Kemandirian Pangan, Harus Menjadi Fokus Utama Sub Tema: Pengembangan Potensi Sumber Daya Daerah Dalam Rangka Penguatan Perekonomian Domestik
Indonesia sedari dahulu terkenal sebagai negara agraris. Negara agraris merupakan negara yang memiliki latar belakang pertanian dan idealnya sebuah negara agraris bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Namun faktanya berbanding terbalik. Indonesia pada saat ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Bahkan, Indonesia diprediksi akan mengalami krisis pangan pada tahun 2017 (Penelitian IPB, 2013). Dengan laju pertumbuhan penduduk penduduk 1,3 hingga 1,5 persen, sementara luas lahan pertanian tidak mengalami penambahan, dikhawatirkan Indonesia akan mengalami krisis pangan beberapa tahun ke depan. Banyak hal yang menyebabkan hasil pertanian Indonesia menurun, diantaranya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian (perumahan, industri dan sebagainya). Data Badan Pusat Statistik dan Badan Pertanahan Nasional menunjukkan konversi lahan pertanian ke non pertanian di Indonesia mencapai 21.000 Ha/tahun. Ditambah lagi permasalahan alam lainnya yang menghambat kegiatan pertanian di Indonesia. Kondisi sumber air di Indonesia sangat memprihatinkan. Daerah tangkapan air kondisinya sudah sangat kritis akibat pembukaan hutan yang tak terkendali. Belum lagi masalah perubahan iklim yang menyebabkan pergeseran masa tanam. Akibat tak mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri, Indonesia terpaksa impor. Ketergantungan pangan bangsa Indonesia terhadap negara lain amatlah tinggi. Berdasarkan data Statistik Ekspor Impor Komoditas Pertanian, saat ini bangsa Indonesia masih mengimpor gula mencapai 30 persen dari kebutuhan nasional. Selain itu, kita juga harus mengimpor 25 persen dari total konsumsi daging sapi nasional. Begitu pula dengan garam. Kita masih mengimpor rata-rata 50 persen dari kebutuhan garam nasional. Impor pangan yang meningkat ini akan memperlemah perekonomian bangsa. Harga pangan menjadi tidak stabil. Bahan makanan pokok dengan gizi yang cukup tak dapat dinikmati semua kalangan masyarakat akibat daya beli masyarakat yang kurang. Padahal, sudah jelas bahwa kondisi konsumsi pangan suatu bangsa mempengaruhi kualitas penduduknya. Bila ingin memperbaiki kualitas sumberdaya manusia, perbaiki dulu gizinya. Dengan gizi yang tercukupi, banyak manusia-manusia cerdas yang akan tercetak di Indonesia. Melihat sejarah Indonesia beberapa tahun yang lalu, sebenarnya Indonesia punya prestasi membanggakan di bidang pangan. Pada masa pemerintahan orde baru, Indonesia pernah mengalami swasembada pangan pada tahun 1984. Ini tidak lepas dari kebijakan dan strategi yang dibuat pemerintah pada saat itu, yaitu mulai dari Repelita I hingga Repelita IV. Repelita I menitikberatkan pada pemenuhan pangan dan pengembangan sarana pertanian. Melihat potensi Indonesia yang besar di bidang agraris, hal ini sangat mungkin untuk dilakukan. Dengan kondisi ketahanan pangan yang bagus, kegiatan-kegiatan yang lain dapat dilaksanakan dengan baik, seperti misalnya pembangunan sarana-prasarana, pengembangan teknologi dan pemerataan pendapatan. Mulai dari Repelita I hingga Repelita IV, semuanya
Page 18 of 65