Migrasi penduduk ke Jakarta terus berkembang membuat keterbatasan lahan, ketersediaan lahan tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang migrasi pada kawasan perkotaan dan rumah atau lahan yang tersedia di Jakarta memiliki harga yang tinggi. Akhirnya penduduk dengan ekonomi menengah kebawah hidup di permukiman padat penduduk, seperti bantaran sungai, bantaran rel kereta api. Permukiman padat tetap mempertahankan ciri khas nya seperti, memiliki bentuk ruang yang dibangun secara mandiri dengan ruang hidup yang berdiri sendiri, penataan bangunan yang tidak teratur, tidak adanya aturan yang pasti antara perbedaan ruang privat dan non privat, banyak aktivitas yang terjadi secara alami, seperti pada jalan terjadi sapaan, obrolan, dan jual-beli. Fenomena ini menjadikan lingkungan permukiman menjadi hidup. Kampung tumbuh dengan menerapkan arsitektur organik dan menerapkan keseharian yaitu aktivitas sosial-ekonomi, mempertahankan nilai dwelling sebagai bentuk untuk membuat para penghuni nyaman dengan rumah yang baru.