6
OPINI
Rabu Wage, 25 Februari 2009
Harian untuk Umum
Bali Post Pengemban Pengamal Pancasila
Terbit Sejak 16 Agustus 1948
Tajuk Rencana Ekonomi Berbasis Pertanian Paradigma Baru EKONOMI Bali sampai saat ini masih bersandar pada sektor pertanian di satu sisi dan pariwisata di sisi lain. Sayangnya kedua sektor ini tidak pernah rukun, dan tidak saling mendukung sejak awal. Pariwisata mendapat perhatian serius, sedangkan pertanian senantiasa minim perhatian dari pemerintah. Hal itu mengakibatkan pertanian Bali kian menurun peminatnya. Lahan pertanian kian banyak terjual, animo menggeluti sektor ini pun merosot. Banyak alasan menyertainya, seperti tingginya biaya yang harus dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh sama sekali tak imbang. Belum lagi tidak adanya komitmen yang jelas dari pemerintah untuk menyokong sektor ini. Buktinya, harga pupuk yang tinggi selalu menjadi jeritan petani. Ada pupuk bersubsidi, tetapi kenyataan di lapangan tetap tak terjangkau kantong petani kita. Berbagai permasalahan klasik seperti penurunan luas lahan, mahalnya saprodi, berkurangnya minat penduduk untuk menggeluti pertanian, tingkat kesejahteraan petani yang tidak kunjung membaik, dan berbagai kendala lain yang selalu mewarnai kehidupan petani dan pertaniannya. Ironisnya, pertanian masih tetap merupakan sektor pemberi share terbesar kedua bagi ekonomi Bali. Meski pada kenyataannya nasib petani masih memprihatinkan, namun mesti disadari bahwa sektor pertanian jauh lebih bisa dipastikan dibanding pariwisata. Hal ini karena pertanian lebih bergantung pada pengaruh internal ketimbang eksternal. Untuk meraih kepastian perekonomian, banyak sudah hitung-hitungan para ahli dilontarkan agar pemerintah kembali ke pertanian. Tetapi, sebagaimana disampaikan Pembina Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bungaran Saragih (Bali Post, 23/2), kebijakan pemerintah dalam membangun bidang pertanian pada lima tahun terakhir keliru dan harus segera diperbaiki. Pemerintah dinilai hanya memikirkan solusi bidang pertanian jangka pendek, mengabaikan program strat-
S URAT
egis yang bersifat jangka panjang. Karenanya harus ada langkah-langkah nyata ke arah pembenahan-pembenahan sektor pertanian. Salah satu solusi yang ditawarkan Bungaran adalah membangun teknologi pertanian dan organisasi yang modern. Kita memerlukan paradigma baru dalam pembangunan sektor pertanian mengarah pada usaha agribisnis yang dikendalikan dan dipimpin oleh masyarakat. Yang sangat kita butuhkan saat ini adalah adanya kepastian perekonomian yang bertumpu pada suatu bidang yang tidak rentan terhadap faktor-faktor eksternal. Setahun belakangan ini misalnya, kondisi eksternal yang penuh ketidakpastian telah ikut menyeret laju perekonomian nasional ke arah perlambatan. Mulai dari peningkatan harga pangan dunia, meningkatnya harga minyak dunia (kemudian mengalami penurunan yang sangat drastis), sampai krisis finansial yang terjadi di beberapa negara maju telah ikut memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi kita. Krisis finansial yang terjadi telah memporak-porandakan harga saham, membuat nilai rupiah merosot terus. Di sisi lain permintaan ekspor ke Indonesia juga menurun akibat lesunya ekonomi negara tujuan ekspor. Apabila ketidakpastian perekonomian ini berlarut-larut, dan pemerintah tidak segera melakukan langkah-langkah pembenahan sektor pertanian, atau sektor lain yang dinilai punya resistensi paling rendah terhadap berbagai faktor eksternal, kita khawatir kejenuhan akan melanda psikologi masyarakat. Ujungujungnya terjadi frustrasi sosial yang berakibat munculnya beragam ekspresi negatif di tengah masyarakat. Apalagi kita tengah memasuki situasi politik yang kian tinggi suhunya, bukan mustahil keadaan akan memburuk. Kita membutuhkan suatu kepastian untuk mengantisipasi apa yang harus dilakukan. Perekonomian yang unpredictable dapat membahayakan kelangsungan hidup masyarakat dan juga negara.
PEMBAC A
Persyaratan : Sertakan Fotokopi KTP atau SIM
Padharman Pusat, Sapta Arya dan Sapta Sanak Arya Kenceng Bali Post tanggal 15 Februari 2009 menurunkan berita berjudul ‘’Dr. Vedakarna Lega, Padharman Pusat Arya Kenceng Rampung’’ yang menjelaskan bahwa ‘’Padharman Pusat Arya Kenceng Sapta Sanak’’ di Besakih telah di-pelaspas dan dihadiri oleh ribuan warga ‘’Sapta Arya’’. Ini menimbulkan tiga pernyataan: Pertama, tentang Padharman Pusat Arya Kenceng. Sepengetahuan kami, di Bali rasanya tidak ada yang dinamakan ‘’Padharman Pusat’’. Berdasarkan buku ‘’Pura Kawitan/Padharman dan Penyungsungan Jagat’’ karya Ktut Soebandi, yang ada hanyalah ‘’Pura Padharman’’ yang dibangun oleh berbagai soroh. Misalnya ada Pura Padharman Mengwi (Arya Kepakisan), Padharman Kaba-kaba (Arya Belog), Padharman Kubon Tubuh (Arya Kutawaringin), Padharman Arya Kenceng (Arya Kenceng) dan padharman lain yang cukup banyak. Karena itu dibangunnya ‘’Padharman Pusat Arya Kenceng’’ yang hendak mempersatukan keturunan ‘’Tujuh Arya’’, di mana seorang tokoh partai politik, yang juga keturunan Arya Kenceng Tegeh Kori, memberikan sumbangan Rp 28 juta menjelang pemilu bulan April 2009, terasa seperti berbau money politics. Karena, dapat dipandang sebagai usaha untuk menggiring masyarakat Bali keturunan para Arya agar memilih oknum atau partai tertentu. Kedua, tentang Sapta Arya. Munculnya istilah Sapta Arya ini cukup mengagetkan. Selama ini kami hanya mengenal istilah ‘’Sad Arya’’ atau ‘’Sad Sanak’’ yang dulu sering ditulis dalam Rubrik Babad Bali Post oleh Jro Mangku Gde Ktut Soebandi (alm), antara lain termuat dalam Bali Post tanggal 22 Juli 1998 dan 5 Juli 1999. Menurut Jro Mangku Gde Ktut Soebandi, yang dimaksud dengan Sad Arya atau Sad Sanak itu adalah Enam Arya bersaudara keturunan Raja Kahuripan yaitu, 1) Raden Cakradara, 2) Arya Damar, 3) Arya Kenceng, 4) Arya Kutawaringin, 5) Arya Sentong dan 6) Arya Belog (Arya Pudak). Penjelasan mengenai Sad Arya atau Sad Sanak ini terdapat pula dalam buku-buku Babad Arya Kenceng Tegehkuri, Babad Nyuhaya, Babad Arya dan lain-lain. Karena itu istilah Sapta Arya dalam hubungan dengan ‘’Arya Kenceng Tujuh Bersaudara’’ rasanya perlu dikaji kembali. Ketiga, tentang Arya Kenceng Sapta Sanak. Semua orang tahu bahwa Sapta Sanak itu berarti Tujuh Bersaudara. Karena itu Arya Kenceng Sapta Sanak dapat diartikan sebagai Tujuh Bersaudara Arya Kenceng. Menurut berita tersebut, yang termasuk dalam Arya Kenceng Sapta
Sanak itu adalah 1) Arya Damar, 2) Arya Sentong, 3) Arya Beleteng, 4) Arya Kutawaringin, 5) Arya Kepakisan, 6) Arya Belog dan 7) Arya Tegeh Kori. Jumlahnya benar, yaitu Tujuh Arya, tetapi unsur-unsurnya menimbulkan tanda tanya. 1. Mengapa Arya Kenceng sendiri tidak ada dalam Arya Kenceng Sapta Sanak? Tentu unik sekali, kalau ‘’Padharman Pusat Arya Kenceng Sapta Sanak’’ tidak menyebut nama Arya Kenceng sebagai salah satu unsurnya. 2. Ada nama Arya Tegeh Kori, putra Raja Gelgel yang dijadikan anak angkat oleh Arya Kenceng. Karena bukan saudaranya, maka Arya Tegeh Kori tidaklah dapat dimasukkan ke dalam Arya Kenceng Sapta Sanak atau Tujuh Bersaudara Arya Kenceng. 3. Arya Kenceng Sapta Sanak ternyata membawa-bawa nama Arya Beleteng dan Arya Kepakisan, padahal kedua Arya ini bukanlah saudara Arya Kenceng. Sebab, Arya Kepakian menurut Babad Arya Kepakisan dan buku-buku babad lain, bukanlah keturunan Raja Kahuripan seperti Arya Kenceng, tetapi keturunan Raja Kadiri. Sedangkan Arya Beleteng menurut Babad Arya Wang Bang Pinatih adalah Mahapatih Kerajaan Kadiri. Dengan demikian, maka tiga dari Tujuh Arya itu tidak dapat dinamakan sebagai Arya Kenceng Bersaudara, sehingga yang termasuk dalam Arya Kenceng Bersaudara hanyalah Arya Damar, Arya Sentong, Arya Kutawaringin dan Arya Belog. Arya Kenceng Bersaudara akan menjadi lengkap adanya, manakala keempat Arya ini ditambah lagi dengan Arya Kenceng sendiri dan Raden Cakradara yang menikah dengan Ratu Majapahit. Itu pun hanya berjumlah Enam Arya (Sad Arya) dan tidak Tujuh Arya (Sapta Arya). Dengan demikian maka apa yang dinamakan Sapta Sanak atau Sapta Arya itu sebenarnya tidak ada. Yang ada hanyalah Sad Sanak atau Sad Arya sebagaimana dijelaskan oleh Jro Mangku Gde Ktut Soebandi dan buku-buku babad di atas. Sekiranya uraian ini dipandang keliru, kiranya dapat diberikan penjelasan yang benar, dengan mengacu kepada buku-buku yang berkaitan, seperti buku sejarah, babad, bancangah/ bapancangah, prasasti, piyagem, raja purana dan lain-lain yang mendukung keberadaan Sapta Sanak atau Sapta Arya tersebut. Drs. K.M. Suhardana Jl. Kresna No.5 Sampalan Klod, Klungkung (KTP: Jl. Mandor, CilandakJakarta Selatan?
Mencari Celah Perekonomian di Tengah Ketidakpastian Di tengah situasi pariwisata yang makin tidak pasti, kita seharusnya bisa menemukan peluang lain untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Pariwisata sebagai lokomotif perekonomian memang telah memberikan banyak hal kepada kita. Tetapi mesti diingat pula bahwa pariwisata merupakan sektor yang juga sangat rentan terhadap perubahan situasi, baik internal maupun eksternal. Kita tentu masih ingat betapa terpengaruhnya ekonomi Bali ketika perubahan eksternal (perang Irak, bom Mariot, terorisme dan lain-lain) berdampak pada kondisi pariwisata. Padahal, kita tidak bisa mengantisipasi sesuatu yang terjadi di luar sana. Sehingga alternatif selain pariwisata mutlak diperlukan jika ingin meningkatkan kinerja ekonomi Bali. elain pariwisata, ekonomi Bali masih bersandar pada sektor pertanian. Meski memperlihatkan trend yang terus menurun, namun pertanian masih tetap merupakan sektor pemberi share terbesar kedua bagi ekonomi Bali. Memang jika membahas pertanian, kita mesti dihadapkan pada berbagai permasalahan klasik seperti penurunan luas lahan, mahalnya saprodi, berkurangnya minat penduduk untuk menggeluti pertanian, sampai pada tingkat kesejahteraan petani yang tidak kunjung membaik. Dari data BPS, Nilai Tukar Petani (NTP) Bali (suatu indeks yang menggambarkan nilai tukar/tingkat kesejahteraan petani secara relatif) selama tahun 2008 memperlihatkan angka yang berfluktuasi. Meski dari data yang ada sebanyak 8 kali NTP Bali berada di atas 100 (mengindikasikan harga barang yang dihasilkan lebih besar dari harga yang dibayarkan), dan hanya empat bulan yaitu Maret, April, Mei dan Juni NTP Bali berada di bawah seratus, namun jika dilihat lebih kedalam ternyata tidak semua petani yang menikmati hal tersebut.
S
Oleh Gede Hendrayana, M.Si Dari lima jenis petani, yaitu petani yang mengusahakan hortikultura, petani tanaman pangan, perikanan, tanaman perkebunan rakyat, dan petani yang mengusahakan ternak, ternyata hanya petani yang mengusahakan tanaman perkebunan rakyat yang memiliki peluang besar untuk menjadi sejahtera (NTP selalu lebih besar 100) sementara petani hortikultura hanya di beberapa bulan, sedangkan petani lainnya hampir selalu mengalami kerugian (harga barang yang dihasilkan lebih rendah dari harga barang kebutuhannya, baik konsumsi maupun produksi). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum petani Bali masih belum bisa dikatakan memiliki peluang untuk menjadi sejahtera, apalagi sejahtera secara riil/benar-benar sejahtera. Meski pada kenyataannya nasib petani masih memprihatinkan, mesti disadari bahwa sektor pertanian jauh lebih bisa dipastikan/predictable dibanding pariwisata. Hal ini karena pertanian lebih bergantung pada pengaruh internal
ketimbang eksternal. Jauh dari Harapan Terjadinya pergeseran struktur perekonomian Bali dari pertanian ke tersier memang merupakan suatu lompatan yang prestisius. Namun jika disimak secara lebih seksama, pada akhirnya kita menjadi sangat tergantung dari berkah kedatangan wisatawan. Tidak hanya itu, pergeseran yang terjadi pada dasarnya menunjukkan belum siapnya Bali untuk masuk ke sektor kedua yaitu industri. Lompatan dari primer ke tersier adalah suatu bentuk di mana industrialisasi masih jauh dari harapan. Dua tahun terakhir ini memang bisa disebut sebagai era kebangkitan dunia kepariwisataan Bali, karena di samping jumlah kunjungan mampu melampaui target yang ditetapkan pemerintah, tahun 2007 dan 2008 juga tercatat sebagai dua tahun yang berturut-turut memecahkan rekor kedatangan wisman selama beberapa dekade terakhir. Namun memasuki tahun 2009, ekonomi dun-
ia yang masih diliputi ketidakpastian membuat dunia kepariwisataan tidak bisa seoptimis dua tahun sebelumnya. Tantangan yang cukup berat yaitu krisis global mulai menghantui dunia kepariwisataan kita. Hal ini bahkan sudah mulai terlihat di pengujung tahun 2008. Selama beberapa bulan terakhir di tahun tersebut, negara-negara maju yang selama ini menjadi kontributor utama mulai menunjukkan penurunan jumlah kunjungan. Jepang, misalnya, meski secara total jumlah kunjungan wisman asal negara ini mengalami peningkatan di tahun 2008, namun jika dilihat kunjungan selama bulan Oktober, November dan Desember menunjukkan bahwa kondisi ekonomi Jepang mulai memberi pengaruh terhadap kemampuan penduduknya untuk berwisata. Pada bulan ini Jepang tidak lagi menempati urutan pertama penyumbang wisman ke Bali (digeser oleh Australia). Selanjutnya untuk bulan November, meski tidak sedrastis bulan sebelumnya, namun kunjungan wisman Jepang juga menurun sebanyak 378 orang. Demikian pula halnya dengan bulan Desember. Jumlah wisman Jepang mengalami penurunan sebanyak 3.563 orang, sehingga pada bulan ini posisinya juga tergeser oleh Australia sebagai penyumbang wisman terbanyak ke Bali. Memang industrialisasi membutuhkan investasi yang tinggi, kondisi alam yang mendukung, serta kesiapan SDM yang memadai, sehingga tampaknya Bali kurang begitu cocok untuk kondisi tersebut. Hal
Beri Contoh Berpolitik Santun dan Berbudaya
H
Penulis, Kasie Analisis Statistik Lintas Sektor BPS Provinsi Bali
POJOK
DEBAT PUBLIK angatnya suhu politik menjelang pemilu legislatif bulan April 2009 telah bisa kita rasakan. Deru mesin politik terkadang bersuara merdu, kadang memekakkan telinga, terkadang pula terasa miris di hati. Parpol-parpol kontestan pemilu dengan berbagai trik menawarkan ‘’permen-permen manis’’ yang menggiurkan hingga memabukkan. Jalan-jalan protokol dan di bawah pohon perindang kota telah dihiasi foto-foto calon legislatif dengan senyuman menawan, mencoba memikat hati calon pemilih. Janji-janji manis ditebar, bak pahlawan mereka berlomba menawarkan sesuatu yang terkadang sulit dipercaya untuk diwujudkan meskipun sangat mudah diucapkan. Banyaknya kontestan partai politik, mau tidak mau membuat pilihan masyarakat saat ini menjadi beragam. Jangankan dalam satu wilayah banjar, dalam lingkup keluarga pun perbedaan warna bendera dan baju gampang dilihat. Hal ini potensial menjadi pemantik kerenggangan dalam bersanak saudara. Syukurlah berkat pendewasaan berpolitik, masyarakat telah menjadi semakin cerdas dalam menentukan pilihan hatinya, meskipun berhadapan dengan tawaran
ini kembali mempertegas bahwa sektor pertanian tidak mungkin ditinggalkan guna memacu laju perekonomian. Atau dengan kata lain pariwisata tetap dipertahankan namun mesti dilapisi oleh kondisi sektor primer yang kuat. Bagaimana men-supplay kebutuhan pariwisata dengan hasil pertanian Bali atau bagaimana pariwisata memberi kontribusi bagi sektor pertanian adalah hal-hal yang harus dipikirkan, tidak saja oleh pemerintah sebagai pelaku kebijakan, namun juga oleh segenap masyarakat Bali. Kebijakankebijakan yang dikeluarkan pemerintah, seperti menaikkan kembali Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah, memang sangat bagus bagi petani. Namun pada kenyataannya, petani tidak terlalu paham akan hal tersebut karena kurangnya sosialisasi sehingga kebijakan belum begitu berdampak (mungkin berdampak setelah tiga atau empat bulan kemudian). Keberadaan koperasi pertanian yang men-supplay kebutuhan dan membeli hasil pertanian tampaknya mesti dihidupkan lagi. Hal ini karena selama ini ditengarai tengkulak lebih memiliki posisi tawar dibanding petani. Tengkulak menentukan harga sehingga lebih menikmati keuntungan dibanding petani. Hal-hal seperti inilah yang harus diperhatikan pemerintah. Hal ini tidak saja untuk menumbuhkan perekonomian, tetapi juga akan mengentaskan kemiskinan.
Oleh Dr. I Made Suma Wirawan, Sp.PD. mengalir derasnya uang yang terkadang sulit dibendung. Tugas pimpinan parpol alias elite politik semestinya bukan hanya terfokus pada pencitraan diri setiap hari di media massa. Dengan menuliskan aktivitas dan fotofoto kegiatannya setiap hari, memang telah membuat mereka menjadi sangat terkenal. Modal uang yang besar telah memunculkan sosok-sosok fenomenal dalam merengkuh popularitas secara instan. Terkadang keberanian untuk mendiskreditkan dan menyalahkan pejabat yang sedang berkuasa, juga dijadikan senjata yang mendongkrak popularitasnya, suatu senjata pemungkas yang mencerminkan betapa rasa malu mereka telah sangat rendah. Dalam pencitraan diri yang instan, mereka terkadang overconfidence mengklaim bahwa jika terpilih nanti maka everything gonna change. Padahal pemimpin yang sedang berkuasa juga telah menjanjikan hal yang sama di saat belum terpilih. Padahal lagi, tahukah mereka bahwa masyarakat tidak senang memiliki calon pemimpin yang suka dan gemar mencari kambing hitam. Saat ini yang diperlukan
adalah calon pemimpin yang benar-benar merakyat, mengerti betul kebutuhan dan kesulitan masyarakatnya, menjadi peneduh, pengayom masyarakat. Bukan mereka yang berasal dari dunia antah berantah seperti sinterklas yang menggedorgedor pintu rumah dengan iming-iming hadiah yang harus dibayar dengan uang rakyat untuk mengembalikannya kelak. Bukan juga calon pemimpin badut yang menganggap masyarakat sebagai bola untuk dilempar ke atas dan ke bawah. Antarpemimpin partai mulai jauh-jauh hari harus menekankan pada massa simpatisannya bahwa mewujudkan Bali yang jagadhita adalah tugas kita bersama, lewat caracara yang berbeda akan tetapi tujuannya adalah menjaga pulau tercinta ini tetap aman dan damai. Sehingga saat memasuki masa kampanye kita semua bisa saling pakedek-pakenyum, selulung sebayantaka,
serta apa pun hasilnya nanti adalah kemenangan bersama. Komitmen menciptakan perdamaian sebelum dan pascapemilu di Bali sudah merupakan kewajiban untuk diwujudkan. Kemampuan pimpinan parpol ibarat seorang kusir untuk mengendalikan tali kekang massa pendukung dan menjadi pohon perindang yang meneduhkan, menjadi keharusan. Antarelite parpol harus memberikan contoh berpolitik yang santun, berbudaya. Komunikasi antarelite parpol dengan sikap negarawan, keberanian menerima kekalahan maupun kemenangan sebagai suatu proses demokrasi. Pemilu sebagai sebuah pesta demokrasi harus bisa dimaknai sebagai sebuah pesta yang menggembirakan, di mana para simpatisan berangkulan, canda ceria, benarbenar terwujud sebagai hadiah demokrasi paling indah. Semuanya akan bisa dicontoh oleh masyarakat apabila pimpinan-pimpinan pesta memberikan contoh bagaimana mestinya berpesta yang elegan, santun, berbudaya dan terhormat.
Zaman Kali semuanya diukur uang. - Semua ingin kaya mendadak. *** 2009, kebangkitan investasi domestik. - Bangkrutnya sudah lama. *** Fasilitas Bupati Jembrana hotel bintang 5, Ketua DPRD bintang 4. - Kembali ke zaman feodal.
Topik Debat Publik: Pimpinan parpol sepakat wujudkan Bali damai Panjang tulisan maksimal 3.500 karakter, kirim ke E-mail: balipost@indo.net.id. Tulisan paling lambat 7 Maret 2009.
Perintis : K.Nadha, Penanggung Jawab: ABG Satria Naradha Redaktur Pelaksana/Wakil Penanggung Jawab: Wirata Redaksi: Alit Purnata, Alit Susrini, Alit Sumertha, Daniel Fajry, Martinaya, Mawa, Palgunadi, Sri Hartini, Suana, Sueca, Sugiartha, Sutiawan, Wirya, Yudi Winanto Anggota Redaksi Denpasar: Dira Arsana, Giriana Saputra, Iwan Darmawan, Mas Ruscitadewi, Oka Rusmini, Umbu Landu Paranggi, Subagiadnya, Subrata, Suentra, Sumatika, Gregorius Rusmanda, Asmara Putra, Diah Dewi, Yudi Karnaedi, Wira Sanjiwani, Pramana Wijaya, Eka Adhiyasa . Bangli: Pujawan, Buleleng: Adnyana, Gianyar: Agung Dharmada, Karangasem: Budana, Klungkung: Bali Putra Ariawan, Tabanan: Surpi. Negara: IB Surya Dharma. Jakarta: Bambang Hermawan, Nikson, Suharto Olii, Indu P. Adi, Ahmadi Supriyanto, Achmad Nasrudin, Hardianto, Darmawan S. Sumardjo, Heru B Arifin, Asep Djamaluddin, Ade Irawan, Ipik Tanoyo. NTB: Agus Talino, Syamsudin Karim, Izzul Khairi, Raka Akriyani, Nur Haedin, Suyadnya. Surabaya: Bambang Wilianto. Pusat Data dan Informasi: Alit Purnata, Mas Ruscitadewi, Nik Winadi, Adi Susyani. Kantor Redaksi: Jalan Kepundung 67 A Denpasar 80232. Telepon (0361)225764, Facsimile: 227418, Alamat Surat: P.O.Box:3010 Denpasar 80001. Perwakilan Bali Post Jakarta, Bag.Iklan/Redaksi: Jl.Palmerah Barat 21F. Telp 021-5357602, Facsimile: 021-5357605 Jakarta Pusat. NTB: Jalam Bangau No. 15 Cakranegara Telp. (0370) 639543, Facsimile: (0370) 628257. Bagian Iklan: Suryanta, Bagian Sirkulasi: Budiarta, Marketing/Pengaduan Pelanggan: Kariawan, Alamat Bagian Iklan: Jl.Kepundung 67A, Denpasar 80232 Telp.: 225764, Facsimile : 227418 Senin s.d. Jumat 08.00-19.00, Sabtu 08.00-13.00, Minggu 08.00-19.00. Tarif Iklan : Iklan Mini: minimal 2 baris maksimal 10 baris, perbaris Rp 30.000,- Iklan Umum: < 100 mmk Rp 37.000 per mmk, >100 mmk Rp 40.000 per mmk. Iklan Keluarga/Duka Cita: Rp 28.000 per mmk. Advertorial Rp 20.000 per mmk. Iklan Warna: 2 warna Rp 50.000, 4 warna Rp 58.000 per mmk. Pembayaran di muka, iklan mendesak untuk dimuat besok dapat diterima sampai pukul 15.00. Alamat Bagian Langganan/Pengaduan Langganan: Jl.Kepundung 67A Denpasar 80232 Tel: 225764, Facsimile: 227418. Harga Langganan: Rp 60.000 sebulan, Pembayaran di muka. Harga eceran Rp3.000. Terbit 7 kali seminggu. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers: SK Menpen No. 005/SK/Menpen/SIUPP/A.7/1985 Tanggal 24 Oktober 1985, ISSN 0852-6515. Anggota SPS-SGP, Penerbit: PT Bali Post. Rek. BCA KCU Hasanudin Denpasar AC: 040-3070618 a/n PT. Bali Post. Rek. BRI Jl. Gajahmada Denpasar A/C: 00170 1000320 300 an Pt.Bali Post. Sumbangan untuk orang sakit Rek. BPD Capem Kamboja, Denpasar No. 037.02.02.00016-8 A/n Simpati Anda, Dana Punia Pura Rek.BPD Capem Kamboja, Denpasar No. 037.02.02.00017-1 A/n Dana Punia Pura. WARTAWAN BALI POST SELALU MEMBAWA TANDA PENGENAL, DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APA PUN DARI NARA SUMBER