pini F OKUS Pragmatisme Politik tetap Mesti Diwaspadai RAGMATISME politik sepertinya menjadi gaya akhir-akhir ini. Koalisi politik yang mendukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono boleh kita pandang sebagai salah satu model politik pragmatis tersebut. Pragmatisme memang agak identik dengan rasionalitas. Dalam arti apabila kita menginginkan keuntungan maksimal, maka dalam politik tidak bisa lain harus membidik hal yang paling menguntungkan. Berkuasa dalam pemerintahan merupakan tujuan politik dan itulah yang paling menguntungkan bagi insaninsan politik. Kita sadar bahwa politik mempunyai banyak sisi yang bisa dimanipulasi. Namun, haruslah kita lihat juga dampak yang ditimbulkannya kepada masyarakat. Pragmatisme, dengan demikian, hanya menguntungkan diri pribadi yang belum tentu menguntungkan pihak lain. Politik pragmatis hanya menguntungkan kelompok politik tersebut, misalnya partai politik atau golongan tertentu, tanpa melihat pihak lain. Bagi pemerintah persoalan ini harus dikaji benar. Sejauh mana keuntungan yang akan didapatkan dan sejauh mana juga merugikan. Garis bawahnya adalah masyarakat. Kita dan seluruh masyarakat Indonesia akhir-akhir ini disibukkan dengan kasus Bank Century. Ketika kasus ini masuk ke wilayah parlemen, sangat besar potensinya diselesaikan lewat cara-cara politis, meski berkali-kali anggota pansus telah mengatakan akan menolak cara demikian. Tetapi kalau kita lihat secara hati-hati perjalanan sidangsidang parlemen yang membahas masalah tersebut, telah terlihat adanya tindakan-tindakan politik yang masuk. Berbedanya sikap berbagai fraksi dalam menyikapi kasus Bank Century ini adalah indikasi kuat bagaimana ranah politik masuk di dalamnya. Dalam konteks itulah pragmatisme bisa masuk. Kita memahami, partai politik kecil memerlukan semacam ‘’roh’’ kekuatan dengan masuk di dalam pemerintahan. ‘’Roh’’ itu diperlukan untuk membangkitkan semangat akar rumput, masyarakat yang menjadi pendukungnya. Namun seperti kita uraikan sebelumnya, sikap ini harus diimbangi dengan pikiran yang cerdas. Tidak semata-mata mendukung pemerintah saja tetapi akan tetap kritis untuk masalah-masalah lain. Politik pragmatisme, dalam arti bertindak sesuai dengan keperluan yang menguntungkan pada saat itu, bagi pemerintah tidak selalu berdampak baik. Katakanlah misalnya sekarang sebagian anggota koalisi partai politik pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono bersikap pragmatis, di masa depan belum tentu akan bersikap seperti itu. Lapangan yang dikaji pemerintahan sangat luas, apalagi lapangan yang dihadapi negara. Kasus Bank Century mungkin kita bisa sederhanakan pada lapangan ekonomi dan keuangan. Di luar masalah tersebut negara juga mengurusi lapangan sosial. Masalah banjir dan kemiskinan bisa dijadikan permainan oleh partai politik. Kelak, partai yang bersikap kooperatif dengan pemerintah dalam kasus Bank Century ini, bisa saja akan bertolak belakang jika berhadapan dengan masalah banjir dan kemiskinan. Demikian seterusnya pada bidang masalah-masalah kenegaraan yang lain. Jadi, pemerintah harus hati-hati pula dalam melihat politik koalisi sekarang. Kasus Bank Century ini seolah-olah menjadi peringatan secara tidak langsung bahwa koalisi tidak akan menjamin stabilnya pemerintahan. Pada pemerintahan periode pertama, SBY boleh dikatakan sukses karena hampir tidak ada gejolak. PDI Perjuangan secara konsisten telah berdiri di luar partai dan tidak ada gejolak yang berarti dalam sistem kenegaraan. Ke depan, kita tidak mengetahui bagaimana perkembangan negara. Satu hal yang harus dibidik dari sekarang adalah kebijakan memberantas korupsi. Sudah bukan rahasia lagi apabila pencegahan korupsi menjadi titik pokok perjuangan Susilo Bambang Yudhoyono. Jika ini gagal dilakukan, bukan tidak mungkin akan menjadi badai lagi dalam satu atau dua tahun mendatang. Sekali lagi, pragmatisme itu memang harus diwaspadai. ***
P
Bang D
el
Kesimpulan Pansus hanya satu opsi
Suluh Indonesia, Selasa 2 Maret 2010
5
Century, Koalisi dan Pragmatisme Politik PERTARUNGAN antarelite legislatif dalam forum Pansus Bank Century telah menyita perhatian jutaan rakyat Indonesia. Kini pertarungan hangat yang terjadi di Pansus Angket Century berubah menjadi lobi-lobi politik antarpenguasa partai. Terlepas dari itu semua, dalam melihat persoalan Century ini, di mana jutaan rakyat Indonesia mulai menggantungkan sejuta asa kepada wakil-wakil rakyat terpilih. Namun, yang menjadi persoalan sekarang ini, sejauh mana anggota dewan tersebut berpegang teguh kepada komitmen dan janji-janji politik yang dilontarkan ketika berkampanye tempo dulu. Apa pun hasil keputusan akhir dari pansus nantinya terkait penyelesaian kasus Bank Century, yang jelas telah mengubah arah perpolitikan bangsa. Di antaranya, telah terjadi hubungan yang tidak harmonis antarpartai berkoalisi yang ujung-ujungnya berakhir kepada sebuah perpecahan. Babak akhir dari kasus Century berakhir dengan retaknya para parpol yang berkoalisi. Langkah menggalang koalisi baru pun sudah mulai dipersiapkan oleh partai pemenang pemilu, sejak hasil temuan sementara panitia pansus dibacakan. Persamaan visi dan misi menjadi salah satu syarat mutlak bagi partai yang berkoalisi untuk tetap melaksanakan koalisinya. Mencari persamaan visi dan misi inilah yang sangat sulit untuk dilakukan. Sebab, partai yang berkoalisi terdiri atas latar belakang dan ideologi partai yang berbeda-beda. Kepentingan ideologi partai, kelompok dan golongan masih menjadi prioritas utama bagi para politisi kita dalam menjalankan roda pemerintahan. Meminjam bahasanya Azyumardi Azra, ‘’para politisi kita baru mampu menjadi politisi namun belum mampu menjadi seorang negarawan’’. Dalam panggung politik, apa pun bisa terjadi atau tidak terjadi. Hitung-hitungan matematika tidak lagi berlaku. Secara klasik sering digambarkan, tidak ada kawan atau lawan yang abadi dalam politik, yang abadi hanya kepentingan. Sebagian dari begitu ‘’banyaknya kemungkinan’’ dalam dalil politik itu, kini lengkap kita nikmati lewat berbagai proses menjelang, pada saat, dan sesudah berlangsungnya pembacaan hasil temuan sementara panita Pansus Century. Kesibukan para tokoh partai politik penguasa dalam merancang koalisi baru menjelang keputusan final kasus Century sangat terasa, mengaktualkan tesis lamanya Harold Laswell bahwa politik adalah ‘’masalah siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana’’. Aktualisasi politik tergambar melalui lobi, statemen, maupun manuver taktis dan psikologis. Masih teringat jelas dalam memori kita ketika salah satu politisi kita berkata bahwa ‘’Akan susah membangun koalisi yang kuat dan permanen kalau setiap orang bisa datang dan pergi sesuka hati. Ini menyangkut soal trust’’. Hal inilah yang terjadi dalam
Oleh : Endrizal, M.A* Munculnya sifat pragmatisme politik dalam menentukan capres dan cawapres yang digaet dalam koalisi pada pemilu tahun kemarin telah melahirkan persoalan baru di tengah peta perpolitikan bangsa dewasa ini. Lahirnya koalisi-koalisi parpol yang sarat dengan kepentingan yang pada akhirnya menimbulkan kesengsaraan di tengah rakyat seakan menambah persoalan bangsa yang sedang galau dan menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat awam. dataran partai-partai yang berkoalisi akhir-kahir ini. Hubungan harmonis yang telah lama dibangun berubah menjadi pertarungan dingin, berbagai macam manuver plolitik dan statemen pun mulai dilontarkan, saling hina, saling caci seakan sudah menjadi hal yang biasa dalam ranah perpolitikan kita dewasa ini. Persoalan Baru Munculnya sifat pragmatisme politik dalam menentukan capres dan cawapres yang digaet dalam koalisi pada pemilu tahun kemarin telah melahirkan persoalan baru di tengah peta perpolitikan bangsa dewasa ini. Lahirnya koalisi-koalisi parpol yang sarat dengan kepentingan yang pada akhirnya menimbulkan kesengsaraan di tengah rakyat seakan menambah persoalan bangsa yang sedang galau dan menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat awam. Kenapa tidak, melihat realitas dan wacana yang berkembang di tengah percaturan pepolitikan bangsa yang belum menemukan arahnya, para politisi kita sering kali melakukan gonta-ganti pasangan dalam memenuhi hasrat kekuasaannya. Bongkar-pasang koalisi seakan menjadi hal yang biasa di kalangan elite bangsa. Selama belum menemukan kesamaan kepentingan ideologi, kelompok dan golongan selama itu pula bongkar-pasang koalisi masih tetap terjadi. Hanya ingin kita tekankan, aksioma pembenar mengenai politik sebagai pemaksimalan ‘’seni dari berbagai kemungkinan’’
sangatlah tergambar dari langkahlangkah para politisi kita saat ini. Atas nama ‘’dagang sapi’’, tidak ada sesuatu yang tidak mungkin, bahkan konsistensi dan harga diri pun seolah-olah boleh diabaikan. Yang terjadi sesungguhnya adalah bagaimana ketaktisan membaca peta. Namun itu p u n tidak mutlak, karena pemet a a n bisa berlangsung sangat dinamis. Bahkan relasirelasi politik yang seolah-olah buntu pun tidak akan pernah dapat dikatakan sebagai benar-benar mampat. Ketika pragmatisme lebih dominan, pembelajaran politik dan maslahat kesejahteraan seperti apa yang bisa didapat oleh rakyat? Rancangan-rancangan koalisi makin terasa sebagai pembenaran tesis Laswell. Adapun dalil-dalil tentang platform,
Atas nama ‘’dagang sapi’’, tidak ada sesuatu yang tidak mungkin, bahkan konsistensi dan harga diri pun seolaholah boleh diabaikan.
Yang terjadi sesungguhnya adalah bagaimana ketaktisan membaca peta. Namun itu pun tidak mutlak, karena pemetaan bisa berlangsung sangat dinamis.
Ketika pragmatisme lebih dominan, pembelajaran politik dan maslahat kesejahteraan seperti apa yang bisa didapat oleh rakyat?
ideologi, dan visi partai mudah terabaikan, hanya karena bertemunya kepentingan-kepentingan dan sharing kekuasaan. Bukan mekanisme check and balance yang berlangsung, melainkan hanya bagaimana memaksimalkan peluang. Suara rakyat yang memilih dalam pemilu pun yang mestinya didasarkan pada visi dan ideologi dalam konteks ini seolah-olah ditinggalkan. Menyikapi hal ini alangkah arif dan bijaksanana para politisi kita lebih mendasarkan koalisi yang digalang kepada kepentingan bersama, yakni kepentingan rakyat banyak, bukan kepentingan ideologi, kelompok dan golongan. Sebab, menjadi seorang negarawan sangat sulit. *Penulis, Magister Sosiologi dan Direktur pada Lembaga Indonesia Sejahtera, Aman dan Damai (IS’AD) Jawa Tengah
Suluh Indonesia Mengundang Anda menulis dalam kolom ini. Caranya: Kirim Tulisan Anda ke alamat Gedung Pers Pancasila Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat atau Kirim ke E-mail: info@bisnis-jakarta.com. Panjang Tulisan Maksimal 7.000 karakter. Tulisan akan dimuat juga secara sinergis dengan Kelompok Media Bali Post.
Cari aman ...
SURAT A NDA Mengapa Tak Ada Siaran Langsung Liga Champions Asia ? SEBAGAI pecinta sepak bola Indonesia saya sangat kecewa karena tidak bisa menyaksikan melalui layar kaca (TV) pertan-dingan antara Persipura melawan Jeonbuk Motors Korea Selatan, dalam laga leg pertama babak penyisihan Liga Champions Asia, di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa malam lalu. Rasanya ada yang ‘timpang’ di pertelevisian Indonesia terkait tayangan langsung pertadingan sepak bola. Untuk pertandingan dalam Liga Super, misalnya, salah satu stasiun TV secara rutin menayangkan secara langsung. Bahkan sering sehari
dua kali siaran langsung pada petang dan malam hari. Mengapa untuk pertandingan Liga Champions Asia, yang gensinya jelas jauh lebih tinggi dari Liga Super, tak ada stasiun TV yang menyiarkannya? Harus diakui pertandingan Liga Chamions Asia punya daya tarik lebih kuat bagi penonton ketimbang Liga Super. Pertandigan itu merupakan pertandingan ’antar bangsa’ sehingga ada sentimen ’kebangsaan’ pada diri penonton. Bagi pecinta sepak bola di tanah air, Persipusura adalah duta bangsa yang sepak terjangnya menarik dan perlu diikuti. Sampai disini, pertelevisian Indonesia gagal me-
menuhi kebutuhan akan informasi dan hiburan bagi khalayak, khusunya pecinta sepak bola. Dari sisi bisnis, pengelola stasiun TV bisa mengeruk keuntungan jika menyangkan langsung pertandingan antara Persipura melawan Jeonbuk Motors. Pihak sponsor bisa diyakinkan bahwa pertandingan tersebut diminati penonton (berating tinggi). Jika kita mengikuti ‘logika’ pertevisian Indonesia sepertinya
ada yang aneh. Di satu sisi penonton sangat dimanjakan dengan siaran langsung sepak bola dari belahan bumi lain seperti Inggris, Spanyol dan Italia. Sementara di sisi lain, pemirsa ’disiksa’ karena tak diberi kesempatan mengikuti pertandingan penting di ’kampung sendiri’. Djudira Vila Pamulang Mas Pamulang
Jalan Rusak Parah JALAN raya yang menghubungkan Desa Karet, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, Banten, dengan Kampung Bayur, Kecamatan Priuk Kota Tangerang, sepanjang 3,6 km mengalami rusak parah. Jalan
yang menghubungkan dua wilayah Kabupaten dan Kota Tangerang itu hanya dapat dilalui kendaraan jip dan roda besar, Sedangkan untuk jenis sedan kesulitan saat melintas. Kami warga setempat terpaksa me-
namam pohon pisang pada bagian tertentu agar pengendara mobil tak terperosok dalam lubang besar demi untuk menghindari ruas jalan itu. Selain itu kita juga meletakkan ban bekas di dekat lubang besar sebagai tanda agar sopir tak melintas dan berusaha untuk menghindar supaya mobil tidak terperosok dan berakibat rusak. Pada ruas jalan yang berdekatan dengan sejumlah pergudangan itu sulit dilalui kendaraan roda empat ukuran kecil karena banyak lubang besar mengangga. Bahkan sebuah kendaraan jenis mini bus warna perak nomor polisi B-1617-CW mengalami patah as masuk lubang besar di Kampung Bayur ketika melewati jalan itu untuk mengantarkan keluarganya dari Bogor, Jawa Barat. Demikian pula sebuah kendaraan sedan dari Beka-
si, Jawa Barat terperosok dalam lubang besar sehingga mengalami rusak berat dan sopirnya harus menginap satu malam menunggu petugas bagian perbaikan datang ke lokasi. Tak hanya kendaraan roda empat, sebuah sepeda motor warna merah nomor polisi B6035-CDE ketika melintas terperosok lubang dan harus mendapatkan perbaikan serius bagian mesin karena berbenturan dengan batu. Pada ruas jalan itu tidak terdapat lampu penerangan jalan sehingga dapat menimbulkan tindak pidana kriminal malam hari. Kami sudah beberapa kali mengusulkan kepada Bupati Tangerang, H. Ismet Iskandar untuk dilakukan perbaikan, namun hingga kini belum juga ada realisasinya. Antara Tangerang
Sampaikan saran, kritik dan keluhan mengenai kebijakan Pemerintah, fasilitas umum atau lainnya ke: PO BOX 6233 JKBKG, Jakarta 11062, redaksi: Jl Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan, Jakarta Pusat. Fax: 53670771 atau e-mail: info@bisnis-jakarta.com. Lampirkan foto copy KTP/SIM/Paspor yang masih berlaku dan cantumkan nomor telepon yang bisa dikonfirmasi.
Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi : Satria Naradha, Wakil Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Nariana, Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Ahmadi Supriyanto (Koordinator Liputan), Suharto Olii, Indu P Adi, Achmad Nasrudin, Hardianto, Darmawan S Sumardjo, Heru B Arifin, Asep Djamaluddin, Ade Irawan, Ipik Tanoyo, Bambang Hermawan, Fellicca, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D.Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602 Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Suluh Indonesia membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.