Harian Nasional

Page 27

HARIAN NASIONAL | www.harnas.co

JUMAT, 17 FEBRUARI 2017 | Nomor 1106 Tahun IV

CULINARY C27

FOTO-FOTO: HARIAN NASIONAL | BAYU ADJI P

B

anyak sekali penjual bakso bertebaran di Jakarta dan sekitarnya. Mulai dari yang keliling menyelinap di gang-gang sempit ibu kota, mangkal di pinggir jalan, hingga terletak di kawasan strategis dan disajikan ala restoran mewah. Bakso yang ditawarkan pun sangat beragam bentuknya, besar, kecil, lonjong, atau tipis. Aneka macam nama yang unik digunakan untuk menarik perhatian pembeli. Namun, hal itu tak berlaku untuk warung Bakso Sido Mandiri. Nama “Bakso Sido Mandiri” sendiri tak terdengar menarik. Nama yang diambil dari nama pemilik warung bakso tersebut cukup ditambah kata “mandiri”, yang ingin menunjukkan usaha itu dikerjakan sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Warung bakso yang terletak di Jalan Pejaten, Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, itu tak menjual nama bakso, melainkan rasa. Meskipun rasa adalah masalah selera yang dapat diperdebatkan. Tampilan bakso yang sederhana: bakso, lemak, bihun, dan mi kuning, namun rasa kaldu yang khas membuat Bakso Sido Mandiri banyak digemari orang. Warung berukuran sekitar 8 x 10 meter itu juga tidak tampak istimewa. Hanya berisi jajaran kursi dan meja panjang layaknya warung pinggir jalan sejenis. Jam operasi mulai pukul 09.00 hingga pukul 20.00. Harga bakso sendiri masih tergolong mudah dijangkau untuk kalangan menengah ke bawah. Satu poris bakso seharga Rp 16 ribu dan mi ayam bakso Rp 16 ribu. Sedangkan, minuman es kelapa porsi besar seharga Rp 15 ribu dan Rp 8 ribu untuk es kelapa porsi kecil. Mariatun, pemilik usaha Bakso Sido Mandiri, mengatakan, pada musim hujan seperti saat ini pelanggan bakso cenderung meningkat. Dalam sehari ia dapat menghabiskan sedikitnya 30 kilogram daging untuk membuat bakso. Meski begitu, ia mengatakan, tak pernah menghitung berapa mangkuk bakso yang tersaji dalam sehari. “Tidak bisa dikira-kira, tidak pembukuan juga. Saya sendiri yang mengurusi, ribet mengurusi pembukuan itu,” katanya ketika HARIAN NASIONAL berkunjung ke warungnya, Kamis (16/2). Mariatun telah berdagang bakso sejak 1978. Kala itu, ia menikah dengan lelaki bernama Sido yang telah setahun berprofesi sebagai pedagang bakso di SMP 107 Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Mau tak mau, ia membantu suaminya mengembangkan usaha bakso. Ia menuturkan, menjadi pedagang bakso di sekolah bukanlan pekerjaan mudah. Jika bakso tak habis, mereka berdua masih harus berkeliling kompleks di sekitar sekolah hingga malam hari. Meski pekerjaan itu tak seberat pedagang bakso keliling, adakalanya mereka merugi karena

MENGANDALKAN

KUALITAS RASA Tampilan Bakso Sido Mandiri memang biasa, tapi kuahnya yang membuat orang selalu ingin kembali menikmatinya. dagangan tak habis. “Namanya berdagang, yang penting halal,” katanya. Namun mereka berdua tetap melanjutkan usaha itu hingga pada 1991 mereka mendapat sebuah “pangkalan” tetap di pinggir jalan Pejaten. Dengan adanya pangkalan tersebut, Bakso Sido Mandiri tak lagi sekadar menjajakan bakso, melainkan juga mi ayam dan es kelapa. Usaha itu terus melesat sampai akhirnya, tujuh tahun silam mereka memutuskan untuk membeli sebuah bangunan yang kini dipakai untuk jualan. “Sekarang karyawan ada 18 orang. Yang makan banyak jadi perlu tenaga banyak,” katanya. Menurut perempuan berusia 54 tahun itu, tidak ada rahasia dalam membuat bakso hingga mendatangkan banyak pelanggan. Promosi besarbesaran pun tidak dilakukan dirinya. Ia dan sang suami hanya usaha dengan tekun bertahun-tahun dan mendapatkan hasilnya puluhan tahun kemudian. “Saya jualan dari dulu sampai sekarang, rasa enggak pernah diubah. Jadi, pembeli anteng dan balik lagi karena rasa sama. Kami jaga

Saya jualan dari dulu sampai sekarang, rasa enggak pernah diubah. Jadi, pembeli anteng dan balik lagi karena rasa sama. MARIATUN PEMILIK WARUNG BAKSO SIDO MANDIRI

kualitasnya,” ucap perempuan yang memiliki empat anak itu. Selain di Jakarta, Bakso Sido Mandiri juga telah merambah ke Solo, Jawa Tengah. Usaha itu dibawa oleh anak Mariatun yang memilih tinggal di Solo. Meski begitu, ia menjamin rasa dan kualitas Bakso Sido Mandiri yang ada di Solo sama dengan yang di Jakarta. Kini usaha bakso di Jakarta mulai diteruskan oleh anak pertamanya. Sementara dua anak perempuannya memilih mengikuti suami mereka. Mariatun mengaku tak tertarik untuk menjadikan usaha bakso milik ia dan suaminya ini menjadi waralaba. Menurut dia, usaha ini hanya perlu untuk dilanjutkan oleh anak-anaknya sendiri, bukan oleh orang lain. “Untuk keluarga saja,” ucapnya. Bakso Sido Mandiri hanya tutup selama satu hari dalam sebulan. Namun, hari libur itu tidak menentu, asal tidak pada akhir pekan atau hari libur nasional. Jadi, jika Anda tertarik untuk datang, lebih baik memilih akhir pekan karena warung dipastikan buka. Namun, jangan mengeluh, tempat makan biasanya penuh pembeli. O BAYU ADJI P


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.