegaskan pula, dengan menyesal panitia tidak akan melayani pendaftaran on site pada hari kongres. Para peserta dari seluruh Indonesia yang belum pernah ke Sumatera Barat tidak usah kuatir dan kebingungan mengenai transportasi ke hotel bila sampai di Bandara Minangkabau. Panitia sudah mempersiapkan transportasi gratis untuk mengantarkan peserta PIT yang mendarat pada tanggal 6 dan 7 Mei 2015 ke kota Bukittinggi yang jaraknya sekitar 2 jam perjalanan dari Bandara. Begitu pula bila ada peserta dari Bukittinggi yang akan kembali lewat bandara Minangkabau tanggal 10 Mei 2015. Para peserta PIT IAI kali ini tentu akan menyaksikan keramah-tamahan warga Sumatera Barat dengan alamnya yang masih asri. Panitia PIT juga

akan melibatkan masyarakat kota Bukittinggi untuk mensukseskan acara PIT. Menurut Christina Avanti keterlibatan tersebutakan diakomodasi lewat acara Fun Walk dan simposium untuk publik. Keindahan alam Bukittinggi dan sekitarnya tentu akan mempersona peserta Pertemuan Ilmiah Tahunan IAI kali ini. Tempat wisata alam yang berserakan di Bukittinggi dan sekitarnya tentu akan memberikan kenangan tak terlupakan bagi peserta PIT. Beruntungnya tempat wisata tersebut mudah dicapai berkat sarana jalan yang relatif mulus. Dan tentunya kuliner Sumatera Barat yang sudah terkenal itu akan bisa dinikmati sejawat di tempat aslinya. Panitia PIT juga menyediakan acara Tur bagi sejawat apoteker. Menurut Zulkarni, ketua PD IAI Sumatera Barat, tur yang akan dilangsungkan Minggu 10 Mei akan menuju lembah arau, kelok Sembilan dan rumah gadang Payakumbuh. Di sana peserta tur akan menyaksikan pelbagai kegiatan tradisionil dan budaya asli Sumatera barat yang jarang disaksikan. n AK

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

31


tokoh Walau sudah berusia 80 tahun, Syahriar Harun masih aktif bekerja. Sehari-hari ia masih berkantor di Lubuk Buaya, Padang, mendidik calon-calon apoteker. Agaknya, ia merupakan tokoh yang paling lama pengabdiannya di pendidikan tinggi Indonesia saat ini. Ia juga pendiri FIPIA (Fakultas Ilmu Pasti & Ilmu Alam) dan Jurusan Farmasi Universitas Andalas lebih 50 tahun silam (kini Fakultas Farmasi)

Syahriar Harun

Tokoh Perintis Pendidikan Farmasi Sumatera Barat S

yahriar Harun merupakan apoteker ITB angkatan 1955. Urang awak kelahiran Batusangkar 80 tahun lalu ini mulai merantau ke Bandung selepas lulus SMP Negeri Padang Panjang tahun 1952, mengikuti saudaranya yang militer. Kiprahnya di dunia pendidikan dimulai ketika diangkat sebagai asisten dosen Kimia Farmasi di ITB, usai meraih sarjana muda Farmasi (1958). Setelah meraih gelar apoteker Syahriar Harun pulang kampung ke Padang. Ia langsung menjadi dosen tetap pada Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (1961) yang dihidupkan kembali setelah 4 tahun mati suri (FK ini berasal dari Universitas Andalas di Bukittinggi yang diresmikan

32

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015


tokoh pendiriannya oleh Bung Hatta 13 September 1956, namun akibat pergolakan daerah/ PRRI tahun 1958-1961, kampus dan perkuliahan Universitas Andalas Bukittinggi porak poranda). Setahun kemudian, Syahriar Harun dan beberapa temannya seperti Wildan Lubis menghidupkan kembali Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam pasca pergolakan daerah. FIPIA saat itu hanya memiliki 1 jurusan (Biologi). Pada 1963 Syahriar Harun ditunjuk menjadi Pjs. FIPIA Universitas Andalas. Melihat banyaknya peralatan laboratorium boyongan dari kampus Universitas Andalas Bukittinggi yang belum terpakai, Syahriar Harun yang bergelar Datuk mangkuto Dirajo ini tergerak hatinya untuk mendirikan jurusan farmasi yang akan bernaung di bawah FIPIA. Ia kemudian meyakinkan Kanwil Kesehatan saat itu Kolonel Sutrisno dan rektor Prof.dr. A. Roesma bahwa ia sanggup dan siap mendirikan jurusan farmasi. Dari sisi peralatan, hanya timbangan obat yang belum ada. Pendekatanpun dilakukannya dengan sejawatnya di Farmasi Unpad dan ITB untuk membantu niatnya. Salah satu komitmen yang didapatnya: apabila kelak Farmasi Unand belum siap melahirkan apoteker, mahasiswa Farmasi Unand yang telah melewati jenjang sarjana muda boleh melanjutkan di Unpad dan ITB untuk meraih gelar sarjana dan apoteker. Setelah melewati tahap persiapan selama setahun, pada September 1964 dimulailah perkuliahan Jurusan farmasi Universitas Andalas, dengan mahasiswa sekitar 40 orang dengan dosen apoteker hanya 4 orang. Uniknya jurusan farmasi tersebut saat awal berdiri tanpa didukung dokumen formal, kenang Syahriar Harun. “ Cobalah cari di Unand, tak akan ketemu SK Pendirian Jurusan Farmasi Unand�, ujar Syahriar harun kepada Medisina. Di bidang organisasi profesi, Syahriar Harun merupakan pendiri ISFI di Sumatera Barat tahun (1963).

manusia akan lebih sehat kalau senantiasa hidup penuh bersyukur, tidak ngoyo mengerjakan pekerjaan dengan senang hati dan penuh rasa cinta.

Ia hampir selalu hadir pada setiap event nasional organisasi, seperti Kongres ISFI dan IAI. Agaknya, ia mererupakan apoteker paling senior yang masih bersemangat mengikuti perkembangan organisasi apoteker tanah air. Syahriar Harun juga sering mengikuti kegiatan APTFI, Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia, mengingat iamasih tercatat sebagai Ketua Sekolah Tinggi Farmasi Perintis (STIFI), Padang. STIFI yang didirikannya tahun 1997 sudah lama terakreditasi B, dan

merupakan satu-satunya perguruan tinggi farmasi swasta di Sumatra yang telah diizinkan menyelenggarakan pendidikan apoteker sendiri. Di usia yang memasuki kepala delapan, kebugaran Syahriar Harun tetap terjaga walau ia mengidap diabetes . Kepada Medisina ia bercerita, untuk menjaga kesehatan ia selalu rajin berolah raga taichi di GOR Padang. Maklumlah rumahnya berhadapan dengan gelanggang olah raga tersebut. Namun menurut beberapa sejawat dan mantan mahasiswanya, yang membuat Syahriar Harun tetap sehat tak bisa dipisahkan dari kebahagiaan yang selalu didapatnya dalam mendidik calon-calon apoteker yang tak pernah mengenal istilah berhenti. Hal ini sesuai dengan filosofi hidup Syahriar Harun: manusia akan lebih sehat kalau senantiasa hidup penuh bersyukur, tidak ngoyo dan mengerjakan pekerjaan dengan senang hati dan penuh rasa cinta. n Azril Kimin

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

33


berita Usia belia adalah usia pertumbuhan emas bagi seorang anak dan apapun yang diperoleh baik itu pengetahuan maupun pengalaman akan membekas terus dalam sepanjang hidupnya, begitu juga pengetahuan dan pengalaman terkait beberapa profesi yang ketika dewasa bisa menjadi pilihan karirnya.

S

ebagian besar anak jika ditanya tentang cita-cita jawabanya akan berkisar tentang impiannya menjadi dokter, guru, polisi, atau tentara, padahal banyak pekerjaan/profesi lainnya sebagai alternatif pilihan dalam berkarir. Hal inilah yang melandasi program Kelas Inspirasi sebagai bagian dari Gerakan Indonesia Mengajar untuk mengajak para professional peduli terhadap pendidikan bangsa khususnya bagi pelajar Sekolah Dasar. Kelas Inspirasi adalah program sehari mengajar bagi para profesional untuk memberikan pengetahuan atau ketrampilan berhubungan dengan dunia profesi yang ditekuni untuk berbagi inspirasi dan menambah khasanah pengetahuan tentang pekerjaan dan cita-cita bagi pelajar Sekolah Dasar.

Kepopuleran Apoteker sebagai cita-cita PD IAI DIY melihat Kelas Inspirasi sebagai sarana yang bagus untuk memperkenalkan profesi apoteker sebagai referensi cita-cita dan pilihan hidup untuk berkarya bagi anak-anak khususnya murid SD.

34

Apoteker Cilik D Perlu diketahui, profesi tercinta ini jarang sekali mendapat kesempatan promosi di sekolah-sekolah. Program pemerintah terkait peningkatan pengetahuan dan kesadaran kesehatan bagi siswa sekolah dasar yang sering dilakukan adalah “dokter kecil� belum pernah terdengar program apoteker kecil atau apoteker cilik. Hal ini bisa dijadikan salah satu alasan kenapa anak-anak sangat jarang sekali bercitacita menjadi apoteker dan lebih memilih profesi kesehatan lain yang lebih terkenal. Bapak Wimbuh Dumadi sebagai ketua PD IAI DIY mendorong kepada pengurus maupun anggotanya untuk menggunakan semua moment yang ada untuk menyisipkan kampanye profesi apoteker maupun cara penggunaan obat yang tepat. Program apoteker cilik pun digagas untuk memperkenalkan siapa itu apoteker, apa keahlian dan tugasnya, dimana saja bisa bekerja/berpraktik, lewat

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

cerita dan dikombinasi dengan demo pekerjaan apoteker di apotek serta penjelasan sederhana tentang obat untuk menambah pengetahuan anak tentang obat dan profesi apoteker.

Hari Apoteker Cilik Yogyakarta

Pada Senin 16 Maret 2013 yang bertepatan hari inspirasi Yogyakarta, PD IAI DIY menyisipkan Hari Apoteker Cilik dengan mengirimkan beberapa anggotanya untuk berpartisipasi dalam kelas inspirasi. Salah satu apoteker yang terjun ke lapangan adalah Sukir Satrija Djati. Community pharmacist Apotek FIKAF ini mendapat tugas untuk menggelar program apoteker cilik di SDN Tegalpanggung Yogyakarta dengan siswa kelas 3,4 dan 6 sebagai pesertanya. Sukir mengawali ice breaking di kelasnya dengan cerita inspiratif Wilma Rudolph “Sang


berita Tornado dari Tennesse-USA” bagaimana metamorphosis seorang bayi lahir premature yang pada usia 4 tahun terserang polio dan harus berjalan menggunakan kruk / penopang badan namun mempunyai cita-cita luar biasa menjadi juara lari dunia. Mission Imposible ini terjawab sudah pada olympiade Roma-Itali 1960 dengan mendapatkan 3 medali emas lomba lari (100M, 200M dan Estafet). Cerita ini sangat mengena bagi peserta terbukti saat meneriakkan yel-yel dalam meraih cita-cita “Saya Luar Biasa – Saya Bisa” mereka sangat bersemangat sekali dan memastikan semua cita-citanya bisa dicapai dengan semangat, usaha, disiplin, kejujuran dan doa. Materi inti dari apoteker kecil ini adalah cerita dengan tema “When I

k Dari DIY

grow Up I Want to Be A Pharmacist” dan “Medicine Is Not Candy” pada sesi ini dipaparkan tentang sejarah pengobatan dunia dari periode Hipocrates, Ibnu Sinna, Abu Bakr Muhammad Ibn Zakariyya Al Razi hingga sejarah terpisahnya profesi Farmasi dari Kedokteran dan menjadi profesi mandiri. Penjelasan tentang siapa itu apoteker, apa yang dilakukan dan dimana saja apoteker bisa bekerja dan berpraktik disajikan dengan menampilkan foto dan gambar-gambar tentang industri farmasi, proses pembuatan obat, kegiatan apoteker di Rumah Sakit dan Apotek. Peserta juga mendapatkan tambahan pengetahuan sederhana tentang obat dan bagaimana cara meminum yang benar, tidak boleh menyamakan obat dengan permen dan selalu minta pengawasan/ bertanya kepada orang tua jika akan menggunakan obat sendiri. Pada sesi demonstrasi pekerjaan kefarmasian para siswa kelas 3, 4 dan 6 SDN Tegalpanggung

Yogyakarta dengan antusias berebut menggunakan jas laboratorium, membaca resep, menyiapkan obatnya, menggerus dan mencampur bermacam obat yang selanjutnya di buat puyer untuk pasien anak. Kejadian lucu dan malu-malu terlihat saat anak-anak ini bermain peran sebagai apoteker lengkap dengan jas praktiknya dan memberikan konseling. Nama kimia obat yang begitu asing coba mereka lafalkan saat memberikan konsultasi obat, walaupun sering salah tetapi tidak menyurutkan semangat mereka untuk mengulanginya lagi dan tetap bergembira bermain peran sebagai apoteker. Pada akhir kelas ini dilakukan pembacaan Sumpah Apoteker dan dibagikan sertifikat Apoteker Cilik untuk mengenang apa yang dilakukan hari itu sebagai bagian dari mengenal profesi apoteker, bagaimana melaksanakan tugas-tugasnya dan belajar cara menggunakan obat yang benar.n Sukir Satrija Djati dan Yulianto, S.Farm., Apt

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

35


kolom Praktik kolaborasi interprofesional kesehatan di Indonesia masih belum maksimal dilaksanakan. Bila kondisi ini terus dibiarkan, dikhawatirkan tenaga kesehatan Indonesia tidak akan mampu bersaing dalam AFTA 2015.

P

raktik kolaborasi interprofesional kesehatan merupakan evolusi dari praktik multidisiplin yang sudah diperkenalkan WHO sejak 1988. Pada praktik multidisiplin, para profesional hanya diminta untuk bekerja bersama-sama saja. Sedangkan pada praktik kolaborasi, para profesional diharapkan berkolaborasi secara intensif dalam mengintegrasikan perspektif mereka dalam melayani pasien. Praktik kolaborasi melibatkan berbagai profesional kesehatan dalam menangani keluhan medis seorang pasien. Selain dokter, profesi lain seperti apoteker, perawat, bidan, ahli gizi, fisioterapis, radiologis, bahkan petugas sosial pun ikut dilibatkan. Praktik ini berdasarkan fakta bahwa tidak ada satu profesi pun yang memiliki kapasitas dan wewenang komprehensif untuk menangani kompleksnya persoalan medis pasien. Praktik kolaborasi semakin dilirik dunia karena terbukti bermanfaat, baik bagi pasien, bagi profesional kesehatan, maupun bagi sistem pelayanan kesehatan. Banyak studi yang mengungkap bahwa praktik kolaborasi dapat mengurangi konflik antar profesi dan mengurangi angka turnover tenaga kesehatan di rumah sakit. Selain itu juga menghasilkan luaran (outcome) medis yang lebih baik bagi pasien, mengurangi angka kesalahan klinis, mempersingkat lama perawatan, menghemat biaya dan mengurangi jumlah kematian pasien. Pada 2010 WHO mengeluarkan Framework for Action on Interprofessional Education and Collaborative Practice yang menjadi kerangka utama pembentukan sistem praktik kolaborasi kesehatan tiap negara dunia. Negara-negara dunia pun berlomba-lomba mengubah wajah pelayanannya menjadi berbasiskan kolaborasi interprofesional. Termasuk Thailand, salah satu negara yang ikut terlibat dalam AFTA 2015.

36

Revolusi Sistem Yankes Oleh: Ryeska Fajar Respaty Tenaga kesehatan dari negara yang telah menerapkan praktik kolaborasi akan lebih bisa memenuhi kebutuhan pasien akan outcome medis yang lebih baik dan pengobatan yang lebih hemat biaya. Tentu itu merupakan pilihan yang lebih menarik bagi pasien. Tenaga kesehatan Indonesia seharusnya memperhitungkan hal ini agar tidak kalah bersaing dengan tenaga kesehatan luar. Sayangnya, Indonesia belum menjalankan praktik kolaborasi interprofesional kesehatan secara maksimal. Hanya beberapa rumah sakit besar yang sudah menerapkan sistem ini. Malah di banyak daerah, tiap profesi kesehatan masih bekerja sendirisendiri. Pendekatan multidisiplin yang diperkenalkan WHO pada 1988 masih dianggap barang baru, apalagi praktik kolaborasi interprofesional yang datang belakangan. Tiga Kendala Jalan panjang menuju penerapan praktik kolaborasi di Indonesia masih memiliki kendala besar. Ada tiga kendala dalam penerapan praktik kolaborasi kesehatan, yaitu prasangka profesi, kesiapan institusi pendidikan kesehatan, dan belum adanya kebijakan pemerintah. Prasangka profesi. Prasangka antar profesi kesehatan masih sering terjadi di Indonesia. Prasangka dan asumsi negatif itu dimiliki oleh hampir semua tenaga kesehatan terhadap sejawatnya yang berlainan profesi. Profesi yang satu mengganggap profesi lainnya hanya mencari-cari kesalahannya, begitu pula sebaliknya. Hal itu menyebabkan mereka enggan berinteraksi berlama-lama antar profesi, apa lagi untuk berkolaborasi. Kesiapan institusi pendidikan. Institusi pendidikan kesehatan di Indonesia belum banyak yang siap mengakomodasi praktik kolaborasi. Sampai saat ini belum ada kurikulum nasional yang menunjang praktik kolaborasi. Padahal, sejak 2010 WHO sudah mer umuskan sistem pendidikan berbasis kolaborasi, yaitu Interprofessional Education (IPE) yang sudah dikembangkan oleh banyak negara di dunia.

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Di Indonesia, sepertinya baru Universitas Indonesia yang sudah mencoba dengan menerapkan kurikulum rumpun ilmu kesehatan pada tahun 2013. Kurikulum tersebut memang masih berupa kolaborasi mata kuliah tertentu untuk fakultas kedokteran, kedokteran gigi, farmasi, keperawatan, dan FKM, tetapi ini sudah menjadi indikasi bahwa pihak akademisi pun telah gerah dengan tren dunia pelayanan kesehatan dunia saat ini. Kebijakan pemerintah. Sistem pelayanan kesehatan membutuhkan kebijakan pemerintah untuk memudahkan proses adopsi dan penerapannya secara nasional. Selain itu, kebijakan pemerintah juga sangat diperlukan agar terjadi pemerataan keterampilan kolaborasi tenaga kesehatan Indonesia dalam tim serta pemerataan pemenuhan kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan yang bermutu. Sayangnya, pemerintah belum mengakomodasi perubahan paradigma pelayanan kesehatan itu. Buktinya belum ada satu pun kebijakan yang secara eksplisit membahas tentang penerapan praktik kolaborasi interprofesional kesehatan. Tiga kendala yang menghambat pelaksanaan praktik kolaborasi kesehatan di Indonesia tadi tergolong persoalan besar. Bahkan salah satunya telah mendarah daging (prasangka profesi) sehingga tidak mudah mengatasinya. Metode revolusi adalah metode yang paling tepat karena dapat mengubahnya secara radikal, mengingat AFTA 2015 yang sudah kadung di depan mata. Baik tenakes, institusi pendidikan kesehatan, maupun pemerintah harus berkomitmen kuat dan bersinergi untuk dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut mulai dari sekarang. Semua itu demi kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan layanan kesehatan berkualitas dan juga demi melindungi tenakes Indonesia agar tidak tergerus persaingan dengan tenakes dari luar. Ryeska Fajar Respaty, Apoteker dan Anggota Penulis Muda Kesehatan (Penakes)-


info

Sertifikasi dan Resertifikasi Kompetensi Apoteker Indonesia Sertifikat Kompetensi mutlak dibutuhkan oleh setiap Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian. Untuk memperoleh Sertifikat Kompetensi, seorang Apoteker harus melakukan satu tahapan yang disebut Sertifikasi Kompetensi Profesi Apoteker.

B

eberapa tahun terakhir, Sertifikat Kompetensi diperoleh apoteker lewat SKPA (transisi). Mulai 1 Juli 2015 proses memperoleh sertifikat kompetensi dan resertifikasi harus melalui tahapan-tahapan terukur untuk uji kompetensi dan resertifikasi. Karena masih banyak sejawat apoteker yang belum paham mengenai hal ini, Totok Sudjianto dari Badan Sertifikasi Profesi IAI menurunkan tulisan ini. Sertifikasi Kompetensi Profesi Apoteker adalah serangkaian proses sistematis yang dilakukan oleh Organisasi Profesi (IAI) untuk menyatakan bahwa seorang Apoteker dinilai telah memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI). Sertifikasi Kompetensi bagi Apoteker pada dasarnya hanya dilakukan satu kali. Uji Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI) merupakan satu-satunya instrumen dalam penatalaksanaan Sertifikasi Kompetensi. Setelah dinyatakan Lulus Uji Kompetensi, Apoteker akan memperoleh pengakuan kompetensi dalam bentuk Sertifikat Kompetensi Apoteker. Setelah memperoleh Sertifikat, seorang Apoteker selanjutnya berhak mengajukan permohonan ke Komite Farmasi Nasional (KFN) guna memperoleh Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Bagaimana cara memperbaharui sertifikat kompetensi? Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomer 889 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Sertifikat Kompetensi berlaku selama 5 (lima) tahun. Setelah masa tersebut Sertifikat dapat diperbarui kembali. Perbaruan atas Sertifikat Kompetensi yang telah habis masa berlakunya dilakukan melalui pembobotan Satuan Kredit Partisipasi atau Mekanisme Re-Sertifikasi. Re-Sertifikasi (Sertifikasi Ulang) adalah proses pengakuan ulang atas kemampuan seorang apoteker yang dilakukan

oleh Organisasi Profesi (IAI) setelah memenuhi sejumlah persyaratan yang dilakukan melalui mekanisme pembobotan Satuan Kredit Partisipasi (SKP) berdasarkan ketentuan yang berlaku. Resertifikasi adalah proses untuk memperoleh Sertifikat Kompetensi bagi seorang Apoteker yang sudah memiliki sertifikat kompetensi yang telah atau akan habis masa berlakunya melalui pengumpulan Satuan Kredit Partisipasi (SKP). Re-Sertifikasi sesungguhnya merupakan instrumen untuk mengukur dan mempertanggung-jawabkan pelaksanaan kinerja kompetensi selama waktu tertentu (5 tahun) sekaligus sebagai suatu upaya pendorong untuk menjamin bahwa Apoteker tetap layak menjalankan praktek kefarmasian sesuai ketentuan yang berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan No. 889 Tahun 2009 juga menyebutkan bahwa yang harus memiliki sertifikat kompetensi profesi Apoteker adalah apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian. Dengan demikian bagi apoteker yang tidak melakukan pekerjaan kefarmasian tidak perlu sertifikat kompetensi. Apakah syarat agar saya bisa melakukan resertifikasi ? Untuk dapat mengajukan permohonan, seorang Apoteker dalam 5 (lima) tahun - terhitung sejak terbitnya Sertifikat Kompetensi sebelumnya, harus memenuhi Syarat Teknis sebagai berikut : Untuk Bidang Pelayanan Kefarmasian • Melaksanakan praktik minimal kumulatif selama 2.000 jam (dua ribu jam) yang terdistribusi secara proporsional; yang setara dengan 30 SKP • Memenuhi SKP-Praktik sekurangnya sebanyak 60 SKP Untuk Bidang Distribusi dan Industri/Produksi • Melaksanakan pekerjaan kefarmasian sebagaimana mestinya. Untuk kedua bidang • Memenuhi SKP-Pembelajaran sekurangnya sebanyak 60 SKP • Memenuhi SKP-Pengabdian sekurangnya sebanyak 7,5 SKP Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

37


info Penerapan Bobot SKP menggunakan Sistem Integral Treshold : • Pencapaian SKP tidak didominasi oleh salah satu domain • Pencapaian SKP mengikuti struktur/konfigurasi domain secara proporsional • Bila ada salah satu domain yang dominan (misal, Pembelajaran = 120 SKP), maka hanya akan dihitung sebanyak batas maksimal dari domain yang bersangkutan

Proporsi SKP No

Domain Kegiatan

Porsi Pencapain yang dianjurkan

Nilai Maksimum dalam 1 tahun

Nilai Maksimum dalam 5 tahun

Kinerja Profesional

40 - 50%

12 - 15

60 - 75

2.

Kinerja Pembelajaran

40 - 50%

12 - 15

60 - 75

3.

Kinerja Pengabdian Masyarakat

5 - 15%

1,5 - 4,5

7,5 – 22,5

0 - 25%

Kinerja Pengembangan ilmu

5.

0 - 25%

Contoh pembobotan SKP Praktek bidang pelayanan kefarmasian Farmasi Komunitas.

No.

1.

Kinerja Publikasi 4. ilmiah/popular

Penentuan mengenai besarnya konversi bobot SKP atas Sertifikat-SKP yang Organisasi Profesi di luar IAI hanya dapat dilakukan oleh Badan dan/atau Tim Sertifikasi dan Re-Sertifikasi.

0 - 7,5 0 - 7,5

0 - 37,5 0 - 37,5

Target SKP

• Dalam 5 (lima) tahun dibutuhkan 150 SKP yang terbagi

1

2

terdistribusi dengan baik. Contoh tahun 1 = 30 SKP, tahun 2 = 31 SKP, tahun 3 = 32 SKP dst. Bukan tahun 1 = 15 SKP, tahun 2 = 40 SKP, tahun 3 = 35 SKP, tahun 4 = 15 SKP dan tahun 5 = 45 SKP

Wajib melaksanakan praktek profesi minimal kumulatif 2000 jam untuk 5 (lima) tahun yang terdistribusi secara proporsional Setiap kelebihan dari angka 2000 jam : setiap 100 jam praktek setara dengan 1 SKP.

Nilai maksimal bobot SKP selama 5 tahun

Alat Bukti

30 SKP

Daftar Hadir dan Tilikan Skrining Resep serta PMR atau Lembar Konseling

Max 20 SKP

Daftar Hadir dan Tilikan Skrining Resep serta PMR atau Lembar Konseling

3

Melakukan perencanaan perbekalan farmasi

5 SKP untuk 5 tahun

Standar Prosedur Operasional, Catatan/ Rekaman, Daftar Tilik

4

Melakukan penyimpanan perbekalan farmasi yang baik dan benar

5 SKP untuk 5 tahun

Standar Prosedur Operasional, Catatan/ Rekaman, Daftar Tilik

5

Melakukan pelayanan swamedikasi dan atau pelayanan resep

5 SKP untuk 5 tahun

Standar Prosedur Operasional, Catatan/ Rekaman, Daftar Tilik

Menjadi Pendamping Minum Obat dan 6 atau Home Pharmacy Care No. MemberiKegiatan Praktik Profesi edukasi ke kelompok pasien 7 (minimal 10 orang)

2 SKP /Pasien Informed Consent Nilai maksimal bobot SKP Alat Bukti 3 SKP/kegiatan selama 5 tahun Daftar hadir, materi edukasi Standar Prosedur Operasional, Catatan/ Rekaman, Daftar Tilik Standar Prosedur Operasional, Catatan/ Rekaman, Daftar Tilik

8

Melakukan pemantauan terapi obat

5 SKP untuk 5 tahun

9

Melakukan Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

2 SKP /Laporan

10

Terlibat dalam Pokja Kefarmasian

2 SKP/Surat Keputusan (SK)

11

Membuat dan menyediakan brosur/leaflet/banner untuk informasi aktif

5 SKP untuk 5 tahun

Brosur/leaflet/banner

12

Mematuhi peraturan organisasi yang berkaitan dengan praktek kefarmasian

10 SKP untuk 5 tahun

Papan nama praktek, jas praktek

dalam 5 (lima) Kinerja

• Pencapaian SKP dalam 5 (lima) tahun diharapkan

Kegiatan Praktik Profesi

Surat Keputusan institusi yang berwenang

• Kinerja Profesional (berasal dari praktik), merupakan

persyaratan utama seseorang dapat mengikuti proses Resertifikasi

Satuan Kredit Profesi (SKP) sebagaimana dimaksud dibuktikan dengan kepemilikan Sertifikat-SKP yang diterbitkan oleh Organisasi Profesi, dengan ketentuan sebagai berikut : • Bobot SKP-Pembelajaran dalam Sertifikat-SKP yang diterbitkan oleh IAI (baik PP dan/atau PD), diakui sesuai dengan fokus pekerjaan kefarmasian Apoteker yang bersangkutan. • Penentuan bobot SKP dalam Sertifikat-SKP yang diterbitkan oleh IAI hanya dapat ditetapkan melalui SK Pengurus Pusat atau SK Pengurus Daerah.

38

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Langkah-langkah apa yang mesti saya persiapkan untuk resertifikasi kompetensi? 1. Copy atau unduh dan isilah dengan lengkap File Re-Sertifikasi sesuai bidang pekerjaan kefarmasian Anda. Printout-lah Borang Registrasi Re-Sertifikasi, kemudian ajukanlah permohonan kepada Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia setempat melalui Pengurus Cabang dengan membawa : a. KTP yang masih berlaku b. KTA yang masih berlaku c. STRA yang masih berlaku d. Rekomendasi terakhir dari PC/PD IAI yang diperoleh e. SIA/SIPA/SIKA terakhir yang diperoleh f. SK Pengangkatan Pegawai (bagi pemohon di RS/PBF/ Industri/Puskesmas)


info g. Sertifikat Kompetensi Profesi Apoteker yang akan habis masa berlakunya h. Sertifikat-SKP (SKP-Praktek, SKP-Pembelajaran, SKPPengabdian) i. Isian Lengkap Borang-borang dalam Buku Log (Log Book). j. Isian Lengkap Berkas-berkas dalam Portofolio Pembelajaran 2. Membayar Biaya Verifikasi Teknis kepada Pengurus Cabang sesuai kebijakan setempat yang berlaku ditambah Biaya Pendaftaran Resertifikasi sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) kepada Pengurus Daerah melalui Pengurus Cabang guna keperluan Verifikasi Kelengkapan Administrasi 3. Pengurus Cabang : a. Memastikan dan menandatangani kelengkapan Lampiran Daftar Tilik Kelengkapan Dokumen (LDTKD) yang telah diverifikasi oleh Verifikator Cabang. b. Melakukan entri data (Excel) sesuai format kolom yang telah ditetapkan. c. Menscan permohonan dan lampiran resertifikasi selanjutnya mengirim hasil scan permohonan beserta lampiran dan LDTKD yang telah ditandatangani serta entri-an data (Excel) sebagaimana langkah kedua melalui email kepada Pengurus Daerah setempat berikut Biaya Pendaftaran Resertifikasi sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan Biaya Verifikasi yang besarannya ditentukan oleh Pengurus Daerah melalui Surat Keputusan Pengurus Daerah. d. Waktu pengerjaan 7 (tujuh) hari kerja. 4. Pengurus Daerah : a. Melaksanakan Pemeriksaan Scan Berkas. b. Melaksanakan Pemeriksaan entri data (Excel) yang disampaikan oleh Pengurus Cabang c. Melakukan rekapitulas entri data (Excel) yang telah diperiksa kepada Pengurus Pusat c.q. Badan Sertifikasi Profesi. d. Waktu pengerjaan 7 (tujuh) hari kerja. 5. Badan Sertifikasi Profesi (Nasional): a. Melakukan pemeriksaan akhir pengajuan Re-Sertifikasi b. Mengambil keputusan untuk meloloskan atau tidak meloloskan permohonan Re-Sertifikasi berdasarkan ketentuan yang ada. c. Membuat surat perintah pembayaran biaya resertifikasi sebesar Rp. 500.000,- bagi pemohon yang lolos melalui masing-masing Pengurus Daerah. d. Waktu pengerjaan 7 (tujuh) hari kerja e. Memeriksa bukti pembayaran biaya Re-Sertifikasi bagi yang Lolos.

f. Mengirimkan Sertifikat Kompetensi bagi Apoteker yang Ter-Certified melalui Pengurus Daerah. Pengurus Daerah menyerahkan Sertifikat Kompetensi kepada Apoteker Ter-Certified melalui Pengurus Cabang Ikatan Apoteker Indonesia setempat. Sebagai catatan : Tim Sertifikasi dan Resertifikasi Daerah terdiri dari Badan Sertifikasi Daerah beserta verifikator Pegurus Daerah dan Pengurus Cabang. Ada kemungkinan Pengurus Cabang belum siap menjadi bagian dari Tim Sertifikasi dan Resertifikasi Daerah, dengan demikian proses verifikasi yang seharusnya dilakukan oleh Pengurus Cabang c.q. verifikator Pengurus Cabang maka alur proses tetap melalui Pengurus Cabang hanya saja fungsi verifikasi yang seharusnya dilakukan oleh Pengurus Cabang diambil alih oleh verifikator Pengurus Daerah. Ketentuan Resertifikasi sebagaimana tersebut di atas akan diberlakukan mulai bulan Juli 2015 Apakah benar sampai 1 Juli 2015 ada kemudahan untuk resertifikasi? Apoteker yang sertifikatnya telah habis dan atau akan habis (sampai dengan 31 Desember 2016) namun telah mencukupi perolehan Satuan Kredit Partisipasi (SKP) sejumlah 70 yang terdiri dari 60 SKP dari Kinerja Pembelajaran dan 10 SKP dari Kinerja Pengabdian dapat melakukan resertifikasi. Ketentuan ini telah diatur secara rinci melalui Surat Keputusan Pengurus Pusat IAI Nomor: Kep. 053/PP.IAI/1418/II/2015 tentang Petunjuk Teknis Resertifikasi Profesi Apoteker Dengan Metoda Satuan Kredit Partisipasi (SKP) Tahun 2015, dimana batas waktu pengajuan resertifikasi adalah 30 Juni 2015. Bagaimana untuk apoteker yang belum mempunyai sertifikat kompetensi sama sekali? Untuk mendapatkan sertifikat kompetensi, mulai tahun 2015 apoteker harus melalaui uji kompetensi. Uji Kompetensi Apoteker Indonesia diberlakukan hanya untuk : a. Calon apoteker b. Apoteker lama yang belum memiliki sertifikat kompetensi Untuk calon apoteker Uji Kompetensi Apoteker Indonesia dilakukan melalui Computer Based Test (CBT) dan Objective Structure Clinical Examination (OSCE) Sedang untuk apoteker lama yang belum memiliki sertifikat kompetensi melalui uji Objective Structure Clinical Examination (OSCE). Ketentuan mengenai hal ini akan diatur melalui petunjuk teknis dari Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia. n Totok Sudjianto

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

39


INFO

OBAT

Wabah demam berdarah ebola pertama kali terjadi pada tahun 1976 di Zaire dan Sudan. Galur virus ebola yang menyebabkan wabah di Zaire merupakan salah satu wabah dengan tingkat kematian yang sangat tinggi.

Oleh: Prof. DR. Maksum Raji Apt. M. Biomed

V

irus ini termasuk virus yang tidak mudah ditularkan. Transmisinya pada manusia melalui kontak langsung dengan binatang yang terinfeksi, kemudian virus tersebut dapat ditularkan ke orang lain yang kontak dengan darah atau cairan tubuh penderita, muntahan, feses atau melalui peralatan klinik misalnya jarum suntik yang tercemar darah penderita. Virus ebola mampu bereplikasi dengan cepat di sel-sel tubuh manusia antara lain di sel endotelial, sel monosit, makrofag dan sel hepar. Setelah virus masuk kedalam sel hospes, beberapa glikoprotein viral, antara lain sekretori glikoprotein (sGP), glikoprotein viral (GP) disintesis. Multiplikasi virus ebola dalam sel hospes ini berjalan cepat dan mampu mengacaukan sintesis protein hospes dan sistem imum hospes. Glikoprotein viral membentuk

40

KANDIDAT UTAMA kompleks trimerik yang merupakan komponen untuk virus mengikatkan dirinya pada lapisan sel endotelial yang melapisi dinding bagian dalam, pembuluh darah. Komponen dimerik dari sGP protein, yang merupakan komponen kompleks trimerik glikoprotein viral telah mengelabui kerja neutrofil sehingga virus dapat berlindung dari sistem imun dengan menghambat langkah awal aktivasi neutrofil. Keberadaan partikel virus dan kerusakan sel akibat proses budding pada saat virion keluar dari dalam sel yang terinfeksi, mengakibatkan pelepasan sitokin terutama TNF-Îą, IL6, IL-8 dan lainnya, yang merupakan molekul signal untuk aktivasi proses demam dan inflamasi. Disamping itu efek sitopatogenik virus pada sel endotelial yang melapisi bagian dalam pembuluh darah, dapat menyebabkan kebocoran pada dinding sel pembuluh darah. Kebocoran dinding pembuluh darah ini lebih diperparah oleh efek sintesis glikoprotein viral yang

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

mengambil glikoprotein sel yang terinfeksi, sehingga mempengaruhi fungsi protein integrin yang bertanggung jawab pada integritas struktur ikatan interselular. Hal ini dapat meningkatkan permiabilitas dinding pembuluh darah. Disamping itu infeksi virus ebola pada sel hepatosit menyebabkan kerusakan pada sel hati, sehingga mengakibatkan koagulopati atau kelainan pada sistem pembekuan darah. Dengan demikian dapat difahami bahwa ketika dinding pembuluh darah mengalami kebocoran dan mekanisme koagulasi


INFO

OBAT

tidak bekerja secara efektif, maka darah akan keluar dari pembuluh darah sehingga menyebabkan hipovolemik dan sindrom syok. Meskipun virus ebola sudah ditemukan sejak lebih 40 tahun lalu, namun sampai saat ini belun ada obat ataupun vaksin yang disetujui penggunaannya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk mengatasi ataupun untuk melindungi manusia dari penyakit yang mematikan ini. Menurut data Badan Kesehatan Dunia, WHO yang terbaru bahwa wabah ebola tersebut kini telah menewaskan 8.153 orang di Afrika Barat. Tahun 2014 yang lalu WHO mencatat, merupakan wabah infeksi

MA VAKSIN EBOLA

ebola terbesar sepanjang sejarah wabah ebola, dan merupakan situasi yang dinyatakan sebagai darurat medik. Apalagi setelah beberapa kasus dan kematian dilaporkan di beberapa negara di luar Afrika termasuk Amerika dan Inggris. Penularan ebola di luar Afrika tersebut mulai memicu ketakutan akan menyebarnya pandemi mematikan, telah menjadi isu penting di beberapa harian terkemuka di dunia. Situasi gawat yang terjadi di Afrika tersebut telah mendorong lebih dari 4.500 orang menandatangani petisi di Change.org agar lembaga

pengawas obat dan makanan AS (FDA) lebih cepat membuat vaksin ebola dan obatnya. Salah satu sebab lambatnya penemuan dan pengembangan vaksin ebola, menurut Wiwanitkit, dalam Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, tahun 2015, disebutkan bahwa wabah ini terjadi di daerah miskin dunia, Afrika Barat, selain adanya keterbatasan fasilitas lokal yang sesuai untuk penelitian medis juga adanya keengganan dari perusahaan farmasi terkemuka dunia untuk mengembangan vaksin ebola. Hal ini disebabkan karena biasanya pengembangan obat untuk penyakit di negara-negara tropis yang miskin kurang menguntungkan secara komersial termasuk dalam dalam pengembangan vaksin ebola. Hal ini sesuai dengan tajuk salah satu harian di Inggris “Independent� yang terbit di London dalam tajuknya berkomentar bahwa pada akhirnya dunia menarik pelajaran dan bereaksi terhadap wabah ebola. Masalah utamanya adalah wabah ebola terutama melanda negara-negara

termiskin di dunia, sehingga industri farmasi global selama ini diragukan untuk bersedia mengambil risiko komersial, untuk mengembangkan vaksin atau mengembangkan obat untuk mengatasi wabah ebola. Sikap Negara-negara barat juga dinilai sangat memalukan, karena baru bereaksi setelah ada warganya tertular. Padahal dalam era globalisasi, penyakit tidak lagi mengenal batas negara. Menurut Dr.Anthony Fauci, direktur National Institute of Allergy and Infectious Disease, Amerika Serikat, sebenarnya sejak bulan Maret tahun 2014 yang lalu sudah dilakukan penelitian untuk pengembangan vaksin ebola. Vaksin tersebut sudah diuji pada kera dan pada bulan September 2014 masuk pada tahap 1 uji klinis pada manusia. Diperkirakan pada pertengahan tahun 2015 sudah tersedia vaksin meski dalam jumlah terbatas, khusunya bagi para tenaga kesehatan. Beberapa kandidat vaksin ebola yang saat ini sedang diuji klinik antara lain adalah : 1. ChAd3-EBO. Vaksin ebola ini merupakan vaksin vaksin dikembangkan oleh National Institute of Allergy dan Infectious Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

41


INFO

OBAT

Diseases (NIAID) Amerika Serikat dan perusahaan farmasi GlaxoSmithKline (GSK). Vaksin ini merupakan vaksin rekombinan hasil rekayasa dari adenovirus yang berasal dari simpanse yang disisipi gen virus ebola. Semula vaksin ini dikembangkan oleh perusahaan spesialis vaksin yaitu Okairos AG, yang kemudian diakuisisi oleh GlaxoSmithKline dengan harga $ 325 juta tahun lalu. Beberapa studi awal menunjukkan bahwa vaksin ini dapat melindungi monyet dari virus ebola. Pada bulan September 2014, telah dilakukan uji klinik untuk mengetahui tingkat kemamanan vaksin pada 20 orang sukarelawan sehat di Maryland, Amerika Serikat. Vaksin ini mengandung bahan antigenik ebola yang berasal dari galur Zaire dan Sudan. Hasil uji menunjukkan bahwa pada 20 orang sukarelawan tersebut memberikan respon imun terhadap virus ebola dan tidak menunjukkan adanya efek samping yang serius. Organisasi kesehatan dunia (WHO) pada awal tahun 2015, telah melakukan uji klinik terhadap vaksin ChAd3EBO pada manusia sehat di Afrika Barat. Pada uji klinik fase 3 ini

akan digunakan sekitar 20.000 dosis vaksinasi. Vaksin monovalen (ChAd3EBOZ) yang mengandung bahan antigenik virus ebola strain Zaire juga telah dikembangkan dan sedang diuji bersamaan di lokasi lain. Uji coba yang dilakukan di Inggris merupakan kerjasama beberapa lembaga pelnelitian yaitu The University of Oxford, National Institutes of Health Amerika Serikat, Wellcome Trust, Medical Research Council (MRC), Inggris dan Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID). Hasil uji klinik menunjukkan bahwa pemberian vaksin pada relawan sehat di Inggris tidak menunjukkan masalah keamanan yang

serius. Disamping itu, berdasarkan hasil uji klinik yang dilakukan terhadap 200 sukarelawan sehat yang terdiri dari para tenaga kesehatan di Mali dan relawan di Lausanne, Swiss membuktikan bahwa vaksin monovalen ini memberikan respon yang positif. Uji klinik selanjutnya untuk mengetahui efektifitas vaksin ChAd3-EBOZ ini terhadap para tenaga kesehatan di Afrika Barat telah dilaksnakan pada bulan Februari 2015. 2.VSV-EBOV. National Institutes of Health (NIH) Amerika Serikat, bekerja sama dengan Departemen Pertahanan AS, juga melakukan uji coba keamanan vaksin VSV-EBOV yang merupakan vaksin rekombinan dari virus stomatitis vesikular dan virus ebola (VSV-EBOV), di Maryland, Amerika Serikat pada bulan Oktober tahun lalu. Vaksin ini semula dikembangkan oleh Public Health Agency of Canada, dan hak komersialnya telah dibeli oleh perusahaan farmasi Merck. VSVEBOV didasarkan pada virus yang biasanya menyebabkan penyakit pada hewan yang dilemahkan dan dimodifikasi secara rekayasa genetika sehingga menyerupai virus ebola. Uji keamanan vaksin ini sedang dilakukan di seluruh lokasi di Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Gabon dan Kenya. Hasil tentang rentang keamanan dan dosis diharapkan dapat diketahui pada quarter pertama tahun 2015. 3. MVA-BNFilo/AdVac Bavarian Nordic telah bekerjasama dengan US National Institute of Allergy dan Infectious Diseases (NIAID), bagian dari National Institutes of Health (NIH), untuk pengembangan vaksin multivalent terhadap dua filoviruses, yaitu ebola dan Marburg. Vaksin multivalent, MVA-BN Filo, mengandung glikoprotein ebola Zaire, ebola Sudan dan Marburg ini dirancang untuk memberikan perlindungan dari tiga jenis virus yang menyebabkan demam

42

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015


INFO

berdarah. Kolaborasi ini kemudian berlanjut antara Oxford Vaccines Group bekerjasama dengan Bavarian Nordic dan Janssen Corporation, anak perusahaan Johnson & Johnson telah melakukan uji klinis vaksin ebola tahap 1 yang terdiri dari MVA-BNÂŽ Filo/AdVacÂŽ. Pada uji klinik yang dilakukan di Inggris terhadap 72 orang sehat menunjukkan bahwa vaksin ini memiliki tingkat kemanan yang baik, demikian pula yang dilakukan terhadap 92 orang sukarelawan di Amerika Serikat. Pada uji klinik ini dilakukan dengan cara melakukan vaksinasi ulang terhadap sukarelawan yang telah divaksinasi awal dengan MVA-BN Filo. Vaksinasi ulang (booster) dilakukan menggunakan vaksin Ad26.ZEBOV. Hasil uji klinik menunjukkan bahwa respon imun meningkat dan dapat bertahan lebih lama. 4. Kandidat vaksin lainnya. Disamping ketiga jenis vaksin di atas, beberapa kandidat vaksin lain juga sedang dikembangkan sebagai vaksin ebola. National Institutes of Health (NIH) Amerika Serikat juga bekerjasama Thomas Jefferson University sedang mengembangkan vaksin ebola berbasiskan vaksin rabies. Vaksin yang dikembangkan tersebut merupakan

vaksin trivalen, yang mengandung materi antigenik yang berasal dari galur-galur virus ebola yang menjadi penyebab wabah infeksi ebola di wilayah Afrika. Penelitian terhadap hewan sedang dilakukan, sedangkan studi keselamatannya terhadap manusia direncanakan akan dilakukan pada tahun 2015. Selain itu, Novavax Inc. juga mengembangkan kandidat vaksin yang disebut dengan EbolaGP vaccine. Vaksin ini merupakan nanopartikel vaksin rekombinan dengan ajuvan “Matrix-M�, telah memulai uji klinik pada bulan Februari 2015, di Australia. Sebanyak 230 orang sukarelawan dewasa yang sehat mendapatkan 2 suntikan intramuskular, pada hari pertama dan pada hari ke 21, untuk menguji keamanan vaksin, serta mengukur respon kekebalan tubuh mereka. Amerika Serika serikat dan negara maju lainnya berkomitmen untuk menuntaskan uji klinik vaksin ebola tersebut sampai pada fase-fase akhir sebelum nantinya digunakan secara masal. Namun demikian Marie-Paule Kieny dari WHO, menegaskan bahwa keberhasilan uji klinik vaksin ebola tersebut belum dapat dipastikan, sekelipun beberapa kandidat vaksin

OBAT

pada uji terhadap binatang coba terbukti ampuh. Menurut MariePaule Kieny, pada tahap pertama, vaksinasi lebih difokuskan kepada para petugas bantuan penanggulangan ebola di kawasan wabah karena mereka yang paling terancam penularan virus. Sedangkan para produsen vaksin mengatakan bahwa mereka telah memproduksi lebih dari 400.000 dosis dan dapat ditingkatkan produksinya untuk uji klinik pada fase-fase selanjutnya, serta siap untuk melakukan imunisasi masal. Dalam laporannya pada KTT WHO di Jenewa pada bulan Januari tahun 2015, Profesor Helen Reese, dari Universitas Witwatersrand, Afrika Selatan, mengatakan bahwa pengembangan vaksin ebola kali ini merupakan suatu kemajuan luar biasa yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam pengembangan vaksin ebola. Walaupun demikian kita masih butuh waktu untuk mengatakan bahwa wabah ini akan dapat teratasi. Badan Kesehatan Dunia WHO memperkirakan diperlukan sekitar enam bulan untuk mengetahui hasil pengujian fase-3, yang saat ini tengah dilakukan di beberapa Negara di Afrika Barat. Mereka mengatakan produksi vaksin akan terus dilakukan pada saat uji coba berlangsung. Mereka berharap bisa menyediakan jutaan dosis vaksin pada pertengahan tahun ini. Kemitraan kesehatan global yang menyediakan vaksin untuk negaranegara miskin, juga telah menyetujui pendanaan untuk vaksin ebola dan untuk penguatan sistem kesehatan yang rapuh di Liberia, Sierra Leone dan Guinea. Jalan yang ditempuh untuk menemukan vaksin yang efektif dan aman memang masih cukup panjang, namun dengan upaya yang sungguh-sungguh dari para peneliti, mudah-mudahan penyakit infeksi yang mematikan ini dapat segera diatasi. n *Dari berbagai sumber

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

43


teropong Hiperurisemia adalah suatu kondisi berlebihnya asam urat di dalam darah. Asam urat secara normal terlarut di dalam darah, diproses melalui ginjal dan dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Jika tubuh membentuk asam urat dalam jumlah berlebih (overproduction), atau ginjal tidak dapat memprosesnya dengan baik (underexcretion), maka kadar asam urat dalam darah menjadi berlebihan. Gambar 1. Tahap akhir metabolisme purin dan tempat kerja obat (site of drug action) hiperurisemia dan gout

Oleh: Feby Christina

Hiperurisemia kronik namun alergi Allopurinol, apa solusinya?

H

iperurisemia sebenarnya bukanlah suatu penyakit dan seharusnya tidak menimbulkan masalah, namun jika berlangsung dalam waktu yang lama (kronik) dapat menyebabkan terbentuknya kristal urat sehingga menjadi suatu penyakit yang disebut gout. Tidak hanya faktor diet, penyakit dan obat-obatan juga dapat sebabkan hiperurisemia Asam urat berasal dari pemecahan purin, yaitu senyawa kimia yang secara alami terdapat dalam diet dan tubuh kita. Makanan dan minuman yang paling besar kemungkinannya untuk menyebabkan hiperurisemia dan gout yaitu semua yang mengandung purin kadar tinggi misalnya, daging merah, jeroan, seafood, bir, dan makanan/ minuman yang dipermanis dengan

44

fruktosa kadar tinggi. Selain faktor diet, beberapa masalah kesehatan yang dapat menyebabkan hiperurisemia dan gout yaitu obesitas, hipertensi, diabetes, dislipidemia, penyakit ginjal dan hipotiroidisme. Sementara itu, beberapa obat-obatan juga dapat meningkatkan risiko hiperurisemia, yaitu aspirin dosis rendah, diuretik, cyclosporin, cytotoxic, alkohol. Beda fase penyakit, beda terapinya Tidak semua kondisi hiperurisemia memerlukan terapi untuk menurunkan kadar asam urat. Menggali faktor penyebabnya adalah yang utama. Khususnya bagi pasien hiperurisemia yang asymptomatic, tidak selalu diperlukan terapi farmakologi. Menurut Japanese Guideline for the Management of Hyperuricemia and Gout edisi kedua tahun 2011, hiperurisemia asymptomatic dapat diterapi dengan

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

obat jika: -

-

kadar asam uratnya >8 mg/dl dengan penyakit penyerta yang menjadi faktor risiko gangguan ginjal seperti, hipertensi, penyakit jantung iskemik, diabetes mellitus, sindrom metabolik, urolithiasis dan gangguan jantung lainnya. Tanpa penyakit penyerta dengan kadar asam urat ≼9 mg/dl.

Hiperurisemia yang berlangsung kronik akan mengarah kepada gout. Gout memiliki fase akut dan kronik. Terapi untuk fase akut lebih bertujuan untuk mengatasi nyeri dan inflamasi saat serangan, misalnya dengan obat golongan NSAID, kortikosteroid dan Colchicine. Sedangkan untuk fase kronik bertujuan untuk mengatur kadar asam urat dalam darah, misalnya dengan Allopurinol, Probenecid, Sulfinpyrazone, dll.


teropong Allopurinol - sering diresepkan tidak berarti bebas risiko alergi Allopurinol termasuk golongan xanthine oxidase inhibitor (XOI). Allopurinol menurunkan kadar asam urat dengan cara menghambat enzim xanthin oksidase dalam mengubah xanthin menjadi asam urat. Walaupun dikenal sebagai obat yang sering diresepkan pada kasus hiperurisemia dan gout, Allopurinol pun tak luput dari reaksi alergi pada

pasien-pasien yang hipersensitif terhadapnya. Reaksi tiap-tiap orang terhadap obat berbeda-beda. Alergi obat bisa terjadi pada siapa saja, namun bukan berarti pasti terjadi pada setiap orang. Alergi obat merupakan reaksi abnormal dari sistem imun akibat pengunaan obat dalam dosis normal sekalipun. Jika seseorang alergi terhadap obat tertentu, maka sistem imunnya akan mengidentifikasi obat tersebut sebagai alergen. Sistem imun akan bereaksi dengan cara menghasilkan antibodi yaitu imunoglobulin E (IgE) terhadap obat tersebut. Antibodi ini kemudian

dikirim ke sel-sel yang menghasilkan senyawa kimia yang memicu reaksi alergi. Reaksi alergi yang paling sering terjadi akibat Allopurinol berupa ruam makulopapular pruritus. Lesi yang terdapat pada ruam ini dapat berupa lesi datar maupun menonjol pada kulit. Ruam juga dapat melepuh yang merupakan tanda komplikasi yang berbahaya, namun hal ini jarang terjadi. Jika reaksi alergi muncul setelah menggunakan Allopurinol, pengobatan tentunya harus segera

dihentikan dan diberikan alternatifnya atau dilakukan desensitisasi. Febuxostat pengganti Allopurinol tidak tersedia di Indonesia Menurut kajian The Modern Management of Gout yang dipublikasikan oleh Oxford University tahun 2010, Febuxostat dapat digunakan bagi pasien yang alergi, kontraindikasi maupun intoleransi terhadap Allopurinol. Febuxostat termasuk golongan XOI, namun struktur kimianya tidak serupa dengan

Allopurinol sehingga meminimalkan terjadinya reaksi alergi silang. Data keamanannya masih kurang untuk pasien chronic kidney disease (CKD) tingkat 4 dan tidak tersedia di Indonesia. Probenecid dapat dijadikan pilihan terapi alternatif jika alergi Allopurinol Berbeda dengan Allopurinol dan Febuxostat, Probenecid termasuk golongan urikosurik (uricosuric agents). Urikosurik meningkatkan ekskresi asam urat melalui urin dengan cara meghambat reabsorpsi asam urat di tubulus proksimal ginjal, sehingga dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Berdasarkan Guidelines for Management of Gout - Systematic Nonpharmacologic and Pharmacologic Therapeutic Approaches to Hyperuricemia yang dikeluarkan oleh American College of Rheumatology tahun 2012, Probenecid dapat dijadikan pilihan terapi alternatif jika pasien alergi terhadap Allopurinol. Namun, ada beberapa hal yang harus dicermati sebelum memberikan Probenecid yaitu sebagai berikut. - Klirens kreatinin pasien harus >60 ml/menit (beberapa literatur ada yang menyebutkan ≼50 ml/menit) - Tidak ada riwayat nefrolitiasis atau urolitiasis Menyikapi masalah alergi obat tentunya menjadi perhatian khusus bagi apoteker sebagai mitra kerja dokter. Apoteker diharapkan dapat mengidentifikasi alergi obat yang muncul pada pasien sejak dini. Pemanfaatan patient medication record (PMR) menjadi sangat penting untuk mencatat riwayat alergi obat yang pernah dialami pasien. Informasi ini tentunya diharapkan akan bermanfaat bagi dokter dalam menentukan peresepan terapi yang tepat. Salam sehat.n

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

45


teropong

PERAN FARMASIS KASUS GAGAL GINJAL KRONIK Oleh : Rita Suhadi Farmasis adalah anggota dari tim kesehatan yang terdiri dari unsur pasien dan tenaga profesional kesehatan lainnya, sedangkan professional kesehatan lain meliputi dokter, dokter gigi, perawat, ahli gizi, psikolog klinis, fisioterapis, analis laboratorium, dan lainnya. Farmasis bukan tenaga medis melainkan rekan kerja profesional dari tenaga medis. Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (PP 51/2009). Tanggung jawab meningkatkan kualitas hidup pasien (quality of life) dalam terapi mengandung unsur risiko penggunaan obat seminimal mungkin, efektivitas penggunaan obat semaksimal mungkin dengan biaya terapi seefisien mungkin, serta pilihan terapi yang paling sesuai dengan kondisi pasien.

46

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

A

rtikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran farmasis sebagai bagian dari tim tenaga kesehatan khususnya dalam kasus gagal ginjal kronis (GGK). Peran farmasis yang dipaparkan meliputi keterlibatan farmasis dalam penghambatan laju perkembangan gangguan fungsi ginjal menjadi GGK melalui manajemen terapi yang tepat. Aktivitas pencegahan perkembangan GGK oleh farmasis meliputi konseling ketaatan, rekomendasi menurunkan clinical inertia (tidak memulai terapi atau kurangnya intensifikasi terapi saat belum mencapai target terapi), dan konseling pola hidup sehat termasuk menghindari konsumsi obat-obat dan makanan yang dapat memperparah GGK. Ketaatan pasien dalam konsumsi obat berarti mengikuti petunjuk penggunaan yang berlaku dan secara persistensi melakukan terapi. Prevalensi GGK semakin meningkat jumlahnya, terbanyak disebabkan oleh diabetes mellitus (DM) dan disusul oleh hipertensi. Menurut laporan CDC USA, diagnosis GGK kasus baru dikarenakan riwayat DM sebanyak 44%, hipertensi 28%, faktor lain 23%, dan tidak diketahui penyebabnya 5%. Prevalensi GGK di AS diperkirakan 10% dari populasi dewasa atau 20 juta orang, jika menggunakan parameter kadar kreatinin serum kreatinin >1,2-1,5 mg/dL. Menurut laporan tersebut tahun 2011 untuk pertama kalinya dalam 30 tahun terjadi penurunan insidensi GGK sebesar 2%. Penurunan ini mungkin sebagai pertanda keberhasilan terapi faktor risiko.(1) Di Indonesia prevalensi penderita GGK dengan hemodialisis tahun 2008 sebanyak 2260 pasien dengan peningkatan 5,2% dari tahun sebelumnya. Pengendalian tekanan darah dan kadar glukosa darah secara intensif sesuai dengan target menurunkan kejadian GGK. Farmasis dapat berpartisipasi dalam terapi intensif tersebut. Kegagalan pengendalian TD pada pasien gangguan fungsi ginjal dianggap sebagai


teropong

faktor risiko terjadinya GGK maupun perkembangan CVD. Sejumlah besar pasien di layanan primer gagal mencapai target sesuai standar TD yang berlaku. Suatu penelitian ulasan menganalisis 10 studi yang menunjukkan hubungan langsung antara TD dengan fungsi ginjal pada pasien DM. Semakin rendah rerata TD final arteri maka semakin lambat pula penurunan laju filtrasi glomerular (LFG) ginjal pasien, contoh TD sistolik 180mmHg dihubungkan dengan penurunan 14ml/menit LFG per tahun, sementara TD sistolik 135mmHg hanya mengalami penurunan LFG 2 mL/menit per tahun. Demikian juga dengan DM, studi prospektif (DCCT) tahun 1990 menunjukkan pengendalian glukosa darah memperlambat terbentuknya atau perkembangan komplikasi mikrovaskular DM. Pengendalian intensif dihubungkan dengan penurunan risiko “mikroalbuminuria” (ekskresi albumin urin >30-300mg/hari) sebesar 39% dan 54% penurunan menjadi “albuminuria nyata” (ekskresi >300 mg/hari) dibandingkan dengan terapi konvensional. Survei NHANES III, serum kreatinin ≥1,6 mg/dL pada laki-laki dan ≥1.4 mg/ dL pada perempuan lebih umum pada pasien hipertensi (9,1%) daripada pasien tanpa hipertensi (1,1%). Secara keseluruhan risiko seumur hidup seorang dengan hipertensi mengalami GGK stage 5 sebesar 5,6%. Odds ratio menjadi GGK 2,0 (95% confidence interval [CI] 1,6-2,5) untuk pasien TD sistolik/diastolik 120-129/8084 mmHg dan odds ratio meningkat 4,3(95% CI 2,6-6,9) pada pasien TD >210/120mmHg dibandingkan pasien

TD<120/80mm Hg. Pasien DM tipe 1 memiliki 40% risiko seumur hidup mengalami GGK sedangkan pasien DM tipe 2 memiliki kemungkinan 50% risiko menjadi GGK. Prevalensi DM tipe 2 sepuluh kali lebih besar banding tipe 1 maka sebagian besar GGK berasal dari DM tipe 2. Pasien DM memiliki risiko 12 kali terkena GGK dibandingkan tanpa DM.(2) Faktor-faktor lain-lain penyebab GGK adalah merokok, hiperlipidemia, obesitas, terekspos dengan logam berat misalnya timah dan air raksa, serta penggunaan obat-obat tertentu secara berlebihan. Meskipun tidak sekuat pengaruh faktor DM dan hipertensi sebagai pencetus GGK, faktor-faktor tersebut turut menyumbang prevalensi kerusakan fungsi ginjal. SUCCESS STORY KOLABORASI FARMASIS DAN TENAGA KESEHATAN LAIN Kemajuan dunia kesehatan sangat pesat namun demikian belum berhasil mengejar perkembangan permasalahan kesehatan yang ada. Kemajuan dan perubahan dunia kesehatan membawa konsekuensi perlunya diversifikasi atau spesialistik tenaga profesional kesehatan. Spesialistik profesi kesehatan menuntut interprofesional sinergi dan kolaborasi karena masing-masing tenaga profesional kesehatan memiliki kompetensi yang berbeda-beda dan bersifat komplementer. Kolaborasi dimaksudkan untuk luaran (outcome) terapi pasien yang lebih baik. Penelitian-penelitan yang ada menunjukkan keberhasilan layanan yang melibatkan farmasis dibandingkan dengan layanan yang hanya dilakukan oleh dokter

saja, diantaranya berhasil memperbaiki pengendalian TD dan trigliserida (TG), menurunkan proporsi pasien metabolik; mengidentifikasi lebih banyak drug related problems (DRP), lebih banyak perubahan terapi yang terlaksana maupun frekuensi janjian kunjungan kembali ke dokter keluarga pasien secara bermakna; dan meningkatkan cost-effectiveness terapi. Keterlibatan farmasis terutama dalam meminimalkan clinical inertia dan meningkatkan ketaatan terapi.(3) Farmasis di Indonesia belum diijinkan menangani clinical inertia pada kasus hipertensi/DM, namun farmasis dapat merekomendasikan pasien untuk segera kembali ke dokter karena TD atau kadar gula yang masih tinggi maupun berkomunikasi dengan dokter untuk meminimalkan clinical inertia tersebut. Contoh cerita sukses layanan kefarmasian dari American Pharmacist Association (APhA) sebagai berikut. Dalam studi selama 2 tahun terhadap 104 pasien dengan gagal ginjal berat dan dialisis menunjukkan layanan farmasis dalam sistem Medication Therapy Management menurunkan kejadian masuk rumah sakit dan durasi masuk rumah sakit yang lebih singkat serta menurunkan jumlah penggunaan obat dibandingkan kontrol tanpa layanan farmasis; penelitian paralelnya pada ras minoritas tertentu yang perlu menunggu cangkok ginjal yang lebih lama, layanan kefarmasian berhasil memperbaiki kualitas hidup, memperbaiki diet pasien, meningkatkan aktivitas fisik, dan memiliki waktu bersama dengan keluarga yang lebih baik.(4) Belum banyak penelitian tentang peran farmasis dalam kasus GGK di Indonesia, penelitian-penelitian terkait GGK menungkapkan peran farmasis klinis di Indonesia belum bermakna.(5) Berdasarkan pengalaman farmasis di luar negeri dan kompetensi farmasis, farmasis Indonesia tentunya dapat berkontribusi dalam GGK terutama dalam pencegahan atau penghambatan laju gangguan ginjal menjadi GGK. Kontribusi tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk konseling kepada pasien, pemberian rekomendasi, dan kolaborasi dengan tim kesehatan. PERAN FARMASIS DALAM KETAATAN DAN CLINICAL INERTIA PASIEN GGK Ketersediaan obat tidak secara pasti menurunkan kejadian GGK. Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

47


teropong Ketidakberhasilan pengendalian TD darah memperparah komplikasi kardiovaskular maupun penyakit ginjal itu sendiri. Kegagalan pengendalian TD disebabkan faktor dokter (health care provider), pasien, dan sistem layanan kesehatan yang berlaku.(6) Dua faktor yang pertama diketahui lebih dominan dan signifikan pengaruhnya terhadap outcome terapi. Faktor sistem layanan kesehatan di antaranya meliputi sistem pendanaan kesehatan, sistem rujukan, standar terapi, dan lainnya. Faktor ini tidak dibahas lebih lanjut. a. Ketaatan pasien (Adherence) Faktor paling utama pada pasien dalam pengendalian penyakit adalah ketaatan atau persistensi penggunaan obat. Ketaatan menjadi parameter kualitas pasien dalam penggunaan obat yang diresepkan dan menentukan keberhasilan terapi obat. Semula ketaatan didefinisikan sebagai perilaku pasien mengikuti instruksi secara pasif dalam penggunaan obat yang diberikan oleh penulis resep. Definisi ini kurang sesuai dengan prinsip bahwa suatu terapi adalah hasil kesepakatan yang dibuat dua pihak antara penyedia layanan dan pasien, dan selanjutnya penggunaan istilah ini terasa kurang pas dalam hal manajemen terapi pasien kronis. “Mengikuti instruksi� memberi kesan pasien pasif serta bertentangan dengan prinsip kolaborasi dalam proses terapi. Alasan ketidaktaatan terbesar yang disengaja umumnya karena timbul masalah adverse drug reactions (ADR) dengan terapi dan yang tidak disengaja disebabkan faktor lupa. Ketidaktaatan terapi pasien meningkatkan kematian dan meningkatkan biaya kesehatan, menambah proporsi pasien yang terpaksa masuk rumah sakit serta biaya $100 milyar setahun.(7) Pasien gangguan fungsi ginjal termasuk GGK perlu menjalani terapi jangka panjang. Perilaku pasien ginjal dalam penggunaan obat, diet, dan/atau perubahan pola hidup yang merupakan hasil persetujuan pasien atas rekomendasi dari profesional kesehatan, berdasarkan pemahaman tujuan terapi, dan hasil negosiasi terhadap terapi. Dalam hal ketaatan pasien terdapat satu istilah lain yaitu discontinuation (berhenti terapi) yang berarti berhenti menggunakan obat sama sekali. Ketaatan dapat diukur

48

menggunakan salah satu parameter yaitu proportion of days covered with medicine (PDC). Parameter PDC adalah rasio jumlah hari pasien mendapatkan obat yang sebenarnya dibagi jumlah hari yang seharusnya mendapat obat dalam persen (%). Contoh perhitungan PDC sebagai berikut: dalam satu tahun seorang pasien GGK seharusnya mendapatkan 365 hariobat hipertensi; tetapi bila pasien hanya berkunjung sebanyak 8 kali ke dokter dan mendapatkan obat hipertensi masingmasing kunjungan sebanyak 30 tablet obat, maka perhitungan PDC pasien tesebut adalah 240/365 *100% atau sebesar 65,8%. Bila pasien menggunakan dua atau lebih jenis obat maka nilai PDC adalah rata-rata dari semua PDC pasien. Batasan seorang pasien dikategorikan taat bila mempunyai PDC lebih dari 80% tanpa ada proses berhenti terapi lebih dari 60 hari. Obat tidak akan bekerja dengan baik bila tidak diminum sesuai aturan. Penggunaan obat pada pasien-pasien kronis seperti GGK berlangsung secara terus-menerus seumur hidup. Dengan bantuan sistem informasi manajemen farmasis di apotek/rumah sakit dapat mengukur ketaatan dengan parameter PDC dan persistensi pasien mengikuti terapi. Selanjutnya, farmasis melakukan edukasi/konseling pasien untuk memaksimalkan ketaatan pasien. Tindakan praktis lainnya, farmasis via telpon atau email dapat mengingatkan pasien untuk segera melakukan kunjungan dan menerima terapi lanjutan secara rutin pada saat menjelang tanggal obat habis. Praktek ini bermanfaat untuk pasien lupa atau kurang peduli terhadap jadwal kunjungannya. b. Clinical Inertia Faktor paling utama dari dokter adalah clinical inertia yaitu tidak memulai terapi untuk suatu indikasi dan/atau kurangnya usaha intensifikasi terapi pada saat belum mencapai target terapi. Intensifikasi berarti menambah jumlah/ jenis/dosis obat. Faktor ini dihubungkan dengan luaran terapi yang lebih baik dengan/tanpa adanya ketaatan pasien serta melebihi dampak ketaatan terapi. Penelitian menunjukkan menurunkan clinical inertia berarti meningkatkan pengendalian TD secara bermakna. Clinical inertia merupakan permasalahan pasien yang sudah taat dalam penggunaan

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

obat tetapi belum mencapai target terapiPermasalahan clinical inertia lebih sering dijumpai dibandingkan dengan ketaatan terapi. (5) Di Indonesia farmasis klinis belum diperkenankan melakukan intensifikasi terapi. Farmasis dapat memberikan rekomendasi kepada dokter dalam usaha mengurangi clinical inertia. Contoh-contoh clinical inertia adalah tidak rutin memeriksakan fungsi ginjal pada pasien DM, tidak ada usah menghambat mikroalbuminuria menjadi makroalbuminuria, tekanan darah/ kadar gula darah tidak terkendali tidak diberikan obat tambahan. PERAN FARMASIS DALAM PENCEGAHAN GGK Peran farmasis dalam pencegahan GGK tentunya lebih bermakna daripada edukasi dan evaluasi terapi pada saat pasien sudah mengalami GGK. Beberapa jenis obat bersifat nefrotoksik. Farmasis perlu melakukan edukasi penggunaan obat-obat tanpa resep yang rasional pada pasien khususnya yang berpotensi GGK, edukasi untuk tidak terlalu gampang minum obat untuk kasus sakit ringan, edukasi meminimalkan penggunaan obatobat resep yang tidak tepat dan tanpa pengawasan dari yang berwenang. Obatobat yang diekskresi melalui ginjal dapat mengganggu fungsi ginjal bila digunakan terlalu sering digunakan pada subyek yang rentan, misalnya obat golongan NSAIDs. Golongan NSAIDs dan dekongestan meningkatkan TD. Farmasis juga perlu melakukan edukasi untuk mengoptimalkan terapi nonfarmakologis melalui gaya hidup sehat. Terapi nonfarmakologis yang dimaksud adalah aktivitas fisik, mengurangi stres, mengurangi berat badan (jika berat badan berlebihan), dan melakukan perubahan diet. Perubahan diet meliputi pengurangan asupan sodium <2-3g/hari, membatasi asupan protein menjadi <20% dari total kalori, mengurangi lemak hewani, memilih karbohidrat yang kaya serat, menghindari makanan kaleng dan makanan yang sudah diproses berlebihan, dan memperbanyak konsumsi asam amino omega 3 dan 6 dari minyak ikan dan tanaman. Sebagian pasien tidak menyadari bahwa mereka mengalami gangguan ginjal karena GGK stage 1 dan 2 tidak


teropong memiliki simptom yang jelas atau pada stage 3 dan 4 hanya berupa simptom bersifat ringan. Tidak semua pasien secara berkala melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi fungsi ginjal. Pada saat kunjungan pasien ke apotek, farmasis dapat membantu mengenali gejala dan tanda gangguan ginjal (GGK) misalnya anemia, tidak tahan dingin, palpitasi, nyeri otot, sesak, perubahan warna kulit (menghitam), lemah tubuh, perubahan berat badan, edema dan lainnya. Adanya kecurigaan GGK terutama pada pasien DM/ hipertensi, farmasis perlu merekomendasi dan mendorong pasien untuk melakukan skrining/identifikasi gangguan ginjal serta merekomendasikan pasien mengunjungi dokter nefrologis. Edukasi pasien mengenai pentingnya periksa rutin tahunan beberapa penanda fungsi ginjal termasuk kadar kreatinin, ureum, dan asam urat serum serta albumin urin (kecuali sudah dilakukan dokter). Hasil pemeriksaan selanjutnya dapat dikonsultasikan kepada dokter nefrologis untuk memastikan fungsi ginjal pasien. Hubungan yang dekat antara farmasis dan pasien memungkinkan pasien mengikuti rekomendasi yang diberikan kepada pasien. Pada tahap pencegahan GGK beberapa bukti klinis menunjukkan kolaborasi dokter layanan primer dengan farmasis memperbaiki pengendalian TD dibandingkan dengan dokter yang bekerja tanpa rekan farmasis. Peran farmasis utama adalah rekomendasi intensifikasi terapi dan memperbaiki ketaatan pasien. Farmasis dapat merekomendasikan pasien DM dengan/ tanpa hipertensi yang menunjukkan tanda mikroalbuminuria untuk mendapatkan golongan ACEI atau ARB, walaupun pasien sudah mendapatkan terapi insulin intensif. Pemberian golongan ACEI dan ARB harus mencapai dosis yang dapat menekan secara maksimal ekskresi albumin urin untuk memperlambat perkembangan GGK. Pemberian golongan obat tersebut perlu disertai monitoring kadar kalium dan meminimalkan asupan kalium. PERANAN FARMASIS DALAM PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN OBAT

Ginjal merupakan organ vital dalam proses eliminasi, dalam kondisi GGK kemampuan eliminasi berkurang secara drastis. Pemahaman farmakokinetika seorang farmasis akan mempermudah usahanya dalam pemilihan obat. Jika dua obat dengan indikasi dan efektivitas yang hampir sama pada pasien GGK, farmasis dapat membantu pemilihan obat berdasarkan rute eliminasinya dengan menghindari yang ekstensif eliminasi di ginjal atau alternatif lain dengan mengurangi dosis atau frekuensi pemberian. Eliminasi obat melalui ginjal memerlukan penyesuaian dosis. Beberapa penelitian farmasi klinik menemukan sejumlah besar obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis tidak dilakukan penyesuaian (pengurangan) dosis pada pasien GGK. Pasien GGK menggunakan banyak sekali jenis obat, yang kadang-kadang tidak ditanggung atau dibayar sebagian saja oleh asuransi. Biaya obat yang mahal menimbulkan permasalahan pembiayaan terapi pasien. Dalam hal ini, farmasis dapat memberikan konseling untuk solusi obat yang sejenis dengan harga obat yang terjangkau pasien. Farmasis juga dapat memberikan informasi kepada pasien dalam menggunakan peresepan obat-obat GGK yang umumnya banyak sekali jenis dan jumlahnya, misalnya pemisahan waktu minum obat satu dengan yang lain, waktu minum obat, aturan sebelum atau sesudah makan. STRATEGI UNTUK KOLABORASI Sesuai dengan panduan WHOFIP , pendidikan kefarmasian harus menghasilkan luaran sebagai berikut: kemampuan melakukan layanan kefarmasian yang berpusat pada pasien (patient-centred care) dan layanan berpusat pada populasi (population-centred care); sistem manajemen sumber daya (human, medical, informational and technological) dan sistem penggunaan obat; kesehatan publik untuk menjamin efektivitas, kualitas kesehatan, pencegahan, dan pengembangan kebijakan publik. Perubahan pendidikan tidak hanya pada perubahan kurikulum secara ekstensif tetapi juga pada komitmen untuk menghasilkan farmasis berkualitas.(8) Ilmu farmasis sangat luas, penguasaan ilmu kefarmasian secara untuk keseluruhan

ilmu klinis relatif sulit, farmasis harus menjadi professional yang siap latih di tempat kerja. Keterbukaan antar anggota tim kesehatan sangat penting untuk komunikasi dan kolaborasi. Seorang farmasis baru dapat terlibat dalam keterbukaan dan diskusi antar tim kesehatan bila ia memiliki keterampilan berkomunikasi dengan terminologi medis dan pengetahuan kefarmasian yang memadai untuk dibagikan kepada anggota tim lainnya. Penggunaan terminologi medis bersifat wajib, karena tenaga profesional kesehatan saling komunikasi menggunakan istilah yang tepat benar. Secara khusus farmasis (klinis) dapat membagikan pengetahuan obat terutama terkait dengan farmakoterapi (dosis, ADR, DI), evidence based medicine, farmakoekonomi, dan farmakokinetika. Selain itu mahasiswa di masa kuliah perlu memperkaya kemampuan berkomunikasi, berinteraksi sedini mungkin dengan sesama mahasiswa kesehatan lainnya, dan terlibat dalam layanan kefarmasian sedini mungkin. Farmasis sebagai bagian dari tim tenaga kesehatan mempunyai peran penting dalam kasus gagal ginjal kronis (GGK). Kolaborasi farmasis dalam tim kesehatan untuk mendukung pengendalian diabetes dan/atau hipertensi yang lebih optimal yang selanjutnya dapat mencegah dan menghambat laju perkembangan GGK. Peran farmasis terutama dalam hal konseling terapi yang intensif untuk memaksimalkan ketaatan dan meminimalkan clinical inertia dengan harapan mencapai target terapi sesuai standar. Farmasis perlu menyiapkan diri untuk melakukan kolaborasi sejak masa kuliah dan membangun kesiapan mental untuk berkolaborasi. Kolaborasi bertujuan untuk layangan dan kepentingan pasien yang lebih optimal. Selain kompetensi masing-masing profesional kesehatan diperlukan keterbukaan untuk berkomunikasi dan kolaborasi multidisipliner. >> Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma/ ritasuhadi@usd.ac.id

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

49


TOPIK KHUSUS Seorang pasien komplain ke dokter spesialis syaraf karena diberi obat epilepsi, padahal dia tidak merasa menderita epilepsi. Usut punya usut, ternyata ketika dia menebus obat di apotek, apotekernya menjelaskan bahwa obat tersebut adalah obat anti kejang. Setelah dikonfirmasi lagi, ternyata dokter memang meresepkan gabapentin untuk pasien tersebut, tetapi bukan sebagai anti kejang, namun sebagai analgesik untuk nyeri neuropatik. Seorang Apoteker lain menilai telah terjadi drug-related problem, ketika menjumpai bahwa pasien yang kadar gula darahnya normal dan tidak ada riwayat diabetes mendapatkan obat metformin. Padahal metformin dalam kasus pasien tersebut ditujukan untuk terapi polycystic ovarian syndrome (PCOS) yang dideritanya.

Oleh : Prof. Dr. Zullies Ikawati. *

H

al-hal semacam ini mungkin terjadi jika Apoteker tidak mengetahui adanya penggunaan obat off-label. Sebuah Seminar yang membahas tentang Penggunaan Obat secara Off-label yang diselenggarakan oleh Pusat Informasi Obat Gadjah Mada (PIOGAMA) pada bulan November 2014 yang lalu mengindikasikan bahwa banyak sejawat apoteker atau calon apoteker yang tidak mengetahui fenomena penggunaan obat off-label. Salah satu yang ditanya menyatakan bahwa penggunaan obat off-label adalah penggunaan obat yang tidak ada labelnya. Memprihatinkan bukan? Penggunaan obat seperti di atas adalah contoh-contoh penggunaan off-label. Penggunaan obat off-label merupakan fenomena yang cukup banyak dijumpai. Sebuah studi di Jerman misalnya, melaporkan bahwa penggunaan obat secara off-label pada anak-anak dan dewasa mencapai 40,2% dari penggunaan obat (Knopf, et al, 2013). Begitu pula dari tempattempat lain, penggunaan off-label berkisar dari 21 – 47 %. Penggunaan

50

Penggunaan Obat O Tantangan untuk A off-label bukanlah suatu hal yang ilegal, tetapi perlu mendapat perhatian, karena berisiko terhadap adanya bahaya pada pasien, terutama jika tidak didukung oleh clinical evidence yang memadai. Apoteker sangat perlu mengetahuinya agar bisa memberikan informasi yang tepat kepada pasien, atau bahkan menjadi tempat bertanya bagi sejawat tenaga kesehatan lain mengingat kompetensi apoteker untuk menyediakan informasi obat. Apa pengertian penggunaan obat Off-label ? Penggunaan obat off-label adalah penggunaan obat di luar indikasi yang disetujui oleh lembaga yang berwenang, yaitu misalnya Badan POM di Indonesia atau Food and Drug Administration (FDA) di

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Amerika. Obat yang dimaksud di sini adalah obat yang sudah terdaftar dan beredar di pasaran, bukan obat yang sedang dalam penelitian. Dan yang dimaksud label di sini adalah package insert yang berisi summary of product characteristic yang selalu menyertai setiap obat. Dalam label tersebut akan tertulis indikasi obat tersebut beserta aneka informasi lainnya. Indikasi yang tertulis dalam label tersebut diperoleh dari uji klinik yang khusus untuk menguji obat tersebut, dan suatu industri farmasi dapat mengajukan persetujuan dari FDA atau badan berwenang di masing-masing negara sebelum memasarkannya kepada masyarakat. Bisa terjadi, suatu obat sudah memiliki bukti-bukti klinis untuk indikasi tertentu, tetapi tidak


TOPIK KHUSUS dikatakan juga sebagai penggunaan obat off-label. Sebagai contoh, pernah dijumpai peresepan kaptopril tablet yang diminta untuk digerus untuk pemakaian secara sublingual.

at Off-label: k Apoteker dimintakan approval oleh produsennya kepada lembaga berwenang karena berbagai alasan. Salah satu yang sering menjadi alasan adalah biaya yang besar untuk suatu uji klinik dan proses approval, apalagi untuk suatu indikasi baru dari obat yang sudah terdaftar dan beredar. Sehingga kerap terjadi perluasan indikasi tersebut tidak dimintakan persetujuan, toh obatnya sudah beredar di pasaran Selain terhadap indikasi, penggunaan off-label juga sebenarnya bisa terjadi terhadap beberapa parameter lain, yaitu dosis, sub populasi pengguna, cara pemberian, dll. Dengan definisi yang lebih ketat, maka penggunaan obat untuk suatu indikasi yang sudah sesuai label, tetapi jika digunakan dengan rute pemberian yang tidak sesuai, dapat

Mengapa obat digunakan secara off-label? Satu macam obat dapat memiliki lebih dari satu macam indikasi atau tujuan penggunaan obat. Jika ada lebih dari satu indikasi, maka semua indikasi tersebut harus diujikan secara klinik dan dimintakan persetujuan pada FDA atau lembaga berwenang lain di setiap negara. Suatu uji klinik yang umumnya berbiaya besar itu biasanya ditujukan hanya untuk satu macam indikasi pada keadaan penyakit tertentu pula. Selain itu, uji klinik jarang sekali menggunakan pasien dengan kondisi khusus seperti anak-anak, ibu hamil menyusui, pasien lanjut usia, dll, karena alasan etika. Karena itu, jika dokter meresepkan obat-obat untuk indikasiindikasi yang belum disetujui oleh badan berwenang, atau digunakan pada populasi khusus yang tidak tercakup dalam uji kliniknya, maka itu termasuk penggunaan obat offlabel. Seperlima dari semua obat yang diresepkan di Amerika adalah bersifat off-label. Dan pada obat-obat untuk gangguan psikiatrik, penggunaan obat off-label meningkat sampai 31%. Contohnya risperidon, yang diindikasikan sebagai obat antipsikotik untuk pengobatan penyakit skizoprenia/sakit jiwa, banyak digunakan untuk mengatasi gangguan hiperaktivitas dan gangguan pemusatan perhatian pada anak-anak walaupun belum ada persetujuan dari FDA untuk indikasi tersebut. Selain itu, uji klinik biasanya tidak dilakukan terhadap anak-anak, sehingga diduga 50-75% dari semua obat yang diresepkan oleh dokter anak di AS adalah berupa penggunaan

off-label, karena memang indikasinya untuk penggunaan pada anak-anak belum mendapat persetujuan FDA. Mengapa dokter meresepkan obat off-label? Ada beberapa kemungkinan alasan dokter meresepkan obat secara off-label. Yang pertama, bisa jadi obat-obat yang tersedia untuk indikasi yang dimaksudkan tidak memberikan efek yang diinginkan, sehingga dokter mencoba obat yang belum disetujui indikasinya. Beberapa alasannya antara lain adalah adanya dugaan bahwa obat dari golongan yang sama memiliki efek yang sama (walaupun belum disetujui indikasinya), penggunaan obat bisa diperluas untuk penyakit lain yang lebih ringan dari indikasi yang disetujui, atau obat dapat diperluas penggunaannya untuk penyakit tertentu yang kondisinya masih mirip (misalnya montelukast untuk asma digunakan untuk Penyakit paru obstruksi kronis), dll. Yang kedua, kondisi pasien merupakan kondisi khusus atau pasien mnderita penyakit yang jarang, sehingga masih sedikit obat-obat on-label yang tersedia karena masih sedikit uji klinik yang menggunakan pasien dengan kondisi khusus tersebut. Penggunaan obat off-label semacam itu banyak dijumpai pada pengobatan kanker. Sebuah studi tahun 1991 menemukan bahwa sepertiga dari semua pemberian obat untuk pasien kanker adalah off-label, dan lebih dari setengah pasien kanker menerima sedikitnya satu obat dengan indikasi off-label. Sebuah survei pada tahun 1997 terhadap sebanyak 200 dokter kanker oleh American Enterprise Institute dan American Cancer Society menemukan bahwa 60% dari mereka meresepkan obat off-label. Hal ini karena umumnya uji klinik untuk obat kanker dilakukan pada satu jenis kanker tertentu, sehingga indikasi yang Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

51


TOPIK KHUSUS disetujui adalah hanya untuk jenis kanker tertentu. Tetapi kenyataannya, dokter sering mencoba obat kanker tersebut untuk jenis kanker yang lain yang belum disetujui penggunaannya. Maka ini termasuk juga penggunaan obat off-label. Sebuah studi di India mengenai penggunaan obat off-label pada pengobatan kanker menjumpai bahwa sebagian obat kanker digunakan secara off-label, seperti paclitaxel yang disetujui untuk terapi kanker ovarium dan payudara, digunakan pula untuk berbagai kanker lain seperti paru-paru, lambung, nasofaring, dll (Gota dan Patial, 2011). Apa saja contoh penggunaan obat off-label ? Penggunaan obat off-label sendiri ada dua jenis. Yang pertama, obat disetujui untuk mengobati penyakit tertentu, tapi kemudian digunakan untuk penyakit yang sama sekali berbeda. Misalnya amitriptilin yang disetujui sebagai anti depresi, digunakan untuk mengatasi nyeri neuropatik. Yang kedua, obat

No Nama Obat

disetujui untuk pengobatan penyakit tertentu, namun kemudian diresepkan untuk keadaan yang masih terkait, tetapi di luar spesifikasi yang disetujui. Contohnya adalah Viagra (sildenafil), yang diindikasikan untuk mengatasi disfungsi ereksi pada pria, tetapi digunakan untuk mengatasi gangguan seksual pada wanita. Contoh-contoh lain tersaji dalam tabel berikut:. Dan masih banyak lagi, yang mungkin pada satu negara dengan negara lain terdapat jenis-jenis penggunaan obat off-label yang berbeda. Beberapa golongan obat populer yang sering dipakai off-label antara lain adalah obat-obat jantung, antidepresan, antikonvulsan, anti asma, anti alergi, dll. Yang perlu diperhatikan, suatu obat yang semula digunakan off-label, bisa jadi suatu saat akan didaftarkan oleh produsennya untuk mendapatkan persetujuan indikasi baru, dengan demikian ia menjadi on-label. Sebagai contoh, semula Viagra (berisi sildenafil 50 mg) digunakan secara off-label untuk pengatasan hipertensi paru, namun belakangan produsennya, yaitu Pfizer,

Penggunaan on-label

1 Siproheptadin Antihistamin, anti alergi 2 Ketotifen Antihistamin, anti alergi 3. Pizotifen migrain Metformin Diabetes melitus type 2 4. Misoprostol Sitoprotektif lambung antidepresan 5. Amitriptilin antikonvulsan 6. Gabapentin 7. Metoklopramid Anti emetik 8. Celecoxib Antiinflaamasi Antidepresan gol SSRI 9. Sertralin 52

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

mendaftarkannya dengan indikasi baru dan nama baru, yaitu Revatio, yang berisi sildenafil 20 mg. Apa risiko meresepkan obat offlabel? Peresepan obat off-label bukanlah peresepan ilegal, karena memang tidak ada aturan yang mengatur peresepan tersebut. Adalah hak dan otoritas dokter untuk meresepkan suatu obat. Tentu diharapkan seorang dokter meresepkan suatu obat memiliki dasar yang kuat berupa clinical evidence. Penggunaan obat secara off-label yang masih didukung oleh bukti klinis relatif maih bisa dipertanggungjawabkan efikasi dan keamanannya. Masalahnya, masih banyak dijumpai penggunaan obat off-label yang tidak didukung bukti klinis yang yang memadai terhadap efikasi dan keamanannya. Pada sebuah studi tahun 2006 mengenai penggunaan obat off-label, peneliti Randall Stafford dkk melaporkan bahwa penggunaan obat off-label mencapai 21% dari peresepan, dan 73% dari penggunaan

Penggunaan off-label Pemicu nafsu makan Pemicu nafsu makan Pemicu nafsu makan Polycystic ovarian syndrome (PCOS), penurun berat badan Induksi kelahiran Nyeri neuropatik, profilaksis migrain Nyeri neuropatik, profilaksis migrain Pelancar produksi ASI Preventif kanker Terapi ejakulasi dini pada pria


TOPIK KHUSUS

obat off-label tidak didukung bukti klinis/ilmiah yang kuat (Radley, et al, 2006). Dalam kondisi seperti ini, penggunaan obat off-label menjadi berisiko terhadap keselamatan pasien, dan rentan terhadap tuntutan di pengadilan jika terdapat hal-hal yang tidak diinginkan terkait dengan penggunaan obatnya. Karena obat digunakan di luar indikasi yang tertulis dalam label obat, maka jika ada efek yang tidak diinginkan, produsen tidak bertanggung-jawab terhadap kejadian tersebut. Dan jika terdapat penggunaan obat off-label yang tidak benar, maka tentu akan meningkatkan biaya kesehatan. Lebih rugi lagi adalah bahwa obat-obat yang diresepkan

secara off-label umumnya tidak dijamin oleh asuransi, sehingga pasien harus membayar sendiri obat yang belum terjamin efikasi dan keamanannya. Penutup : Apa pentingnya Apoteker mengetahui ini? Bagi sejawat apoteker, pengetahuan tentang obat-obat offlabel sangat penting untuk memahami pengobatan seorang pasien. Jika dijumpai suatu obat yang nampaknya tidak sesuai indikasi, sebaiknya tidak serta merta menyatakan bahwa pengobatan tidak rasional, karena bisa jadi ada bukti-bukti klinis baru mengenai penggunaan obat tersebut yang belum dimintakan persetujuan

dan masih dalam tahap investigational. Sebuah peraturan di Belanda mengenai peresepan obat off-label bahkan menyatakan bahwa peresepan obat di luar indikasi resmi yang tertera dalam label hanya diijinkan jika sudah ada standar atau protokol yang dikembangkan oleh kelompok dokter ahli/spesialis untuk bidang tersebut. Jika protokol belum ada atau masih dalam proses penyiapan, dokter harus berkonsultasi dengan apoteker (Hekster, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa Apoteker justru merupakan pemegang peran penting dalam memberi informasi kepada dokter mengenai suatu obat beserta indikasi dan efek-efeknya, termasuk obat off-label, apakah cukup bukti ilmiah untuk mendukung penggunaannya pada suatu kondisi tertentu. Namun demikian, bagaimanapun peresepan obat merupakan otoritas sejawat dokter, apakah akan menggunakan off-label atau onlabel. Untuk itu, apoteker perlu memperluas wawasan dan selalu meng-update pengetahuan mengenai obat-obat baru maupun buktibukti klinis baru yang sangat cepat perkembangannya. Jika Apoteker tahu bahwa obat yang disiapkannya dari resep dokter adalah off-label, Drs. Ahaditomo, MS, Apt dalam Seminar tentang Pengobatan offlabel tersebut menyarankan perlunya dilakukan rekonfirmasi dengan dokter bahwa obat yang diresepkan adalah off-label, sehingga Apoteker dapat menyiapkan obat tersebut tanpa harus bertanggung-jawab terhadap risiko yang ditimbulkan oleh pemakaian obat tersebut. Selain itu, sampaikan informasi dengan bijak kepada pasien, agar pasien tidak bingung dengan tujuan obat yang digunakannya dan efek terapi apa yang diharapkan. • Prof. Dr. Zullies Ikawati. *

Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta/ Pengurus PP IAI bidang Humas dan Komunikasi

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

53


info Teh hijau yang berasal dari tanaman Camellia sinensis menjadi salah satu minuman yang dikonsumsi secara luas di dunia, terutama di Asia. Manfaat teh hijau bagi kesehatan diduga erat kaitannya dengan kandungan catechin yang terdapat di dalamnya. Oleh : Feby Christina, S.Farm., Apt.

S

ebagai salah satu jenis Flavanol, catechin yang paling sering ditemukan pada ekstrak teh hijau adalah epigallocatechin gallate (EGCG), epigallocatechin, epicatechin gallate, dan epicatechin. Tidak hanya dikenal sebagai antioksidan kuat, catechin juga bermanfaat sebagai antiinflamasi dan antimutagenik dalam berbagai sistem biologis. Beberapa bukti penelitian mengindikasikan bahwa teh hijau dapat mempengaruhi metabolisme gula dan kepekaan insulin, sehingga menimbulkan dugaan manfaat konsumsi teh hijau pada kasus diabetes mellitus. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik dimana penderita tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadi komplikasi lanjut pada organ tubuh. Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta.

54

Gambar 1. Teh Hijau

Manfaat Teh Hijau Pasien DiabetesM Stres oksidatif berperan dalam patogenesis DM Selain tingginya konsentrasi gula dalam darah, rupanya stres oksidatif juga memainkan peran penting dalam patogenesis DM maupun komplikasi yang akan diakibatkannya. Stres oksidatif merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara radikal bebas dan kemampuan antioksidan dalam tubuh untuk mengatasinya. Jay dkk pada tahun 2006 dan Bandeira dkk pada tahun 2013 meneliti mekanisme hiperglikemia yang dapat menimbulkan radikal bebas yaitu reactive oxygen dan nitrogen species (RONS). Meningkatnya RONS yang dihasilkan di mitokondria berkontribusi terhadap pembentukan dan pemeliharaan stres oksidatif, sehingga menyebabkan resistensi insulin dan perubahan pada pembuluh darah, ginjal, saraf, retina dan sel-sel pankreas.

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

Pasien DM tidak hanya mengalami peningkatan kadar RONS, namun juga penurunan kemampuan antioksidan untuk mengatasi radikal bebas. Hal ini diduga akibat menurunnya antioksidan endogen maupun asupan antioksidan dari luar. Berangkat dari pemahaman ini, diharapkan penggunaan antioksidan dapat membantu untuk mengatasi radikal bebas akibat hiperglikemia.

Teh hijau membantu kontrol gula darah pada hewan coba Berbagai penelitian telah dilakukan pada tahun 2006-2008 terkait efek teh hijau pada hewan coba yakni tikus yang mengalami DM. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara signifikan ekstrak teh hijau dapat menurunkan gula darah puasa, HbA1c dan insulin pada tikus. Dua penelitian lain oleh Wu dkk pada tahun 2004 dalam Journal of Agricultural dan Food


info Chemistry dan European Journal of Nutrition menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau meningkatkan kemampuan ambilan glukosa oleh adiposit serta meningkatkan ikatan spesifik antara insulin dan reseptor insulin di jaringan. Selain itu juga meningkatkan kandungan glucose transporter-4 (GLUT4) yakni protein pembawa glukosa dalam adiposit yang diisolasi dari tikus.

Penelitian teh hijau berlanjut pada manusia Melihat hasil penelitian pada hewan coba yang membawa titik terang, teh hijau pun diteliti pada manusia. Suatu meta analisis yang dilakukan oleh Liu dkk yang dipublikasikan tahun 2013

Hijau Bagi esMellitus dalam The American Journal of Clinical Nutrition mengevaluasi efek teh hijau pada kontrol glukosa dan sensitivitas insulin. Penelitian ini melibatkan 17

randomized control trial (RCT). Total jumlah subjek yang terlibat dalam masing-masing penelitian beragam mulai dari 34 sampai 240 orang dewasa. Kandungan catechin dalam teh hijau yang digunakan berada pada rentang 208 – 1207 mg/dosis (nilai median: 457 mg/dosis). Durasi penelitian pun bervariasi mulai dari 2 minggu – 6 bulan (nilai median: 12 minggu). Dari 17 penelitian tersebut, 15 di antaranya melibatkan subjek dengan faktor risiko metabolik, seperti peningkatan konsentrasi gula darah puasa, obesitas dan kelebihan berat badan. Dua penelitian sisanya melibatkan subjek sehat. Empat dari 17 penelitian melibatkan subjek yang telah didiagnosa DM tipe 2.

Teh hijau terbukti menurunkan konsentrasi gula darah puasa dan HbA1C pada manusia Hasil meta analisis ini menunjukkan bahwa teh hijau dapat menurunkan konsentrasi gula darah puasa dan HbA1c secara signifikan. Didapati bahwa gula darah puasa pada kelompok uji turun sebesar 0,09 mmol/L atau 1,62 mg/dl. Sedangkan HbA1c pada kelompok uji turun sebesar 0,30%. Sementara itu, pada analisis subgrup yang menggunakan data yang diambil dari penelitian dengan kualitas tinggi menunjukkan bahwa teh

hijau dapat menurunkan konsentrasi insulin puasa. Penurunan konsentrasi insulin puasa dapat mengindikasikan perbaikan pada sensitivitas insulin. Sayangnya, tidak ada perbedaan hasil yang signifikan terlihat pada parameter gula darah 2 jam post prandial dan HOMA-IR (parameter yang mengukur resistensi insulin) baik pada kelompok uji dan kontrol. Hal ini diduga akibat sangat terbatasnya jumlah penelitian yang tersedia untuk analisis tersebut. Hal yang menarik lainnya yaitu didapati bahwa teh hijau dapat menurunkan konsentrasi gula darah puasa secara signifikan hanya pada subjek yang disertai dengan risiko sindrom metabolik, namun penurunan tersebut tidak didapati pada subjek sehat. Selain itu, penurunan konsentrasi gula darah puasa juga hanya terjadi pada subjek yang mengonsumsi teh hijau dengan kadar catechin >457 mg/dosis. Hasil yang didapatkan ini juga senada dengan meta analisis lainnya oleh Jing dkk yang dipublikasikan pada tahun 2009 dalam Journal of General Internal Medicine. Jumlah partisipan yang dilibatkan yaitu 324.141 dengan 11.400 kasus DM tipe 2. Penelitian ini mengindikasikan bahwa pasien yang minum teh hijau ≼4 cangkir/ hari memiliki risiko DM tipe 2 lebih rendah 20% dibandingkan dengan yang minum kurang dari itu atau bahkan tidak sama sekali. Sayangnya, hasil analisis meta-regresi yang dilakukan tidak menunjukkan hubungan dosisrespons yang signifikan antara teh hijau dan konsentrasi gula darah puasa maupun insulin, sehingga sulit untuk menentukan dosis optimal yang tepat dalam rangka meningkatkan kesehatan pasien DM. Oleh karena itu, masih diperlukan tambahan RCT dengan durasi yang lebih panjang dan kualitas tinggi yang didesain khusus untuk mengevaluasi efek teh hijau pada kontrol glukosa serta sensitivitas insulin dalam rangka menguji dan mengonfirmasi temuan ini. n

<<< Gambar 2. Hubungan antara hiperglikemia, RONS, dan resistensi insulin

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

55


KOLOM

Kasus tertukarnya label ampul anestesi lokal dengan ampul obat anti pembekuan darah produk salah satu pabrik obat pada sebuah RS swasta di Jakarta pada Februari 2015 lalu membuat peran dan tanggung jawab farmasis dalam pelayanan kesehatan semakin penting.

Oleh : Dr. Mahdi Jufri MSi

F

ungsi dan tugas apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian sudah dijelaskan dan diatur dalam SK Menkes 889 tahun 2011 . SK Menkes ini mengatur tentang peranan dan tanggung jawab profesi apoteker baik di fasilitas pelayanan seperti apotik dan rumah sakit maupun di fasilitas produksi dan distribusi. Peraturan ini mengatur tentang fungsi dan tugas apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian yaitu dalam hal pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, serta pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,bahan obat dan obat tradisional. Ketentuan tentang peraturan ini berhasil ditelurkan berkat kerja keras dan dedikasi para apoteker yang tergabung dalam ikatan Sarjana farmasi Indonesia (ISFI) dan kini berganti nama menjadi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) sejak 2009 . Sebagai tindak lanjut dari Permenkes ini, para apoteker yang

56

Tantangan Profesi Apo te Masyarakat Ekonomi A SE

Kembalinya saudara kandung pr ofe tergabung dalam KFN (Komite Farmasi Nasional) dengan segera menerbitkan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) yaitu bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kesehatan melalui KFN kepada apoteker yang telah melakukan registrasi tenaga kesehatan. Selain itu juga juga seorang apoteker harus memiliki kompetensi profesi berupa sertifikat kompetensi yang berguna sebagai tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/ praktek profesinya di seluruh Indonesia setelah dinyatakan lulus uji kompetensi. Pemerintah member kewenangan kepada KFN untuk membuat pedoman penyelenggaraan uji

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

kompetensi.Sementara pelaksanaan uji kompetensi itu sendiri dilakukan oleh organisasi profesi (IAI).Organisasi profesi (IAI) berperan dalam menilai besarnya pembobotan Satuan Kredit Profesi (SKP) yang dilakukan suatu organisasi profesi di bawah naungan IAI yang mengikuti kegiatan ilmiah baik berupa kongres, simposium, seminar maupun workshop yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi seorang apoteker. Untuk dapat melaksanakan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian baik di rumah sakit, puskesmas, klinik serta apotik seorang apoteker juga harus mengantongi Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) yaitu surat izin


KOLOM

yang diberikan kepada apoteker penanggungjawab dan apoteker pendamping agar dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian tersebut.

Komite ini belumlah mengatur bagaimana para apoteker dapat eksis dan survive dalam menjalankan profesi sesuai dengan Permenkes 899 itu. Komite farmasi nasional (KFN) sejatinya membuat kebijakan yang melindungi para apoteker terhadap tekanan pemilik modal yang kini dimiliki pemodal raksasa swasta asing yang bergerak dalam fasilitas pelayanan kesehatan tersebut baik berupa RS International dan juga berbagai apotik jaringan Internasional (Chain Pharmacy) maupun pemodal swasta dalam negeri yang kini mulai tumbuh bak cendawan di berbagai propinsi di Indonesia. Munculnya fenomena ini adalah adalah hal yang tak dapat dielakkan karena merupakan konsekuensi mulai berlakunya perjanjian perdagangan dan jasa yang bebas di bawah perjanjian MEA yang khusus mulai berlaku untuk apoteker pada tahun 2017 nanti. Dengan adanya dampak globalisasi ini sejatinya KFN perlu membentuk suatu satuan tugas untuk meningkatkan mutu dan sekaligus melindungi hak dan nasib para apoteker bangsa Indonesia agar dapat sejajar bersaing dalam melakukan praktek pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan standard dan aturan WHO (WHO guide for pharmaceutical care ).

Namun seiring berjalannya waktu, sejak ditelurkannya ide melakukan uji kompetensi apoteker sejak 2007 lalu, peran dan fungsi apoteker di pelayanan farmasi belumlah terlalu nyata. Peraturan ini lebih mengutamakan kewajiban para apoteker di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan misi pelayanan farmasi (pharmaceutical care) WHO yang didengungkan sejak awal tahun 1990an.Sayangnya, hak dan nasib para apoteker di fasilitas kesehatan tersebut belum ditata dengan baik.

Kita bisa lihat bagaimana praktek irrational drug use (penggunaan obat tidak rasional) atau overprescribing (pemberian obat berlebihan) di fasilitas RS dan klinik kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta asing dan dalam negeri yang merajalela dengan leluasa tanpa ada aturan dan sanksi yang jelas. Kita tahu bahwa ada risiko bahaya efek samping dan interaksi obat yang serius bila terus dibiarkannya praktek-praktek semacam ini, lalu siapa yang dirugikan baik dari segi

po teker di Era i A SEAN:

g pr ofesi kesehatan

kesehatan maupun biaya kesehatan?. Tentulah masyarakat awam yang akan dirugikan. Mereka tidak paham akan semua itu. Masyarakat menyerahkan kepercayaan tersebut kepada para profesi kesehatan tersebut agar memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan s tandar profesi dan aturan yang di susun berdasarkan kompetensi agar kesehatan masyarakat dapat terjaga baik dari segi standar profesi maupun biaya yang terjangkau masyarakat luas terutama bagi kalangan berpenghasilan rendah. Kita patut bersyukur bahwa mulai tahun ajaran 2012 yang lalu telah diberlakukan kurikulum baru di rumpun Fakultas fakultas kesehatan (Kedokteran, Gigi, Farmasi Kesehatan masyarakat dan Keperawatan) dimana kurikulumnya di susun berdasarkan kompetensi bahwa pasien perlu ditinjau secara holistik. Kita juga berharap dengan sedang di bangunnya RS pendidikan yang baru di Universitas Indonesia, Depok, diharaplan akan menghasilkan profesi kesehatan yang berkualitas lebih baik demi melayani kesehatan masyarakat Indonesia sesuai tuntutan standar internasional (WHO). Karena dengan terbentuknya rumah sakit pendidikan tersebut para mahasiswa baru calon profesi kesehatan sejak awal sudah saling mengenal teman teman mereka bahwa mereka adalah satu team work dalam menjalankan profesi untuk melayani kesehatan masyarakat Indonesia.Profesi apoteker ini ibarat saudara kandung kesehatan yang selama ini menghilang. Kita berharap peran para profesi kesehatan (apoteker) dapat eksis di masyarakat. Semoga.n Dr. Mahdi Jufri MSi DekanFakultasFarmasi Universitas Indonesia, Depok

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

57


kolom

MEMBANGUN BUDAYA APOTEKER BERTANGGUNG JAWAB

A

poteker Indonesia belum akan berubah menjadi professional sepanjang kepribadian setiap apoteker belum berubah secara nyata. (1) Perubahan ini sulit, karena perilaku turun temurun memahami peraturan pemerintah Nomor 26/1965 dan melalaikan tanggung jawab sehingga melahirkan budaya apoteker dengan kepribadian pragmatis, melihat hasil dengan cara praktis bukan upaya sebagai suatu proses. (2) Kepribadian pragmatis timbul karena lambatnya perubahan kearah lebih baik dibangun oleh organisasi (3) Sensitifitas Pemerintah untuk memperbaiki nasib apoteker melalui peraturan berjalan sangat lambat (4) Peraturan Organisasi (IAI) yang merujuk kepada peraturan pemerintah, mampu mengarahkan dan memperbaiki kepribadian, menuju budaya apoteker bertanggung jawab Perubahan Kepribadian Sebagai Konsep Menjadikan budaya sebagai simbol kemajuan berarti membangun pemikiran menuju perubahan kepribadian. Tidak ada jalan pintas untuk mengganti kepribadian pragmatis dengan kepribadian idealis, yang ada menata kembali kepribadian pragmatis menjadi kepribadian idealis. Dinamika Peraturan Pemerintah Membicarakan masalah apoteker maka tidak akan lepas membicarakan historis panjang Peraturan Pemerintah

58

Oleh: Iskani * yang mengatur kefarmasian yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 dimana masingmasing peraturan ini mempunyai dinamika sendiri-sendiri, disisi lain perubahan satu peraturan dengan lainnya memerlukan waktu lama, perubahan PP 25/1965 ke PP 26/1980 memerlukan waktu 15 tahun dan perubahan PP 25/1980 ke PP 51/2009 memerlukan waktu 29 tahun, PP 51/2009 telah berjalan 5 tahun, total 49 tahun Pengertian Apotik menurut PP 26 Tahun 1965, Pasal 1, Apotik adalah suatu tempat tertentu dimana dilakukan usaha-usaha dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian, pasal 4, Pertanggungan jawab teknis terletak kepada seorang apoteker, jadi pada PP 26/1965 apoteker bertindak sebagai penanggung jawab teknis dan apotik merupakan tempat bisnis Pengertian Apotik menurut PP 25 Tahun 1980, Pasal 1, Apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat; pasal 2, tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, melaksanakan peracikan, pencampuran dan penyerahan obat, jadi apoteker tetap bertindak sebagai penanggung jawab teknis dan belum melakukan interaksi dengan pasien Dari kedua Peraturan Pemerintah diatas, apoteker berada dalam keadaan pasif bekerja dalam ruang tidak berhadapan dengan pasien (drug oriented) dan apotek lebih didominasi pengusaha yang berperan aktif dengan tujuan bisnis, disinilah mulai apoteker terjebak dan dililit oleh intervensi kekuatan pengusaha yang semakin lama semakin kuat dan apoteker menjadi sebagai pelengkap, tidak berdaya untuk

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

tampil lebih dominan di apotik karena kalah bersaing dengan pengusaha apotik yang lebih terampil walaupun hanya mengenyam pendidikan dasar, sebagai akibat apoteker tersingkir dari perannya. Kondisi ini telah berjalan selama sekitar 40 tahun, waktu yang lama tersebut sudah cukup untuk merubah kepribadian luhur menjadi budaya apoteker yang tergerus idealismenya, yang lebih parah lagi apoteker sudah hampir-hampir tidak perduli lagi dengan profesinya Kepribadian pragmatis inilah yang dirisaukan oleh tokoh organisasi IAI dan berupaya mengangkat kembali apoteker dari fase ketidak-pedulian ke fase bertanggung jawab karena posisi apoteker sudah tidak sesuai dengan kondisi pelayanan langsung oleh apoteker, sehingga, banyak konsep pemikiran maupun jorgan-jorgan seperti No Pharmacist No Services, TATAP (Tanpa Apoteker Tanpa Pelayanan), Pemurnian Profesi Apoteker, Tanpa Pelayan Tidak Ada Pelayanan, Reposisi Apoteker, Menuju Apoteker Praktik Perorangan, terlihat para tokoh organisasi berupaya keras menyampaikan konsep pemikiran demi mengangkat harkat, wibawa dan citra apoteker, tetapi belum terlihat satupun dari konsep-konsep pemikiran tersebut terlaksana, mungkin disebabkan konsep pemikiran tersebut belum direspon baik oleh para apoteker yang lebih mengedepankan pragmatis atau kebingungan tidak tahu apa yang harus dikerjakan atau terganjal dengan Peraturan pemerinah yang belum tersedia sebagai pedoman konsep pemikiran ini Bila melihat para tokoh organisasi menyampaikan konsep pemikiran untuk membangun profesi ini dengan format masa kini, maka berbeda pemikiran para apoteker yang lebih mengedepankan konsep hasil kerja atau “out come“ “Bagaimana mendapatkan jasa lebih baik sebagai apoteker� disini terlihat dua konsep pemikiran yang saling bertolak belakang, satu sisi membicarakan konsep pembangunan, sisi lain membicarakan


kolom penghasilan. Kondisi ini adalah kondisi wajar karena jasa profesi apoteker ada yang dibawah UMR (Upah Minimum Regional) Perbaikan kepribadian tentu tidak saja dilakoni oleh organisasi namun tidak terlepas peran serta apoteker yang harus melihat, memahami sejarah perjalanan kefarmasian Indonesia, bahwa budaya apoteker sekarang ini adalah budaya masa lalu yang belum siap melakukan perubahan. Salah satu konsep sederhana yang disampaikan oleh Bapak H. Soekaryo , Ketua Majelis Pertimbangan Etika Apoteker Indonesia PP ISFI, “Kepribadian adalah kunci keberhasilan, kegagalan apoteker karena apoteker tidak pernah hadir dan berbuat sesuatu di tempat kerjanya”, dengan kata singkat tersebut dapatlah diuraikan bahwa harus ada upaya menata ulang kepribadian apoteker sebagai langkah awal untuk membentuk budaya apoteker yang siap menyesuaikan dengan kondisi perubahan , dengan tool, peraturan organisasi, dapat memberikan konsekuen logis bila tidak dilaksanakan, mengikat apoteker untuk hadir dan berbuat sesuatu di apotek sesuai dengan ketentuan praktik kefarmasian dan sertifikasi. Peraturan Pemerintah Nomor 51/2009 dan Peraturan Organisasi PP 51 Tahun 2009, pasal 1 ayat 13, Apotik adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker, pasal 39 ayat (1) apoteker wajib memiliki STRA kemudian pasal 52 ayat (1) apoteker wajib memiliki SIPA, sudah selaras dengan kebijakan Pengurus Pusat IAI menerbitkan Peraturan Organisasi SK PP IAI Nomor : PO. 005/ PP.IAI /1418 / VII/2014 Tentang Papan Nama Praktik Apoteker dimana pada Papan Praktik tertulis, Praktik Apoteker, nomor STRA, SIPA, Jam dan hari praktik serta nama dan alamat apotek yang memperkuat pasal 39 dan pasal 52. Inilah salah satu bentuk upaya nyata, membuka jalan perubahan kepribadian Keselarasan PO. 005/ PP.IAI /1418 / VII/2014 akan memperkuat pelaksanaan sertifikasi pengumpulan 150 SKP bagi setiap apoteker karena pemasangan papan praktik harus dijadikan awal penghitungan pengumpulan nilai SKP 5

tahun ke depan. Mulai tahun 2015 SKPA tidak dilaksanakan lagi, dalam kondisi seperti ini tidak ada pilihan lain bagi apoteker yaitu harus hadir di apotek, karena pada akhir 5 tahun kedepan bagi apoteker yang masih tetap ingin bertindak sebagai Apoteker Penanggung Jawab wajib melaksanakan ketentuan sertifikasi Resiko atau Konsekuensi Logis tidak boleh praktik pada akhir tahun ke 5, merupakan sanksi tegas, bila tidak melaksanakan ketentuan sertifikasi. Konsekuensi ini menyebabkan apoteker tidak mempunyai pilihan, harus hadir di apotek dengan memasang papan praktik sebagai bentuk komitmen. Komitmen ini harus menjadi momentum strategis organisasi untuk mendorong semangat membangun budaya apoteker bertanggung jawab. Peraturan dan Sanksi Membangun budaya apoteker bertanggung jawab, tidak akan berhasil bila menggunakan peraturan tanpa sanksi, karena peraturan yang ada saat ini lebih terfokus kepada ketertiban dan petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan profesi sedangkan sanksi terhadap tidak melaksanakan dan melanggar ketentuan pasal-pasal dalam peraturan tidak dikenakan sanksi, hal ini sejalan dengan pemikiran, Bapak Dani Pratomo, Ketua Umum 2010 – 2013, yang disampaikan dalam pertemuan IAI bersama Dirjen Binfar Alkes, APTFI, KFN di Garden Permata Hotel Bandung, bahwa “Suatu peraturan tanpa sanksi, peraturan tersebut tidak akan berjalan” Peraturan Organisasi Karena peraturan pemerintah untuk membangun budaya apoteker, mungkin tidak ada, maka pilihan lain adalah Peraturan Organisasi harus mengisi kekosongan ini yang berorientasi kepada perubahan kepribadian, Peraturan Organisasi sudah cukup kuat, terbukti dapat dilaksanakan, asal semua ketua organisasi mempunyai komitmen yang sama untuk melaksanakannya Metoda PICA Pembangunan budaya apoteker harus dimulai oleh budaya organisasi yaitu berorientasi kepada “pelaksanaan/ AKSI”. Untuk dapat melihat gambaran

dan tindakan yang dilakukan maka Metoda PICA, Problem, Identification, Correction, Action. akan memperjelas sebagai berikut : 1. Problem adalah apoteker termasuk para ketua organisasi, termasuk apoteker di pemerintahan yang masih aktif bertindak sebagai Apoteker Penanggung Jawab, belum mau sepenuhnya hadir di apotik, 2. Identification adalah (a) apoteker belum sepenuhnya hadir di apotik karena kurang memiliki tanggung jawab profesi sebagai apoteker, (b) masih ada rasa kuatir apoteker tidak dapat praktik, (c) apoteker mempunyai minat mengumpulkan angka kredit (SKP) 3. Corection adalah (a) mendorong apoteker berupaya mengumpulkan angka kredit maksimal , (b) membuat Peraturan Organisasi sinergis dengan pelaksanaan sertifikasi, 4. Action/AKSI adalah (a) Semua pengurus khususnya para pelaksana kebijakan yaitu para ketua untuk melaksanakan Peraturan Organisasi secara konsekuen. (b) Menjadikan sertifikasi menjadi momentum perubahan kepribadian Jalan Perubahan Sudah Dirintis Membangun budaya organisasi yang berorientasi kepada AKSI bagi para pelaksana kebijakan, pelaksanaan peraturan organisasi terbukti memperlihatkan hasil, ada indikasi apoteker tetap ingin menjadikan profesi apoteker berubah kearah lebih baik sepanjang organisasi dapat melihat kondisi ini sebagai peluang perubahan, sedangkan kegiatan yang terlihat berhasil dalam bentuk AKSI adalah (a) pelaksanaan sertifikasi kompetensi (b) pelaksanaan seminar-seminar dalam upaya mengumpulkan nilai SKP (c) pemasangan papan praktik. Gambaran diatas merupakan bentuk AKSI yang sudah dimulai, dan mulai memperlihatkan harapan, perubahan lebih baik perlu terus diperkuat, bahwa apoteker harus merintis jalan lebih dahulu menuju kearah perubahan kepribadian untuk mencapai sosio-ekonomi lebih baik, optimis terwujud. n *

Drs. Iskani., Apoteker adalah Ketua PD IAI Aceh Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

59


lensa Selama tiga hari, 8-10 April 2015 lalu, Ikatan Apoteker Indonesia kembali berpartisipasi dalam sebuah eksibisi. Kali ini terlibat dalam pameran niaga industri farmasi terkemuka, Convention on Pharmaceutical Ingredient Southeast Asia (CPhI SEA) 2015. Dibuka oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia yang diwakili oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt, PhD. Diselenggarakan keempat kalinya di Indonesia, di Jakarta Internasional Expo – Kemayoran, CPhI SEA merupakan peluang bagi para pelaku industri farmasi dan penyedia bahan baku obat dari seluruh dunia untuk menjangkau pasar Asia Tenggara yang sedang tumbuh pesat.

Resertifikasi, Topik Utama S

B

ekerjasama dengan PT ISFI Penerbitan, stand IAI kali ini masih mengusung topik resertifikasi dan kampanye Dagusibu (Dapatkan Gunakan Simpan Buang) yang merupakan bagian dari Gerakan Keluarga Sadar Obat (GKSO). Selama tiga hari digelar, stand IAI kembali diserbu oleh para pengunjung yang kebanyakan adalah apoteker yang bekerja di industri farmasi. Selain itu, para mahasiswa tingkat profesi dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta menjadi pengunjung utama stand. Lebih dari 300 pengunjung

60 60

silih berganti mendatangi booth, sendiri, berkelompok maupun berombongan dalam jumlah besar. Semua pengunjung menanyakan dan mendiskusikan hal yang sama, yakni resertifikasi kompetensi apoteker. Hanya sebagian kecil dari sejawat apoteker yang sudah benarbenar memahami bagaimana proses resertifikasi ini dilakukan. Kendati sebagian diantara mereka masih mengantongi sertifikat profesi apoteker, namun masih banyak yang belum paham benar bagaimana melakukan resertifikasi profesi apoteker dengan metode Satuan Kredit

Edisi Edisi XXII XXII April April 2015 2015 -- Juni Juni 2015 2015

Partisipasi (SKP). Proses pengumpulan SKP inilah yang selama 3 hari berturut-turut diinformasikan dan disikusikan dengan sejawat apoteker serta para mahasiswa yang berkunjung. Berbagai pertanyaan muncul, yang paling utama adalah apakah bila apoteker di industri bekerja di bagian marketing, bussiness development atau regulatory misalnya, maka bisa dihitung sebagai SKP kinerja profesional. Sejawat apoteker yang bekerja di bidang ini mengaku khawatir, bila ternyata tidak menjadi bagian dari penghitungan SKP, lalau bagaimana masa depannya sebagai


ma Stand IAI di Pameran CPhI apoteker. ‘’Kalau saya bekerja di industri, tapi bukan sebagai penanggungjawab dan juga bekerja sebagai penanggungjawab di apotek, yang mana yang akan dihitung SKP nya? Saya harus mendaftar sebagai anggota di PC IAI tempat saya bekerja di industri atau apotek?’’ Pertanyaan ini pun banyak bermunculan selama sesi tatap muka berlangsung. Berbagai pertanyaan dan diskusi yang dilakukan menjadi masukan bagi PP IAI untuk terus membenahi proses resertifikasi profesi apoteker dengan metode SKP ini.ntw Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

61 61


agenda

62

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015


berita

Yudicial Review UU Tenaga Kesehatan oleh Asisten Apoteker

D

isosialisaikan UU ini pada awal januari 2015 merisaukan Heru Purwanto, Guru SMK Farmasi Ditkesad. Ia lalu mengajukan permohonan uji materi Undang Undang tersebut ke Mahkamah Konsitusi. Heru Purwanto memfokuskan uji materi pada pasal 8 ayat 1 dan pasal 96 UU Tenaga Kesehatan. Menurut penggugat, pemberlakuan ke dua pasal tersebut mengancam puluhan ribu tenaga kesehatan yang berijazah di bawah diploma 3. Menurut pasal 8 ayat 1 UU tersebut, tenaga kesehatan yang berijazah di bawah D3 yang selama ini melakukan praktek sebagai tenaga kesehatan hanya diberikan kesempatan

berpraktek sebagai tenaga kesehatan hingga enam tahun mendatang. Menurut penafsirannya, puluhan ribu tenaga kesehatan yang sudah melakukan praktek selama ini akan terancam hukuman pidana 5 tahun penjara, di samping melemahkan semangat belajar 59.062 pelajar SMK Farmasi, yang selama ini bayangannya akan bisa langsung bekerja setelah menamatkan sekolah. Sidang Yudisial Review yang menguji materi UU Tentang tenaga kesehatan hingga berita ini diturunkan sudah berlangsung empat kali. Pada sidang ke 4 hari kamis 16 Maret 2015, mahkamah konstitusi RI menampilkan ketua IAI, Nurul falah Edy Pariang sebagai saksi ahli yang diajukan Foto: Mahkamah Konstitusi

UU Tenaga Kesehatan nomor 36 tahun 2014 ternyata meresahkan sebagian asisten apoteker. Pada UU tersebut, Asisten Apoteker yang pendidikannya setara dengan lulusan SLA tidak lagi dimasukkan sebagai Tenaga Kesehatan. UU Tenaga Kesehatan tersebut juga mensyaratkan hanya lulusan D3 ke atas yang disebut tenaga kesehatan. Asisten Apoteker hanya disebut sebagai Asisten Tenaga Kesehatan.

pemerintah. Dalam sidang tersebut Nurul Falah menyampaikan pendapatnya bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan salah satunya adalah pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan masyarakat, untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, dan untuk memberikan pelindungan serta kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait dengan

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

63


perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan. Pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas Tenaga Kesehatan sesuai dengan Kompetensi yang diharapkan dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan dilakukan melalui peningkatan komitmen dan koordinasi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan Tenaga Kesehatan serta legislasi yang antara lain meliputi sertifikasi melalui Uji Kompetensi, Registrasi, perizinan, dan hak-hak Tenaga Kesehatan. Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik yang

64

bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, oleh karena sudah itu seharusnya Pekerjaan kefarmasian dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

T

enaga Kefarmasian harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (socio-pharmacoeconomy). Untuk menghindari hal tersebut, Tenaga Kefarmasian harus menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Tenaga Kefarmasian juga harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan Obat yang rasional. Dalam melakukan praktik tersebut, Tenaga Kefarmasian juga dituntut untuk

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

melakukan monitoring penggunaan Obat, melakukan evaluasi serta mendokumentasikan segala aktivitas kegiatannya. Untuk melaksanakan semua kegiatan itu, diperlukan Standar Pelayanan Kefarmasian. Peran Tenaga Kefarmasian dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian informasi Obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan. Sehubungan dengan Permohonan Uji Materi terhadap pasal 88 ayat (1) dan pasal 96 ini Nurul Falah berpendapat : 1. Tenaga kesehatan lulusan pendidikan dibawah diploma tiga yang saat ini masih dalam masa pendidikan hendaknya dihargai sebagaimana lulusan sebelumnya sampai dengan batas waktu 2018 dengan pertimbangan sekolah menengah farmasi yang ada, tetap dapat memenuhi janjinya agar lulusannya tetap menjadi Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). 2. Sekolah menengah farmasi mulai penerimaan siswa baru tahun ajaran 2015, sebaiknya menyampaikan kepada calon siswanya bahwa setelah lulus nanti akan menjadi asisten tenaga kesehatan, sebagaimana diatur dalam Undang Undang No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. 3.Bagi para lulusan SMK Farmasi yang pada saat UU Nakes ditetapkan belum menjadi lulusan diploma tiga, maka sampai dengan 6 tahun mendatang, Pemerintah hendaknya mengupayakan agar semua lulusan SMK Farmasi yang melakukan pekerjaan kefarmasian dapat dibuatkan program melalui pendidikan maupun penyetaraan sebagaimana dalam kerangka kualifikasi Nasional Indonesia sesuai dengan ketentuan.n


kolom

Gaji atas ke-tidak-elok-an Apoteker, halal atau haram ? Ketika redaksi majalah medisina yang sekarang sedang anda baca ini menghubungi saya dan menyampaikan bahwa laporan utama pada terbitan edisi kali ini adalah perihal halal dan haram, maka terbetik di hati saya bahwa pada hakekatnya sebagai muslim, halal dan haram itu adalah hukum islam yang harus dijalankan sesuai syariat.

M

akanya ada petuah dalam agama,sebuah hadist yang kalau diterjemahkan adalah bahwa hukum asalnya ibadah adalah haram,kecuali, jika dan hanya jika, apabila ibadah tersebut diperintahkan Allah Subhana Wa Ta’ala dan dicontohkan Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam. Sehingga kita tidak boleh menambah-nambah dan kreatif dalam beribadah. Cukup beribadah sesuai dengan tuntunan nabi saja. Sebaliknya dalam hal urusan dunia, semuanya halal kecuali yang diharamkan/dilarang oleh Allah Subhana Wa Ta’ala dan yang di hindari atau tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad Salalallahu Alaihi Wassalam.

Sehingga saya tidak akan berbicara halal dan haram dalam konteks agama seperti diatas, tetapi lebih ke pada masalah elok dan tidak elok. Dimana kedudukan elok dan tidak elok itu adalah berada dalam tataran etika, yang lebih tinggi kedudukannya dibanding hukum pemerintah atau perundang undangan. Saya akan mulai tulisan ini dari perkenalan pertama saya dengan seorang profesor perguruan tinggi farmasi negeri, pada pertemuan yang diadakan oleh Kementrian Kesehatan dengan tema PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Dalam presentasinya saya mencatat, profesor tersebut berpendapat tidak setuju dengan adanya PP 51 karena akan membelenggu apoteker, sehingga menjadikan apoteker seperti “encek-encek” pedagang di ‘pasar pagi mangga dua’ yang menunggu tokonya sepanjang hari. Kata kata encek encek diucapkan oleh profesor tersebut dengan penekanan mimik wajah yang saya tidak tahu maksudnya. Di benak profesor tersebut, mungkin terbayang bahwa Apoteker akan menunggu atau menjaga apotek sepanjang hari, sehingga padanannya adalah “encek encek” pedagang di pasar pagi. Padahal untuk menjadi apoteker, memahami materi kuliahnya tidak mudah dan masa pendidikannya lama, dibandingkan encek encek yang mungkin otodidak, mudah, murah karena hanya mengandalkan intuisi bisnis, nggak pakai sekolah. Saya juga tidak tahu mengapa, tiba tiba memakai istilah encek encek, apakah memang ada literature dan referensinya ataukah sekedar terlintas saja. Yang pasti tidak ada yang salah dengan encek encek di pasar pagi mangga dua tersebut. Sepanjang encek

Drs. Nurul Falah E. Pariang, Apt.,

encek itu melayani pelanggannya dengan baik dan praktek dagang nya bertanggung-jawab, tentu hal itu juga elok dan mulia. Bayangkan seorang profesor yang mendidik Apoteker yang berasal dari Perguruan Tinggi negeri yang notabene milik pemerintah bersikap sinis, tidak loyal, tidak patuh dan tidak taat azas bahkan melawan terhadap Peraturan Pemerintah. Padahal saya yakin “penghasilan hidupnya” sebagai profesor, pegawai negeri tersebut dibayari pemerintah dengan APBN yang salah satunya bersumber dari pajak masyarakat Indonesia, termasuk kita semua yang membayar pajak. Saya sampai sekarang masih tidak bisa memahami logika berpikir profesor tersebut, bagaimana mungkin sebagai pegawai negara, mentalnya seperti bukan abdi negara dan jiwa korsa ke-negarawan-an nya kosong melompong, rasanya kurang pantas menyandang semua predikatnya tersebut. Lebih pantas disebut ‘pegawai ngeri’ daripada pegawai negeri. Saya menyayangkan profesor yang kurang paham PP 51 tahun 2009 seperti itu akan terus mendidik apoteker Indonesia yang salah satu kompetensinya berdasarkan standar kompetensi apoteker Indonesia butir satu, yaitu Apoteker harus mampu melakukan praktek kefarmasian secara professional dan etik. Sementara dia mengabaikan etika dan terkesan ‘karepe dewe’. Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

65


kolom Terus terang saya ngeri jika profesor tersebut adalah representasi profesor lainnya di bidang farmasi di tempatnya mengajar, lebih lebih jika itu merepresentasikan sebagian profesor-profesor perguruan tinggi farmasi di seluruh negeri ini. Betapa tidak, pemerintah telah bekerja keras secara mendalam bahwa Negara pantas mengatur pekerjaan kefarmasian yang merupakan porsi dan kapling profesi Apoteker di semua area pekerjaan kefarmasian mulai dari pengadaan, industri dan distribusi farmasi serta pelayanan kefarmasian di rumah sakit, puskesmas, klinik dan apotek. Tentu pemerintah mempertimbangkan bahwa obat pada dasarnya adalah barang kesehatan bukan komoditi biasa, yang tujuannya adalah memberikan efek terapi yang maksimal bagi tubuh dengan tanpa efek samping atau efek lainnya yang membahayakan bagi tubuh. Sehingga patut dan pantas bahkan harus, jika apoteker dalam prakteknya terutama di pelayanan,bertanggung jawab secara langsung melakukan tindakan kefarmasian kepada pasien, menjamin kualitas obatnya dan menjelaskan serta menguraikan obat nya kepada pasien demi keselamatan pasien sesuai dengan standar pelayanan di apotek, rumah sakit atau puskesmas. Lha wong PP 51 bagus sekali je, lah kok ini anti mainstream, maka saya sambil mengelus dada, saya berpikir apakah profesor tersebut ber madzab bahwa apoteker cukup sebagai apoteker penanggung jawab di apotek yang sifatnya hanya modal ijasah dan nama saja tanpa keahlian praktek, sebagaimana kecenderungan yang masih dapat kita lihat sekarang ini dimana apotekernya hanya penampakan tanpa wujud kecuali hanya nama yang tercantum di dalam ijin apoteknya. Apotekernya jarang datang ke apotek, jarang melakukan pelayanan langsung kepada pasien tapi menuntut agar imbalannya dibuatkan standard oleh IAI, dan bilamana perlu menuntut agar imbalannya besar dan membesar. Saya mendoakan agar profesor

66

Jangan sampai karena profesor farmasinya mengajar dengan cara tidak bertanggung jawab lalu apoteker didikannya juga menjadi apoteker yang praktek tidak bertanggung jawab. Na ‘udzubillahi mindzaliq. tersebut pada saatnya kembali pada jalan yang lurus dan mengerti bahwa PP 51 tahun 2009 apabila dijalankan dengan baik akan memberi manfaat bagi bangsa Indonesia yang mengkonsumsi obat,ikut serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui praktek kefarmasian, yang pada saatnya juga akan meningkatkan harkat dan martabat apoteker Indonesia.

T

erus terang kalau profesor tersebut masih tidak memahami PP 51 tahun 2009, saya sangat kuatir terhadap dunia pendidikan apoteker di Indonesia, yang sudah puluhan tahun lamanya, namun masih belum nampak secara kolosal menghasilkan apoteker yang mampu memiliki kompetensi untuk praktek kefarmasian secara bertanggung jawab. Jika profesor tidak elok seperti itu tetap mengajar di perguruan tinggi farmasi, saya menduga, dia tidak akan peduli terhadap apoteker hasil didikannya atau lulusannya. Yang penting mengajar, syukur syukur SKS nya banyak, sehingga Satuan Koin Semester yang didapatnya juga ikut banyak, bila perlu masih usaha ngobyek kesana kemari menambah penghasilan. Dia akan anti terhadap perubahan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan Apoteker, karena telah berada di comfort zone. Kira kira sikapnya terhadap kurikulum hanya sebatas di diskusikan dan diperdebatkan saja, lalu hasilnya dikunci di laci mejanya, tanpa perlu perubahan. Ketika mengajar,muatan pembelajarannya

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

tidak sesuai dengan learning outcome nya, metode pembelajarannya pun “pancet� nggak berubah, semuanya nggak pernah di improve. Bahkan yang lebih saya kuatirkan adalah setiap ada gerakan dan program baru dalam rangka memperbaiki kualitas lulusan apoteker maka dengan gagah berani berdiri di barisan paling depan untuk menentang disertai dengan semangat membara melebihi gerakan jihad dan pekikan Allahu Akbar. Saya berharap jumlah dan jenis profesor yang modelnya tidak elok seperti yang saya ceritakan itu jumlahnya hanya satu-banyaknya yaitu dia saja, tok. Dan saya meyakini, bahwa semua profesor di Perguruan Tinggi farmasi insya Allah memahami PP 51 secara utuh, kecuali yang memang belum terlalu paham. Kalau ke-tidak-elok-an tadi saya dramatisir dengan menggunakan istilah korupsi, tentu korupsi terhadap muatan pembelajaran mahasiswa yang tidak sesuai dengan learning outcome nya adalah bukan termasuk obyek tangkapan KPK, namun tetap saja hal itu adalah ke-tidak-elok-an, akan kah ke-tidak-elok-an seperti itu diterus teruskan ? Pilihannya tentu kita serahkan kepada yang bersangkutan. Jangan sampai karena profesor farmasinya mengajar dengan cara tidak bertanggung jawab lalu apoteker didikannya juga menjadi apoteker yang praktek tidak bertanggung jawab. Na ‘udzubillahi mindzaliq. Dan apabila kita tanya apakah profesor yang tidak elok dan anti perubahan dalam rangka meningkatkan kualitas lulusannya, gajinya halal ? Begitu juga apakah apoteker yang tidak elok yakni yang melakukan praktek kefarmasian yang tidak bertanggung jawab, juga gajinya halal ? Untuk itu,mari kita berdoa menurut agama dan kepercayaan masing masing, agar mereka kembali ke jalan yang lurus, dan gajinya halal sekaligus toyib. Wallahu ‘alam bissawab.n


Edisi XXII April 2015 - Juni 2015

67


68

Edisi XXII April 2015 - Juni 2015


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.