6 minute read

Teknologi

Menjadi Generasi Cerdas Pada Era Siber Oleh : Yetri Ermi Yenti*

Dok. PribadiDok. Pribadi

Advertisement

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang berlangsung hampir di semua bidang kehidupan, merupakan bukti peradaban dunia yang semakin maju. Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban secara global. Seiring berjalannnya waktu, terbentuk suatu teknologi yang tidak terlepas dari peranan generasi. Setiap generasi tentu memiliki pola pikir dan karakter yang berbeda sesuai dengan jiwa zaman dan paradigma itu sendiri.

Setidaknya ada lima generasi dalam kurun waktu 100 tahun terakhir. Pertama adalah genarasi baby boomers (lahir dalam rentang waktu 1960-an) generasi ini lahir ketika perang telah berakhir sehingga perlu penataan ulang dalam kehidupan dan adat istiadat masih dipegang teguh, lebih suka berkomunikasi secara langsung dibandingkan melalui telepon atau email. Generasi kedua adalah generasi X (tahun kelahiran 1961-1980) dalam bidang teknologi generasi ini mulai mengenal komputer sehingga mereka cenderung berpikir inovatif untuk mempermudah kehidupan manusia. Ketiga, generasi Y millennial (tahun kelahiran 1981-1994) di era ini generasi Y sudah ditawarkan berbagai kecanggihan fitur internet membuat mereka mampu mengakses informasi secara cepat,

Seringkali secara sadar atau tidak, saat ini dunia perempuan sudah dicampurtangani oleh pesatnya perkembangan media. Media merupakan penyalur berbagai macam akses informasi maupun komunikasi. Dalam penyebaran informasi itu, perempuan sering dijadikan sebagai objek baik dalam pamflet, iklan, film maupun media massa lainnya. Nah, perlu kita ketahui bahwasanya “perempuan” dijadikan sebagai daya tarik utama dalam sebuah iklan. Banyak iklan menempatkan perempuan sebagai objek utama yang digunakan untuk memikat konsumen agar mau membeli dan menggunakan barang atau jasa yang ditawarkan. Seperti dalam iklan sabun, parfum bahkan rokok pun selalu menempatkan perempuan sebagai posisi utama.

Banyak cara yang dilakukan media dalam menjadikan perempuan sebagai pusat perhatian. Perempuan dalam iklan terlebih dahulu dipoles sedemikian rupa baik dari bentuk tubuhnya, mimik wajah, suara dan bagaimana si perempuan ini bertingkah laku. Singkatnya, iklan sudah menjadikan perempuan sebagai objek seksualitas maupun sensualitas yang dianggap sebagai sehingga memiliki pengetahuan dan penguasaan IPTEK yang baik. Keempat adalah generasi Z (tahun kelahiran 1995- 2010) generasi ini adalah peralihan dari generasi Y dimana teknologi sedang berkembang. Pola pikir masih cenderung ingin serba instan dan sangat bergantung pada teknologi dan mementingkan popularitas melalui media sosial yang digunakan.

Kelima, generasi Alpha (tahun kelahiran 2010-sekarang) Mereka telahir dengan teknologi yang sudah bekembang pesat. Diusia yang dini mereka sudah akrab dengan smartphone dan kecanggihan teknologi yang ada. Selain itu, mayoritas mereka terlahir dari keluarga generasi Y sehingga dapat dikatakan tindakan yang diambil oleh generasi Y mempengaruhi perkembangan anak-anak generasi Alpha. Pengguna internet di Indonesia tercatat mengalami peningkatan di tahun 2018 lalu. Berdasarkan hasil studi polling Indonesia yang bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) jumlah pengguna internet di negeri ini adalah 10,12 persen, sedangkan selama periode Maret 2019 dari total 264 juta penduduk Indonesia, ada sebanyak 171,17 juta jiwa atau sekitar 64,8 persen yang berselancar di internet. Dari seluruh pengguna internet di Indonesia diketahui mayoritas yang mengakses dunia maya adalah masyarakat dengan rentang usia 15 hingga 19 tahun. Hal itu tentu menjadi perhatian, di lain sisi realitas intelektual mayoritas generasi Y belum mampu mengimbanginya dengan budaya internet yang cerdas.

Budaya internet atau yang sering disebut dengan cyberculture adalah budaya yang muncul dari penggunaan komputer untuk bisnis, komunikasi dan hiburan. Melalui Penggunaan internet yang besar dan semakin berkembang menjadi fenomena yang kompleks. Fenomena tersebut mencakup masalah identitas, privasi, pembentuk jaringan, hubungan antar manusia, komputer, dan dunia maya. Dalam dunia maya terdapat cyber space atau semesta digital dimana setiap detik ribuan data ter-upload. Pada kenyataannya dapat dikontruksikan sesuka hati, sesuai tujuan, misi dan ideologi yang diinginkan. Jean Baudrillard, seorang filsuf postmodern menyatakan saat ini muncul perilaku pencabulan informasi ( obosity of information ), yaitu setiap orang bisa dengan mudah mengetahui seluruh ruang rahasia orang lain dan kemudian memanfaatkannya untuk aksi kejahatan yang lebih dikenal dengan sebutan kejahatan siber ( cyber crime). Budaya internet yang terus berkembang tidak terlepas dengan munculnya kejahatan internet. Pada dasarnya, kejahatan internet mengacu pada aktivitas kejahatan siber merupakan salah satu bentuk masalah hukum di ruang siber. Bentuk modusnya bermacam-macam seperti penipuan dibidang finansial, transaksi online, bahkan pencurian data. Tidak hanya itu, kejahatan siber juga menyerang unit-unit vital negara secara efektif dan masif tentu semua masalah ini harus ditangani dengan baik.

Patut diapresiasi, para penegak hukum di Indonesia menyadari potensi terjadinya kejahatan siber semakin meningkat dari waktu ke waktu. Adanya Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dan dengan dibentuknya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menjadi payung penegakan hukum pada kejahatan siber (cyberlaw enforcement). Pemerintah juga diharapkan meregulasi platform dan layanan digital dengan rancangan undang undang yang lebih ketat.

Tidak hanya negara, harus ada kesadaran literasi dalam dunia digital bagi netizen khususnya yang berkaitan dengan identitas digital. Karena identitas digital harus membuat kita berhati-hati dengan rekam jejak dunia digital.

Langkah preventif yang dapat kita lakukan sebagai netizen yang pintar, yang pertama adalah safe, tidak pernah memberikan informasi pribadi (nama lengkap, alamat email, nomor telepon, alamat rumah, gambar, nama sekolah) kepada siapa pun yang ditemui saat atau ketika online. Kedua, materials tidak mengakses situs web, atau materi yang tidak pantas. Ketiga, tidak menerima email, file, atau pesan dari orang

*Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas AndalasUniversitas Andalas yang tidak dikenal. Keempat, tidak semua informasi yang dibaca itu adalah benar, maka periksa terlebih dahulu informasi sebelum mempercayainya. Kelima, lindungi diri dengan membuat kata sandi yang tepat. Pastikan sandi aman, panjang, dan kompleks. Keenam, melacak pola radikalisme dan berpikir dahulu sebelum klik. Adanya keseriusan berbagai pihak menjadi pondasi utama dalam perlindungan data. Jangan sampai siber membawa dampak kerugian karena kelengahan kita menjawab tantangan zaman.

Ekspansi Wanita dalam Media Oleh : Reza Ardila* hiburan yang menyegarkan bagi siapapun yang menikmati iklan tersebut. Perempuan menjadi “santapan” yang empuk bagi “mangsanya” dan seringkali “disalahgunakan” oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Pelaku media yang demikian itu secara tidak langsung mengeksploitasi bagian-bagian yang ada pada tubuh perempuan. Banyak manipulasi yang dilakukan agar perempuan yang menjadi objek lebih menarik dan sesuai untuk dijadikan model iklan. Perempuan dengan kulit putih mulus, biasanya diekspos bagian tertentu dari tubuhnya sehingga menghasilkan unsur sensualitas. Orangorang yang tidak bijak pun mengamini hal tersebut sebagai sebuah realitas yang telah terekonstruksi.

Kemudian timbul suatu pertanyaan, bagaimana orang itu bisa menerima dan terkonstruksi oleh media? Seperti yang telah kita ketahui bahwasanya pada zaman sekarang ini kita tidak bisa terlepas dari yang namanya media. Media sudah menjadi bagian dari setiap inci kehidupan modern dan memiliki kedudukan besar dalam memenuhi kebutuhan kita. Agar iklan bisa diterima masyarakat, maka dipaparkanlah iklan itu terus-menerus sehingga secara tidak langsung terkonstruksilah suatu realitas dimana realitas yang terbentuk merupakan imajinasi seorang copywriter dan visualiser yang dituangkannya lewat kotak hitam atau yang kita sebut sebagai televisi. Padahal sebenarnya iklan dengan segala yang ditampilkannya itu hanya ada pada iklan tersebut. Akibatnya muncul berbagai macam realitas, salah satunya ialah standar kecantikan seorang perempuan itu sebagaimana yang ditampilkan oleh media yakni berkulit putih mulus dan menampakkan bagian-bagian tubuh tertentu.

Karena keleluasaan media informasi saat ini, iklan bertebaran diberbagai lini media yang artinya iklan tidak sesuai lagi peruntukannya. Iklan sabun mandi wanita misalnya sering ditayangkan di televisi yang tentu saja tidak hanya dikonsumsi oleh wanita tapi juga laki-laki. Dengan pemaparan yang terus menerus, tentu konstruksi itu juga akan tertanam sebagai realita yang wajar oleh kaum lakilaki.

Dari berbagai fenoma yang bisa Dok. PribadiDok. Pribadi

kita temukan, iklan ini menjadikan citra perempuan sebagai keuntungan komersial bagi pelaku media. Perempuan dimanfaatkan dalam aspek strategi pemasarannya sebagai alat yang ampuh untuk memancing daya tarik para

This article is from: