MINGGU, 1 DESEMBER 2013 | Nomor 91 Tahun I
HARIAN NASIONAL
A6
MINGGU, 1 DESEMBER 2013 | Nomor 91 Tahun I
SOSOK
A7
INDRA SJAFRI – PELATIH TIMNAS SEPAK BOLA U-19
Kecuali Tuhan, Semua Bisa Dikalahkan BEGITU digemari namun masih terbilang miskin prestasi di kancah internasional. Perjalanan sepak bola Indonesia selama lebih dari dua dasa warsa terakhir tidak ubahnya kisah yang, boleh jadi, terdengar anatematik. Padahal sukses di lapangan sepak bola cukup ampuh membangkitkan kebanggaan menjadi orang Indonesia. Maka sebelum menjejak rumput lapangan dan bertarung tanpa pandang lawan, kebanggaan menjadi Indonesia harus selalu mantap menancap di dada para pejuang arena. ‘’Saya paling tidak suka kita selalu membungkuk ke bangsa asing. Seakan kita tidak mampu berdiri di kaki sendiri. Seakan kita tidak mempunyai kekuatan yang sama. Kita selalu merendah. Kita selalu melihat asing lebih hebat dari kita. Kita seakan tidak percaya pada kekuatan diri sendiri. Itu yang membuat kita selalu kalah. Bagaimana kita bisa melawan bangsa lain kalau kita tidak pernah percaya pada diri kita?’’ ujar Pelatih Timnas Sepak Bola U-19 Indra Sjafri saat meneri-
ma Tiara Maharani Kusuma dan pewarta foto Aulia Rachman dari HARIAN NASIONAL untuk wawancara khusus pertengahan bulan lalu. Lebih dari sekadar kagum dan rentetan aplaus menggemakan stadion, bangsa ini selayaknya juga mengapresiasi capaian Indra dan pasukan ‘’Garuda Muda’’-nya. Dengan polesan Indra, timnas U-19 merengkuhi gelar juara U-19 Piala AFF 2013 di Sidoarjo, Jawa Timur, beberapa bulan lalu. Spirit pantang rendah diri —sebaliknya justru bangga sebagai anak bangsa besar bernama Indonesia— yang ditanamkan Indra kepada Evan Dimas dkk juga membawa timnas U-19 lolos ke putaran final U-19 Piala Asia 2014 di Myanmar. Dua prestasi tersebut seperti oase di padang tandus. Bagai pelepas dahaga paceklik prestasi yang tidak pernah lagi dipersembahkan timnas senior sejak kali terakhir menjuarai ajang resmi internasional dengan meraih medali emas pada SEA Games 1991 di Manila. Bolehlah bangsa ini berbangga dengan capaian para petempur ‘’Garuda Muda’’. Namun jangan sampai kebanggaan berlebih justru membuat mereka merasa terbebani dalam perjuangan menggapai prestasi yang lebih tinggi di masa mendatang. Berikan penuh kepercayaan membakar patriotisme arena sang ‘’Garuda Muda’’ di genggaman Indra. Dukunglah mereka mewujudkan mimpi besar bangsa ini. Indra percaya, hanya dengan menanamkan mimpi di setiap dada anggota skuad mudanya bangsa ini bisa membangun harapan dari sepak bola yang telah lama hilang. Untuk menjadikan harapan dari sebuah mimpi, demikian Indra, jelas dibutuhkan komitmen berjuang sampai penghabisan. Ia pun melacak bibit garansi komitmen itu sejak proses mencari, memilah, dan memilih pemain untuk memperkuat timnas U-19. ‘’Selain harus memenuhi empat standar, yakni skill sepak bola, kemampuan taktikal, kemampuan fisik, dan mental, pemain harus memiliki komitmen membela bangsa Indonesia. Komitmen itu yang akan saya pegang dalam memertahankan timnas,’’ ujar Indra menjelaskan. Komitmen membela bangsa, katanya menambahkan, bakal menguatkan tim yang terbentuk. Komitmen pula yang menjadi senjata rahasia kala bertempur di lapangan. ‘’Mereka jadi punya latar belakang keinginan dan tujuan yang sama: memberikan prestasi untuk Indonesia. Mere ka juga memiliki tekanan yang sama: memberikan yang terbaik untuk keluarga dan bangsa.’’ Selain komitmen, kepercayaan diri para pemain juga menjadi faktor penting. Indra Sjafri menilai sepak bola Indonesia mengalami paceklik sukses karena jauh dari tekad berdikari alias berdiri di atas kaki sendiri sebagaimana pernah diucapkan Soekarno, sang Proklamator RI. Logika Indra menolak mentah-mentah kebiasaan menatap yang asing dan yang berbau asing itu serba-wah. Indonesia ini bangsa besar, jadi sangat tidak layak minder. Jangan sampai semua persepsi negatif itu mengerosi, bahkan menggembosi, kepercayaan diri anak bangsa. Inilah yang senantiasa ia tanamkan kepada skuad ‘’Garuda Muda’’. Ia tidak ingin anak asuhnya merasa kalah sebelum berjuang. Justru ia ingin para pemain, generasi penerus bangsa, mewarisi sifat para pendahulunya. Para pejuang yang membuat Merah Putih bisa berkibar hingga sekarang.
Rahasia Mengalahkan Korsel Timnas U-19 memastikan tiket lolos ke putaran final U-19 Piala Asia 2014 di Myanmar setelah pada laga terakhir babak penyisihan Grup G di Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, Oktober lalu, menang 3-2 atas juara bertahan Korea Selatan (Korsel). Mungkin tidak sedikit yang kaget atas keberhasilan ‘’Garuda Muda’’ menumbangkan tim asal Negeri Ginseng itu. Bahkan, ujar Indra mengakui, anak latihnya juga sempat minder sebelum laga berlangsung. Status Korsel sebagai juara U-19 Piala Asia 2012 begitu mengintimidasi
Sepak Bola Minus Kompromi SEMPAT terdepak dari panggung sepak bola nasional akibat wabah ‘’pemain titipan’’, Indra Sjafri memilih tidak patah arang. Ia mengaku tidak tahu pasti sejak kapan fenomena terpola yang meracuni marwah sepak bola yang menjunjung tinggi sportivitas dan memanusiakan manusia itu mulai bercokol dan bersemi di negeri ini. ‘’Itu benar-benar rendah dan merusak,’’ ucapnya tegas. Indra tidak ingin penerus bangsa terkontaminasi akibat kebobrokan sistem di federasi. Ia ingin andil memperbaiki dengan tangannya, lewat prestasi dengan jalan serta cara yang benar. Bukan demi nama pribadi, tidak pula dorongan hasrat berkuasa. Sebagai Muslim, Indra menilai mempersembahkan prestasi dan gelar juara kepada Indonesia seperti ikhtiar dalam beribadah. Ia tidak mendendam kala mengingat tahun-tahun dirinya merasa teraniaya oleh ketidakadilan, baik soal kesempatan bermain hingga polemik di tubuh PSSI. ‘’Saya punya program dan itu tidak boleh dicampuri oleh federasi. Yang penting saya akan berjuang mempersem bahkan prestasi. Saya hanya ingin mengibarkan bendera Merah Putih dan bendera PSSI. Itu tekad saya,’’ tutur lelaki berusia 50 tahun ini. Karena prinsipnya itu, Indra menolak pemain titipan dari pihak mana pun, termasuk pengurus federasi. Yang menurut standarnya masuk bisa bergabung timnas. Ia juga menentukan standar kualitas untuk program latihan timnas U-19 yang disusunnya. Barangkali Indra memang bukan figur pelatih yang ‘’la zim’’ untuk masa sekarang. Namun harus diakui ia pelatih matang yang begitu memahami tidak hanya uratnya bola, tetapi juga jantung masalah yang selama ini membelenggu pihak-pihak berkepentingan dengan bola itu. Spirit berdikarinya melahirkan sikap keras tiada kenal kompromi atas kondisi yang busuk dan hal-hal yang justru mempersempit kesempatan sepak bola Indonesia untuk berprestasi. Indra menyadari upayanya tidak mudah dan membutuhkan waktu panjang untuk bisa dinikmati hasilnya. Namun ia percaya kelak yang ia perjuangkan membuahkan hasil, siapa pun yang menorehkannya, karena ia meyakini masa depan sepak bola Indonesia itu masih ada. ‘’Suatu saat nanti kejayaan Indonesia sebagai ‘Macan Asia’ kembali berkibar,’’ ujarnya menegaskan. l
mereka. Indra sempat sangat terpukul mencerna ‘’mental terjajah’’ anak latihnya. Pada satu sisi, ia merasa gagal menanamkan mental juara dalam diri Evan Dimas dkk. Di sisi lain, ia bisa lebih memahami ironi atas kepercayaan diri yang seharusnya dimiliki petempur arena sejati. Data-fakta memang menyatakan ‘’Garuda Muda’’ kalah moncer dengan Young Taeguk Warriors itu. Namun Indra tidak mau anak latihnya menyerah dan lebih dulu merasa kalah kala melawan kekuatan asing. ‘’Kepercayaan diri itu keyakinan. Ini bukan tentang siapa lawan kita dan bermain di mana, melainkan keyakinan kita. Apakah kita yakin dan mau bekerja keras memberikan yang terbaik? Siapa pun lawannya, di mana pun kita bermain, asal ada keyakinan bisa menang, kita akan menang,’’ kata Indra menegaskan. Ia pun menemukan cara memompa kepercayaan diri para pemainnya. Indra memasang foto para pemain Korsel di dinding ruang ganti dan minta anak latihnya mengingat muka-muka pemain lawan itu. Siapa lawan yang harus dikawal dan siapa yang harus ditaklukkan. Bersikap sejajar, bahkan lebih unggul adalah keharusan! ‘’Kemudian saya beri mereka kebebasan melakukan hal yang mereka inginkan, mulai dari dari meludah hingga mencoret muka para pemain Korea. Terserah mereka. Mereka harus berani menatap para pemain Korea. Tidak boleh minder. Itulah tujuannya,’’ tutur Indra. Buang minder. Berjalanlah tegak dengan mata menatap tajam ke arena pertaruhan kehormatan. Taklukkan lawan. Maka Indra pun berteriak berang tatkala Evan Dimas dkk berjalan menunduk di depan ruang ganti para pemain Korsel. Hasilnya pun jelas, timnas U-19 menang dan lolos ke putaran final Piala Asia 2014. Semua itu dinilai Indra berkat izin Allah melalui kepercayaan diri para pemainnya. Indra percaya orang yang merendahkan dirinya sendiri bakal mendapatkan murka Allah karena Sang Khalik menginginkan umatnya berpikir optimistis dan tidak berputus asa. Rendah diri hanya menciptakan aura negatif yang berujung pada menjauhnya nikmat Allah dari kehidupan kita. ‘’Bukan sombong tetapi percaya diri. Kita harus yakin pada diri kita sendiri. Kalau sombong itu kita melawan Allah. Ini kita justru mencintai Allah dengan cara percaya pada kemampuan diri kita yang juga berkah dari-Nya,’’ kata Indra. Selain percaya diri, berdoa juga vital untuk melengkapi kerja keras. Doa adalah bagian penting dalam hidup Indra dan berusaha ia tanamkan sekuat mungkin pada anak latihnya agar nikmat yang didapatkan bertambah. ’’Kalau bukan karena kehendak Allah, lalu siapa?” katanya. Allah Maha Besar. Indra sepenuhnya sadar yang diraihnya bersama skuad ‘’Garuda Muda’’ semata berkat kehendak dan bantuan Allah. Ia percaya pada janji Allah bahwa segala niat baik dan kerja keras akan dibayar dengan kado terindah dari-Nya. ‘’Selain Tuhan, semua lawan bisa dikalahkan. Dalam pertandingan sepak bola, tidak ada kata menyerah sebelum pertandingan berakhir,’’ tuturnya. Berkat keyakinan itu pula, Indra siap mendobrak ‘’ketidakadilan yang diciptakan sistem sepak bola Indonesia yang menindas serta meminggirkan pemain berbakat’’. Selamat berjuang, coach. l
INDRA SJAFRI LAHIR: Lubuk Nyiur, Batang Kapas, Pesisir Selatan, Sumatera Barat 2 Februari 1963 | ISTRI: Temi Indrayani | ANAK: 1. Aryandra Andaru (19 tahun), 2. Diandra Aryandari (15 tahun) | DOMISILI: Yogyakarta (sejak 2010) | KARIER BERMAIN: PSP Padang (1986-1991, gelandang) | KARIER MELATIH: Timnas Indonesia U-16 (2011), Timnas U-19 (2013—) | PRESTASI BERSAMA TIMNAS: Juara HKFA U-17 di Hong Kong (2012), Juara HKFA U-19 di Hong Kong (2013), Juara U-19 Piala AFF di Sidoarjo, Jawa Timur (2013), Membawa Timnas U-19 Lolos ke Putaran Final U-19 Piala Asia 2014 Myanmar (2013)