MEDIA KALIMANTAN SABTU 03 DESEMBER 2016

Page 7

TELISIK

SABTU, 3 DESEMBER 2016/3 RABIUL AWWAL 1438 H

A7

Kasus HIV/AIDS di Banua Terus Bertambah Mengubah Stigma Negatif ODHA Sepintas tak ada yang berbeda dari Gatot Nur Saputra. Fisiknya terlihat begitu sehat dengan tinggi dan berat badan ideal. Tapi siapa sangka, pria 41 tahun itu ternyata orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Wartawan: Rudiyanto/MK

D

IVONIS sebagai pengidap virus mematikan sejak 2014 lalu, Gatot mengaku sempat shok. Semangatnya hidupnya bahkan sempat hilang karena vonis ebagai mengidap penyakit mematikan usai menjalani tes HIV/AIDS di Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di Banjarmasin. Ia tak menyangka, kegemarannya berhubungan dengan sesama jenis membuatnya tertular penyakit yang hingga kini belum ditemukan obatnya itu. “Tes di triwulan pertama dan kedua 2014 masih negatif. Namun tes di triwulan ketiga, saya positif mengidap HIV dan dirujuk untuk menjalani perawatan di RS Anshari Saleh Banjarmasin,” kata Gatot saat ditemui Media Kalimantan di Martapura, Jumat (2/12) kemarin. Semangatnya hidupnya yang sempat surut kembali ada setelah dokter dan para konselor HIV/AIDS di RS Anshari Saleh memotivasinya. Motivasi untuk sembuh, untuk tetap hidup, dan menyemalamatkan banyak orang dari bahaya virus mematikan tersebut. Bermodal semangat yang kembali terkumpul, pria kelahiran Banjarmasin 4 Januari 1975 ini lantas memutuskan menjadi aktifis dengan bergabung di salah satu organisasi

FOTO-FOTO: RUDIYANTO/MK

Sosialisasi Penanggulangan HIV/AIDS.

penanggulangan HIV/AIDS di Banjarmasin di awal 2015. Sempat berganti organisasi, Gatot akhirnya memutuskan mendirikan organisasi sendiri. KDS Intan Jamrud Super Plus, begitu organisasi yang berkantor Jalan Antasan Kecil Timur, Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin ini kemudian dinamai. “Kebetulan rumah saya sendiri yang dijadikan kantor sekretariat-

nya. Kepengurusan dan anggota, semuanya positif pengidap HIV. Karena tujuan dibentuknya organisasi untuk merangkul para pengidap HIV// AIDS,” kata Gatot. Tak hanya aktif mengkapanyekan bahaya penularan virus HIV, di KDS Intan Jamrud Super Plus, Gatot menginisiasi membuka usaha jasa

pengiriman barang yang ia kelola bersama para penyandang b HIV/AIDS lainnya. Karena tak dipungkirinya, stigma negatif tak mudah dihapus di tengah masyarakat. Stigma negatif yang membuat para pengidap HIV/AIDS p harus dijauhi.tak terkecuali di dunia kerja. “Selain di kantor secretariat, se-

Sepekan Satu Kasus HIV/AIDS Ditemukan TAK ada daerah tanpa resiko penularan HIV/AIDS seperti yang disampaikan Gatot Nur Saputra, pengidap HIV yang juga aktifis peduli HIV/AIDS ini bukanlah isapan jempol. Karena berdasarkan data pada Komisi Perlindungan HIV/AIDS (KPA) Provinsi Kalsel, pada kurun 2002-2015 tercatat 1.184 warga Banua positif HIV/AIDS. Karena itu, bertepatan dengan peringatan Hari HIV/AIDS se-Dunia pada 1 Desember 2016 lalu, Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin bersama FORUM Komunikasi Pemuda Lintas Iman (FKPAI) Kalsel menggelar kampanye peduli HIV/ AIDS dengan membagikan stiker dan brosur di kawasan Siring Menara Pandang, di Banjarmasin Di tahun 2016, jumlah pengidap HIV/AIDS di Kalsel meningkat. Berdasarkan data pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalsel, jumlah kasus HIV/ AIDS yang terdeteksi hingga September 2016 menjadi 1.374 orang. Dari jumlah itu, Banjarmasin di urutan pertama dengan jumlah pengidap HIV/AIDS sebanyak 480 orang, Kabupaten Tanah Bumbu diurutan kedua dengan 288 orang, dan Kota Banjarbaru di urutan ketiga terbanyak dengak 193 orang. M Edy Sempana, Ketua KPA Kota Banjarbaru mengatakan, jumlah kasus HIV/AIDS dipastikan akan terus bertambah hingga akhir tahun 2016 ini. Karena hasil tes darah yang dilakukan di 8 kecamatan di Banjarbaru, juga dari sejumlah kegiatan yang digelar KPA pada triwulan keempat 2016 baru akan diterima akhir Desember nanti. Namun dari jumlah kasus HIV/AIDS yang ditemukan dari 2005-September 2016, peningkatan penderita HIV/AIDS kentara meningkat. Yakni; 23 kasus 2014, meningkat di tahun berikutnya sebanyak 36 orang, dan 44 kasus di 2016 hingga bulan September. “Jadi jika dihitung rata-rata, pada 2016 ini sepekan satu orang positif mengidap HIV/AIDS,”Kata Edy Sempana. Menurut Edy Sempana, kasus HIV/ AIDS di Kota Banjarbaru dipastikan lebih banyak lagi. Diprediksi jumlahnya mencapai 600 kasus. Namun yang terdeteksi hingga saat ini baru 193 kasus. Untuk mendeteksi itu, banyak agenda dilakukan. Diantaranya, ujarnya; pemeriksaan wajib HIV/AIDS untuk setiap pasangan calon pengantin di delapan puskesmas yang ada di Banjarbaru. Juga tes sampel

Gatot Nur Saputra saat bersosialisasi di RTH Ratu Zalecha Martapura

darah di banyak kegiatan yang digelar KPA di zona-zona merah penularan, semisal warung-warung jablai, tempattempat bilyard, dan hotel-hotel yang ada di Banjarbaru. Bertengger di posisi ketiga terbanyak kasus HIV/AIDS setelah Kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Banjarmasin bukan berarti citra Kota Banjarbaru buruk. Karena menurutnya, bukan tidak mungkin, daerah dengan kasus HIV/AIDS rendah justru tinggi pengidap HIV/AIDS namun tidak terdeteksi. “Daerah rendah kasus HIV/AIDS di Kalsel besar kemungkinannya karena kurang giat mencari dan mendeteksi kasus. Karena jika upaya deteksi kian intens dilakukan, dipastikan kasus yang ditemukan juga semakin tinggi,” kata Edy Sempana. Lebih lanjut terkait kasus HIV/AIDS di Kota Banjarbaru dipaparkan Edy Sempana, usia produktif, 23-39 tahun menjadi yang tertinggi mengidap HIV/AIDS. Selaian di usia produktif, dua kasus juga terdetksi pada ODHA usia di atas 60 tahun. 2 kasus yang lain ditemukan pada 2 anak bawah lima tahun (balita). Dari fakta itu menunjukkan, HIV/ AIDS memang rentan menular pada semua orang tanpa melihat batasan usia.

“Kasus HIV/AIDS pada balita jelas ditularkan dari ibu yang juga positif mengidap HIV. Sebelum HIV berkembang menjadi AIDS itulah perlu dideteksi dini agar dapat dilakukan perawatan dan pengobatan,’”ujar Edy. Temasuk ibu rumah tangga, kata Edy, menjadi salah satu kelompok yang rentan tertular HIV. Karena dari kasus yang ditemukan, 20 pesennya diderita ibu rumah tangga yang virusnya ditularkan dari sang suami yang gemar ‘jajan’ di luar rumah. Suami, atau lelaki tak setia dan gemar ‘jajan’ di luar rumah ini, lanjutnya, masuk kategori kelompok risiko tinggi tertular virus HIV setelah pada perempuan penjaja seks komersial. Temasuk dalam kelompok risiko tinggi tertular HIV adalah para lelaki suka lelaki (LSL) alias guy, waria, pengguna narkoba, dan ibu rumah tangga. “Karena itu kami mengimbau kepada semua masyarakat, termasuk para ibu rumah tangga untuk melakukan tes HIV/ AIDS. Apalagi pengidap virus ini sama sekali tidak ditandai dengan ciri fisik. Baru akan menjadi AIDS setelah 5-10 tahun kemudian. Dan jika itu terjadi, dipastikan terdeteksi setelah berada di rumah sakit,” kata Edy Sempana.(rudiyanto)

jak sekitar satu bulan lalu, kami juga buka cabang jasa pengiriman barang di Martapura, tepatnya di Jalan Sultan Adam,” ujar Gatot. Sembari mengelola usaha, Gatot tak henti turun ke jalan dan menyambangi pusat-pusat keramian untuk mensosialisasikan bahaya dan cara menghindari HIV/AIDS kepada siapa saja yang ditemuinya. Seperti yang dilakukannya

Jumat kemarin di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ratu Zalecha Martapura dalam rangka Hari AIDS se-Dunia yang diperingati 1 Desember lalu. “Berhubungan seks menjadi hak semua orang, tapi kewajiban saya sebagai aktifis peduli HIV/AIDS adalah menyampaikan bahaya dan cara pencegahan penularan, diantarnya dengan penggunaan kondom sebagai alat pengaman,” ujar Gatot. Menurutnya, RTH atau AlunAlun Ratu Zalecha salah satu hot spot potensial penyebaran HIV/ AIDS di Martapura. Berkumpulnya banyak orang dengan berbagai latar belakang, termasuk pasangan-pasangan muda-mudi yang sedang dimabuk asmara, membuat risiko penularan begitu terbuka. Kendati diakuinya, saat bersosialisasi tak sedikit orang yang mencibirnya. Tak sedikit pula yang langsung menolak. “Mengidap HIV/AIDS masih dianggap aib. Pengidapnya harus dijauhi. Semua stigma negative itu di tengah masyarakat itu yang ingin kami ubah. Padahal hampir semua orang berisiko tertular HIV. Termasuk ibu rumah tangga,” kata Gatot. Melalui sosialisasi yang disampaikan, lanjutnya, diharapkan lebih banyak lagi orang yang terbuka dan mau melakukan tes HIV/AIDS memalui pemeriksaan darah. Begitu pula dengan pihak pemerintah daerah, Gatot berharap, memberikan perhatian lebih banyak lagi untuk berbagai kegiatan penangulangan dan sosialisasi bahaya HIV/AIDS, salah satunya dengan menggelar tes HIV/AIDS. “Tidak ada daerah tanpa penderita HIV/AIDS. Termasuk di Martapura. Karena itu pemerintah darah diharapkan lebih terbuka dan peduli terhadap penularan HIV/ AIDS. Diantanya dengan menggelar lebih banyak lagi kegiatan kampanye peduli HIV/AIDS,” katanya.()

Tiga Persoalan Besar REMAJA menjadi salah satu kelompok di masyarakat yang rentan dengan penullaran virus HIV. Masa inkubasi HIV menjadi AIDS 5-10 tahun membuat usia produktif tertinggi kasus HIV/AIDS. Menurut Deputi Adpin BKKBN, Drs Hardiyanto, terdapat tiga persoalan besar yang menghadang remaja Indonesia. Tiga persoalan besa; seks bebas pranikah, penyalahgunaan narkotika, dan berjangkitnya penyakit HIV/AIDS. Padahal penduduk remaja sekarang ini begitu banyak dari 237 juta jiwa penduduk Indonesia 30 persen atau 64 juta jiwa diantaranya adalah usia remaja atau usia 10 hingga 24 tahun. Kelompok remaja tersebut sedang galau menghadapi tiga persoalan besar tersebut, lantaran berbagai informasi belakangan yang sekarang sulit dibendung yang mempengaruhi tingkat perilaku remaja itu sendiri. Oleh karena itu BKKBN sekarang ini mencoba mencari solusi menghadapi tiga persoalan tersebut, dengan mengembangkan apa yang disebut Remaja Berencana (Rebre),yakni pendidikan refproduksi agar mereka mengerti dan tahu apa yang baik dan tidak baik. Dengan mengetahui persoalan remaja diharapkan mereka mengerti bahwa kawin muda itu tidak baik, dan berusaha sekolah setinggi mungkin sebelum memasuki jenjang pernikahan. Masalahnya kawin dini menjadi persoalan dalam kemudian karena kesehatan refproduksi wanita masih belum baik, sementara laki-lakinya belum bisa bertanggungjawab. Kalau ibu muda yang masih rawan melahirkan itu bisa menimbulkan kematian ibu lahir atau kematian bayi lahir. “Apa mau setelah kawin dan punya anak, ditinggalkan begitu saja oleh pasangan laki-lakinya, sementara perempuan remaja yang sudah punya anak dan tidak ada kerjaan mau kemana membawa kehidupan itu, akhirnya semua jadi berentakan dan menjadi beban keluarga dan masyarakat,” tuturnya. Pusat Informasi Pelayanan (PIP) remaja juga dibentuk BKKBN agar para meraja saling curhat mengenai refproduksi, sehingga melalui PIP mereka bisa mengetahui bahayanya

pergaulan bebas, narkotika, dan HIV/AIDS. Di lokasi PIP remaja tersebut BKKBN menyediakan seorang tenaga konsuling yang memberikan bimbingan terhadap remaja dalam menghadapi tiga persoalan tersebut. Dari PIP remaja maka akan melahirkan remaja berencana yang mengerti menghadapi kehidupan kedepan, dan PIP remaja bisa dikembangkan di sekolah, madrasah, pesantren, di dalam masyarakat umum, dan kelompok dimana banyak terdapat remaja. “Seluruh Indonesia tidak kurang dari 20 ribu PIP remaja yang sudah dibentuk, dan bisa dijadikan alat pengembangan pemikiran remaja menghadapi tiga persoalan besar yang dihadapi remaja tersebut,” katanya.(rudiyanto)

KASUS HIV/AIDS DI KALSEL DARI 2002-SEPTEMBER 2016 Banjarmasin : 480 kasus Tanah Bumbu : 288 kasus Banjarbaru : 193 kasus Tabalong : 66 kasus Banjar : 59 kasus Kotabaru : 57 kasus Tanah Laut : 55 kasus HSS : 47 kasus Batola : 46 kasus HST : 43 kasus Tapin : 22 kasus HSU : 18 kasus Balangan : 6 kasus


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.