
4 minute read
Probelematika Sistem Pendidikan
OPINI
SISTEM PENDIDIKAN
Advertisement
Pendidikan dalam arti sempit bisa kita artikan sebagai usaha untuk menambah ilmu pengetahuan atau proses mengu bah seseorang dari awalnya yang tidak tau menjadi tau. Banyak hal yang dapat mendefnisikan pendidikan itu sendiri. Tergantung dalam konteks apa kita mengkaji pendidikan itu.
Ada banyak hal menarik yang dapat dibahas mengenai sistem pendidikan di Indonesia. Berbagai masalah muncul ketika kita membahas tentang pendidikan Indonesia. Mulai dari yang menjadi umum dimasyarakat sampai pada masalah laten dari sistem pendidikan itu sendiri. Selama ini kita hanya terpaut dengan kekurangan yang tampak saja seperti kekurangan sarana prasarana, kualitas pendidikan Indonesia yang masih rendah, kekurangan tenaga pendidik, dan lain sebagainya. Semua itu merupakan masalah tampak yang sering dibahas. Namun masih ada masalah-masalah lain yang tidak tampakoleh kalayak umum. Pendidikan di Indonesia diselenggarakann oleh dua pihak yaitu swasta dan pemerintah. Dalam segi kualitas, sekolah swasta dianggap lebih baik dibanding dengan sekolah publik. Opini tersebut tentu tercipta dari berbagai kenyataan yang ada. Banyak sekolah-sekolah swasta menunjukkan diri sebagai sekolah dengan prestasi tinggi. Selain itu, juga terdapat suatu persaingan antar sekolah dimana untuk menarik siswa agar dapat belajar disana, maka sekolah tersebut harus meningkatkan kualitasnya. Dampak dari semua ini yaitu semakin merosotnya citra sekolah publik dalam karena telah kalah saing dengan sekolah swasta. Sekolah swasta memberikan layanan lebih disebabkan oleh tingginya angka yang harus dibayar oleh siswanya. Sedangkan untuk sekolah negeri, yang diandalkan adalah tersedianya pendidikan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan biaya yang terjangkau. Sekolah negeri pada umumnya tidak berfikir lagi bagaimana mendapatkan siswanya karena siswanya akan datang sendiri untuk mendaftarkan diri. Sebaliknya, swasta harus mempromosikan sekolahnya Adanya privatisasi dalam dunia pendidikan Indonesia juga luput dari perhatian kita semua. Privatisasi pendidikan artinya dalam sekolah tersebut memegang suatu ajaran atau berisi satu golongan saja sehingga dampak tidak langsung terhadap siswanya yaitu tumbuhnya sifat intoleran dan primordialisme. Memang pendidikan dengan sistem seperti ini terdapat spesifikasi agar lebih terfokus pada ajaran/pedoman yang dianut. Namun karena berada di lingkungan yang sama, perilaku primordialisme dan rasa intoleran dapat tumbuh dikalangan siswanya. Secara tidak langsung siswanya akan memikirkan kekurangan-kekurangan dari ajaran lain dan mengelu-elukan ajaran yang telah dipelajari. Supaya rasa primordialisme ini tidak berkembang maka perlu adanya pemantauan oleh pemerintah untuk memantau sistem pendidikan tersebut. sihan dari sekolah membuat budaya ini mulai ditinggalkan
Yang ketiga adalah masalah yang sebenarnya telah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat Indonesia. Sekolah yang didirikan di daerah kota lebih maju dibandingkan dengan sekolah yang ada di pinggiran kota maupun desa. Hal dikarenakan memang perkembangan kota lebih maju dari pada derah desa. Kota telah menjadi pusat dari segala kegiatan baik itu pemeritahan, sosial, perdagangan dan juga perbankan . Selain karena sebagai pusat semua kegiatan, persaingan dalam mendapatkan peserta didik juga menjadi faktor pendorong dalam meningkatakan mutu sekolah. Sedangkan didesa, jumlah sekolahnya tidaklah sebanyak yang ada di kota. Karena kuantitas sekolah yang terbatas maka sekolah tersebut tidak perlu bersaing dengan sekolah lain. Terlebih lagi apabila sekolah tersebut merupakan sekolah satu-satunya didaerah tersebut maka tanpa adanya peningkatan kualitas pendidikanpun, siswanya juga akan bersekolah disana.

Tidak semua hal negatif ada di sekolah desa dan hal positif ada disekolah kota. Didesa juga banyak hal positif yang dapat kita simpulkan bila kita memandangnya dengan sudut pandang yang berbeda dari apa yang terlihat. Tanpa disadari, yang diajarkan dalam sekolah desa jiwa sosial yang tinggi pada siswanya. Kita contohkan dengan adanya budaya gotong royong saat awal tahun pelajaran, dimana siswa membersihkan sekolahnya bersama-sama. Kegiatan ini dapat meningkatkan rasa kekeluargaan antar siswanya karena diwaktu itulah siswa beserta elemen yang ada disekolah tersebut dapat beinteraksi secara langsung. Pada sekolah yang ada di kota, gotong royong untuk bersih-bersih sekolah sudah sangat jarang terjadi. Adanya tenaga kebersihan dari sekolah membuat budaya ini mulai ditinggalkan
Bersekolah didesa juga mengajarkan bagaimana mengenal lingkungan, baik itu lingkungan fisik maupun di lingkungan sosial. Di desa melalui kearifan lokal masyarakatnya, siswa diajarkan untuk menjaga lingkungan serta melalui berbagai tradisi serta kebudayaannya, siswa dituntun utuk memiliki rasa sosial yang tinggi. Bandingkan dengan kehidupan para pelajar yang ada dikota. Tempat-tempat hiburan menjadi destinasi mereka utuk menghabiskan waktu. Adanya kursus dan les-les tambahan yang menyita waktu mereka. Lantas kapan mereka dapat berinteraksi mengenal masyarakat disekitarnya bila waktu-waktu diluar jam sekolah dihabiskan dengan hal-hal semacam itu.
“Educating the mind without educating the heart is no education at all.”
- Aristotle
Yang terakhir adalah sistem pendidikan Indonesia yang mengajarkan untuk berkompetisi bukan untuk kejujuran dan kepedulian. Di Indonesia baik di sekolah maupun di masyarakat, kita didorong untuk makin ketat berkompetisi (bukan bekerjasama/kolaborasi). Kita berebut paling pintar, paling kuat, paling berkuasa, paling kaya tanpa melihat sisi kanan dan kiri. Semua prestasi hanya dinilai dari angka-angka yang diraih atau seberapa banyak penghargaan yang diterima. Pendidikan Indonesia menekankan pada nilai siapa yang paling tinggi, bukan pada siapa yang paham dan mengerjakan ujian dengan jujur walaupun hasil akhirnya kurang memuaskan. Bukan siapa yang peduli antar sesama tapi pada siapa yang telah berhasil mencapai titik tertinggi sebuah prestasi. Adanya angka-angka sebenarnya hanya menjadi tolak ukur belaka dalam suatu pencapaian. Namun seiring proses pendidikan berjalan, angka-angka tersebut dianggap lebih penting dari pada paham atau tidaknya siswa terhadap suatu materi yang diajarkan. Tak jarang, kecurangan terjadi demi mendapatkan nilai tinggi. Inilah yang dapat merusak moral bangsa dimana generasi muda karena doktrin tersebut, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan prestasi serta pengakuan dari orang-orang disekitarnya.
Pendidikan indonesia akhir-akhir ini juga terpaut dalam berkompetisi dan mengabaikan kondisi masyarakat sekitar. Rasa ego yang tinggi serta keingin untuk menjadi yang nomor satu membuat siswa hanya terfokus pada bagaimana meningkatkan prestasi dan mengesampingkan rasa peduli dan kerjasama atau kolaborasi untuk sesama. Paradigma ini perlu diubah yang mana selain berkompetisi untuk meraih prestasi, siswa harus pula mempunyai jiwa sosial yang tinggi agar ilmu yang telah didapat di sekolah dapat diterapkan di masyarakat, bukan sekedar angka-angka belaka. (Yuri)