
2 minute read
ATURAN DASAR
Kesemuanya ini bersumber pada Weda atau kitab suci agama Hindu. Demikian pula halnya dengan aturan dasar dalam Arsitektur Tradisional Bali (ATB), juga di perkirakan bersumber dari pengetahuan Weda. Mengenai hal tersebut dapat di simak dalam uraian Sumintardja (1981),yang menyebutkan bahwa lontar-lontar mengenai arsitektur di Bali merupakan kelanjutan dari tradisi Hindu Jawa sebelum masa pembudayaan
Islam. Pahatan candi-candi di zaman Majapahit menunjukkan bentuk dan gaya perumahanseperti yangterdapat di Bali.
Advertisement
Tata Ruang
Tataruangmenggunakanfalsafah bahwa manusiaitu adalah unsurdari alamsemesta(kosmos).
Dankosmosini di terbagi 3bagian seperti terdapat dalamtradisi arsitekturIndia.Pembangunan suatubangunandalam kebudayaan Hindu,dalil-dalilnya tersusundalam kitab-kitab keagamaanseperti yangaslinyadi Indiabernama Cilpa Sastra.Dalil-dalil yangberlakuuntuk membangunsuatubangunankinimasihdapat di pelajari dari buku- bukuAstaKosalidan Asta

Bumidi Bali.Manawa DarmaSastrabab IIIayat 89(terjemahan Pudja,1983) menyiratkansuatu konsepsiyangdi terjemahkankedalamArsitekturTradisionalBaliberupa penempatan posisi merajanatau tempat sucipada area utamaningmandala.
POLA-POLAPERUMAHANDI BALI (PARWATA, 2004) UMUMNYADIPENGARUHI
OLEH BEBERAPAFAKTOR, YAITU:
Pola-pola perumahan di Bali (Parwata, 2004) umumnya dipengaruhioleh beberapa faktor, yaitu:
·Tata nilai/spiritualitas, manusia Bali memandang arah timur (kangin) sebagai arah yang diutamakan (sakral). Pandangan ini berhubungan dengan realitas bahwa timur merupakan arah terbitnya matahari disebagai tempat memasak;
Lumbungsebagaitempat pagi hari
·Kondisi dan potensi alam, manusia Bali memandang nilai utama ada pada arah gunung dan nilai terendah ada pada arahlaut
·Keterkaitan dengan sumber-sumber ekonomi, manusia Bali memandang penting keterkaitan permukimandengan sumber kehidupan,misalnya permukimannelayanmenghadapkearah laut, permukiman petani menghadap ke arah sawah atau perkebunan.
Konsepsosialbudaya Dalam
Penataanrumahadat
KONSEP SOSIAL BUDAYA DALAM PENATAAN RUMAH ADAT
DALAM KONSEP HINDU (SUANDRA, 1991), MASYARAKAT BALI
MENERAPKAN NILAI NILAI TRADISIONAL DALAM PENATAAN RUMAH
TINGGALNYA, ANTARA LAIN: KONSEP TRI HITA KARANA
M NUMBUHKAN K S ARASAN HUBUNGAN ANTARA
LINGKUNGAN, MANUSIA DAN TUHANNYA); KONSEPSI TRI SEMAYA (MASA LALU, MASA KINI DAN MASA YANG AKAN DATANG).
KONSEP PENATAAN RUMAH TINGGAL DI BALI PADA UMUMNYA
MENGIKUTI ATURAN TATA LETAK DAN TATA NILAI TRADISIONAL BALI
YANG JUGA BERLAKU PADA TATA RUANG KAWASAN DI
DA RAH BA . G B T 985) M N GASKAN
ATURAN TRADISI MAUPUN MODERN
BAHWA SUDAH A URANBANYAK
MEMBICARAKAN MASALAH LINGKUNGAN. DALAM ALAM TRADISI (BALI) SUDAH DIKENAL ADANYA PENGELOMPOKKAN TATA GUNA TANAH YANG TERCERMIN DALAM TRI ANGGA (KEPALA, BADAN, KAKI), TATA LETAK BANGUNAN SEPERTI DALAM LONTAR ASTA GUMI. SEDANGKAN SAAT INI SECARA MODERN DIKENAL ZONING (PEMINTAKATAN) TATA GUNA TANAH/LAHAN, MASTER PLAN, DETAIL PLAN, DENAH PLAN DAN SEBAGAINYA.
GAMBAR, PERLETAKKAN UNIT BANGUNANDALAM PEKARANGAN DI BALI
BERDASARKANHIRARKHIUTAMA-MADYA-NISTA, DIKENALDENGAN
KONSEP TRIMANDALA. (SUMBER: PARWATA,2004 ,OBJEK:RUMAH TINGGAL NI KETUT,SANGKIL,BANJARNEGARI, SINGAPADU).

Penataan Rumah Melalui
Pendekatan Budaya Bali
Perwujudan bangunan perumahan di Bali sangat kompleks dan bervariasi seiring dengan perkembangan peradaban dan teknologi.
Bangunan perumahan di Bali dirancang tidak hanya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan yang praktis, tetapi juga untuk mengekspresikan emosi atau ide-ide simbolikdan keagamaan sekuler.
Permukiman tempat tinggal masyarakat di Bali yangtradisional, menggunakankonsepTriMandala
(nista, madya dan utama mandala) dan Tri Hita
Karana. Semua ini bersumber dari lontar Asta
Semuainibersumberdari lontar AstaaKosala-Kosali dan Asta Gumi. Penjabaran ajaran Tri Hita Karana dan kaitannya dengan konsep Tri Mandala adalah hubungan manusia dengan Tuhannya yang aktivitasnya dilakukan di utama mandala, hubungan manusia dengan sesamanya dilakukan di madyamandala dan manusia dengan alam lingkungannyadi lakukandi nistamandala.
Ornamentasi

Angkul – Angkul adalah sebuah ragam hias pada bangunan rumah tradisionalbali yang berupa bangunan gerbang berlanggambali. Dalam angkul– angkul terdapat ragam hias berupa ornament yang memuat banyak makna dan simbolisyang terkaitdengan fungsi bangunan / pemakaiannya.
Elemen dekoratifyang terdapat pada bangunan memiliki fungsi sebagai elemen–elemenestetispenghias bangunan gerbang. Ragam hias pada bangunan bangunan ini pada umumnya diwujudkan sebagai pahatan dari bahan kayu , batu alam / bata merah.
BENTUK–BENTUKPAHATANINIDAPAT
Dikelompokkanmenjadi3berdasarkan Posisinya
PADABAGIANBAGIANBANGUNANGERBANG.
• Pada bagian kaki bangunan dijumpai gerbang kerap bentukan ragam hias berupa karang hasti ( ukiran wajah gajah ), karang tapel ( ukiran kedok wajah raksasa beberapa ragam hias ), dan lainnya alam yang menggambarkan kaki daerah pegunungan ( Mertha, 1991: 72 ).
• Pada bagian badan bangunan
• Pada bagian atap bangunan gerbang gerbang, dipahatkan ragam hias terdapat berbagai macam ragam hias, seperti ikut bentuk celedu ( ornamen pada ujung-ujung jurai atap) berupa burung), karang karang manuk ( ukiran simbar (ukiran wajah helai atau kelopak daun), dan berbagai tanaman bentuk pepatran ( ukiran menjalar) (Anonim, 1985 : 71). dan murdha atau karang bentala sebagai ornamen- ornamen di puncak bangunan ( Lancret, 1997 : 303 ).