OPINI
6
Selasa Umanis, 18 Oktober 2016
Harian untuk Umum
Bali Post
Pengemban Pengamal Pancasila
Terbit Sejak 16 Agustus 1948
Tajuk Rencana Demokrasi Demi NKRI SEBENTAR lagi tepatnya tanggal 28 Oktober mendatang, diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Pada tanggal bersejarah tersebut beberapa tahun silam, para pemuda Indonesia mengikrarkan sumpah mereka sebagai tonggak lahirnya persatuan dan kesatuan sehingga bangsa Indonesia berhasil meraih kemerdekaan. Lahirlah yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang di dalamnya hidup rukun dan damai berbagai suku, bangsa, agama, ras dan (antar)-golongan (SARA). Sudah sekian lamanya kerukunan ini terjaga sehingga NKRI tetap tegak sampai sekarang. Belakangan, muncul berbagai isu bernuansa SARA yang cukup membahayakan karena dapat memecah belah NKRI. Bahkan, isu SARA kian kuat berembus menjelang-menjelang dilaksanakan pemilihan pemimpin, baik di tingkat pusat (pemilihan presiden/pilpres) maupun di tingkat daerah (pemilihan kepala daerah/pilkada). Salah satunya, menjelang pilpres yang akhirnya dimemangkan Joko Widodo. Terparah, sentimen SARA ini begitu kuat diembuskan menjelang pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta. Ada apa sebenarnya dengan demokrasi di negeri ini sekarang ini? Kenapa isu SARA harus diembuskan dalam sebuha pesta demokrasi? Semestinya, dalam sebuah pesta demokrasi untuk memilih seorang calon pemimpin, yang diadu adalah program-program dari sang calon. Dari berbagai program yang ditawarkan itulah dapat diketahui kualitas seorang calon pemimpin, meski itu memang perlu pembuktian dalam implementasi kinerja kemudian. Jadi, jika ingat kembali tentang Sumpah Pemuda, maka isu dan sentimen SARA sama sekali tidak relevan dikaitkan, apalagi diobral dalam sebuah pesta demokrasi. Sentimen dan isu SARA yang dilontarkan belakangan ini, jelas-jelas dapat mengancam keutuhan NKRI. Bahkan, jelas-jelas telah melanggar undang-undang dan peraturan yang ada, karena telah menebar rasa permusuhan, kebencian bahkan mengarah anarkis. Ironisnya, disadari atau tidak, dalam kecanggihan teknologi informasi dewasa ini, justru berbagai isu dan sentimen SARA ini sekarang ini dengan gampang tersebar dan diakses di seluruh jagat raya ini. Parahnya lagi, beberapa media nasional milik anak bangsa ini malah mengemas isu dan sentimen SARA ini dalam berbagai balutan acara utama. Isu dan sentimen SARA ini dijual bahkan diobral dalam sebuah kepentingan ekonomis dan politis. Kepentingan ekonomis dari peraihan rating acara, sementara kepentingan politis dari ‘’investor’’ yang membiayai dan menyeponsori acara tersebut. Syukurlah, lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat telah awas dan menindaklanjuti keresahan masyarakat. Sementara pemerintah sendiri lewat aparatnya, kelihatan belum bertindak menyikapi berbagai embusan dan sentimen SARA ini. Semestinya aparat bisa bersikap tegas karena hal ini menyangkut stabilitas negara. Tindakan tegas aparat ini sekaligus dapat sebagai efek jera terhadap para penebar dan pengobral isu SARA ini. Sekaligus, memberi pelajaran dan penyadaran bahwa isu dan sentimen SARA tidak ada relevansinya sama sekali dalam berdemokrasi untuk menentukan seorang pemimpin. Untuk sikap dan tindakan tegas ini, telah ada payung hukumnya. Selain sikap dan tindakan tegas, pemerintah semestinya sejak dini terus-menerus mengingatkan dan menanamkan nilai-nilai nasionalisme pada segenap lapisan masyarakat untuk menangkal berkembangnya isu SARA. Yang terdekat, yakni menjelang perayaan Sumpah Pemuda 28 Oktober mendatang. Benamkan di benak generasi muda, bagaimana para pemuda dulu berjuang tanpa membedakan SARA demi membangun persatuan dan kesatuan untuk mewujudkan NKRI. Dalam perbedaan SARA, mereka beradu argumentasi dalam suasana benar-benar demkratis hanya demi satu tujuan dan cita-cita, NKRI. Pemerintah, jangan hanya berkutat pada masalah ekonomis dan politis dengan mengesampingkan aspek ideologis. Sebab, akan percuma kemajuan ekonomi dan politik yang diraih jika tidak ada ideologi yang kuat yang memegangnya. Ideologi negara adalah Pancasila dan NKRI adalah harga mati yang telah diperjuangkan para pahlawan pendiri negara ini. Janganlah memunculkan ideologi-ideologi baru dalam demokrasi negeri ini yang justru hanya akan menjerumuskan bangsa ini dalam keporakporandaan karena perpecahan. Mari berdemokrasi dengan mengedepankan moral dan kualitas dalam berbagai program, dan bukan dengan menebar dan mengobral isu SARA. Karena, pemimpin bangsa ataupun kepala daerah bukanlah pemimpin satu golongan, satu suku dan sejenisnya, melainkan pemimpin bangsa dengan masyarakatnya yang heterogen terdiri dari berbagai SARA, tanpa harus mendikotomikan mayoritas dan minoritas.
S URAT PEMBACA Persyaratan : Sertakan Fotokopi KTP atau SIM
Mohon Penanganan Telkom Saya pengguna jasa Telkom dengan nomor (0361) 293970, berlokasi di Banjar Apuan, Singapadu, Gianyar, sudah mengadukan ke pengaduan Telkom 147 sejak tanggal 8 oktober, bahwa teleponnya mati total dan dari pihak Telkom menginformasikan bahwa jaringannya sedang gangguan. Sampai saat ini telepon masih mati. Pengaduan Telkom 147 hanya menerima laporan dan pengerjaan sangat lambat. Juli Singapadu, Giayar
Perawatan Infrastruktur Publik Kasus ambruknya Jembatan Kuning di Nusa Penida, Klungkung patut dijadikan pelajaran. Ini bukti ada kelemahan dalam pengawasan, perawatan dan kontrol atas fasilitas publik atau infrastruktur publik. Ke depan, saya berharap agar pejabat dan birokrat di Bali memperhatikan fasilitas-fasilitas umum yang sering digunakan masyarakat untuk rekreasi ataupun untuk kegiatan sosial dan ritual. Saya memandang hal ini perlu dilakukan secara berkala agar fasilitas publik yang usang dan tidak layak pakai lagi segera diperbaiki. Jembatan-jembatan yang sudah berumur tua sebaiknya juga dikontrol dan dicek berkala agar tetap nyaman bagi masyarakat. Terkait dengan amburknya Jembatan Kuning, saya mohon para korban dibantu maksimal dan saya juga menyampaikan turut berduka. Wayan Suantara Klungkung, Bali
Demokrasi Tanpa Isu SARA dan Kekerasan Demokrasi bersifat mulia, karena demokrasi bertujuan menyejahterakan. Demokrasi adalah moralitas, karena dalam demokrasi prinsip kebebasan, keseteraan dan persaudaraan terkandung di dalamnya. Pemilu adalah tempat bersemayamnya roh demokrasi, sehingga dalam pemilu (baca: Pilkada Serentak 2017) seharusnya asas Luber dan Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil) patut kita jaga untuk meningkatkan kualitas demokrasi kita.
Oleh I Gusti Ngurah Agung Darmayuda su SARA pada pilkada serentak 2017, pada akhirakhir minggu ini hangat dibicarakan. Diskusi dimedia ramai memperbincangkannya. Aksi saling lapor pun tidak terhindarkan. Kegaduhan yang terjadi dikhawatirkan mengancam pilkada serentak yang aman dan damai. Menanggapi maraknya isu SARA menjelang pilkada serentak 2017, Ketua Komisi Pemilihan Umum Juri Ardiantoro mengingatkan para kandidat calon kepala daerah dan tim pendukungnya untuk tak mengeksploitasi isu terkait SARA untuk kepentingan apa pun. Isu SARA sangat berpotensi memunculkan kegaduhan dan konflik horizontal di masyarakat. Seharusnya isu SARA seperti itu tidak ada lagi jika kita menjiwai semangat Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda adalah puncak sejarah kesadaran dan semangat nasionalisme akan keindonesiaan kita yang dikumandangkan pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda merupakan roh pemersatu nusantara yang menjadi roda penggerak semangat pemersatu menuju tujuan bersama mencapai Indonesia Merdeka dari cengkeraman kolonialisme. Bercerita sejarah Sumpah Pemuda (dikutip dari Victor Silaen, 2015), mulai dari Jalan Kramat 106 Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1928, para pejuang pemuda saat itu mengumandangkan sumpah yang kemudian kita kenal sebagai Sumpah Pemuda. Sejak itu berdirilah organisasiorganisasi baru. Di Bandung para pemuda yang tergabung dalam kelompok studi umum mendirikan organisasi Jong Indonesia pada 20 Februari 1927. Organisasi ini dimotori oleh Mr. Sunario, RM Joesoepadi Ganoehadiningrat, Soegiono, dan Mr. Sar-
I
tono. Kemudian berdiri pula Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) pada 4 Juli 1927, dengan tokoh utamanya Ir. Soekarno, serta Permoefakatan Perhimpoenan-perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada 17 Desember 1927. Sebelumnya berdiri Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia) pada 7 Maret 1915, dengan motor utama Satiman Wirjosandjojo. Lalu Jong Sumatranen Bond pada 9 Desember 1917, dengan tokoh utama Tengkoe Mansoer, Muhammad Anas, Abdul Moenir Nasution, Kamun, dan Muhammad Amir. Sementara di Belanda sendiri Indische Vereeniging berubah menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) pada 1 Maret 1924 dengan tokoh utama Mohammad Hatta. Akan halnya Tri Koro Dharmo pada kongres pertama di Solo, 12 Juni 1918 berubah menjadi Jong Java. Kongres Pemuda II membicarakan masalah peranan pendidikan kebangsaan dan kepanduan dalam menumbuhkan semangat kebangsaan. Tampil sebagai pembicara saat itu adalah Muhammad Yamin, Purnamawulan, Sarmidi Mangunsarkoro, Ramlan, Theo Pangemanan, dan Mr. Soenario. Walaupun mendapat gangguan dari Polisi Rahasia Belanda, kongres tersebut berhasil membuahkan keputusan yang sangat fenomenal, yaitu Sumpah Pemuda. Pada saat yang sama diperkenalkan lagu ‘‘Indonesia Raya’’ karya Wage Rudolf Supratman, yang kemudian dijadikan lagu kebangsaan Indonesia. Membaca sejarah Sumpah Pemuda dapat kita rasakan bagaimana semangat kebangsaan para pendiri bangsa saat itu. Kesadaran kolektif kebangsaan saat itu adalah sebuah momentum kelahiran Indonesia sebagai bangsa secara politik. Benihbenih kebangsaan ini telah bersemayam
sekian ratus tahun lamanya. Bangsa baru telah lahir sejak 28 Oktober 1928, menjadi modal dasar semangat menggapai cita-cita bersama. Sumpah Pemuda -- Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa yaitu Indonesia -- menjadi pilar tekad bulat para pendiri bangsa yang terus kita warisi sebagai landasan berpijak di masa sekarang dan di masa depan. Momentum Hari Sumpah Pemuda tahun ini yang bertepatan dengan pelaksanaan tahapan pilkada serentak 2017, tentu memiliki makna tersendiri untuk menjiwai semangat merawat demokrasi. Merawat demokrasi dengan semangat Sumpah Pemuda perlu disemai di setiap sanubari insan bangsa, agar tidak terjebak pada kepentingan sesaat. Kesadaran itu terpatri pada setiap perhelatan pemilu atau pilkada yang merupakan pengejawantahan proses demokrasi. Kalau kita melihat kebelakang saat awal-awal masa reformasi, saat dilangsungkannya pemilu legislatif, pemilu presiden maupun pilkada, semangat kebebasan saat itu sering lepas kontrol sehingga tak jarang berujung pada anarkis. Semangat kebebasan yang diterjemahkan dalam setiap tindakan sebagai bagian dari demokrasi sering kali berujung bentrok demi memperjuangkan kepentingan sesaat. Demokrasi saat itu cenderung disalahartikan sebagai kebebasan tanpa aturan, sehingga saat itu muncul istilah Demo Crazy. Tindakan-tindakan anarkis saat itu justru mencederai demokrasi itu sendiri. Perjalanan demokrasi kita merupakan perjalanan sejarah kebangsaan kita yang merupakan eksperimen demokrasi kita. Seiring berjalannya waktu rupanya kesadaran masyarakat mulai meningkat.
Pelaksanaan pemilu-pemilu akhir-akhir ini sudah sangat jarang adanya gesekangesekan yang mengarah tindakan anarkis. Pelaksanaan pemilu legislatif 2014, pemilu presiden 2015, kemudian pilkada serentak 2015, kejadian anarkis yang mengkhawatirkan hampir tidak ada. Sungguh menunjukkan kedewasaan cara berdemokrasi kita telah dibuktikan oleh Bangsa Indonesia. Walaupun demikian, kewaspadaan harus tetap kita jaga. Gesekan yang mengarah kepada SARA sangat mudah meletup bila kita tidak dewasa menyikapinya. Isu SARA sering digunakan sebagai senjata ampuh untuk memenangi persaingan, tentu sangat jauh dari semangat demokrasi itu sendiri. Demokrasi harus dirawat sehingga berdaya menghadapi ini dengan momentum Sumpah Pemuda sebagai pilar penyangga keberlangsungannya. Semangat Sumpah Pemuda adalah landasan terjadinya integrasi nasional, yang terbangun sampai saat ini merekat kesadaran sebagai satu bangsa. Integrasi nasional dapat berjalan seiring dengan kebebasan rakyat secara politik. Suatu saat Indonesia bisa menjadi negara maju yang disegani sekaligus menjadi negara yang dewasa berpolitik. Kualitas demokrasi kita terus kita tingkatkan dengan menyemai semangat Sumpah Pemuda secara terus-menerus melalui berbagai cara sesuai zamannya. Apabila hal ini kita lakukan demokrasi kita semakin modern, sekaligus integrasi kita sebagai bangsa semakin kuat dengan semangat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Dengan semangat Sumpah Pemuda semua orang memiliki hak yang sama dalam berdemokrasi. Latar belakang identitas tertentu tidak bisa membatasi seseorang untuk dapat menjadi kepala daerah. Betapa modernnya demokrasi kita jika perdebatan yang muncul jelang pilkada adalah adu ide dan adu program, ketimbang mengandalkan hal-hal bersifat identitas primordial. Mari kita sukseskan dan kita kawal Pilkada Serentak 2017 dengan semangat Sumpah Pemuda, sehingga menjadikan warisan demokrasi yang indah dan modern untuk generasi berikutnya. Indahnya demokrasi tanpa isu SARA dan kekerasan. Penulis, Komisioner KPU Kota Denpasar
Mengenali Potensi Danau Batur
KONFERENSI Nasional Danau Indonesia I pada 13 – 15 Agustus 2009, menghasilkan Kesepakatan Bali 2009 antara 9 menteri tentang pengelolaan danau berkelanjutan dalam mengantisipasi perubahan iklim global. Adapun kesembilan kementerian negara Republik Indonesia tersebut adalah Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dan Kementerian Kehutanan. Pengembangan dan pemanfaatan potensi danau-danau di Indonesia dilaksanakan melalui upaya perlindungan, melestarikan dan pemulihkan fungsi danau berdasarkan keseimbangan ekosistem dengan 7 strategi, yaitu pengelolaan ekosistem danau; pemanfaatan sumber daya air danau; pengembangan sistem monitoring, evaluasi dan informasi danau; penyiapan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terhadap danau; pengembangan kapasitas, kelembagaan dan koordinasi; peningkatan peran masyarakat; dan pendanaan berkelanjutan. Kesepakatan Bali 2009 telah menetapkan lima belas (15) danau prioritas yang akan ditangani bersama secara terpadu, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan pada periode 2010-2014. Penetapan danau prioritas tersebut dilandasi atas kriteria tingkat kerusakan danau, pemanfaatan danau, komitmen pemda, dan masyarakat dalam pengelolaan danau, fungsi strategis. Lima belas danau tersebut adalah Danau Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Rawapening, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum, Sentani, Rawa Danau, Poso, dan Danau Batur. Danau Batur termasuk jenis danau ka-
Oleh Ni Luh Kartini
ldera aktif yang berada pada kaldera hasil erupsi Gunung Batur purba pada masa lalu. Hal ini menyebabkan Danau Batur berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tertutup dan sekaligus sebagai Daerah Tangkapan Air (DTA)-nya. Danau Batur berbentuk bulan sabit yang terletak di bagian timur dari DAS dimaksud. Badan Informasi Geospasial (BIG) Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik (2013) melaporkan, secara geografis DTA Danau Batur berada di antara: sebelah utara 8º11’18,9”S dan sebelah selatan 8º17’33.1”S, sebelah barat 115º19’16,7”E dan sebelah timur 115º25’49,46”E. Secara administrasi, wilayah lingkungan Danau Batur termasuk ke dalam Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Daerah tersebut terbagi ke dalam beberapa desa yaitu Sukawana, Pinggan, Belandingan, Songan A, Songan B, Batur Utara, Batur Tengah, Batur Selatan, Kedisan, Buahan, Abang Batu Dinding, Abang Songan, dan Terunyan. Luas permukaan air Danau Batur mencapai 16,05 km2 dengan volume air 815,38 juta m3 dan kedalaman rata-rata 50,8 m.Air Danau Batur bersumber dari air hujan dan rembesanrembesan air dari pegunungan sekitarnya dengan luas daerah tangkapan 105,35 km2 (Dinas PU Provinsi Bali, Bappeda Provinsi Bali dalam SLHD BLH Provinsi Bali, 2012). Panjang garis pesisir (shoreline) Danau Batur kurang lebih 21,4 km yang dikelilingi oleh lahan dengan dua topografi yang berbeda, yaitu di bagian barat merupakan dataran rendah yang bergelombang sampai gunung (Gunung Batur dengan ketinggian 1.717 meter dpl) dan di bagian utara, timur dan selatan merupakan daerah perbukitan
terjal sampai gunung (Gunung Abang dengan ketinggian 2.172 meter dpl). Daerah sekitar Danau Batur dipengaruhi oleh iklim tropis dengan dua musim, yaitu musim penghujan yang ditandai dengan berembusnya angin, Monsoon Barat, dan musim kemarau yang dipengaruhi oleh angin, Monsoon Timur. Rata-rata kecepatan angin harian tiap tahunnya adalah 0,62 m/detik. Musim penghujan dimulai dari bulan Desember sampai dengan bulan Mei. Hujan total tahunan ratarata 1.838,60 mm. Curah hujan bulan Desember 2010 di daerah Kintamani > 500 mm. Kondisi suhu perairan Danau Batur berkisar 22,8º C 26,60º C dan Kelembaban relatif rata-rata tahunannya adalah 87,67 persen (BMKG Wil III). Danau Batur memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Bali, karena sangat terkait dengan adat, Budaya dan agama Hindu yang dianut oleh orang Bali. Berdasarkan keyakinan masyakat Bali, Danau bukan hanya sebagai sumber air untuk pertanian dan kebutuhan untuk rumah tangga, tetapi menjadi tempat suci tempat berstananya Hyang Dewi Danu yang diyakini sebagai dewa kesuburan dan juga diyakini sebagi pusat amerta (kesejahteraan). Berdasarkan hal tersebut, maka setiap danau pasti memiliki tempat suci yaitu ‘’Pura Ulun Danu’’ kalau di Danau Batur nama puranya Pura Ulun Danu Batur. Danau Batur di Bali terluas dibandingkan 3 danau lainnya, setiap masyarakat Bali yang beragama Hindu pasti bersembahyang di Pura Ulun Danu Batur. Seluruh subak (lembaga pengatur air sejak sebelum abad ke-9). Semua sawah di Bali yang hulunya di Danau Batur (dapat air dari Danau Batur) untuk wujud baktinya sebagai bukti setiap pemilik sawah setiap 6 bulan (panen) ngaturang sawinih (nyetor hasil )karena sudah menggunakan air dari Danau Batur. Penulis, Dosen PS Agroekoteknologi FP Unud
POJOK Dewa Sukrawan akui beras Bulog 10 ton untuk kampanye Golkar. - Sekalian kampanye pilkada. *** Kemenkum HAM bentuk tim satgas sapu bersih pungutan liar. - Jangan hanya pencitraan. *** Kemajuan pariwisata tak berdampak fasilitas di Nusa Ceningan. - Bukti, rakyat hanya jadi objek.
Perintis : K.Nadha, Pemimpin Umum: ABG Satria Naradha Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Wirata Redaktur Pelaksana : Made Sueca, Dira Arsana Sekretaris Redaksi: Sugiartha Redaktur Eksekutif: Parwata Redaksi: Daniel Fajry, Mawa, Yudi Winanto, Subrata, Diah Dewi, Giriana Saputra Anggota Redaksi Denpasar: Oka Rusmini, Umbu Landu Paranggi, Sumatika, Asmara Putra, Dedy Sumartana, Yudi Karnaedi, Pramana Wijaya, Eka Adhiyasa, Parwata, Rindra, Agustoni, Ngurah Kertanegara, Komang Suryawan, Made Miasa, Agung Dharmada. Bangli: IA Swasrina, Sosiawan, Buleleng: Dewa Kusuma, Mudiarta. Gianyar: Manik Astajaya, . Karangasem: Budana, Bagiarta, Klungkung: Dewa Dedy Farendra, Negara: IB Surya Dharma, Tabanan: Dewi Puspawati,Wira Sanjiwani. Jakarta: Nikson, Hardianto, Ade Irawan. NTB: Agus Talino, Izzul Khairi, Raka Akriyani. Surabaya: Bambang Wiliarto. Banyuwangi: Budi Wiriyanto Kantor Redaksi: Jalan Kepundung 67 A Denpasar 80232. Telepon (0361)225764, Facsimile: 227418, Alamat Surat: P.O.Box:3010 Denpasar 80001. Perwakilan Bali Post Jakarta, Bag.Iklan/Redaksi: Jl.Palmerah Barat 21F. Telp 021-5357602, Facsimile: 021-5357605 Jakarta Pusat. NTB: Jalam Bangau No. 15 Cakranegara Telp. (0370) 639543, Facsimile: (0370) 628257. Manajer Sirkulasi: Budiarta, Manajer Percetakan: Tri Iriana, Marketing/Pengaduan Pelanggan: K. Budiarta, Alamat Bagian Iklan: Jl.Kepundung 67A, Denpasar 80232 Telp.: 225764, Facsimile : 227418 Senin s.d. Jumat 08.00-19.00, Sabtu 08.00-13.00, Minggu 08.00-19.00. Tarif Iklan : Iklan Mini: minimal 2 baris maksimal 10 baris, Minggu s.d. Jumat Rp 49.500,- per baris, Sabtu Rp 64.350,- per baris Iklan Umum: < 100 mmk Rp 50.000 per mmk, >100 mmk Rp 55.000 per mmk. Iklan Keluarga/Duka Cita: Rp 40.000 per mmk. Advertorial Rp 25.000 per mmk. Iklan Warna: 2 warna Rp 55.000, 4 warna Rp 75.000 per mmk. Pembayaran di muka, iklan mendesak untuk dimuat besok dapat diterima sampai pukul 18.00. Alamat Bagian Langganan/Pengaduan Langganan: Jl.Kepundung 67A Denpasar 80232 Tel: 225764, Facsimile: 227418. Harga Langganan: Rp 90.000 sebulan, Pembayaran di muka. Harga eceran Rp 4.000. Terbit 7 kali seminggu. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers: SK Menpen No. 005/SK/Menpen/SIUPP/A.7/1985 Tanggal 24 Oktober 1985, ISSN 0852-6515. Anggota SPS-SGP, Penerbit: PT Bali Post. Rek. BCA KCU Hasanudin Denpasar AC: 040-3070618 a/n PT. Bali Post. Rek. BRI Jl. Gajahmada Denpasar A/C: 00170 1000320 300 an Pt.Bali Post. Sumbangan untuk orang sakit Rek. BPD Capem Kamboja, Denpasar No. 037.02.02.00016-8 A/n Simpati Anda,BCA Cabang Denpasar No.040.3555000 A/n Simpati Anda, Dana Punia Pura Rek.BPD Capem Kamboja, Denpasar No. 037.02.02.00017-1 A/n Dana Punia Pura, BCA Cabang Denpasar No. 040.3966000 A/n Dana Punia Pura, BCA Cabang Denpasar No. 040.3277000 A/n Dompet Beasiswa, BCA Cabang Denpasar No. 040.3688000 A/n Dompet Lingkungan. WARTAWAN BALI POST SELALU MEMBAWA TANDA PENGENAL, DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APA PUN DARI NARA SUMBER