Dsari: Mei 2010

Page 49

resensi film

Kisah nyata Hachiko, lahir di Odate, Jepang pada 1923. Saat itu tuannya, Dr. Eisaburo Ueno, seorang profesor dari Tokyo University meninggal pada Mei 1925. Hachi kembali ke Shibuya Train Station berhari-hari dan selama sembilan tahun terus menunggu kedatangan sang profesor. Pemain:Richard Gere, Sarah Roemer, Joan Allen, Cary-Hiroyuki Tagawa, Erick Avari, dan Tom Wright. Penulis Naskah: Robert Connoly Sinematografi: Tristan Milani. Produksi: Sony Picture asosiasi bersama Arena Film

A Dog’s Story Hachi, dalam bahasa Jepang yang berarti angka delapan (8), sebagai simbol tertinggi dan keberuntungan menuju surga bagi masyarakat Jepang. Di salah satu stasiun kereta, Bedridge Station, di sanalah Profesor Parker (Richard Gere) bertemu Hachi. Pertemuan itu berlanjut hingga Hachi dan sang profesor selalu bersama. Saat sang profesor pergi untuk mengajar, Hachi selalu mendampinginya. Ketika profesor memberikan latihan musik pun, Hachi selalu berada di sampingnya. Ikatan batin keduanya terasa begitu kuat tak terpisahkan. Hachi menemukan orang yang tepat untuk melatih dan mendidiknya. Hari-hari Hachi dan Profesor Parker dilalui dengan riang gembira. Ketika terdengar bunyi siutan dan decitan rem kereta, Hachi berlari sekencang-kencangnya untuk menyambut profesor. Hachi dengan setia menunggu lima menit sebelum kereta yang biasa ditumpangi profesor datang. Biasanya, Hachi menunggu di sebuah taman bundar tak jauh dari penjual hotdog bernama Jasjeet.

Sebelumnya, Hachi punya firasat yang tak terbaca oleh profesor. Dalam hati Hachi berkata, “Prof, hari ini jangan pergi, jangan mengajar. Di sini saja, bersama aku!” Tetapi, profesor tak mengerti apa sinyal yang diberikan Hachi. Hingga suatu hari, saat sang profesor sedang memberikan kuliah, profesor terhenti sejenak dari materinya sembari memegang bola yang dibawa Hachi ketika mengantarkannya ke stasiun kereta. Kemudian sang profesor duduk. Saat akan berdiri, profesor jatuh tak sadarkan diri. Akhir yang tragis, profesor pun meninggal dunia. Akan tetapi, sepertinya Hachi tak percaya semua itu terjadi begitu cepat. Dengan kesetiaan penuh dia selalu menunggu di tempat yang sama. Dari musim gugur, panas, hingga kembali ke musim yang sama. Tak terperikan, meski hujan salju menerpa, Hachi tetap setia menunggu sang profesor kembali. Tapi, profesor tak akan pernah kembali lagi. Di sini, kita diajarkan arti sebuah kesetiaan. Jangan pernah melupakan orang yang kita cintai. Hachi sudah menjadi pahlawan. [Jun]

d’sari Magazine • Vol.16 Th.2

47


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.