EKSPRESI
18 KELUARGA
Sabtu Pon, 17 Oktober 2009
Semangatnya Berakhir di Rumah Sakit Jiwa Wanita Pertama Indonesia Penakluk Mount Everest Magelang (Bali Post) Semangat besar penuh gelora bagi seorang pendaki untuk menaklukkan suatu puncak gunung adalah hal yang wajar. Semangat besar seorang wanita kelahiran Yogyakarta, 9 Juli 1965, Clara Sumarwati, telah mengantarkannya menaklukkan puncak Gunung Everest, Nepal. Namun, ternyata kini dia harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof. dr. Soerojo, Magelang, akibat gangguan jiwa yang dideritanya.
Bali Post/ist
Tumbuhkan Minat Baca Mulai dari Rumah Mataram (Bali Post) Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Sri Sularsih menegaskan, peningkatan minat baca dimulai dari rumah atau keluarga karena lembaga itu merupakan lingkungan yang paling penting untuk menumbuhkembangkan budaya membaca. “Lingkungan keluarga sangat menentukan minat membaca terutama anak-anak,” katanya di sela-sela kegiatan rapat koordinasi perpustakaan dan kearsipan dan sosialisasi UU No.43 Tahun 2007 dan diklat pengelolaan arsip, di Mataram, Kamis (15/10) lalu. Menurut Sularsih, peranan keluarga dalam meningkatkan minat baca khususnya bagi anak-anak sangat membantu dalam rangka membudayakan membaca. Budaya membaca akan berdampak pada kualitas serta peningkatan sumber daya manusia yang andal. Budaya membaca merupakan salah satu modal dasar suatu daerah untuk maju. Ia mengatakan, berdasarkan hasil survei, minat baca masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, seperti Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur dinilai cukup tinggi. Namun, yang menjadi permasalahan adalah buku yang akan dibaca tidak ada. Karena itu, pemerintah melalui Perpusnas mengadakan program pengadaan buku melalui perpustakaan yang ada di provinsi dan kabupaten/kota. “Pengembangan perpustakaan hingga ke pedesaan merupakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan minat baca masyarakat,” ujarnya. (ant)
Clara merupakan warga Indonesia dan Asia Tenggara pertama yang berhasil mencapai puncak Gunung Everest berketinggian 8.848 meter di atas permukaan air laut pada 26 September 1996. Wanita lajang lulusan Psikologi Pendidikan Universitas Atmajaya Jakarta ini merupakan pasien kambuhan yang sudah tiga kali menjalani perawatan di RSJ Magelang. Gangguan jiwa yang dideritanya beberapa kali kambuh karena dia tidak rutin mengonsumsi obat yang dianjurkan dokter. Clara menjalani perawatan pertama di RSJ Magelang pada 1997, waktu itu dia mengalami gangguan jiwa cukup parah. Di lingkungan tempat tinggalnya di kawasan Minggiran MJ II Yogyakarta, dia dikenal sering marah dan mengamuk jika sedang kambuh. “Ketika pertama masuk ke RSJ, dia masih sering mengamuk tidak terkendali,” kata Kepala Humas RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang, Syaiful Hadi. Semula di lingkungan RSJ tidak ada yang percaya Clara sebagai sosok wanita pertama dari Indonesia dan Asia Tenggara yang pernah menaklukkan Mount Everest. Meskipun berkali-kali Clara menceritakan perihal dirinya pada perawat dan dokter, namun tidak satu pun
dari mereka yang mempercayai. Hal tersebut diakui Rida Utami, perawat di Bangsal W3/Wisma Drupadi, tempat Clara menjalani perawatan. Rida mengaku kerap menjadi tempat curahan hati bagi Clara. “Clara sering bercerita tentang sejumlah pendakiannya, termasuk ketika dia mencapai Mount Everest dan berhasil menancapkan bendera Merah Putih di sana,” katanya. Frustrasi Panjang Pengakuan Clara yang mempunyai prestasi dan keberadaannya sebagai sosok istimewa yang pernah mengharumkan nama bangsa Indonesia baru terungkap beberapa hari lalu ketika ada tim penilai pemuda pelopor dari Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga datang untuk menilai Poppy Safitri, wakil kontingen Jawa Tengah untuk lomba pemuda pelopor tingkat nasional. Dalam kunjungan ke RSJ itulah, salah satu anggota tim yakni Deputi Menpora Hamzah mengenali sosok Clara. Hamzah pun terkejut menjumpai Clara yang dikenalnya sebagai pendaki hebat andalan Indonesia, yang ternyata menjadi pasien RSJ. Dari pertemuan itulah akhirnya pihak RSJ percaya pengakuan Clara selama ini.
06.35 07.05 07.35 08.05 09.00 09.30 10.00 10.30 11.00 12.00 12.05 12.30
Mars Indonesia Raya Mars Bali Jagadhita Lagu Ngastitiang Bali Puja Trisandya Dharma Wacana Makna Hari Raya Suci Hindu bag.2 Seputar Bali Pagi Sehat Bugar Warna Warni Pagi Lejel Home Shopping Warisan Nusantara Belajar Menggambar Bali Channel Dialog Menkes Lejel Home Shopping Puja Trisandya Dharma Wacana Srada Bakti ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa bag.3 Mulat Sarira
Akhirnya Dunia Mengakui Batik 12.45 De Koh Ngomong Efisiensi Vs Pemadaman Listrik Bergilir 13.00 Klip Bali 13.30 Upakara 14.30 Taman Sari 15.00 Parameter 15.30 Kreasi Anak Bali TV 16.00 Anacaraka 16.30 Lejel Home Shopping 17.00 Sekilas Berita 17.05 Samatra Artis Bali 17.30 Dharma Wecana 18.00 Puja Trisandya 18.05 Seputar Bali 18.30 Klip Bali 19.30 Orti Bali 20.00 Konser Bali TV Road To Badung 23.00 Suluh Indonesia 23.30 SMS Chat
SMS HOTLINE : 0812 88322333
S S S L. Figo cell 0361-7890250, Lucky cell 0361 - 7890253, BTC mobile phone 0361-7890252, City phone 0361 - 7426386, Dewata com 0361 -7478888 .44 3 - p
Bali Post/ist
KOSTUM - Clara Sumarwati ketika mengenakan kostum lengkap mendaki.
Menurut dr. Hariyono Padmosudiro, Sp.KJ., Clara telah dirawat di RSJ Magelang sejak 30 Juni 2009. Dia telah menjalani perawatan di RSJ Magelang untuk ketiga kalinya, pertama pada 1997 dan kedua tahun 2000. Menurut Hariyono, Clara mempunyai gangguan ke arah paranoid, dia selalu diliputi rasa curiga yang tidak berdasar dan tidak realistis pada lingkungan bahkan cenderung mengganggu lingkungan sosial. “Meskipun tidak ada apa-apa, tetapi dianggapnya ada orang yang mau mencelakakannya,” katanya mencontohkan. Pemicu kondisi tersebut, kata Hariyono, antara lain Clara punya prestasi tetapi dirasakannya tidak ada orang yang menghargai atau mempercayainya, sehingga dia merasa frustrasi berkepanjangan. “Berdasarkan data yang kami miliki, tidak ada faktor keturunan. Rasa kecewa sebagai pence-
tus meskipun ada latar belakang sebelumnya berupa mental yang rapuh,” katanya. Dikatakan, sebenarnya kondisi Clara kini sudah baik, bisa berperilaku sosial dengan bagus. Secara klinis medis sudah bisa dipulangkan, tetapi keluarga dan masyarakat belum mau menerimanya. Hariyono berharap keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggalnya mau menerimanya, namun mereka mungkin mempunyai trauma masa lalu sehingga belum bisa menerima kehadirannya. Tidak Dipercaya Clara sendiri mengungkapkan, penyakit yang dideritanya disebabkan kekecewaannya yang bertumpuk selama ini, salah satunya karena tidak ada penghargaan dari pemerintah atas prestasinya. “Bahkan, saya pernah mengajukan surat keterangan resmi dari
pemerintah bahwa saya merupakan warga negara Indonesia, tetapi sampai sekarang tidak pernah diberikan. Padahal surat itu penting bagi saya untuk mencari sponsor di luar negeri untuk melakukan pendakian ke tujuh puncak gunung yang menjadi cita-cita saya,” katanya. Ia juga mengungkapkan kekecewaannya kepada seorang Komandan Kopassus waktu itu yang telah menjanjikan akan memberikan hadiah rumah dan mobil setelah berhasil melakukan pendakian ke puncak Everest, namun hingga sekarang janji itu tidak pernah terwujud. Selain itu, katanya, lingkungannya tidak ada yang percaya bahwa dirinya seorang pendaki yang pernah menaklukkan puncak Everest. “Padahal, ketika pendakian yang disponsori panitia 51 Tahun Kemerdekaan RI itu saya membawa lima orang saksi dari asosia-
si pendaki Nepal. Hanya, pendokumentasiannya lemah, sehingga tidak ada yang percaya. Namun, tetap ada dokumentasinya, videonya juga masih ada di rumah,” kata Clara. Menurut Clara, penyakitnya itu juga disebabkan dirinya pernah membuka masker oksigen ketika sampai di puncak Everest. “Waktu membuka masker walaupun sebentar, napas terasa tertekan dan ada rasa berat di bagian kepala. “Sampai sekarang, kalau tidak mengonsumsi obat, saya sering merasa tidak sanggup mengontrol diri,” katanya. Putri keenam pasangan Markus Mario (alm) dan Ana Sumarwati ini masih mempunyai keinginan untuk menaklukkan sejumlah puncak gunung di dunia ini, antara lain Gunung Vinson di Antartika, Kalimanjaro di Afrika, Kinley di Amerika, dan puncak Cartens Jayawijaya. (rtr/ant)
Pramuka Perlu Paradigma Baru
Sabtu , 17 Oktober 2009 05.52 05.54 05.56 06.00 06.05
Bali Post/ist
MENDAKI - Clara Sumarwati ketika mendaki Mount Everest.
Bali Post/ist
PRAMUKA - Sekelompok Pramuka sedang melakukan kegiatan.
Jakarta (Bali Post) Pramuka memerlukan paradigma baru di dalam masyarakat sebagai organisasi yang memiliki keunggulan kompetitif bagi pendidikan dan pengembangan generasi muda. Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Azrul Azwar dalam pembukaan Kursus Kehumasan Tingkat Nasional di Cibubur, Jakarta, baru-baru ini menjelaskan, gerakan pramuka perlu meningkatkan citra terhadap masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan. “Ada kesan bahwa Pramuka itu tidak betul dan hanya main-main,” ujar Azrul. Gerakan Pramuka tidak dipandang penting bagi masyarakat karena tidak jelasnya kegiatan Pramuka saat ini. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak banyak tahu tentang kegiatan tersebut. “Sebenarnya tidak hanya intelektual, ekonomi, atau sosial yang harus dipelajari tetapi watak, kejujuran, lingkungan maupun kasih sayang justru sangat menjanjikan bagi seseorang menjadi
berakhlak mulia,” tambah Azrul. Azrul juga mengatakan bahwa Pramuka akan melakukan perbaikan dari sisi organisasi dan sistem pendidikan sehingga dapat dirasakan secara nyata setiap kegiatannya. Demi meningkatkan citra, Pramuka akan melakukan program Pramuka Peduli yang selalu tampil terdepan di dalam masyarakat. Selain itu, semua kebutuhan tentang kegiatan ataupun permainan tidak hanya di kelas, tetapi akan diada-
kan di luar. Kebutuhan tersebut akan dimasukkan ke dalam sistem pendidikan yang baru. Kursus kehumasan yang diadakan oleh Kwarnas itu dihadiri puluhan peserta dari 33 provinsi di Indonesia. Peserta diharapkan dapat mengeksplorasi cara-cara berpromosi tentang keunggulan kompetitif kepramukaan dan mampu menganalisis media dan jejaring sosial apa saja yang baik untuk menonjolkan nilai-nilai kepramukaan. (ant)