E-Magazine Girl Up UI (Indonesia) Edisi I

Page 1

Recap RnA

Seiring berjalannya waktu, teknologi dengan cepatnya berkembang pesat, memudahkan kehidupan manusia dalam melakukan aktivitas sehari hari termasuk dalam berkomunikasi dengan manusia lain. Namun, bukan berarti teknologi tidak dapat berdampak negatif. Jika tidak digunakan dengan bijak, teknologi dapat menjadi sarana dalam berbuat kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Kekerasan tersebut disebut sebagai Kekerasan Berbasis Gender Online Kekerasan Berbasis Gender Online terjadi ketika pelaku menggunakan media elektronik atau media sosial dalam melakukan tindakan kekerasan yang ditargetkan langsung kepada perempuan dan kelompok rentan

Trolling yaitu kekerasan atau pelecehan berupa penghinaan, makian, candaan dan komentar seksis atau menyerang kebutuhan dan seksualitas dalam rupa kata maupun gambar secara terbuka (ruang publik di internet) maupun secara tertutup atau pribadi ( contohnya lewat chat atau DM), Oleh: Arista Fitria Sabila dan Mutia Salsabilla Pemerasan Pemerasan atau kekerasan yang berupa ancaman dalam berbagai bentuk agar korban melakukan apa yang diinginkan oleh pelaku, Penyebaran Penyebaran foto atau video intim non konsensual, Dalam Kekerasan Gander Berbasis Gander Berbasis Online Stalking Online stalking yaitu penguntitan atau pengawasan secara online yang dilakukan agar korban merasa tidak nyaman dikarenakan pelaku sengaja membuat korban tahu jika ia sedang diawasi, Tech enabled surveillance yaitu pengawasan pada aktivitas dan komunikasi korban melalui aplikasi spyware pada gawai milik korban untuk tracking lokasi korban secara konstan, Doxing yaitu kekerasan berupa penyebaran informasi personal seperti nama, alamat rumah, tempat kerja, nomor telepon dan lain lain tanpa persetujuan korban,

Online Kekerasan

JENIS JENIS DARI "KBGO" BERUPA

Online

Self Advocacy sendiri memiliki tiga elemen penting, yakni 1 2 3. Bagaimana cara self advocacy bagi korban KBGO?

yaitu pengungkapan secara publik identitas gender dan orientasi seksual tanpa adanya persetujuan, yaitu mengambil alih akun milik korban dengan tujuan melanggar privasi atau mencuri data, seperti pemasangan wajah seseorang pada tubuh orang lain yang mengandung unsur sensual,

Dokumentasikan hal hal yang terjadi pada diri; Pantau situasi yang dihadapi; Menghubungi Bantuan; Lapor dan Blokir Pelaku. Self Advocacy dapat membantu kita memberdayakan diri di berbagai ruang lingkup serta membantu mengkomunikasikan kebutuhan dan keinginan secara efektif Menurut Safenet terdapat beberapa hal yang dapat kita lakukan sebagai korban dalam kasus KBGO, yakni Apabila mengalami pelecehan maka sebisa mungkin mendokumentasikan secara runtut dan jelas apa yang terjadi sehingga memudahkan proses penyidikan.

Peretasan Impersonasi yaitu pembuatan akun atau profil palsu oleh pelaku seolah olah milik korban untuk mengunggah konten yang ofensif, provokatif, subversif, ataupun seksual yang dilakukan untuk mencemarkan/ merusak nama baik korban,

JENIS DARI "KBGO"

Pornografi Anak yaitu eksploitasi anak dengan menjadikan anak sebagai konten atau objek ponografi dengan tujuan pemaksaan atau memanipulasi

Self Advocacy

Honey Trap yaitu menjebak korban agar terlibat dalam relasi romantis/seksual oleh pelaku yang berujung pada pemerasan Cyber-grooming yaitu pelaku yang orang dewasa menyasar anak atau remaja dengan membangun kedekatan emosional untuk mendapatkan kepercayaan korban dan mempersiapkan korban untuk bersedia melakukan hubungan seksual melalui daring

Self Advocacy adalah kemampuan untuk berbicara atas nama orang lain ataupun mewakili kebutuhan dan minat pribadi (Kotzer & Margalit, 2007) Self Advocacy melibatkan kemampuan untuk mengidentifikasi suatu isu, mengekspresikan langkah dan tindakan yang ingin dilakukan, mendengarkan saran alternatif atau menolak secara tegas, dan berpegang teguh untuk hasil akhir (Davis, 2013)

Pantau situasi yang sedang dihadapi sehingga kita dapat menilai keputusan apa yang paling baik untuk kita Hubungilah orang terdekat dan terpercaya, bila perlu hubungi pula lembaga terdekat yang bisa memberi bantuan atau pendampingan Kita bisa melapor ke Komnas Perempuan via pengaduan@komnasperempuan go id

Manipulasi foto & vidio

Advokasi berfokus terhadap pembangunan kepercayaan diri untuk memberdayakan diri sendiri Advokasi sendiri bisa dilakukan secara baik mandiri maupun dengan pihak ketiga yang dipercayai

JENIS BERUPA Outing Dampak KBGO terhadap korban antara lain berupa dampak psikologis, di mana korban dapat mengalami depresi, kecemasan dan ketakutan, hingga dapat bunuh diri. Selain itu juga berpengaruh pada segi sosial dan ekonomi dimana korban diasingkan dalam pergaulan masyarakat serta kehilangan pekerjaannya Maka dari itu, penting bagi seseorang untuk mengedukasi dirinya sendiri (self advocacy) dalam menangani KBGO agar lebih berhati hati dan bersikap bijak dalam menggunakan teknologi, serta mengetahui apa yang harus dilakukan jika melihat adanya KBGO terhadap orang lain atau diri sendiri yang menjadi korban KBGO

Pornografi yaitu menjadikan korban sebagai objek ponografi dengan cara memaksa korban untuk melakukan hubungan seksual dengan merekamnya dan diunggah pada situs pornografi

Memahami kebutuhan diri sendiri; Mengenali bantuan apa yang kita butuhkan; Mengkomunikasikan kebutuhan dengan pihak ketiga yang dapat membantu.

1945 Mengapa setiap orang harus memiliki kemampuan advokasi? Bentuk-bentuk self Advocacy dalam KBGO: Menawarkan bantuan terhadap korban; Mendengarkan cerita korban dengan seksama tanpa menghakimi atau menyalahkan korban; Memberikan informasi kepada korban seperti hak korban dalam mendapatkan perlindungan hukum; Pendampingan sosiologis dan lainnya karena banyak korban yang memendam ceritanya sendiri, mencari tahu lebih lanjut dengan mengikuti kegiatan advokasi; Mendukung lembaga yang memberikan layanan terhadap kekerasan seksual serta mengikuti campaign, seminar atau webinar yang membahas tentang kekerasan seksual; dan Turut mengedukasi masyarakat yang lain seperti orangtua, teman, saudara agar meningkatkan awareness terhadap isu kekerasan seksual.

Kemampuan untuk beradvokasi tidak diajarkan melalui pendidikan konvensional, tetapi merupakan salah satu kemampuan yang dibutuhkan di tempat profesional Melalui self advocacy kita akan mampu menjadi orang independen yang berani untuk mengemukakan pendapat, mengasah kemampuan kita untuk menyelesaikan masalah, dan memahami nilai diri kita Self Advocacy juga sangat dibutuhkan untuk menangani kekerasan seksual, bahkan tak jarang kasus kekerasan seksual baru ditangani oleh pihak berwajib setelah viral di sosial media Mirisnya, hanya hanya sekitar 3.947 kasus atau 29 persen dari jumlah kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke polisi pada kurun waktu 2016 2019. Padahal, sebanyak 3.611 kasus kekerasan seksual diterima oleh lembaga layanan di tingkat pertama. Fenomena kasus kekerasan seksual berbasis gender terutama pada ranah online bak fenomena gunung es karena banyaknya tantangan untuk sekadar speak up. Kebanyakan korban enggan melapor ke pihak berwenang karena adanya stereotip gender, stigma negatif terhadap korban (victim blaming), dan belum adanya mekanisme yang jelas mengenai penyelesaian serta pencegahan kasus kekerasan seksual Self Advocacy akan mendorong setiap korban KBGO untuk memenuhi haknya yakni hak untuk bebas dari diskriminasi dan stereotip gender serta perlindungan yang sama di mata hukum sesuai dengan Pasal 28H I Undang Undang Dasar

Kekerasan Berbasis Gender didefinisikan sebagai suatu bentuk diskriminasi yang menghambat perempuan untuk menikmati hak dan kebebasan yang setara dengan laki laki KBGO tentunya menimbulkan dampak buruk bagi korban Sebagai salah satu dari pengguna teknologi, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai bentuk self advocacy bagi korban KBGO, antara lain adalah : Diantaranya adalah :

Tantangan yang Dihadapi Dalam Menangani "KBGO"

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Selain itu, tantangan lainnya adalah sikap masyarakat yang cenderung menyalahkan korban (victim blaming) Universitas Southern Maine menyebutkan sikap ini sebagai sikap yang melimpahkan seluruh beban tanggung jawab kepada korban, seperti adanya anggapan jika tindakan pemerkosaan terjadi karena perempuan tersebut berpakaian seksi Dengan demikian, self advocacy merupakan kemampuan yang perlu kita miliki, terutama dalam menangani dan menanggulangi kasus KBGO Self advocacy dalam KBGO sendiri memiliki beberapa bentuk, seperti mendokumentasikan bukti sebanyak banyak pada kasus KBGO, menghubungi lembaga bantuan sesuai kebutuhan, dan memblokir pelaku Tidak hanya itu, kemampuan beradvokasi juga harus kita miliki sebagai pendamping korban kekerasan seksual, seperti menawarkan bantuan terhadap korban, mendengarkan cerita korban dengan seksama tanpa menghakimi atau menyalahkan korban, memberikan informasi kepada korban seperti hak korban dalam mendapatkan perlindungan hukum, pendampingan sosiologis dan lainnya karena banyak korban yang memendam ceritanya sendiri, mencari tahu lebih lanjut dengan mengikuti kegiatan advokasi, mendukung lembaga yang memberikan layanan terhadap kekerasan seksual serta mengikuti campaign, seminar atau webinar yang

membahas tentang kekerasan seksual dan turut mengedukasi masyarakat yang lain seperti orangtua, teman, saudara agar meningkatkan kesadaraan akan isu kekerasan seksual

Beberapa tantangan yang dihadapi dalam menangani KBGO adalah adanya stigma dalam masyarakat bahwa kekerasan berbasis gender online bukanlah “kekerasan seksual”. Hal ini dikarenakan masyarakat menganggap kekerasan seksual hanya terjadi secara fisik. Selain itu, tantangan KBGO lainnya adalah minimnya Ruang Aman bagi korban untuk melapor serta perlindungan hukum atau pengaturan mengenai KBGO belum memadai. Hingga kini, peraturan untuk menangani KBGO adalah Undang Undang No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008

n.d., https://id.safenet.or.id/wp content/uploads/2019/11 /Panduan KBGO v2.pdf. Saudale, Vento “Viral, Pelatih Futsal Di Bogor Diduga Lakukan Pelecehan Seksual Anak ”BeritaSatu Com, February 5, 2022 https://www beritasatu com/megapolitan/887427/viral pelatih futsal di bogor diduga lak ukan pelecehan seksual anak Siegel, Vivian “Self Advocacy: Why It’s Uncomfortable, Especially for Women, and What to Do About It ASCB ” The American Society for Cell Biology, November 7, 2016 https://www ascb org/careers/self advocacy why its uncomfortable especially for women and what to do about it november december 2016 newsletter/ Smith JL, Huntoon M (2014) Women’s bragging rights: Overcoming modesty norms to facilitate women ’ s self promotion Psychology of Women Quarterly 38 , 447 459

Adilah, Rifa Yusya. “Amnesty Internasional: Hanya 29 Persen Kasus Kekerasan Seksual Yang Dilaporkan.” merdeka com, November 27, 2020 https://www merdeka com/peristiwa/amnesty internasional hanya 29 persen kasus keker asan seksual yang dilaporkan html Boyd, Kelly Rouba “Expert Advice on the Importance of Self Advocacy ” The Mobility Resource, Agustus, 26, 2013 https://www themobilityresource com/blog/post/expert advice on the importance of selfadvocacy/ Land, Mary dan Cheryll Duquette “Explicit Instruction of Self Advocacy Skills ” LD@school, Juni 27, 2014 https://www ldatschool ca/self determination and self advocacy/ RRI “Kekerasan Terhadap Perempuan Ibarat Gunung Es Suara Merdeka ” Kekerasan Terhadap Perempuan Ibarat Gunung Es Suara Merdeka Accessed January 27, 2022 https://www suaramerdeka com/nasional/pr 0476685/kekerasan terhadap perempuan ibar at gunung es. SAFEnet, Ellen Kusuma, and Nenden Sekar Arum, “Memahami Dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online,” www.safenet.or.id,

Recap

Dokumentasi Programs

Womatic MELAWAN

Poster Womantic: Melawan Batas Patriarki yang diunggah sebagai publikasi dan promosi Womantic di akun instagram Girl Up UI. Memuat informasi narasumber, moderator, tanggal, waktu, dan tempat dilaksanakannya acara

Womantic (Woman Talk in Issue) adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Departemen Program Girl Up UI untuk menjadi wadah edukasi dan bertukar informasi, pengetahuan, serta opini terkait isu sosial, khususnya yang berdampak pada perempuan dengan mengangkat isu yang sedang hangat dan mengundang narasumber yang ahli di bidangnya untuk mengupas isu tersebut dari sudut pandang professional Pada paruh kedua ini, Womantic telah terselenggara pada tanggal 19 Maret 2022 dengan tema “Melawan Batas Patriarki” Tema tersebut merupakan bentuk pembebasan dari pikiran patriarki yang berkembang dan diwariskan dari masa ke masa “Melawan Batas Patriarki” membahas kultur yang identik dengan perempuan sesuai dengan perkembangan zaman, paradigma perempuan sebagai peran pembantu (“glass ceiling”), dan contoh nyata perempuan yang dapat mengakhiri fenomena glass ceiling dengan masuk ke ranah kepemimpinan. Dengan mengundang Ida Ruwaida yang merupakan dosen Sosiologi FISIP UI dan Cecilia Novarina, Gender and Results Officer UNDP, Womantic melalui para narasumber berhasil menjabarkan asal muasal budaya patriarkis yang berasal dari keluarga, budaya, dan faktor agama yang kental di Indonesia, juga memaparkan fakta mengenai peran perempuan yang masih sangat minim di dunia kerja dibandingkan laki laki sebagai bentuk nyata kehadiran glass ceiling Pada sesi tanya jawab dan diskusi, peserta juga menanyakan pertanyaan menarik terkait cara memutus rantai patriarki pada orang yang lebih tua yang mana memiliki prinsip budaya yang sangat kental Kedua narasumber dengan latar belakang yang saling melengkapi ini berhasil memberikan penjelasan yang komprehensif dan menarik Hal ini terlihat dari respon yang diberikan oleh partisipan melalui feedback form yang kami bagikan Partisipan mengaku waktu 2,5 jam sangat kurang dan mengharapkan adanya pertambahan waktu di Womantic selanjutnya BATAS MPATRIARKI ELAWAN BATAS PATRIARKI

Dokumentasi di akhir acara bersama narasumber, mbak Ida Ruwaida dan mbak Cecilia Novarina, dan beberapa partisipan yang membuka kamera. Pemaparan materi oleh mbak Cecilia Novarina mengenai tujuan dan indikator yang ditetapkan UNDP sebagai salah satu tujuan dari Sustainable Development Goals. Pemaparan materi oleh mbak Ida Ruwaida mulai dari pemicu bias gender, definisi bias gender, sampai dengan bentuk bentuknya. Mbak Ida menjelaskan isu ini lewat perspektif Sosiologi dan menghubungkannya dengan berbagai pengalaman penelitian beliau di lapangan

Timbulnya Reaksi Berantai atau Domino Effect Berbagai ka osial yang kerap digun lan kasus tersebut me wujudkan ruang aman n Berbasis Gender dan Universitas aman pun tak luput da erempuan menampung 7% terjadi di perguruan ang Publik Aman melal mum Selain itu, K ei mandiri pada tahun n seksual terjadi di ling sus kasus tersebut aki segelintir masyarakat nuai opini pro dan juga ngetahuan tentang pen uk kedua kalinya kare orban.

Recap RnA

Menanggapi Riset, dan Teknologi m Kekerasan Seksual di Li Umumnya, para penyintas kekerasan seksual dapat mengalami berbagai emosi yang membuat mereka sulit untuk melaporkan pelecehan yang dialaminya Di antaranya adanya ketakutan akan pembalasan dari pelaku, takut tidak dipercaya, takut harus terus menerus menceritakan kembali momen traumatis, atau bahkan respons neurobiologis yang menyebabkan mereka tidak dapat mengingat detail persis dari kejadian Dalam webinar bertema «Indonesia Darurat Kekerasan Seksual», Maria Ulfah Anshor, selaku Komisioner Komnas Perempuan menyampaikan bahwa angka penyintas kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi yang berani melapor mengalami peningkatan drastis semenjak disahkannya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Hasil dan tanggapan dari setiap kasus kekerasan seksual yang dilaporkan dan/atau dibawa ke pengadilan memengaruhi para penyintas untuk berbicara dan melaporkan pengalaman mereka sendiri. Adanya peningkatan ini merupakan bukti nyata keberhasilan Permendikbud 30/2021 dalam menyediakan ruang aman serta keberanian kepada para penyintas untuk bersuara demi mendapatkan keadilan mereka, terlepas dari polemik yang masih panas di tengah masyarakat perihal beberapa poin tertentu dari peraturan tersebut yang dianggap membelot dari harkat martabat bangsa Indonesia

P e r m e n d i k b u d 3 0 / 2 0 2 1

Oleh Malinda Khaila Handayani dan Aurelia Chairunnisa

Upaya Memutus Rantai Kasus UKekerasan paya Memutus Rantai Kasus Kekerasan Seksual di SKampus eksual di Kampus

Penolakan dari Sejumlah Pihak Terlepas dari dukungan dan apresiasi atas pengesahan Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 , terdapat beberapa pihak yang justru berpandangan bahwa peraturan tersebut cacat formil, bermasalah secara materiil, dan bersifat multitafsir Beberapa pasal Permendikbud PPKS yang dipermasalahkan, diantaranya, pasal 1 ayat 1 terkait penyebutan «ketimpangan relasi kuasa» yang dipandang menyederhanakan masalah, pasal 3 yang dianggap mengabaikan norma agama dalam prinsip pencegahan dan penanganan karena tidak disebutkan secara eksplisit, serta pasal 5 yang dianggap dapat menimbulkan legalisasi perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Ketiadaan ormas keagamaan yang dilibatkan dalam proses penyusunan Permendikbud dan keanggotaan satgas juga disorot dan dipermasalahkan. Lantas seperti apa sebenarnya poin poin penting dari pasal pasal Permendikbud Nomor 30/2021 yang menimbulkan pro dan kontra tersebut?

Perlindungan korban dan/atau pelapor dari tuntutan pidana Gugatan perdata atas peristiwa kekerasan seksual yang dilaporkan

Penegasan bahwa kekerasan seksual terjadi karena adanya ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, bukan hanya faktor nafsu yang tidak dapat dikendalikan Penegasan tentang pentingnya persetujuan korban atau consent dan kondisi kondisi apa saja yang menyebabkan consent dianggap tidak sah Baik korban dan juga terlapor dapat mencakup mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, warga kampus serta masyarakat umum kampus diwajibkan untuk merumuskan kebijakan yang mendukung Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Kewajiban pembentukan Satuan Tugas yang berfungsi sebagai pusat Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi

Penekanan bahwa keseluruhan proses akan dilaksanakan berdasarkan prinsip kepentingan terbaik bagi korban, keadilan dan kesetaraan gender, independen serta jaminan ketidakberulangan. Mendefinisikan ulang kekerasan seksual secara lebih menyeluruh yaitu mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Poin Penting dalam Permendikbud 30/2021: 1 2 3 4 5 6 7.

Penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana; dan/atau Penurunan tingkat akreditasi

Perlindungan atas kerahasiaan identitas

Perlindungan atas keamanan dan bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang diberikan

Perlindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan dan/atau menguatkan stigma terhadap korban

8 Jaminan perlindungan kepada korban, 9 Perguruan Tinggi yang tidak melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dikenai sanksi administratif berupa,

Teguran tertulis; atau Pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media Pmassaemberhentian

Hukuman Bagi

Pemberhentian tetap sebagai Mahasiswa; atau Pemberhentian tetap dari jabatan sebagai Pendidik Tenaga Kependidikan, atau Warga Kampus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan Pelaku A. Sanksi Administratif Ringan: B Sanksi Administratif Sedang: C Sanksi Administratif Berat:

Lintang Mutiara S., Wakil Direktur HopeHelps Universitas Indonesia, mengungkapkan bahwa dasar dasar hukum yang ada di kampus seharusnya dapat menciptakan ruang aman dan ideal bagi para korban kekerasan seksual di kampus Namun pada kenyataannya, dasar dasar hukum tersebut tidak cukup dalam memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum bagi korban kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi. Status Quo hukum yang ada saat ini pun belum sepenuhnya berperspektif korban Penggolongan kasus kasus kekerasan seksual yang ada hanya terbagi atas pelecehan seksual dan tindakan asusila, serta tidak ada mekanisme spesifik yang diberlakukan untuk kasus kekerasan seksual. Lintang menuturkan bahwa seharusnya peraturan yang ada juga harus peka akan relasi kuasa karena terdapat perbedaan posisi dalam kampus. Ketiadaan pengaturan mengenai hak hak korban yang perlu dipenuhi kampus juga menjadi catatan yang perlu mendapatkan sorotan

sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan; atau Pengurangan hak sebagai mahasiswa meliputi (1) penundaan mengikuti perkuliahan atau skors; (2) pencabutan beasiswa; atau (3) pengurangan hak lain

merupakan suatu keunggulan untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan civitas akademika kampus, serta merupakan suatu acuan untuk mendefinisikan «nama baik kampus»

Referensi Sependapat dengan Lintang, Nasya Ayu Dianti, Wadir bidang Advokasi

HopeHelps Universitas Indonesia, mengungkapkan dalam acara Mata Najwa bahwa kekosongan hukum dan ketiadaan legal basis menjadikan advokasi dan pendampingan korban kekerasan seksual menjadi sulit karena ketidaktahuan akan mekanisme yang dapat ditempuh dan sanksi seperti apa yang kampus dapat berikan kepada pelaku. Bahkan, dalam salah satu kasus yang pernah ia dampingi, kasus kekerasan seksual disamakan dengan adhoc kasus plagiarisme, padahal menurutnya, kasus kekerasan seksual adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan perlu untuk diakui Rilisnya Permendikbud 30/2021 dipandangnya sebagai batu loncatan yang penting dan menjadi legal basis untuk menegakkan keadilan bagi para korban kekerasan seksual di kampus. Menurutnya, kampus yang menjaga nama baik adalah kampus yang terbuka, mengakui, dan melakukan sesuatu untuk mengatasi kasus kekerasan seksual yang terjadi

Malang TIMES. “Data Kekerasan Seks di Kampus dan Lahirnya Permendikbud”. (n.d.). https://www.malangtimes.com/baca/73687/20211115/082300/data kekerasan seks dikampus dan lahirnya permendikbud, diakses pada 14 Januari 2022 Indonesia, C. N. N. (n.d.). “Survei Nadiem: 77 Persen Dosen Akui Ada Kekerasan Seksual di Kampus”. Nasional. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211111093436 20 719583/survei nadiem 7 persen dosen akui ada kekerasan seksual di kampus

Rilisnya Permendikbud PPKS dinilai Lintang sebagai angin segar dan sebuah upaya jalan keluar untuk menghentikan kasus kasus kekerasan seksual yang marak terjadi di perguruan tinggi. Menurutnya, gebrakan gebrakan yang ditetapkan dalam Permendikbud

Kalbar, P. S. K. (n.d.). “Usai Pengesahan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, Pelapor Kekerasan Seksual di Kampus Meningkat” Suarapemredkalbar com https://www.suarapemredkalbar.com/read/nasional/09012022/usai pengesahan perme ndikbud nomor 30 tahun 2021 pelapor kekerasan seksual di kampus meningkat, diakses pada 14 Januari 2022. Kemdikbud. (17 November 2021). “Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi”. Kemdikbud.go.id; Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia. https://jdih.kemdikbud.go.id/sjdih/siperpu/dokumen/salinan/salinan 20211025 095433 Salinan Permen%2030%20Tahun%202021%20tentang%20Kekerasan%20Seksual %20fix.pdf. Media, K C (11 Januari 2022) “Menteri PPPA Dorong Kampus di Seluruh Indonesia Bentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual”. KOMPAS.com. https://nasional kompas com/read/2022/01/11/22160641/menteri pppa dorong kampus di seluruh indonesia bentuk satgas pencegahan dan Mata Najwa. 13 November 2021. “Ringkus Predator Seksual Kampus” [Video]. Youtube. https://youtu be/rhWxoA 32Lg Persija, Andre 2021 “Menilik Pro Kontra Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021” https://www.kompasiana.com/andrepersija7303/6195f92f06310e34316c6422/menilikpro kontra permendikbud ristek no 30 tahun 2021, diakses pada 16 Januari 2022 Ratriani, Virdita 2021 “Tuai Pro Kontra, Ini Poin Poin Penting Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021”. https://nasional.kontan.co.id/news/tuai pro kontra ini poin poin penting permendikbu d ristek no30 tahun 2021 1, diakses pada 16 Januari 2022 Referensi

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.