LAPORAN KLHS KOTA PADANG December 2009

Page 1

ESP-Environmental Support Programme Danida

LAPORAN KLHS KOTA PADANG (FULL SEA REPORT) December 2009 Output 2.3 Date of Publication Printed: 30 Desember 2009


Submitted By :

PT. GRAHA FORTUNA INDOTAMA AGENDI Perkantoran Pulomas Jaya Satu Gd. 3 Lt. 3 No.3 Jakarta Timur Telp./Fax :(021) 4786-7830 Email : gfiagendi@cbn.net.id Website:www.gfiegendi.com


DAFTAR SINGKATAN

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.

APBD APBN BPLHD DAU DAS DPR ESP FGD IPLT KLH KLHS KRP NSDA PAD PDAM PKN RIRR RPJM RPJMD RPJP PRJPD RTRW RTRWD SDA SLHD SKPD SPN TPA TPS

: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Pengelolaan Lingkungan HIdup Daerah Dana Alokasi Umum Daerah Aliran Sungai Dewan Perwakilan Rakyat Environmental Support Programme Focus Group Discussion Instalasi Pengelolaan Limbah Tinja Kementrian Lingkungan Hidup Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kebijakan Rencana Program Neraca Sumber Daya Alam Pendapatan Asli Daerah Perusahaan Daerah Air Minum Pusat Kegiatan Nasional Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Sumber Daya Alam Status Lingkungan Hidup Daerah Satuan Kerja Perangkat Daerah Sisitim Perkotaan Nasional Tempat Pembuangan Akhir Tempat Pembuangan Sementara

Laporan KLHS Kota Padang

ii


ABSTRAK

Pemerintah dan masyarakat menghadapi beberapa masalah di dalam penerapan rencana pembangunan kota sehingga masih relatif banyak bagian-bagian kota yang terbangun belum sesuai dengan peruntukan tanah yang ditetapkan di dalam rencana tata ruang kota. Pengembangan ruang kota berdasarkan fungsi masing-masing kawasan pengembangan terus diupayakan oleh pemerintah, di antaranya pengembangan Kawasan Pantai Padang. Baik di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah (RTRWD) telah dinyatakan bahwa kawasan Pantai Padang akan dikembangkan sebagai kawasan wisata terpadu. Agar tidak membebani Anggaran Belanja Pembangunan Daerah (APBD) maka pengembangan kawasan ini akan dilaksanakan melalui pendekatan Public Participation Partnership (PPP). Ditinjau dari aspek Cultural landscape (warisan budaya kota – bentang budaya) dan natural landscape (geomorfologi kawasan pantai) maka kawasan pantai ini tergolong prime land yang memiliki nilai ruang yang sangat baik. Sehubungan dengan gagasan penataan pantai, Pemerintah Kota Padang mempunyai gagasan untuk menyelenggarakan reklamasi dan pembangunan sarana jasa perdagangan yang disebut dengan ”Padang Bay City”. Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang implikasi kebijakan penataan Padang Bay City, Pemerintah Kota Padang bersama Ditjen Bina Pembangunan Daerah menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kerangka pikir yang dikembangkan untuk pelaksanaan KLHS bagi tiga mega proyek Kota Padang terbagi secara terstuktur dalam dua pendekatan yaitu pendekatan kajian kebijakan pembangunan daerah dan kajian perencanaan pembangunan. Kedua pendekatan dikaji dengan dimensi substansi/isi dan ke-ruang-an dengan memperhatikan prinsip-prinsip KLHS.

Laporan KLHS Kota Padang

iii


ABSTRACT

Padang Government and communities face several problems in the implementation of city development plans, therefore there are still relatively many parts of the city developed which are not in accordance with a set allotment of land in the city spatial plan. Development of urban space based on each area’s functions continuously pursued by the government, including the development of Padang Coastal Area. Both in the Long-Term Development Plan (RPJPD), MediumTerm Development Plan (RPJMD) and Spatial Plan (RTRWD) have stated that the Coastal region of Padang will be developed as an integrated tourism area. In order not to burden the Regional Development Budget (APBD) the development of this area will be implemented through Public Participation Partnership (PPP). Judging from the aspects of cultural landscape (the city's cultural heritage - cultural landscape) and the natural landscape (coastal geomorphology) then the area is classified as prime coastal land that has a very good value space. In connection with the idea of structuring the beach, Padang City Government had the idea to conduct reclamation and construction of commercial services, called the "Padang Bay City". To get a clearer picture about the policy implications of the arrangement of Padang Bay City, City Government along with the Directorate General of Regional Development develop Strategic Environmental Assessment. A working framework developed for the SEA application of Padang’s mega projects. It was structured and divided into two approaches which were the approach to regional development policy and development planning policy. The target was approached in two dimensions substance/content analysis and the spatial allotment analysis with special attention to SEA principles.

Laporan KLHS Kota Padang

iv


RINGKASAN EKSEKUTIF Kota Padang, yang merupakan kota terbesar di pantai barat pulau Sumatera dan sekaligus berfungsi sebagai pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Barat, pernah menjadi “pintu gerbang” sirkulasi komoditas ekonomi dari dan ke dalam wilayah provinsi Sumatera Barat dan wilayah sekitarnya. Tantangan Kota Padang dalam jangka pendek adalah ”meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh transformasi sosial.” Kawasan Pantai Padang akan dikembangkan sebagai kawasan wisata terpadu. Pemerintah Kota Padang mempunyai gagasan untuk menyelenggarakan reklamasi dan pembangunan sarana jasa perdagangan yang disebut dengan ”Padang Bay City”. Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang implikasi kebijakan penataan Padang Bay City, Pemerintah Kota Padang bersama Ditjen Bina Pembangunan Daerah menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) pada tahun 2007. Oleh karena Padang Bay City hanya merupakan salah satu dari 3 Mega Proyek yang ingin dibangun oleh Pemerintah Kota Padang, maka perlu dilakukan KLHS untuk 3 Mega Proyek tersebut pada tahun 2009 dalam konteks pembangunan daerah secara keseluruhan. Tujuan utama KLHS 3 Mega Proyek Kota Padang adalah untuk mengidentifikasi pengaruh rumusan kebijakan dan rencana pembangunan 3 Mega Proyek terhadap lingkungan hidup dan kemudian mengintegrasikan temuan-temuan proses pelaksanaan KLHS untuk memperbaiki rumusan kebijakan, rencana maupun program di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Padang. Hasil yang diharapkan dari penerapan KLHS dalam perencanaan 3 Mega Proyek Kota Padang adalah tersusunnya laporan pelaksanaan KLHS yang memuat rekomendasi mitigasi dampak negatif kebijakan dan/atau rencana pembangunan 3 Mega Proyek terhadap lingkungan hidup, dan rencana monitoring implementasi 3 Mega Proyek tersebut. Dalam perjalanan pelaksanaan KLHS, terjadi gempa bumi dahsyat pada tanggal 30 September 2009. Dokumen perencanaan strategis ‘dipaksa’ segera menyesuaikan dengan perubahan yang cepat sebagai dampak bencana gempa tersebut. Lebih jauh dan lebih menyeluruh, Pemerintah Kota Padang perlu melakukan penyesuaian di berbagai kebijakan pemerintah, terutama terkait dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah). Konsekuensi logis dari perkembangan situasi di atas maka proses pengkajian dan perumusan tiga Mega Proyek yaitu Padang Bay City, Pelabuhan Bungus dan Terowongan BungusPenggambiran dinilai tidak relevan lagi. Oleh karena itu rencana proses perumusan kebijakan pembangunan Kota Padang yang di dalamnya ada keinginan untuk mewujudkan ketiga Mega Proyek tersebut ditetapkan untuk diberhentikan. Selanjutnya konsentrasi perumusan kebijakan pembangunan kota Padang difokuskan pada Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kota Padang pasca gempa 30 September 2009. Demikian pula dalam hal kegiatan KLHSnya akan dapat diusulkan untuk konsentrasi pada penyusunan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RIRR) Kota Padang. KLHS di Kota Padang pada tahun ini menghasilkan dua output, yaitu: (a) laporan kemajuan pelaksanaan KLHS 3 Mega Proyek; dan (b) rencana kerja KLHS dalam penyusunan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

Laporan KLHS Kota Padang

v


EXECUTIVE SUMMARY

The city of Padang, which is the largest city on the west coast of Sumatra island, and they serve as the central government of West Sumatra province, had become "the gate" of the economic circulation of economic commodities from and into the region of West Sumatra province and surrounding areas. Padang’s challenges in the short term are “to promote economic growth supported by social transformation." Padang Coastal Area will be developed as an integrated tourism area. Padang City Government has the idea to conduct reclamation and construction of commercial services, called as "Padang Bay City". To get a clearer picture about the policy implications of the arrangement of Padang Bay City, City Government along with the Directorate General of Regional Development developed Strategic Environmental Research (KLHS) in 2007. However, because Padang Bay City is only one of the 3 mega-projects to be built by the Municipality of Padang, then it is necessary of to have SEA application for the whole 3 megaprojects in 2009 in the context of overall regional development. The main objective of SEA application for Padang’s mega projects is to identify the implication of policy and development plans formulation of those 3 mega-projects onto the environment; and then to integrate the findings of the SEA implementation process in order to improve formulation of policy, planning and programs in the Medium Term Development Plan (RPJM) of Padang City. Expected results from the SEA application for Padang’s mega-projects is the SEA Report that describes SEA implementation, recommendations for mitigating the negative impacts of policies and / or development plans of 3 mega-projects onto the environment, and implementing a monitoring plan for 3 mega-projects. In the course of SEA implementation, a massive earthquake occurred on September 30, 2009. Strategic planning document 'forced' to adjust quickly to rapid changes as the impact of the earthquake disaster. Further and more comprehensive, Padang City Government needs to make adjustments in various government policies, especially related to RTRW (Spatial Planning) and RPJM (Medium-Term Development Plan). Logical consequence of situation developments on the assessment process of three mega-projects was irrelevant. Therefore the plan of SEA Application for the three mega-projects is set to be dismissed. Further concentration is on urban development policy, especially focused on the rehabilitation of Padang and Reconstruction after the earthquake. The SEA Application in Padang for this assignment, then, produced two outputs, namely: (a) progress report on SEA Application for 3 Mega Projects, and (b) an SEA application work plan in preparing the Master Plan for the Rehabilitation and Reconstruction.

Laporan KLHS Kota Padang

vi


DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PENGANTAR

Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Bangda), Departemen Dalam Negeri, bekerjasama dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Pemerintah Kerajaan Denmark melalui The Danish International Development Agency (DANIDA) saat ini melaksanakan kegiatan dalam rangka Environmental Support Programme 2 (ESP 2). Salah satu kegiatan utama ESP 2 adalah penerapan instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai upaya untuk mengarusutamakan pertimbangan lingkungan hidup dalam pembangunan daerah. Pada tahun 2008, telah diselesaikan penerapan KLHS dalam proses penyusunan RTRW dan RPJP Kota Serang di Provinsi Banten dan KLHS dalam proses penyusunan RTRW Kabupaten Kubu Raya di Provinsi Kalimantan Barat. Pada tahun 2009 ini, penerapan KLHS dilakukan dalam proses perencanaan Tiga Mega Proyek di Kota Padang, penyusunan rencana pengelolaan Danau Maninjau di Kabupaten Agam, penyusunan RPJM di Kota Serang dan Kabupaten Kubu Raya, serta penyusunan RPJP di Kabupaten Kubu Raya. Khusus untuk Kota Padang, Ditjen Bina Bangda bersama dengan Pemerintah Kota Padang sudah pernah melakukan fasilitasi ujicoba KLHS terhadap rencana pembangunan Padang Bay City di tahun 2007. Selanjutnya, Pemerintah Kota Padang sebagai salah satu daerah yang terpilih menjadi lokasi ujicoba penerapan KLHS ESP-2 mengusulkan ujicoba KLHS terhadap penataan kawasan pesisir Kota Padang untuk dapat dilaksanakan di tahun 2009. Namun, kemudian Tim Technical Review DANIDA merekomendasikan untuk dilakukan KLHS 3 Mega Proyek karena KLHS Padang Bay City yang dilakukan pada tahun 2007 kurang memberi kontribusi yang signifikan, karena Padang Bay City hanya merupakan salah satu komponen dari 3 Mega Proyek secara keseluruhan. Sehingga berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan telaahan implikasi 3 Mega Proyek sebagai bahan penyempurnaan kebijakan dan rencana pembangunan Kota Padang secara keseluruhan. Namun demikian, pada tanggal 30 September 2009, terjadi gempa bumi yang memporak-porandakan beberapa Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan sekitarnya, termasuk Kota Padang yang terkena dampak yang paling parah, sehingga kondisi ini mengharuskan terhentinya serangkaian tahapan KLHS yang sedang berjalan, di mana pada saat itu Tim KLHS sedang dalam proses analisis terhadap pertimbangan alternatif rencana dan analisis implikasi. Hal ini tentunya tidak serta-merta menghentikan upaya fasilitasi dan semangat kerjasama yang sudah terjalin dengan baik antar seluruh pihak-pihak terkait. Hal tersebut segera direspon dengan mengupayakan adanya penyesuaian fasilitasi bantuan KLHS guna dapat diintegrasikan ke dalam penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi Kota Padang agar tetap dalam koridor prinsip pembangunan berkelanjutan. Pada kesempatan ini, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesarsebesarnya kepada semua pihak yang telah berperanserta dan terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam kegiatan penerapan KLHS ini, khususnya kepada Tim KLHS Ditjen Bina Bangda dan Tim KLHS Kota Padang, yang telah berkontribusi dalam berbagi ilmu pengetahuan serta mengawal proses implementasi kegiatan ini dari awal sampai pada proses penyesuaian rencana fasilitasi KLHS ke depan. Dengan demikian, kami menitipkan harapan, bahwa berbekal pengalaman pelaksanaan penerapan KLHS Padang Bay City dan 3 Mega Proyek, tentunya dapat memberi manfaat dan pelajaran yang berharga bagi Pemerintah Kota Padang dalam mengupayakan rehabilitasi dan rekonstruksi Kota Padang maupun dalam setiap penyusunan Kebijakan/Rencana/Program pembangunan ke depan, khususnya dari perspektif peningkatan sumber daya manusia, peningkatan koordinasi antar instansi terkait, maupun keterlibatan seluruh pemangku kepentingan.

Laporan KLHS Kota Padang

vii


Akhir Kata, semoga apa yang tersaji dalam laporan ini, dapat memberikan pencerahan dan manfaat bagi kita semua dalam mengupayakan pengarusutamaan pertimbangan lingkungan hidup dalam setiap proses pembangunan di daerah. Amin.

Jakarta,

Desember 2009

DIREKTUR JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH ttd H. SYAMSUL ARIEF RIVAI

Laporan KLHS Kota Padang

viii


DAFTAR ISI

Daftar Singkatan

ii

Abstrak

iii

Abstract

iv

Ringkasan Eksekutif

v

Executive Summary

vi

Kata Pengantar

vii

Daftar Isi

ix

Daftar Tabel

xi

Daftar Gambar

xii

Daftar Lampiran

xiii

Bab I Pendahuluan 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6

Review Implemantasi KLHS Gagasan Proyek Padang Bay City Proses Penapisan KLHS Penataan Pantai Padang Tujuan KLHS Tiga Mega Proyek Kota Padang Hasil yang diharapkan Cara Pelaksanaan KLHS dan Lingkup Kegiatan Laporan Akhir KLHS

1 2 2 2 3 3

Bab II Metodologi KLHS Tiga Mega Proyek 2.1 Perkembangan Aplikasi KLHS di Indonesia 2.2 Metodologi KLHS Tiga Mega Proyek kota Padang 2.3 Pendekatan Pelibatan Masyarakat

5 5 6

Bab III Gambaran Wilayah Kajian dan Tiga Mega Proyek 8 27 29

3.1 Gambaran Wilayah Kajian 3.2 Tinjauan Sejarah Peran Kota Padang di Bidang Perekonomian Wilayah 3.3 Prospek Perkembangan Kota Padang

Laporan KLHS Kota Padang

ix


Bab IV Pelingkupan KLHS Tiga Mega Proyek 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6

Rasional KLHS untuk Tiga Mega Proyek Sasaran Penyusunan KLHS Tiga Mega Proyek Profil Kawasan Pantai Padang Masalah Pembangunan dan Lingkungan Hidup Kota Padang Keranghka Pikir Penyusunan KLHS Tiga Mega Proyek Isu Strategis KLHS Tiga Mega Proyek

30 32 32 35 36 38

Bab V Kebijakan dan Rencana Pengembangan Kota 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5

Kebijakan dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Padang Kebijakan dan Rencana Pembangunan Provinsi Sumatera Barat Kebijakan dan Rencana Pengembangan Tata Ruang Kota Padang Pertimbangan Inter-relasi dan integrasi Tiga Mega Proyek Rencana Pembangunan Tiga Mega Proyek

41 42 43 47 48

Bab VI Kerangka Rekonstruksi dan Rehabilitasi Kota Padang 6.1 Kesepakatan Rapat TIM KLHS Tanggal 23 Oktober 2009 6.2 Kerangka Acuan KLHS Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Kota Padang

53 54

Bab VII Kesimpulan dan Rekomendasi 7.1 Kesimpulan 7.2 Rekomendasi

56 56

Daftar Pustaka

58

Laporan KLHS Kota Padang

x


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Wilayah Administratif Kota Padang Menurut UU no.22 tahun 1999 Tabel 3.2 Kelerengan dan Ketinggian Kota Padang Tabel 3.3 Jenis Batuan Wilayah Kota Padang Tabel 3.4 Jenis Batuan dan Daya Dukung Tabel 3.5 Jenis Tanah Kota Padang Tabel 3.6 Data Jaringan Sungai di Kota Padang Tabel 3.7 Kondisi Iklim Kota Padang tahun 2007 Tabel 3.8 Curah Hujan Tahunan Kota Padang tahun 2000-2007

Laporan KLHS Kota Padang

xi


DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Wilayah Administratif Kota Padang Gambar 3.2 Posisi Kota Padang Secara Regional Gambar 3.3 Wilayah Kekeringan Lahan Kota Padang Gambar 3.4 Geologi Kota Padang Gambar 3.5 Jenis Tanah Kota Padang Gambar 3.6 Jaringan Sungai Kota padang Gambar 3.7 Batimetri Kota Padang Gambar 3.8 Rencana Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kota Padang Gambar 3.9 Hirarki Sistem Pelayanan Kota Padang Gambar 4.1 Kerangka Pikir KLHS Tiga Maga Proyek Kota Padang TA 2009 Gambar 4.2 Sistem Dinamika Damoak Pembangunan Gambar 4.3 Skema Kerangka Pikir Kajian Substansi Gambar 5.1 Peta Pengembangan Kawasan Kota Padang Gambar 5.2 Peta Rencana Lokasi Terowongan Bungus-Pengambiran Gambar 5.3 Rencana Pengembangan Terowongan Pengambiran-Bungus Gambar 5.4 Orientasi Rencana Pengembangan Pelabuhan Teluk Kabung Gambar 5.5 Rencana Pengembangan Pelabuhan Teluk Kabung

Laporan KLHS Kota Padang

xii


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Minutes of Meeting on october 23,2009 at Hills Hotel Bukittinggi Lampiran 2. Dokumentasi

Laporan KLHS Kota Padang

xiii


Bab 1 PENDAHULUAN

1.1 Review Implementasi KLHS Gagasan Proyek Padang Bay City Kota Padang merupakan kota terbesar di pantai barat pulau Sumatera yang kini berfungsi sebagai pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Barat. Kota ini pernah menjadi “pintu gerbang” sirkulasi komoditas ekonomi dari dan ke dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat dan wilayah sekitarnya. Perkembangan kota-kota dan peningkatan kapasitas infrastruktur jalan di Provinsi Sumatera Barat mempengaruhi interaksi antar kota, yang selanjutnya berpengaruh terhadap peran Kota Padang. Untuk meningkatkan peran Kota Padang, Pemerintah Kota Padang telah menyusun dan menetapkan Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Padang Tahun 2004–2020. RPJPD tersebut telah dijabarkan ke format Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang digunakan sebagai acuan penyusunan Rencana Pembangunan Tahunan. Di dalam dokumen RPJPD tersebut ditegaskan bahwa tantangan Kota Padang dalam jangka pendek adalah ”meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh transformasi sosial.” Pemerintah dan masyarakat menghadapi beberapa masalah di dalam penerapan rencana pembangunan kota sehingga masih relatif banyak bagian-bagian kota yang terbangun belum sesuai dengan peruntukan tanah yang ditetapkan di dalam rencana tata ruang kota. Pengembangan ruang kota berdasarkan fungsi masing-masing kawasan pengembangan terus diupayakan oleh pemerintah, di antaranya pengembangan Kawasan Pantai Padang. Baik di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah (RTRWD) telah dinyatakan bahwa kawasan Pantai Padang akan dikembangkan sebagai kawasan wisata terpadu. Agar tidak membebani Anggaran Belanja Pembangunan Daerah (APBD) maka pengembangan kawasan ini akan dilaksanakan melalui pendekatan Public Participation Partnership (PPP). Ditinjau dari aspek cultural landscape (warisan budaya kota bentang budaya) dan natural landscape (geomorfologi kawasan pantai) maka kawasan pantai ini tergolong prime land yang memiliki nilai ruang yang sangat baik. Sehubungan dengan gagasan penataan pantai, Pemerintah Kota Padang mempunyai gagasan untuk menyelenggarakan reklamasi dan pembangunan sarana jasa perdagangan yang disebut dengan ”Padang Bay City”. Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang implikasi kebijakan penataan Padang Bay City, Pemerintah Kota Padang bersama Ditjen Bina Pembangunan Daerah menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pada tahun 2007 Ditjen Bina Bangda bersama Pemerintah Kota Padang melakukan KLHS Rencana Reklamasi Padang Bay City. Rekomendasi KLHS dimaksud antara lain adalah: (a) agar gagasan proyek reklamasi tersebut diselaraskan dengan rencana-rencana perbaikan infrastruktur Pantai Padang dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Padang; (b) bersamaan dengan itu, rencana sektor dan rencana tata ruang yang terkait dengan reklamasi Pantai Padang perlu diselaraskan dengan RPJPD dan RPJMD Kota Padang, karena kegiatan reklamasi dan pemanfaatan ruang hasil reklamasi tergolong proyek jangka panjang; (c) maksud dan tujuan integrasi gagasan reklamasi dimaksud ke dalam RTRWD, RPJMD dan RPJPD adalah untuk mengarusutamakan lingkungan hidup untuk pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial budaya; (d) saransaran mitigasi dampak-dampak negatif dan optimasi reklamasi dan pemanfaatan hasil reklamasi perlu dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan Kota Padang agar dapat diimplementasikan tepat waktu.

Laporan KLHS Kota Padang

1


1.2 Proses Penapisan KLHS Penataan Pantai Padang Pada awal tahun 2008, Ditjen Bina Bangda menyusun Rencana Kerja Penerapan KLHS Tahun 2008-2012. Di dalam Rencana Kerja yang diterbitkan pada bulan Juli 2008 tersebut, Kota Padang dan sejumlah daerah lainnya di Indonesia merupakan calon-calon potensial lokasi penerapan KLHS yang diidentifikasi oleh Ditjen Bina Bangda. Melalui proses seleksi dengan menggunakan tiga (3) kriteria utama (yaitu: peluang keberhasilan, keefektifan biaya, peluang replikasi), maka Kota Padang secara definitif terpilih sebagai salah satu lokasi penerapan KLHS di bawah Program ESP-2. Selanjutnya, di Jakarta pada tanggal 31 Juli 2008 s/d 1 Agustus 2008, Ditjen Bina Bangda mengadakan rapat kerja dengan beberapa Pemerintah Daerah yang akan melakukan penerapan KLHS. Di dalam rapat kerja tersebut, wakil dari Kota Padang menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Padang berencana akan menyusun Rencana Pengelolaan Pantai Padang. Maka direncanakan bahwa KLHS yang akan dilakukan adalah untuk mengidentifikasi format Neraca Sumber Daya Alam (NSDA) kawasan pantai yang sinergi dengan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) sebagai data dasar untuk mendukung implementasi Rencana Induk Pariwisata Bahari Kawasan Pantai Padang. Dalam perjalanan waktu, diskusi Tim Review ESP 2/DANIDA (Technical Review Team) pada tanggal 19 Maret 2009 di BAPPEDA Kota Padang antara lain merekomendasikan sebagi berikut: ”Karena reklamasi Padang Bay City merupakan satu dari 3 komponen proyek penataan kembali Pantai Padang, maka rekomendasi KLHS Padang Bay City kurang bermakna untuk mempengaruhi materi RPJMD dan RTRWD Kota Padang. Perlu dilakukan telaahan implikasi 3 mega proyek tersebut sebagai bahan penyempurnaan kebijakan dan rencana penataan Pantai Padang. Pada tanggal 30 April 2009 telah berlangsung pertemuan Tim KLHS Ditjen Bangda dengan Pemerintah Kota Padang. Materi bahasan dalam pertemuan dimaksud adalah penapisan, pra pelingkupan dan cara pelaksanaan KLHS, yakni: (a) KLHS perlu dilakukan untuk menelaah implikasi 3 mega proyek; (b) KLHS dimaksud akan dikerjakan oleh Tim KLHS Kota Padang bersama Tim KLHS Ditjen Bina Bangda; (c) sebelum seminar awal Tim KLHS Kota Padang akan memaparkan gagasan 3 mega proyek dimaksud kepada Tim KLHS Ditjen Bina Bangda dan bersama-sama mendiskusikan lingkup materi kajian dan lingkup wilayah kajian.

1.3 Tujuan KLHS 3 Mega Proyek Kota Padang Tujuan utama KLHS 3 Mega Proyek Kota Padang adalah untuk mengidentifikasi pengaruh rumusan kebijakan dan rencana pembangunan 3 Mega Proyek terhadap lingkungan hidup dan kemudian mengintegrasikan temuan-temuan proses pelaksanaan KLHS untuk memperbaiki rumusan kebijakan, rencana maupun program di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Padang. Proses dan hasil pelaksanaan KLHS akan memberi kontribusi perbaikan materi Rencana Pembangunan Jangka Menengah melalui: a.

Penelaahan dan evaluasi pengaruh rumusan kebijakan dan rencana pembangunan 3 Mega Proyek terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.

b.

Pengintegrasian konsep-konsep pembangunan berkelanjutan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Padang.

c.

Penyelenggaraan rangkaian forum dialog kelompok masyarakat Kota Padang untuk mengidentifikasi kondisi dan permasalahan lingkungan serta alternatif pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

ke

dalam

dokumen

1.4 Hasil Yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dari penerapan KLHS dalam perencanaan 3 Mega Proyek Kota Padang adalah tersusunnya laporan pelaksanaan KLHS yang memuat rekomendasi mitigasi dampak negatif kebijakan dan/atau rencana pembangunan 3 Mega Proyek terhadap lingkungan hidup, dan rencana monitoring implementasi 3 Mega Proyek tersebut.

Laporan KLHS Kota Padang

2


Laporan KLHS 3 Mega Proyek Kota Padang bersifat laporan “clip file” dan iteratif yang dapat dan bahkan perlu dimutakhirkan oleh Tim KLHS Kota Padang untuk melengkapi dokumen Rencana Pembangunan Jangka-Menengah Kota Padang. Laporan KLHS ini akan bermanfaat pada saat penyusunan RPJMD berikutnya. Untuk menjamin terselenggaranya pemutakhiran laporan KLHS ini serta monitoring pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi KLHS, maka perlu dipikirkan perlunya membentuk satu unit kerja baru di dalam Pemerintah Daerah, atau mengfungsikan unit kerja yang sudah ada, guna mengemban urusan penyelenggaraan dan monitoring rekomendasi KLHS.

1.5 Cara Pelaksanaan KLHS dan Lingkup Kegiatan Tim KLHS Kota Padang yang diketuai oleh Kepala BPLHD Kota Padang dan anggotanya terdiri atas unsur SKPD terkait mengambil peran dalam seluruh tahapan pelaksanaan KLHS, termasuk menyusun rencana kerja, mengumpulkan data, mengatur pertemuan teknis dan diskusi kelompok terbatas, mengumpulkan data primer dan sekunder, melakukan analisis data, mengidentifikasi implikasi kebijakan dan rencana dan/atau program terhadap lingkungan hidup, dan memberikan rekomendasi mitigasi dampak lingkungan. Tim KLHS Ditjen Bina Bangda Departemen Dalam Negeri berperan untuk mendampingi dan memberi supervisi terhadap Tim KLHS sejak awal hingga akhir pekerjaan. Pelaksanaan KLHS di Kota Padang, selain untuk menyelesaikan seluruh tahapan pelaksanaan KLHS, juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan Tim KLHS Kota Padang agar di kemudian hari dapat melakukan KLHS secara mandiri. Oleh karena itu, diupayakan agar pelaksanaan berbagai langkah-langkah KLHS dilakukan secara bersamasama antara Tim KLHS Kota Padang dan Tim KLHS Ditjen Bangda. Pendekatan pelaksanaan KLHS yang bersifat belajar sambil bekerja (on-the-job training) ini dimaksudkan agar para anggota Tim KLHS Kota Padang memiliki ketrampilan-ketrampilan khusus yang diperlukan dalam menerapkan KLHS di daerah. Rincian kegiatan penyusunan KLHS dalam perencanaan 3 Mega Proyek dalam kaitannya dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka-Menengah Kota Padang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Pelingkupan materi pokok atau isu-isu strategis KLHS 3 Mega Proyek Kota Padang. b. Pengumpulan dan penelaahan dokumen, terutama: (a) RTRW Kota Padang, (b) RPJP dan RPJM Kota Padang, Laporan KLHS Padang Bay City, dan (e) dokumen-dokumen lain yang terkait. c. Pengumpulan dan penelaahan data instansional di lingkungan SKPD Kota Padang, untuk menggali informasi yang berkaitan dengan isu pokok lingkungan hidup dan pembangunan daerah. d. Kordinasi kerja Tim KLHS Ditjen Bina Bangda dengan Tim KLHS Kota Padang untuk melakukan penelaahan data dan informasi serta hasil analisis yang berkaitan dengan proses penyusunan rencana 3 Mega Proyek dalam kaitannya dengan penyusunan RPJM Kota Padang. e. Melakukan diskusi terarah terbatas (Focus Group Discussion - FGD) untuk membahas implikasi Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) dan menggali alternatif konsep keberlanjutan sehubungan dengan isu-isu pokok pembangunan daerah. f. Melakukan kegiatan Pelaporan dan Tinjauan (reporting and review). g. Finalisasi Laporan dan Penyerahan Laporan.

1.6 Laporan Akhir KLHS Dalam perjalanan pelaksanaan KLHS mengikuti tahapan-tahapan seperti disajikan di atas, ternyata tidak semua kegiatan dapat dilaksanakan dalam waktu yang telah ditentukan karena disebabkan oleh terjadinya gempa bumi pada tanggal 30 September 2009. Sampai dengan tanggal tersebut, diskusi terarah terbatas (Focus Group Discussion - FGD) dengan pemangku kepentingan untuk membahas implikasi Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) dan menggali alternatif konsep keberlanjutan sehubungan dengan isu-isu pokok Laporan KLHS Kota Padang

3


pembangunan daerah belum dapat dilaksanakan. Pada tanggal 23 Oktober 2009, Ditjen Bina Bangda mengadakan pertemuan dengan Pemerintah Daerah Kota Padang untuk membahas pelaksanaan KLHS pasca gempa bumi. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa, mengingat dampak gempa bumi yang begitu besar terhadap sarana dan prasarana perekonomian Kota Padang, KLHS 3 Mega Proyek Kota Padang menjadi tidak relevan lagi untuk dilanjutkan pada saat ini, maka KLHS dialihkan untuk penyusunan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RIRR) Kota Padang. Dengan demikian, Laporan Akhir KLHS ini memuat hasil pelaksanaan kegiatan-kegiatan hingga terjadinya gempa (sehingga tidak memuat telaah pemahaman responden dan rangkuman diskusi publik) dan rencana kerja KLHS dalam rangka penyusunan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

Laporan KLHS Kota Padang

4


Bab 2 METODOLOGI KLHS TIGA MEGA PROYEK

2.1 Perkembangan Aplikasi KLHS di Indonesia Setelah sekitar 10 (sepuluh) tahun dikembangkan di Indonesia, akhirnya KLHS sampai pada status wajib dilaksanakan bagi Kebijakan Rencana Program (KRP) pembangunan di tingkat nasional sampai dengan daerah tingkat kabupaten dan kota, seperti yang dijelaskan dalam RUU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang ditetapkan pada tanggal 8 September 2009 oleh DPR RI. KRP yang ditetapkan untuk wajib melaksanakan KLHS dalam RUU tersebut adalah RPJP, RPJM, dan RTRW, baik di tingkat nasional maupun daerah. Pada awalnya kegiatan KLHS lebih ditujukan sebagai upaya untuk mengidentifikasi potensi manfaatnya melalui sejumlah penelitian yang didorong oleh Bappenas, KLH dan Depdagri serta inisiatif beberapa Pemerintah Daerah serta Departemen PU. Sejumlah proyek pilot juga dilaksanakan untuk memperkuat kajian kelayakan konsep dan penerapan teknis di berbagai daerah dalam kurun 3 tahun terakhir di bawah supervisi Depdagri dan KLH. Dilihat dari substansinya, KLHS telah diujicobakan pada berbagai kasus pembangunan, mulai dari yang masih bersifat ide maupun yang sudah menjadi konsep, bahkan juga sudah menjadi dokumen draft teknis KRP. Cakupan KLHS yang sudah diujicobakan ini mencakup pembangunan sektoral, regional, maupun kombinasi keduanya. Diantara yang sudah mencoba memanfaatkan instrumen KLHS ini adalah pemerintah Kota Padang. Pemerintah Kota Padang memanfaatkan KLHS untuk mengkaji rencana kebijakan pembangunan 3 Mega Proyek yaitu Padang Bay City, Pengembangan Pelabuhan Teluk Bayur, dan Terowongan Bungus-Pengambiran.

2.2 Metodologi KLHS 3 Mega Proyek Kota Padang 2.2.1 Metode Pengumpulan Dan Pengolahan Data (a) Data Instansional Data instansional yang dibutuhkan mencakup dokumen perencanaan, terutama RPJPD tahun 2004-2020; RPJMD Kota Padang tahun 2004-2008 dan RTRWD Kota Padang tahun 2004-2013. Data instansional lainnya dalam format dokumen publikasi adalah Kota Padang Dalam Angka tahun 2007, Status Lingkungan Hidup Daerah (SHLD) Kota Padang tahun 2008, peta-peta tematik kota Padang serta hasil kajian tentang 3 mega proyek. (b) Data Primer Tim KLHS juga memperoleh data primer melalui observasi lapangan dan interview secara terstruktur dengan berbagai nara sumber. Panduan interview disusun dengan mengacu pada materi Focus Group Discussion yang dipersiapkan secara khusus. 2.2.2

Metode Analisis Implikasi Kebijakan dan Implikasi Rencana

(a) Analisis Implikasi Kebijakan 1. Kajian terhadap kebijakan pembangunan dan lingkungan hidup (Environmental scan and legal & policy reviews) dengan menggunakan teknik content analysis; 2. Scenario and visioning, dilakukan dengan menilai kembali aktualisasi visi dalam konteks 3 Mega Proyek Kota Padang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Barat. Selanjutnya dilakukan kajian skenario untuk dapat mengetahui posisi kebijakan pembangunan dan pencapaiannya dalam fase lima tahunan pembangunan pertama untuk kerangka rencana pembangunan 20 tahunan (RPJPD);

Laporan KLHS Kota Padang

5


3. GIS dan overlay, dilakukan untuk mengkaji ulang (review) konsekuensi implikasi penetapan kebijakan dalam perspektif alokasi ruang pembangunan dalam konteks relevansinya dengan isu pokok dan strategis pembangunan daerah Kota Padang. (b) Analisis Implikasi Rencana Pembangunan Metode analisis yang digunakan untuk mengkaji implikasi rencana pembangunan adalah dengan melakukan interpretasi data dasar dengan menggunakan pendekatan analisis kritis agar dapat teridentifikasi titik kritis (critical points) dalam pembangunan daerah terkait dengan penyusunan rencana pembangunan dan rencana implementasinya dalam rencana penataan ruang. Orientasi penetapan titik kritis ini tentu akan mengacu pada kerangka berpikir pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasikan kepentingan tidak hanya lingkungan hidup dan ketersediaan sumber daya alam tetapi juga sama pentingnya memperhatikan kepentingan ekonomi dan sosial. Interpretasi ini menekankan kajian kritis pada tataran strategis. Pada tahap ini interpretasi lebih ditekankan pada teknik content analysis sebagai bagian kajian terhadap data dan informasi yang tersedia serta hasil FGD dengan stakeholder di daerah yang bersangkutan.

2.3. Pendekatan Pelibatan Masyarakat Pelibatan atau partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan pembangunan semakin mendapat posisi yang tinggi didalam sistem peraturan perundangan Indonesia. Hal ini tentu sangat relevan dengan semakin tumbuhnya kesadaran bahwa kebijakan pembangunan ditujukan untuk kepentingan atau keberpihakan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Hal penting lainnya adalah adanya kesadaran bahwa efektifitas kebijakan pembangunan diukur dari tingkat partisipasi langsung dan aktif masyarakat yang terkait (public action) dalam satu kesatuan entitas fungsional kebijakan pembangunan tersebut. Oleh karena itu, seluruh pihak masyarakat (stakeholders) yang berkaitan dengan rencana kebijakan pembangunan menjadi bagian penting bahkan vital dari proses perumusan dan pengambilan keputusan Kebijakan, Rencana, Program (KRP) pembangunan. Tentu secara normatif proses ini perlu mempertimbangkan kesesuaiannya dengan mekanisme yang berlaku. Untuk tujuan pelibatan di atas, dan dalam konteks pelaksanaan KLHS maka pendekatan yang diperlukan mencakup komunikasi-edukasi dan politik. Komunikasi-edukasi disini merupakan proses yang tidak hanya ditujukan untuk menimbulkan atau meningkatkan pengetahuan (awareness) masyarakat, tetapi lebih dari itu, harus dapat menimbulkan pemahaman yang tepat akan situasi pembangunan daerah setempat dan rencana apa yang sebaiknya ditetapkan untuk memenuhi aspirasi kebutuhan mereka. Pembentukan sikap dan kesiapan perilaku inilah yang juga menjadi faktor penting sebagai modal awal pelibatan masyarakat secara politik agar dapat ikut berpartisipasi dalam mekanisme pengambilan keputusan kebijakan pembangunan. Secara keseluruhan, masyarakat akan terapresiasi aspirasinya dan diharapkan akan ikut bertanggung jawab bahkan memiliki KRP bagi pembangunan daerahnya. Secara teknis pendekatan tersebut di atas dapat dilakukan melalui mixed-public participation methods yang terdiri dari pilihan-pilihan FGD, diskusi panel, survei publik, outreach (publikasi massa) berupa berbagai bentuk public-hearing yang konvensional sampai memanfaatkan teknologi informasi terkini (internet), dan kemudian diolah untuk dikaji kecenderungan mayoritas tanggapan dan keinginan publik terhadap konsep KRP. Proses ini seyogyanya menjadi catatan resmi atau berita acara resmi pemda yang tidak terpisahkan dalam dokumen KRP. Dalam konteks kepentingan implementasi KLHS untuk menangani pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kemungkinan kebijakan 3 mega proyek di Kota Padang direncanakan untuk mengadakan serangkaian kegiatan sebagai berikut: a. Pelibatan kalangan akademisi untuk merumusakan sudut pandang ilmiah terhadap perkembangan Kota Padang dan kemungkinan dampak bagi perkembangannya dengan kemungkinan adanya implementasi kebijakan 3 mega proyek. b. Pelibatan masyarakat bersama-sama dengan kalangan akademisi dan juga para stakeholders lainnya yang berkepentingan untuk membahas padangan para akademisi Laporan KLHS Kota PadangÂ

6


tadi dalam menilai rencana pembangunan 3 mega proyek tersebut. Pembahasan ini dilakukan dengan dua pilhan yaitu FGD (Focus Group Discussion) dan diskusi panel. Partisipasi aktif sebagai wujud ukuran tingkat partisipasi masyarakat menjadi sangat penting. Proses edukasi-komunikasi menjadi pendekatan upaya peningkatan awareness, sikap dan keinginan partisipasi aktif masyarakat (stakeholders). c. Internalisasi hasil diskusi dengan masyarakat ini, khususnya di kalangan eksekutif dan legislatif daerah, menjadi bagian pertimbangan penting dalam merumuskan substansi KLHS untuk recana 3 mega proyek. d. Menyampaikan kembali kepada masyarakat dokumen rencana 3 mega proyek yang telah memuat aspirasi masyarakat tersebut untuk memperoleh klarifikasi.

Laporan KLHS Kota PadangÂ

7


Bab 3 GAMBARAN WILAYAH KAJIAN DAN TIGA MEGA PROYEK 3.1 Gambaran Wilayah Kajian 3.1.1

Tata Letak Kota Padang dan Tinjauan Regional Wilayah

Kota Padang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera yang langsung menghadap ke Samudera Hindia. Secara geografis, Kota Padang terletak antara 100005’05’’ BT – 100034’09’’ BT dan 00044’00’’ LS - 01008’35’’ LS dengan luas wilayah menurut UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 sebesar 1.414,96 km2 yang terdiri dari 694,96 km2 berupa daratan dan 720 km2 adalah perairan (laut). Secara administratif Kota Padang terdiri dari 11 kecamatan dan 104 kelurahan.

No

Kecamatan

Sebelum UU 22/1999 Luas (Km²)

A.

Setelah UU 22/1999

Jumlah Kelurahan

Luas (Km²)

Jumlah Kelurahan

Wilayah Darat

1.

Bungus Teluk Kabung

100,78

13

100,78

6

2.

Lubuk Kilangan

85,99

7

85,99

7

3.

Lubuk Begalung

30,91

21

30,91

15

4.

Padang Selatan

10,03

24

10,03

12

5.

Padang Timur

8,15

27

8,15

10

6.

Padang Barat

7,00

30

7,00

10

7.

Padang Utara

8,08

18

8,08

7

8.

Nanggalo

8,07

7

8,07

6

9.

Kuranji

57,41

9

57,41

9

10.

Pauh

146,29

13

146,29

9

11.

Koto Tangah

232,25

24

232,25

13

Wilayah Laut

-

-

720,00

-

Kota Padang

694,96

193

1.414, 96

104

B.

Sumber : Padang Dalam Angka 2007, BAPPEDA dan BPS Kota Padang, Tahun 2008 Tabel 3.1. Wilayah administratif Kota Padang menurut UU No. 22 Tahun 1999

Laporan KLHS Kota Padang

8


Sumber : RTRW Kota Padang 2009

Gambar 3.1. Wilayah Administratif Kota Padang

Secara regional, Kota Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat memiliki nilai yang strategis dengan wilayah lainnya. Secara langsung, Kota Padang berbatasan dengan : •

Sebelah Utara dengan Kabupaten Padang Pariaman.

Sebelah Timur dengan Kabupaten Solok.

Sebelah Selatan dengan Kabupaten Pesisir Selatan.

Sebelah Barat dengan Samudera Hindia.

Laporan KLHS Kota Padang

9


Sumber : RTRW Kota Padang 2009

Gambar 3.2. Posisi Kota Padang Secara Regional

Posisi strategis ini didukung dengan sarana dan prasarana perhubungan yang sangat memadai dengan adanya jaringan jalan yang sudah terhubung dengan wilayah di sekitarnya, dan Pelabuhan Internasional Teluk Bayur sebagai pintu keluar masuk barang dari wilayah nasional dan internasional.

3.1.2

Lingkungan Fisik Alami

Topografi Kota Padang tidak bisa dipisahkan dari topografi Pulau Sumatera secara keseluruhan, dimana kondisinya bervariasi seiring dengan proses endogen dan eksogen yang terjadi pada waktu lampau. Kompleksnya proses yang terjadi membuat secara umum topografi sumatera memiliki karekteristik yang khas dimana topografi landai dapat ditemui di bagian barat dan timur dan topografi bergunung di bagian tengah. Kota Padang yang berada di sebelah barat Pulau Sumatera pun memiliki wilayah yang bervariasi. Berdasarkan data RTRWD Kota Padang terungkap bahwa 49, 48% luas wilayah daratan Kota Padang berada pada wilayah kemiringan lebih dari 40% dan 23,57% berada pada wilayah kemiringan landai. Hal ini menjadi salah satu faktor pembatas dari ketersediaan lahan di Kota Padang untuk kepentingan pembangunan sehingga diperlukan pengarusutamaan lingkungan hidup untuk mengembangkan pembangunan di wilayah yang berada di kemiringan lebih dari 40%.

Laporan KLHS Kota PadangÂ

10


Sumber : RTRW Kota Padang 2009

Gambar 3.3. Wilayah Kemiringan Lahan Kota Padang

Ketinggian wilayah Kota Padang berada antara 0 - > 1000 mdpl membujur dari barat ke timur. Di bagian paling barat adalah wilayah pesisir dengan ketinggian 0 mdpl dan di bagian timur adalah wilayah pegunungan bukit barisan dengan ketinggian > 1000 mdpl. Wilayah ketinggian antara 0 – 25 mdpl luasnya kurang lebih 22 % dari total wilayah daratan sedangkan wilayah ketinggian > 1000 mdpl luasnya kurang lebih 17% .

Laporan KLHS Kota Padang

11


Secara lengkap informasi wilayah kemiringan lahan dan ketinggian di Kota Padang disajikan pada tabel 3.2. Luas No

Kondisi Topografi Km²

1

Persentase

Kelerengan Lahan 0 – 2%

Datar

16.379,82

23,57%

3 – 15%

Bergelombang

5.510,93

7,93%

16 - 40%

Curam

13.219,48

19,02%

> 40%

Sangat Curam

34.385,77

49,48%

69.496,00

100,00%

15.898,68

22,88%

6.479,39

9,32%

100 – 500 m dpl

19.324,56

27,81%

100 – 1.000 m dpl

15.787,23

22,72%

> 1.000 m dpl

12.006,13

17,28%

69.496,00

100,00%

Jumlah 2. Ketinggian 0 – 25 m dpl 25 – 100 m dpl

Jumlah Sumber : RTRW Kota Padang 2009

Tabel 3.2. Kelerengan dan Ketinggian Kota Padang

Wilayah geologi Kota Padang dibentuk oleh endapan permukaan, batuan vulkanik dan intrusi serta batuan sedimen dan metamorf. Secara garis besar jenis batuan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Aliran yang tak teruraikan (Qtau) Merupakan batuan hasil gunung api yang tak teruraikan umumnya berupa lahar, konglomerat, breksi dan batu pasir yang bercampur satu. Batuan ini tersebar pada daerah yang merupakan daerah Bukit Barisan di wilayah Kota Padang dan sekitar Gunung Padang dan Bukit Air Manis. 2. Alluvium (Qal) Merupakan batuan yang umumnya terdiri dari lanau, lempung, pasir, kerikil, pasir lempungan, lempung pasiran. Penyebaran dari Utara ke Selatan di seluruh dataran rendah Kota Padang. 3. Kipas Alluvium (Qt) Merupakan batuan terdiri dari rombakan batuan andesit berupa bongkah-bongkah yang berasal dari gunung api strato, bewarna abu-abu kehitaman, keras, komposisi mineral piroksen, homblende dan mineral hitam lainnya. Batuan ini tersebar di bagian bawah lereng-lereng pegunungan dan perbukitan sekitar Bukit Nago dan Limau Manis. 4. Tufa Kristal (QTt) Merupakan tufa kristal yang mengeras yang terlihat pada singkapan setempat-setempat di perbukitan di Bukit Air Manis, di Teluk Nibung dan dan Lubuk Begalung hingga ke perbukitan di Kelurahan Labuhan Tarok. Laporan KLHS Kota Padang

12


5. Andesit (Qta) dan Tufa (QTp) Merupakan batuan gunung berapi yang masih masif bewarna hitam keabu abuan hingga putih, andesit berselingan dengan tufa, terlihat pada singkapan setempat-setempat di Pegambiran, Tarantang dan perbukitan Air Dingin yang bersebelahan dengan batu gamping. 6. Batu Gamping (PTls) Berwarna putih hingga keabu-abuan, terlihat pada singkapan di Indarung, sekitar Bukit Karang Putih. 7. Fillit, Batu Pasir, Batu Lanau Meta (PTps) Fillit bewarna hitam hingga abu kemerahan, batu pasir bewarna abu-abu kehijauan mengandung klorit keras dan berbutir halus dan batu lanau bewarna hijau kehitaman. Batuan ini terlihat pada singkapan Koto Lalang (jalan ke arah Solok). Umumnya mendasari bukit-bukit dan pegunungan yang landai.

No

JENIS BATUAN (LITOLOGI)

Luas (Ha)

Persentase

1.

Aluvium

21.566,89

31,03%

2.

Batuan Gunung Api

34.972,34

50,32%

3.

Batuan Intrusi

1.337,81

1,93%

4.

Batuan Metamorf

1.189,56

1,71%

5.

Batu Kapur

1.158,56

1,67%

6.

Formasi Palepat

0,01

0,00%

7.

Formasi Painan

9.270,83

13,34%

69.496,00

100,00%

KOTA PADANG Sumber : RTRW Kota Padang 2009

Tabel 3.3. Jenis Batuan Wilayah Kota Padang

Laporan KLHS Kota Padang

13


Sumber : RTRW Kota Padang 2009

Gambar 3.4. Geologi Kota Padang

Secara umum daya dukung batuan tersebut di atas bervariasi dari rendah sampai tinggi. Daya dukung masing-masing jenis batuan dapat dilihat pada tabel berikut.

No

Simbol

Jenis Batuan

Daya Dukung

Kpa

rendah

75-200 Kpa

rendah - sedang

100-200 Kpa

1.

Qtau

Aliran yang tak teruraikan ; jenis batuan vulkanik yang tak dipisah aliran lahar, konglomerat dan endapan koluvium

2.

Qal

Alluvium; terdiri dari lempung, pasir, kerikil, pasir dan bongkahan

3.

Qt

Kipas alluvium; terdiri rombakan batuan andesit berupa bongkahan dari gunung api

sedang - tinggi

75-600 Kpa

4.

QTt

Tufa Kristal; Jenis batuan tufa basal, tufa abu, lapili, tufa basal berkaca, dan pecahan lava .

sedang - tinggi

600-1000 Kpa

Laporan KLHS Kota Padang

14


No

Simbol

Jenis Batuan

Daya Dukung

Kpa

5.

Qta dan QTp

Andesit dan Tufa

sedang - tinggi

600-1000 Kpa

6.

PTls

Batu Gamping; dari lunak sampai keras

sedang - tinggi

1000-4000 Kpa

7.

PTps

Fillit, kwarsit, batu lanau meta. Lokasi terlihat pada singkapan sekitar Koto Lalang jalan ke arah Solok yang mendasari bukit-bukit dan pegunungan yang landai

Sedang

600-1000 Kpa

Sumber : RTRW Kota Padang 2009

Tabel 3.4. Jenis Batuan Dan Daya Dukung

Dengan kondisi geologi yang bervariasi tersebut, maka jenis tanah yang terbentuk dari proses pelapukan batuan pun menjadi bervariasi. Kota Padang berada di atas 7 (tujuh) jenis tanah tersebar di seluruh wilayah, yaitu : • • • • • • •

Aluvial (batuan yang melapuk sedang dan teruraikan) Andosol (Humus) Komplek Podsolik Merah Kuning Latosol dan Litosol (batuan yang melapuk bagian bawah) Latosol Latosol dan Podsolik Merah Kuning Organosol dan Glei Humus (humus permukaan bagian bawah) Regosol (batuan yang melapuk bagian atas)

Dari semua jenis tersebut yang terluas adalah jenis tanah latosol mencapai 46,70%. Secara rinci jenis tanah di wilayah Kota Padang dapat dilihat pada tabel berikut:

No.

Jenis Tanah

1. Aluvial

Luas ( Ha )

Persentase

15.948,07

22,95%

5.623,77

8,09%

10.794,68

15,53%

32.453,15

46,70%

3.027,21

4,36%

6. Organosol dan Glei Humus

688,30

0,99%

7. Regosol

960,81

1,38%

69.496,00

100,00%

2. Andosol 3. Komplek Podsolik Merah Kuning Latosol dan Litosol 4. Latosol 5. Latosol dan Podsolik Merah Kuning

Kota Padang Sumber : RTRW Kota Padang 2009

Tabel 3.5. Jenis Tanah Kota Padang

Laporan KLHS Kota Padang

15


Sumber : RTRW Kota Padang 2009

Gambar 3.5. Jenis Tanah Kota Padang

Kota Padang dilalui oleh banyak aliran sungai besar maupun kecil yang terbagi dalam 6 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu : DAS Air Dingin, DAS Air Timbalun, DAS Batang Arau, DAS Batang Kandis, DAS Batang Kuranji, dan DA Sungai Pisang. Terdapat tidak kurang dari 23 aliran sungai yang mengalir di wilayah Kota Padang dengan total panjang mencapai 155,40 Km (10 sungai besar dan 13 sungai kecil). Umumnya sungai-sungai besar dan kecil yang ada di wilayah Kota Padang ketinggiannya tidak jauh berbeda dengan tinggi permukaan laut. Kondisi ini mengakibatkan cukup banyak bagian wilayah Kota Padang yang rawan terhadap banjir/genangan. Karakteristik sungai yang terdapat di wilayah Kota Padang dapat dilihat pada tabel berikut:

Laporan KLHS Kota Padang

16


No

Nama Sungai /

Panjang

Lebar

Batang

(Km)

(m)

1

Batang Kuranji

2

Kecamatan Yang Dilalui

17,00

60

Batang Belimbing

5,00

5

Kec. Kuranji

3

Batang Guo

5,00

5

Kec. Kuranji

4

Batang Arau

5,00

60

Kec. Padang Selatan

5

Batang Muar

0,40

24

Kec. Padang Utara

6

Sungai Banjir Kanal

5,50

60

Kec. Padang Timur dan Kec. Padang Utara

7

Batang Logam

15,00

25

Kec. Koto Tangah

8

Batang Kandis

20,00

20

Kec. Koto Tangah

9

Batang Tarung

12,00

12

Kec. Koto Tangah

10

Batang Dagang

11,00

11

Kec. Naggalo

11

Sungai Gayo

5,00

12

Kec. Pauh

12

Sungai Padang Aru

5,00

30

Kec. Lubuk Kilangan

13

Sungai Padang Idas

2,50

6

Kec. Lubuk Kilangan

14

Batang Kampung Jua

6,00

30

Kec. Lubuk Begalung

15

Batang Aru

5,00

30

Kec. Lubuk Begalung

16

Batang Kayu Aro

3,00

15

Kec. Bungus Teluk Kabung

17

Sungai Timbalun

2,00

8

Kec. Bungus Teluk Kabung

18

Sungai Sarasah

3,00

7

Kec. Bungus Teluk Kabung

19

Sungai Pisang

2,00

6

Kec. Bungus Teluk Kabung

20

Bandar Jati

2,00

6

Kec. Bungus Teluk Kabung

21

Sungai Koto

2,00

6

Kec. Padang Timur

22

Sungai Lareh

5,00

11

23

Batang Jirak

6,00

30

Total

Kec. Pauh, Kuranji, Nanggalo dan Padang Utara

155,40

Sumber : RTRW Kota Padang 2009

Tabel 3.6. Data Jaringan Sungai di Kota Padang

Laporan KLHS Kota Padang

17


Sumber : RTRW Kota Padang 2009

Gambar 3.6. Jaringan Sungai Kota Padang

Suhu udara Kota Padang sepanjang tahun 2007 berkisar 22,0ºC – 31,7ºC dan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 70% - 84%. Curah hujan rata-rata tahunan Kota Padang pada tahun 2007 sebesar 4.7619 mm, dengan curah hujan rata-rata 385 mm/bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan curah hujan 776 mm dan terendah pada bulan Mei dengan curah hujan 167 mm.

Laporan KLHS Kota Padang

18


BULAN

Suhu Udara (°C)

Curah Hujan

Hari Hujan

Kelembab an

Kec. Angin

(mm)

(hari)

Udara

(knots)

Maks.

Min.

Rata-rata

Januari

776

20

82%

5

30,8

23,6

26,6

Februari

296

17

70%

6

31,5

22,8

24,4

Maret

349

16

70%

6

31,7

23,1

27,0

April

413

20

82%

5

31,1

23,5

26,8

Mei

167

10

80%

5

31,6

24,0

27,5

Juni

394

10

82%

5

30,3

22,7

26,1

Juli

305

10

84%

5

29,8

22,0

25,8

Agustus

176

10

80%

6

29,7

22,4

26,3

September

344

13

80%

5

29,0

22,2

26,2

Oktober

579

13

83%

5

29,2

22,4

26,1

November

230

22

77%

5

29,6

22,5

26,4

Desember

591

23

81%

5

29,6

22,6

26,4

JUMLAH

4.619

184

-

-

-

-

-

385

17

79,3%

5,25

30,3

22,8

26,3

Rata-rata

Sumber : Padang Dalam Angka 2007, BAPPEDA dan BPS Kota Padang, Tahun 2008.

Tabel 3.7. Kondisi Iklim Kota Padang Tahun 2007

Laporan KLHS Kota Padang

19


Perkembangan curah hujan tahunan Kota Padang dapat dilihat pada tabel berikut ini: TAHUN

CURAH HUJAN

2000

4.120,20 mm

2001

3.300,70 mm

2002

Data Tidak Tersedia

2003

4.870,00 mm

2004

3.918,40 mm

2005

4.973,50 mm

2006

3.773,60 mm

2007

4.619,00 mm

Sumber : Padang Dalam Angka Tahun 2000 -2007, BAPPEDA dan BPS Kota Padang, Tahun 2008

.

Tabel 3.8. Curah Hujan Tahunan Kota Padang Tahun 2000 – 2007

Kota Padang tidak hanya memiliki ruang daratan saja tetapi juga ruang terhadap laut yang ada di depannya yang luasnya 720 km2. Sumberdaya yang ada di perairan tersebut sangat besar dan menjadi salah satu sumber kegiatan perekonomian masyarakat, sehingga perlu diperlukan adanya pengarusutamaan lingkungan hidup untuk menjamin keberlanjutan sumber daya di laut. Luas wilayah perairan sebesar 720 km2 terdiri dari pantai sepanjang 84 km dan 19 pulau kecil. Pesisir pantai Kota Padang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pesisir landai di Padang Sarai – Batang Arau dan Labuhan Tarok – Teluk kabung; dan pesisir curam dan sempit di Batang Arau – Labuhan Tarok, Teluk kabung – Sungai Pisang – Pantai Padang. Pantai Kota Padang memanjang dari arah Barat Laut ke Tenggara membentuk garis pantai yang relatif lurus, bagian Utara landai dan ke arah Selatan mempunyai gradasi perairan pantai yang curam. Kawasan Utara di daerah Padang Sarai garis isobath 15 m ditemui sampai 1 kilometer ke arah laut sedangkan di bagian Selatan di Pantai Air Manis sampai kawasan Pulau Sironjong kedalaman mencapai 20 - 50 meter. Kedalaman rata-rata perairan antara Kota Padang dengan pulau-pulau kecil mencapai 80 meter, sementara di luar jajaran pulau tersebut kedalaman mencapai 300 m. Kondisi perairan di sekitar pulau-pulau kecil berupa karang (fringing reef) sampai jarak 50 meter dari pantai dengan kedalam mencapai 3 meter, kemudian perairan berubah secara tajam dengan kedalaman mencapai 30 - 60 meter.

Laporan KLHS Kota Padang

20


Sumber : RTRW Kota Padang 2009

Gambar 3.7. Batimetri Kota Padang

Perairan Kota Padang yang merupakan bagian dari Samudera Hindia memiliki karakteristik tipe pasang surut campuran yang didominasi tipe ganda dimana pada daerah ini terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut dalam sehari. Tipe ini dipengaruhi oleh kondisi kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat. Kondisi iklim perairan pesisir Kota Padang dipengaruhi oleh Samudera Hindia yang dicirikan dengan adanya Angin Muson dan curah hujan yang tinggi sekitar 2.816,7 – 4.487,9 mm per tahun. Angin yang berembus didominasi oleh angin Barat, Barat Daya, Barat Laut dengan kecepatan 1,6 - 5,6 knot bahkan kadang-kadang mencapai 5 – 40 knot. Sedangkan arah angin dipengaruhi oleh angin musim maka arus permukaan di wilayah perairan Kota Padang sepanjang tahun mengalir ke arah Tenggara hingga Barat Daya (Musim Barat) dengan kekuatan arus antara 1 – 45 cm/detik. Kecepatan arus mencapai puncaknya bulan Desember. Sedangkan arus Musim Timur antara bulan April hingga Oktober, melemah dengan kekuatan antara 1 cm/detik hingga 36 m/detik. Pada bulan Juli arus mencapai kekuatan minimum antara 1 cm/detik hingga 5 cm/detik. Selain itu di perairan Kota Padang juga terjadi arus pantai yang diakibatkan oleh gelombang. Arus ini berpengaruh terhadap abrasi dan sedimentasi pantai. Tinggi gelombang yang terjadi berkisar antara 0,5 – 2,0 meter. Suhu di perairan relatif stabil sepanjang tahun berkisar antara 280C - 290C, sedangkan pada kedalaman laut 7-10 meter suhu berkisar 250C. Suhu perairan pulau-pulau kecil mencapai 280C - 300C. Salinitas di wilayah perairan Kota Padang berkisar 27-30 per-mil. Di daerah muara sungai, Salinitas berkisar antara 20-25 permil. Perubahan Salinitas dipengaruhi oleh pasang surut aliran sungai. Sementara di lepas pantai pulau-pulau kecil, perubahan Salinitas tidak begitu besar mengingat perairan wilayah Kota Padang berhubungan langsung dengan laut bebas Samudera Hindia. Wilayah pantai Kota Padang tidak terlepas dari abrasi dan akresi yang Laporan KLHS Kota Padang

21


dipengaruhi oleh musim. Abrasi yang terjadi di pantai Kota Padang terutama di Purus, Ulak Karang, Air Tawar umumnya terjadi pada awal musim Barat yaitu November - Maret dan pada akhir musim Timur yaitu pada bulan September dan Oktober. Hal ini disebabkan terjadinya gelombang yang relatif besar. Pada saat tersebut pada lokasi di bagian Utara Kota Padang yang berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman terjadi sedimentasi. Abrasi juga dapat disebabkan telah rusaknya terumbu karang Perairan wilayah Kota Padang relatif subur. Indikasinya terdapat 46 jenis plankton dengan jumlah dan kerapatan yang relatif besar. Di samping itu, ditunjang dengan tingginya kadar oksigen (O2), seperti di perairan Pulau Sikuai 8,47 ppm, Pulau Bintangur 9,68 ppm, Pulau Pasumpahan 7,86 ppm, Pulau Sirandah 8,67 ppm, Teluk Buo 7,06 ppm, Teluk Bayur 5,44 ppm, Pulau Kasiak 6,45 ppm, dan Pulau Pisang 7,86 ppm. Salah-satu potensi perairan wilayah Kota Padang yang telah dimanfaatkan adalah perikanan yang terdiri dari: a. Ikan Pelagis Besar seperti: tuna, alkobar, setuhuk, ikan pedang, layaran, cakalang, tongkol dan tenggiri dengan potensi lestari 159.652 ton. b. Ikan Pelagis Kecil meliputi: ikan - ikan yang hidup di daerah permukaan laut yang berukuran relatif kecil seperti ikan kembung, bentong, layang, selar, lemuru dan lain sebagainya dengan potensi lestari 288.924 ton. Sumber daya ikan pelagis ini relatif telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan dengan alat tangkap yang sederhana. c. Ikan Demersal, adalah jemis ikan yang hidup di perairan dalam, meliputi: ikan kerapu, bambangan, bawal dan lainnya. Potensi lestari jenis ikan Demersal ini sebesar 1.085 ton. d. Ikan Karang yang terdapat di sekitar terumbu karang, dimanfaatkan untuk dikonsumsi dan sebagai ikan hias. e. Udang, dengan daerah penangkapan sekitar perairan pantai Kota Padang dan perairan Kepulauan Mentawai. Penangkapan ikan telah dilakukan oleh masyarakat nelayan terutama ikan pelagis kecil, sedangkan untuk ikan pelagis besar masih rendah karena terbatasnya sarana penangkapan. Prasarana pelabuhan perikanan di wilayah Kota Padang adalah Pelabuhan Perikanan Bungus. Fasilitas yang tersedia pada pelabuhan tersebut: kolam pelabuhan, dermaga, receiving hall, perbengkelan, perbekalan, pabrik es, dan fasilitas penunjang (kantor, dll). Di samping itu pada beberapa tempat terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI) mini, antara lain di Pasir Jambak, Gaung, dan Batung. 3.1.3

Lingkungan Sosial Ekonomi

Di dalam kerangka pemikiran pembangunan berkelanjutan, lingkungan sosial-ekonomi merupakan faktor penting yang berperan sebagai faktor pengubah tatanan ke-ruangan (space atau geographical setting/arrangement). Peran ini dapat diterjemahkan bahwa lingkungan sosial-ekonomi merupakan key driving factors pola ruang di wilayah yang bersangkutan. Secara realita, makna tatanan ke-ruangan ini dapat diselaraskan atau paralel dengan ekosistem. Oleh karena itu, memahami karakteristik lingkungan sosial-ekonomi dalam konteks penataan ruang tidak terlepas relevansinya dengan proses interrelasinya terhadap perubahan tatanan ekosistem (ecosystem setting). Hampir seluruh dataran (ketinggian 0-25 mdpl) dengan luas hampir 23% dari total luas Kota Padang, sampai saat ini merupakan daerah terbangun (build-up area). Relatif di bagian selatan dan timur yang masih terbentang luas daerah belum terbangun. Di bagian selatan, khusus di Kecamatan Bungus-Teluk Kabung, umumnya masih merupakan daerah pedesaan dan pertanian. Sedangkan di bagian timur di dominasi oleh kawasan hutan yang berada pada daerah perbukitan dengan kelerangan yang cukup curam. Wilayah timur ini terdiri dari beberapa kecamatan yaitu mulai utara ke selatan berturut-turut dari Kecamatan Koto Tengah, Pauh, Kuranji, dan Lubuk Kilangan. Pada daerah terbangun inilah terkonsentrasi penduduk Kota Padang. Dalam 20 tahun yang akan datang diproyeksikan pertumbuhan penduduk Kota Padang masih terkonsentrasi pada wilayah barat Kota Padang. Pusat kepadatan penduduk berada secara berturut-turut adalah Kecamatan Padang Utara dan Kecamatan Padang Barat, masing-masing dimana terletak pusat kota Padang yaitu di Kecamatan Padang Barat (merupakan Wilayah Pengembangan I). Selanjutnya daerah Kota Padang lainnya tergolong padat adalah Kecamatan Padang Utara Laporan KLHS Kota PadangÂ

22


(Wilayah Pengembangan II) yaitu 9900 jiwa/km2 dan diikuti oleh kecamatan Padang Barat yaitu 6200 jiwa/km2. Ada kecenderungan terjadinya perpindahan pemukiman penduduk di pusat kota ke pinggiran namun jumlah penduduk di pusat kota atau ’kawasan kota lama’ ini masih cukup dominan. Pertumbuhan penduduk di Kota Padang tercatat berkisar 2.31% atau sekitar 16 ribu jiwa per tahun. Jika diasumsikan pertumbuhan ini tetap pada tingkat laju 2,31% ini maka jumlah penduduk kota Padang yang pada tahun 2008 tercatat 858.017 jiwa menjadi lebih dari satu setengah kali lipat yaitu 1.354.745 jiwa dalam kurun waktu 20 tahun. Sampai dengan tahun 2007, masyarakat Kota Padang sudah berada pada kategori cukup baik dari sisi tingkat kesejahteraanya. Hampir 90% masyarakat Kota Padang sudah tergolong dalam kelompok Keluarga Sejahtera. Namun disadari bahwa ukuran ini bersifat relatif, hanya kurang dari 3 % yang tergolong dalam kelompok Keluarga Pra-sejahtera. Namun perlu dicatat bahwa jumlah masyarakat yang miskin cenderung meningkat sebesar rata-rata 12,98% per tahun dimana pada akhir tahun 2006 tercatat 43.070 orang miskin di Kota Padang.

Gambar 3.8. Rencana Distribusi & Kepadatan Penduduk Kota Padang

Terkonsentrasinya penduduk Kota Padang di pusat kota atau di ’kawasan kota lama’ merefleksikan kegiatan ekonomi utama penduduknya pada bidang jasa dan perdagangan atau kegiatan tersier. Secara makro dari gambaran statistik PDRB Kota Padang menjelaskan bahwa kontribusi bidang tersier ini mencapai tidak kurang dari 75% kontribusinya terhadap total PDRB. Bidang tersier ini terutama didominasi oleh hotel, restoran, komunikasi dan transportasi (lebih dari 50%). Besarnya kontribusi bidang-bidang yang disebutkan terakhir tidak lepas dari daya tarik Kota Padang sebagai tempat tujuan pariwisata atau kunjungan sosial. Sementara itu dilihat dari indeks perkembangannya menunjukkan bidang tersier ini adanya pertumbuhan namun relatif pada tingkat yang kecil. Dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata tahunan nasional maupun provinsi, laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang yang sekitar 5-6% per tahun masih di bawahnya. Untuk sebuah kota berskala seperti Kota Padang, kecilnya pertumbuhan ekonomi ini setidaknya dapat menjelaskan perkembangan ekonomi regional/perkotaan Kota Padang dalam 3 tahun terakhir bahwa belum menunjukkan kemajuan yang signifikan, seperti yang digambarkan dalam statistik Laporan KLHS Kota Padang

23


indeks perkembangan PDRB dari tahun 2005-2007. Bahkan relatif lebih tinggi sedikit pertumbuhan di bidang industri (kegiatan sekunder) yang memiliki kontribusi terhadap PDRB sekitar 20%. Dalam konteks penataan ruang maka gambaran kekuatan pertumbuhan ekonomi regional tersebut menunjukkan bahwa pusat Kota Padang relatif belum terlalu kuat menjadi pendorong ’driver’ bagi pertumbuhan sub-pusat-sub-pusat (sub-nodal) lainnya (lihat peta Hirarki Sistem Pelayanan di bawah ini):

Gambar 3.9. Hirarki Sistem Pelayanan Kota Padang

Dengan infrastruktur kota yang relatif baik dan terus meningkat kualitas di daerah perkotaan Kota Padang maka seyogyanya ada potensi yang belum optimal termanfaatkan dari sisi ekonomi kota. Lebih dari fasilitas sosial dan umum yang tersedia juga relatif dapat melayani kebutuhan minimal penduduk kota Padang dan sekitarnya. Namun secara pragmatis untuk menambah daya akselerasi pertumbuhan ekonomi kota ini diperlukan investasi yang cukup besar melalui diantaranya pembangunan sejumlah kawasan-kawasan lainnya selain merevitalisasi pusat kotanya. Hal ini dimaksukan agar dapat terwujud suatu pola sistem kota yang saling terkait fungsional pertumbuhannya dalam satu konsep pembangunan ekonomi regional.

3.1.4

Lingkungan Sosial Budaya

Sistem sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat di Kota Padang dalam banyak kondisi dinamika kehidupannya masih dipengaruhi atau bahkan diatur oleh lembaga-lembaga yang dijiwai oleh paham sistem kekeluargaan adat Minangkabau yang dicirikan sebagai berikut (dikutip dari dokumen RTRWD Kota Padang 2008-2028): •

Sistem kekeluargaan/kekerabatan yang bersifat matrilineal. Dalam sistem kekerabatan ini terdapat 3 unsur yang paling dominan, yaitu: (a) garis keturunan menurut garis ibu; (b) perkawinan harus dengan kelompok lain, di luar kelompok sendiri yang saat ini Laporan KLHS Kota Padang

24


dikenal istilah eksogami matrilineal; dan (c) ibu memegang peran sentral dalam pendidikan, pengamanan kekayaan dan kesejahteraan keluarga (Amir, 2005:9). •

Adanya kepala-kepala suku yang diangkat menjadi penghulu atau kepala kaum atau kepala suku. Kepala suku disebut penghulu suku dan berkuasa sepenuhnya secara adat terhadap kaumnya dan segala urusan sukunya tidak dapat dicampuri oleh orang atau kaum di luar sukunya.

Tanah terutama sawah memiliki arti sangat penting secara ekonomi dan budaya, karena sawah merupakan sumber produksi dan lambang kekayaan bagi masyarakat tersebut. Di Minangkabau sawah menjadi harta pusaka yang keberadaannya harus dipelihara bersama. Tanah bagi masyarakat Minangkabau bukanlah milik pribadi, tapi milik keluarga atau kaum (ulayat), sehingga ditemukan adanya tanah pusaka atau tanah ulayat yang tidak mudah diperjualbelikan.

Namun, ketika sawah tidak sanggup lagi memberikan kecukupan secara ekonomi, karena pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menjadikan tidak sedikit secara perlahan kaum laki-laki meletakkan tanggungjawab ke kaum ibu. Hal ini disebabkan sudah semakin banyak keluarga yang tidak lagi bergantung pada hasil sawah. Kaum lakilakinya mulai meninggalkan rumah untuk pergi merantau, kaum perempuan yang kemudian mengusahakan dan mengolah sawah.

Kelompok penduduk pada kelompok usia produktif (15-44 tahun) lebih banyak berjenis kelamin perempuan. Sedangkan pada kelompok usia muda (0-14 tahun) lebih banyak jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki. Hal ini menggambarkan karakteristik umum masyarakat Minang, yaitu laki-laki yang cenderung merantau pada usia produktif.

Di daerah pesisir seperti Kota Padang, sistem kekerabatan dan adat pengolahan tanah mulai bergeser. Tanah sudah diperjualbelikan melalui sistem negara RI yang berlaku.

Pengaruh budaya daerah lain yang cukup kuat mewarnai budaya dan kesenian di Kota Padang adalah budaya dan kesenian daerah Solok, Padang Pariaman, dan Pesisir Selatan sebagai kawasan yang berbatasan langsung. Sebenarnya Kota Padang masih memiliki budaya dan kesenian yang khas, namun saat ini gambaran nilai budaya dan kesenian ini hanya dapat dilihat di daerah pinggiran kota, seperti daerah Teluk Kabung, Kuranji, dan Koto Tangah.

Dalam sektor pendidikan, Minangkabau merupakan salah-satu daerah pertama yang mewadahi gerakan pembaruan pendidikan Islam. Hal ini dapat dibuktikan pada koreksi beberapa nilai adat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas yang sangat kuat memegang teguh nilai-nilai adat, namun perlu diingat bahwa nilai-nilai adat merupakan buatan manusia yang dapat berubah sesuai dengan kondisi, maka perlu adanya penyesuaian nilai-nilai adat ketika nilai yang lama telah tidak relevan lagi. Perubahan nilai-nilai dalam masyarakat tersebut akan menentukan masa depan suatu masyarakat. Dalam perubahan tersebut, pendidikan memegang peran yang sangat penting. Pendidikan bagi suatu masyarakat berfungsi sebagai penentu masa depan, menjawab berbagai persoalan dalam masyarakat, sekaligus melestarikan nilai-nilai dan warisan sosial-kultural tempat pendidikan tersebut dilaksanakan.

Sumatera Barat pada umumnya dan Minangkabau khususnya, dikenal sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan agama, hal ini dapat dilihat dari falsafah hidup yang telah menjadi cita-cita, dan pedoman dalam kehidupan masyarakat yaitu nilai falsafah hidup “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.

Kota Padang sebagai ibukota Provinsi melalui RPJPD 2005-2020 telah menyusun program kegiatan untuk mendukung terwujudnya cita-cita kembali ke nagari dan kembali ke surau dengan cara : •

Mendorong peningkatan peran dan fungsi lembaga Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai (tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan) dalam pembinaan anak kemenakan dan anak nagari khususnya, dan masyarakat dalam arti luas.

Mengembangkan dan memberikan mata pelajaran BAM (Bumi Alam Minangkabau) sejak dari tingkat SD sampai dengan Perguruan Tinggi.

Mendorong aktivitas keagamaan dan perayaan hari besar agama. Laporan KLHS Kota Padang

25


Untuk terlaksananya program kegiatan ini harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, baik dari segi kelembagaan maupun mekanisme pelaksanaan. Nilai positif dari aspek sosial budaya yang merupakan kultur dari masyarakat Kota Padang yang juga dimiliki oleh masyarakat Minangkabau pada umumnya adalah nilai kebersamaan, demokratis dan gotong-royong. Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang, saciok bak ayam, sadantiang bak basi, duduak samo randah, tagak samo tinggi, duduak saurang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang. Nilai tersebut di atas diharapkan akan dapat diaktualisasikan dengan baik dalam sistem pemerintahan dan Kota Padang sebagai ibu kota provinsi. Nilai positif ini harus terus ditumbuhkembangkan dalam masyakat Kota Padang agar kota mampu tumbuh dan berkembang dengan daya-dukung segenap lapisan masyarakat. Apalagi di era otonomi daerah seperti sekarang ini, daerah sangat dituntut untuk mampu menggali segala potensi ekonomi, sosial dan budaya yang dimiliki untuk dapat menggerakkan roda pembangunan dan mencapai masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.

3.1.5

Struktur Ruang Kota

Kota Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat membuat kota ini berfungsi utama sebagai kota jasa dan perdagangan. Fungsi ini menuntut adanya pemanfaatan ruang yang besar di bagian kota. Secara umum Kota Padang dapat digambarkan terdiri dari 3 wilayah, yaitu: wilayah perkotaan yang didominasi oleh permukiman, sarana sosial-ekonomi-budaya dan sarana perkotaan; wilayah transisi yang dimanfaatkan sebagian besar untuk kegiatan pertanian; Dan wilayah hutan yang masih berupa hutan lindung. Koridor jalan By-pass menjadi pembatas antara wilayah perkotaan dengan wilayah transisi. Pemanfaatn ruang di wilayah pusat kota tumbuh dan berkembang menjadi wilayah permukiman, jasa perdagangan dan fasilitas umum yang setiap tahun intensitasnya semakin tinggi. Pertumbuhan fisik di pusat kota cenderung tumbuh mengikuti pola jaringan jalan (ribbon type) terutama di sepanjang jalan utama, begitu pula di pesisir pantai Padang yang saat ini sudah dibangun prasarana jalan yang sangat baik. Selain itu, semenjak bandara dipindahkan dari Tabing ke Ketaping Padang Pariaman, pertumbuhan fisik kota mulai bergeser ka arah utara di sepanjang jalan Tabing – Ketaping. Pembangunan kampus Universitas Andalas di Indarung (bagian Timur Kota Padang) juga memicu pertumbuhan fisik di sekitar kawasan tersebut terutama jasa yang memberikan pelayanan bagi kegiatan perkuliahan. Kota Padang terdiri dari satu pusat primer yang meliputi Kecamatan Padang Barat, Padang Utara Padang Timur dan Padang Selatan yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan bisnis, jasa, pemerintahan provinsi dan kota, sosial budaya, pariwisata, rekreasi dan hiburan. Selain satu pusat primer, Kota Padang juga direncanakan memiliki 4 pusat sekunder yaitu Lubuk Buaya yang mencakup wilayah bagian utara kota termasuk kawasan sekitar Bandara Minangkabau yang berfungsi sebagai pusat pelayanan ekonomi dan pusat pelayanan transportasi untuk bagian utara; Air Pacah mencakup kawasan Terminal Bingkuang, kawasan pusat pemerintahan kota dan kawasan pusat kegiatan olah raga yang berfungsi sebagai pusat pelayanan transportasi regional, pusat pemerintahan, pusat kegiatan ekonomi, sosial budaya dengan jangkauan pelayanan kota, provinsi dan regional. Bandar Buat yang mencakup Indarung dan Lubuk Begalung yang berfungsi sebagai pusat layanan ekonomi dan layanan transportasi untuk bagian timur; Bungus yang mencakup wilayah kota bagian selatan yang berfungsi sebagai pusat layanan transportasi laut skala internasional, layanan ekonomi kelautan dan layanan transportasi darat untuk bagian selatan. Kelima pusat saat ini terhubung dengan prasarana jalan yang sudah memadai namun, untuk semakin mempercepat pertumbuhan dan perkembangan kawasan tersebut direncanakan dibuat pengembangan jaringan prasarana transportasi yang menghubungkan bagian utaratimur-selatan. Dalam RTRWD 2009 – 2029 Kota Padang dibagi menjadi 6 (enam) Wilayah Pengembangan, yaitu : WP-I: mencakup wilayah Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang Timur, Kecamatan Padang Utara, dan Kecamatan Nanggalo dengan luas 31,30 Km². diarahkan untuk pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa skala lokal, regional dan Laporan KLHS Kota Padang

26


internasional, permukiman perkotaan dengan kepadatan sedang sampai tinggi, serta kegiatan wisata bahari, wisata budaya dan wisata belanja. WP-II: mencakup wilayah Kecamatan Padang Selatan, dan Kecamatan Lubuk Begalung dengan luas 40,94 Km². diarahkan untuk pengembangan kegiatan transportasi laut, perikanan dan kelautan, pariwisata, serta permukiman dengan kepadatan rendah sampai sedang. WP-III: mencakup wilayah Kecamatan Koto Tangah dengan luas 232,25 Km². diarahkan untuk pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa skala lokal dan regional, transportasi darat skala regional, pendidikan, permukiman dengan kepadatan rendah sampai sedang. Sedangkan pada kawasan lindung dapat dikembangkan kegiatankegiatan yang berkaitan dengan penelitian dan evakuasi bencana. WP-IV: mencakup wilayah Kecamatan Kuranji, dan Kecamatan Pauh dengan luas 203,70 Km². diarahkan untuk pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa skala lokal, pendidikan tinggi, permukiman dengan kepadatan rendah sampai sedang. Sedangkan pada kawasan lindung dapat dikembangkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penelitian dan evakuasi bencana. WP-V: mencakup wilayah Kecamatan Lubuk Kilangan dengan luas 85,99 Km². diarahkan untuk pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa skala lokal, pertambangan, permukiman dengan kepadatan rendah sampai sedang. Sedangkan pada kawasan lindung dapat dikembangkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penelitian dan evakuasi bencana. WP-VI: mencakup wilayah Kecamatan Bungus Teluk Kabung dengan luas 100,78 Km². diarahkan untuk pengembangan kegiatan transportasi laut, perikanan dan kelautan, pariwisata, perdagangan dan jasa skala lokal dan regional, industri dan pergudangan, permukiman dengan kepadatan rendah. Sedangkan pada kawasan lindung dapat dikembangkan kegiatan-kegiatan yang tidak mengurangi fungsi lindung. Khusus kawasan pesisir yang merupakan kawasan rawan bencana tsunami pembanguanan dikendalikan dengan arahan kawasan komersial dan pariwisata.

3.1.6

Kendala Pembangunan Kota dan Permasalahan Lingkungan

Ada beberapa catatan terkait kendala pembangunan sejalan dengan dinamika Kota Padang yaitu: •

Upaya revitalisasi ‘kawasan kota lama’ cenderung menggeser kantong pemukiman di pusat kota ke pinggir kota yang lebih tinggi elevasinya dan kemiringan lerengnya. Dengan kata lain ada potensi untuk merambah daerah perbukitan yang merupakan kawasan hutan di sisi timur dan selatan Kota Padang.

Telah teridentifikasi terjadinya penurunan muka air tanah, penurunan muka tanah/amblesan (land subsidence), dan intrusi air laut semakin menjorok ke daratan. Di kota Padang juga teridentifikasi penurunan muka air tanah pada akuifer menengah (intermédiate well, 40-150 meter). Tentu perkembangan ini akan menjadi penting untuk diperhatikan sejalan dengan adanya tekanan sosial dan tekanan oleh pertumbuhan industri.

Perluasan pemukiman berikut pembangunan sarana dan prasarananya sekaligus pertambahan tekanan penduduk di pinggir kota (Kecamatan Lubuk Begalung, Koto Tengah, Kuranji dan Lubuk Kabung) secara keseluruhan akan menjadi tekanan bagi daya dukung dan daya tampung di daerah yang bersangkutan.

3.2 Tinjauan Sejarah Peran Kota Padang Di Bidang Perekonomian Wilayah Kota Padang lahir dan berkembang dari perkampungan nelayan pada abad ke-14. Beberapa tulisan sejarah tentang kota Padang menjelaskan bahwa pada periode tahun 1340-1375 perkampungan tersebut dikenal dengan nama Kampung Batung dengan sistem pemerintahan Nagari yang diperintah oleh Penghulu Delapan Suku. Pada tahap berikutnya, Laporan KLHS Kota Padang

27


perkembangan Kota Padang dan perannya sebagai pusat kegiatan ekonomi regional disederhanakan sebagai berikut: (1) Pada tahun 1667 VOC lewat penghulu terkemuka "Orang Kayo Kaciak" memperoleh izin untuk mendirikan Loji pertama; (2) Lokasi di muara Batang Arau dijadikan sebagai daerah pelabuhan, yang merupakan titik awal pertumbuhan kota Padang; (3) Kegiatan nelayan di pelabuhan di Muaro meningkat ke kegiatan jasa perdagangan dan tahap demi tahap kegiatan perdagangan mendorong Muaro menjadi pelabuhan; (4) Pada tanggal 7 Agustus 1669, berlangsung puncak pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan Belanda dengan menguasai Loji-Loji Belanda di Muaro, Padang. Peristiwa tersebut diabadikan sebagai tahun lahir kota Padang; (5) Pada tanggal 31 Desember 1799. Seluruh kekuasaan VOC diambil alih pemerintah Belanda dengan membentuk pemerintah colonial dan Padang dijadikan pusat kedudukan Residen; (6) Pada tanggal 1 Maret 1906. Lahir ordonansi yang menetapkan Padang sebagai daerah Gemente (STAL 1906 No.151) yang berlaku 1 April 1906; (7) Tanggal 9 Maret 1950, Padang dikembalikan ke tangan RI yang merupakan negara bagian melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS); (8) Tanggal 15 Agustus 1950 Pemerintah menetapkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Tengah No. 65/GP-50, tanggal 15 Agustus 1950 tentang Status Pemerintahan Kota Padang sebagai suatu daerah otonom sementara menunggu penetapannya sesuai UU Nomor 225 tahun 1948. Saat itu Kota Padang diperluas, kewedanan Padang dihapus dan urusannya pindah ke Walikota Padang. (9) Pada tanggal 29 Mei 1958. SK Gubernur Sumatera Barat No. 1/g/PD/1958, tanggal 29 Mei 1958 secara de facto menetapkan Kota Padang menjadi ibukota Provinsi Sumatera Barat. (10) Tahun 1975 secara de jure Padang menjadi ibukota Sumatera Barat, yang ditandai dengan keluarnya UU Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah, dengan Kotamadya Padang dijadikan daerah otonom dan wilayah administratif yang dikepalai oleh seorang Walikota. Kota Padang pada awalnya dikembangkan di zaman penjajahan Belanda sebagai pusat perdagangan regional. Pada zaman itu terjadi migrasi penduduk Minangkabau dari darek dan pasisie ke kota Padang. Diantaranya mereka menjadi pengusaha, pekerja pada sektor perdagangan, kerajinan, dan pelayanan (dokumen RPJP Kota Padang 2004-2020). Pada abad 19 setelah dibangunnya pelabuhan Teluk Bayur, migrasi penduduk ini semakin meningkat. Kegiatan perdaganganpun kemudian meningkat sampai pada skala regional dan bahkan internasional. Pada tahun 1980, Kota Padang dan Luar Kota Padang dilebur menjadi satu Kota. Konsekuensinya luas Kota Padang menjadi lebih besar. Kegiatannyapun terbagi atas dua kegiatan besar yaitu di Kota Padang Lama bertumpu pada kegiatan perdagangan dan jasa lainnya, sedang di luar Kota Padang Lama bertumpu pada kegiatan pertanian, pertambangan, dan kerajinan rumah tangga. Ekstensi Kota Padang berlanjut hingga terbentuk urban sprawl yang konsekuensinya banyak terjadi perubahan penggunaan tanah di luar Kota Padang Lama. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa sudah sejak lama kota ini menunjukkan jati diri sebagai pintu gerbang masuk dan keluar lalu lintas barang dan pemusatan kegiatan ekonomi provinsi Sumatera Barat. Implikasi perkembangan sosial ekonomi masyarakat provinsi Sumatera Barat, dirasakan juga pada bagian-bagian Kota Padang, ditandai dengan perkembangan fisik kota dan peningkatan intensitas kegiatan ekonomi kota. Peran kota Padang di berbagai kegiatan regional Sumatera Bagian Barat sudah berlangsung sejak lama, sayangnya peningkatan kegiatan ekonomi baik skala lokal kota maupun skala regional Sumatera Barat tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas sarana dan prasarana ekonomi, terutama jaringan jalan dan rel kereta api serta prasarana dan sarana pelabuhan. Laporan KLHS Kota PadangÂ

28


3.3 Prospek Perkembangan Kota Padang Prospek perkembangan Kota Padang secara mendasar dapat dipertimbangkan berdasarkan potensi modal sumberdaya alam yang tersedia (sesuai daya dukung dan daya tampung), modal sosial, modal ekonomi, dan modal lembaga dan pemerintahan. Secara ideal dapat dikatakan bahwa Kota Padang dapat dibangun di kawasan datar dan bergelombang dengan ketinggian antara 0-25 meter dpl dan perluasan sampai dengan ketinggian tidak lebih dari 100 meter dpl atau secara keseluruhan tidak lebih dari 30% total luas Kota Padang (catatan luas Kota Padang adalah 695 km2). Modal sosial yang berbasis sistem kekeluargaan adat Minangkabau merupakan modal pokok yang strategis untuk melibatkan secara aktif dan teraktualisasinya seluruh aspirasi masyarakat Kota Padang. Karakteristik modal sosial ini juga tidak lepas dari proses penguatan modal kelembagaan dan pemerintahan yang dapat dikembangkan lebih optimal mengikuti prinsip-prinsip good goverrnance. Hanya memang diperlukan terobosan kreatif upaya peningkatan kapasitas kelembagaan berikut SDM-nya melalui penyelarasan nilai sistem adat Minangkabau dan sistem pemerintahan daerah yang berlaku. Ditinjau dari struktur kegiatan ekonomi makro Kota Padang maka perlu dipertimbangkan adanya semacam Padang Incorporate yang dapat secara kreatif menjadi alternatif pengembangan kapasitas ekonomi Padang dalam satu kesatuan usaha ekonomi bersama. Dengan potensi kegiatan pada kegiatan jasa (tersier) dan industri (sekunder) dapat direkayasa satu inti keunggulan industri Kota Padang. Secara manajemen pembangunan, upaya Padang Incorporate ini juga berpotensi untuk lebih praktis dalam proses pengambilan keputusan kebijakan pengembangan dan sekaligus pengendaliannya, termasuk terhadap kemungkinan konsekuensi bagi lingkungan kehidupan lain yang terkait langusung, seperti lingkungan hidup dan sosial. Pada akhirnya modal-modal pembangunan tersebut di atas harus dapat dijalankan sebagai amanah untuk meningkatkan nilai tambah portofolio pembangunan Kota Padang secara keseluruhan dan sistemik (tidak terpilah-pilah secara sektoral). Dalam konteks penataan ruang maka keseimbangan dan keterkaitan serta keadilan manfaat alokasi pembangunan yang terwujud dalam struktur ruang kota dapat menghasilkan peningkatan kesejahteraan secara berkeadilan bagi seluruh masyarakat Kota Padang. Berdasarkan kerangka berpikir ini maka gambaran prospek 3 mega proyek dapat diuji kelayakan manfaatnya.

Laporan KLHS Kota PadangÂ

29


Bab 4 PELINGKUPAN KLHS TIGA MEGA PROYEK KOTA PADANG 4.1 Rasional KLHS untuk Tiga Mega Proyek Pada acara diskusi penapisan KLHS Kota Padang yang berlangsung tanggal 1 Mei 2009, Tim KLHS Kota Padang menjelaskan: (a) konsep penyelenggaraan penataan ruang Kota Padang; dan (b) Proyek-proyek strategis Kota Padang. Penjelasan tentang proyek-proyek strategis merupakan upaya konseptualisasi penjabaran Rencana Tata Ruang Kota Padang. Lingkup proyek-proyek strategis adalah sebagai berikut: 1. Rencana pembangunan terowongan untuk menghubungkan Pengambiran dengan Bungus. Terowongan ini mempersingkat jarak tempuh dari 15 Km menjadi 9 Km. Selain itu, penggunaan terowongan ini akan meminimalkan angka kecelakaan dan meningkatkan kenyamanan berkendaraan. 2. Rencana Pengembangan Pelabuhan Teluk Bayur, dalam rangka mendukung keberadaan Kota Padang sebagai pintu gerbang perdagangan wilayah pantai barat Sumatera. Pemanfaatan pelabuhan ini pada masa yang akan datang dapat menjawab tantangan peningkatan aktifitas kepelabuhanan di bidang eksport komoditas CPO, Semen dan bahan perdagangan lainnya; demikian juga untuk pemasukan bahan-bahan import. 3. Rencana Pengembangan Lantamal, dalam rangka antisipasi peningkatan kapasitas instalasi pertahanan dan pusat kordinasi mitigasi bencana di laut. 4. Rencana Reklamasi Pantai Padang sebagai bagian penataan kawasan pantai Padang. Beberapa pertimbangan perencanaan reklamasi dan pembangunannya terutama adalah (a) menciptakan land mark Kota Padang, (b) faktor pendorong pengembangan kawasan Gunung Padang dan sekitarnya, (c) meningkatkan aktifitas ekonomi kota, (d) menciptakan kesempatan kerja dan peluang berusaha, (e) faktor penarik investor dan (f) tempat evakuasi bila terjadi tsunami. 5. Rencana Pembangunan PLTU Teluk Siriah di atas lahan seluas 40 Ha, dalam rangka menambah kapasitas listrik Sumatera connection untuk melayani regional Sumatera Bagian Selatan, Bengkulu dan Jambi. 6. Rencana Pembangunan Kawasan Khusus Nelayan di Sungai Pisang, Teluk Kabung Selatan di atas lahan penguasaan 50 Ha. 7. Rencana Pengembangan Kawasan Khusus Pantai Padang di pantai Purus. Diantara 7 rencana proyek strategis kota Padang di atas, 3 (tiga) rencana kegiatan yang memiliki hubungan saling terkait, yakni: (a) reklamasi dan pembangunan Padang Bay City; (b) rencana pengembangan pelabuhan Teluk Kabung; dan (c) rencana pembangunan terowongan Pengambiran – Teluk Bungus. Pemerintah Kota Padang menetapkan 3 rencana kegiatan ini menjadi satu rencana kegiatan besar (mega proyek). Batu Gunung hasil galian dari terowongan Pengambiran – Bungus akan digunakan sebagai bahan pembangunan dyke, sedangkan tanah akan digunakan sebagai bahan lapisan atas reklamasi. Rencana pengembangan kawasan ini akan dilaksanakan melalui pendekatan public participation partnership (PPP) sejak tahap penelitian, perencanaan, perancangan, pembangunan fisik hingga ke tahap pemanfaatan, dengan demikian pembangunan proyek ini tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai upaya awal, pada tanggal 2 Mei 2008 Walikota Padang dan Direktur PT. Amageddon yang menggandeng investor dari Belanda dan Jerman telah menandatangai nota kesepahaman untuk menyusun Studi Kelayakan 3 Mega Proyek. Biaya studi kelayakan diperkirakan mencapai Rp 6 milyar. Hasil studi kelayakan akan digunakan untuk bahan pengambilan keputusan tentang tindak lanjut gagasan pengembangan kawasan-kawasan ini, yakni kerja sama pembangunan proyek resort reklamasi Padang Bay City seluas 32 hektar, Laporan KLHS Kota Padang

30


terowongan di bawah pebukitan antara Pengambiran - Bungus, lapangan golf resort, pengembangan dua pulau kecil, dan perluasan Pelabuhan Teluk Bayur. Menurut berita di media massa (Kompas 2 Mei 2008), sebagaimana dikutip sebagai berikut: ”Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi mengatakan, bahwa pihaknya mendukung penuh pembangunan proyek-proyek senilai Rp. 9,1 triliun tersebut. ’Segera implementasikan. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sangat mendukung. Masyarakat akan senang, karena kelak akan berdampak sangat positif terhadap perekonomian mereka, dan juga perkembangan ekonomi Sumatera Barat,’ katanya”. Dalam banyak studi kasus yang pernah dilakukan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, menunjukkan bahwa kesadaran melaksanakan pembangunan yang mengacu pada implementasi ketaatan pengelolaan lingkungan hidup (environmental governance) masih banyak diragukan keefektifannya. Demikian pula dalam hal pembangunan perkotaan. Pada umumnya ada dua kondisi umum yang menjadi hambatan yaitu yang pertama, pada kota yang bercirikan pertumbuhan penduduknya melebihi pertumbuhan ekonomi sehingga konsekuensinya ditemui situasi kualitas lingkungan hidupnya menurun dan memburuk. Yang kedua adalah kota yang tingkat kesejahteraan masyarakatnya lebih baik, namun ditemui penduduk berikut kelembagaan yang menjalani kegiatan perkotaan lebih menentukan pilihan untuk konsumsinya. Sementara itu investasi yang dilakukan cenderung tidak memberikan umpan balik yang positif atau salah alokasi dari sisi waktu dan tempat terhadap perbaikan kualitas lingkungan hidup di kota tersebut. Kedua kondisi di atas menggambarkan bagaimana pengaturan dinamika pembangunan kota tidak bekerja secara efektif untuk dapat mengelola dan memelihara kualitas lingkungan hidupnya. Dengan kata lain, kondisi ini menjadi indikasi potensi terjadinya penurunan kapasitas pembangunan berkelanjutan di kota yang bersangkutan. Memahami situasi di atas, fokus dalam proses menciptakan pembangunan kota yang berkelanjutan perlu dilandasi oleh dua dasar pemikirian praktis utama yaitu yang pertama adalah memberikan perhatian terhadap proses transisi demografi, dan yang kedua adalah menciptakan alternatif-alternatif kegiatan ekonomi yang tidak berpotensi menimbulkan tekanan beresiko negatif yang sulit terkendali terhadap kualitas lingkungan hidup. Kedua pemikiran ini tentu tidak lepas dari keterlibatan perspektif sosial-budaya dan politik dalam proses pengambilan keputusan untuk perumusan kebijakan pembangunan kota. Dengan demikian juga dapat dikatakan bahwa pemikiran yang berorientasi pada kepentingan lingkungan hidup (environmentalism) itu sendiri merupakan nilai politik yang harus menjadi bagian dari kesadaran seluruh masyarakat kota. Pada tahap awal dalam proses pengambilan keputusan pembangunan inilah maka menjadi relevan untuk mempertimbangkan diperlukannya implementasi KLHS (Kajian Lingkungn Hidup Strategis). Demikian pula dengan adanya ide pembangunan 3 mega proyek Kota Padang. Ide ini perupakan pemikiran konseptual yang dipahami akan menjadi penggerak utama pembangunan kota Padang dimasa yang akan datang, khususnya dibidang ekonomi kota. Diyakini oleh konseptor ide ini bahwa 3 mega proyek akan memberikan dampak ikutan positif kepada kesejahteraan masyarakat dengan adanya nilai tambah ekonomi langsung kepada masyarakat berupa terbukanya lapangan kerja dari hasil investasi maupun keuntunngan operasional 3 mega proyek ini. Selain itu tentu Pemerintah Kota Padang akan berpotensi bertambah nilai PAD-nya sehingga memberi peluang untuk meningkatkan kapasitas layanannya pada masyarakat. Hanya pertimbangan terhadap lingkungan hidup sebagai satu kesatuan fngsional pembangunan masih belum setara nilai pentingnya dibandingkan dengan nilai ekonomi dan sosial tadi. Untuk itulah KLHS ini diperlukan untuk dapat secara kritis menilai konsekuensi rencana pembangunan 3 mega proyek sekaligus bagi dimensi lingkungan hidup, dan ekonomi serta sosial. Melalui KLHS dapat teridentifikasi kedudukan dan peran masing dimensi tadi dilihat dari keterkaitannya, keseimbangannya, dan keadilan yang selanjutnya dapat menjadi dasar penilaian stratejik terhadap jaminan pencapaian pembangunan berkelanjutan Kota Padang.

Laporan KLHS Kota Padang

31


4.2 Sasaran Penyusunan KLHS Tiga Mega Proyek Sasaran KLHS adalah sebagai berikut: 1. Diperolehnya pemahaman tentang dampak besar dan penting pembangunan 3 mega proyek terhadap lingkungan hidup. 2. Tersusunnya rumusan kebijakan yang akan menjadi landasan penyusunan 3 mega proyek beserta program pendukungnya. 3. Terintegrasinya tujuan pembangunan berkelanjutan, atas dasar asas keterkaitan, asas keseimbangan dan asas keadilan. 4. Terselenggaranya rangkaian FGD yang melibatkan stakeholders untuk membahas dan menyempurnakan rumusan kebijakan dan rencana pembangunan 3 mega proyek. 5. Terbentuknya Tim Kerja KLHS Kota Padang yang pada waktunya nanti akan melaksanakan implementasi hasil/rekomendasi KLHS dan pemantauan hasil KLHS.

4.3 Profil Kawasan Pantai Padang Pada bagian terdahulu telah dikemukakan implikasi tata letak Kota Padang terhadap wilayah sekitarnya, terutama di wilayah pantai Barat Sumatera. Atas dasar tata letak dan peran Kota Padang yang cukup strategis, maka fungsi Kota Padang akan dikembangkan oleh pemerintah bersama masyarakat sebagai : • • • • • •

pusat pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan regional. pusat pengembangan kegiatan industri dengan skala pelayanan regional. pusat pengembangan kegiatan pariwisata dengan skala pelayanan nasional dan regional. pusat pengembangan kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budi daya. pusat pengembangan pendidikan dengan skala pelayanan regional dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. kawasan permukiman perkotaan.

Didalam dokumen Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Padang telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dalam Sistem Perkotaan Nasional (SPN). Sebagai PKN, Kota Padang diarahkan fungsinya untuk melayani kegiatan-kegiatan dalam skala internasional, nasional, atau antar provinsi. Sehubungan dengan rencana pengembangan tata ruang nasional tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menjabarkan konsep rencana tata ruang Pusat Kegiatan Nasional sekaligus sebagai pusat pemerintahan provinsi Sumatera Barat. Kota ini bersama kota-kota kecil disekitarnya, antara lain Kota Solok (sebagai Pusat Kegiatan Wilayah dan Kota Batu Sangkar, Padang Panjang, Pariaman, Aro Suko, Painan, Tua Pejat, Muara Siberut dan Lubuk Alung, sebagai Pusat Kegiatan Lokal. Uraian di atas adalah garis besar tujuan yang akan dicapai Kota Padang dalam jangka panjang, sedangkan profil sekarang ini disederhanakan pada uraian berikut ini.

4.3.1 Penduduk Jumlah penduduk Kota Padang saat ini sebanyak 838.190 jiwa dengan komposisi laki-laki sebanyak 421.248 jiwa dan perempuan sebanyak 416.942 jiwa. Penduduk Kota Padang terkonsentrasi pada beberapa Kecamatan yang merupakan Kawasan kota lama, yaitu di kecamatan Padang Selatan, Padang Timur, Padang Barat, Padang Utara dan Nanggalo. Sedangkan komposisi penduduk menurut agama, dapat dibedakan yaitu: Islam 813.043 jiwa (97,00%), Katholik 10.917 jiwa (1,30%), Protestan 8.071 jiwa (0,96%), Hindu 1.067 jiwa (0,31%) dan Budha 5.092 jiwa (0,61%).

4.3.2

Tingkat Kesejahteraan Penduduk

Pemerintah Kota Padang menggolongkan tingkat kesejahteraan penduduk Kota Padang dengan predikat ”cukup baik”. Hal ini terindikasi dari data tingkat kesejahteraan keluarga dimana dari total 164.999 keluarga yang ada di Kota Padang, ternyata sebagian besar yaitu Laporan KLHS Kota Padang

32


± 88,47% (145.974 keluarga) merupakan Kelompok Keluarga Sejahtera (KS), dengan rincian :

4.3.3

Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok

KS III KS II KS I KS Plus Keluarga Pra-Sejahtera

: : : : :

± ± ± ± ±

33,71% (55.619 keluarga) 33,68% (55.570 keluarga) 21,08% (34.785 keluarga) 8,89% (14.676 keluarga) 2,64% (4.349 keluarga)

Prasarana Jalan dan Jembatan

Data tentang perkembangan jaringan prasarana jalan menjelaskan perkembangan panjang jalan dan peningkatan kepadatan jaringan jalan. Dalam kurun waktu 15 tahun (1992–2007) menunjukkan perkembangan yang cukup pesat, yaitu terjadi pertambahan sekitar 466,72 km (98,33%) atau rata-rata 6,56% per-tahun. Untuk kurun waktu tahun 2006 dan 2007 relatif tidak terjadi pertambahan panjang jalan tetapi lebih berorientasi pada pemeliharaan prasarana yang telah terbangun. Hingga tahun 2008, panjang jaringan jalan yang telah dibangun dan telah dilapisi dengan aspal, sepanjang 748,65 km (79,40%) dari total panjang jalan. Berdasarkan status (kewenangan penanganan), sebagian besar merupakan jalan dengan status jalan kota yaitu sepanjang 843,36 km (89,59%), dan sisanya sepanjang 97,98 km (10,41%) merupakan Jalan Nasional.

4.3.4

Drainase

Sistem jaringan drainase Kota Padang terdiri dari jaringan drainase mayor dan minor, dengan total panjang jaringan drainase mayor sepanjang 124.000 m. Sistem jaringan drainase mikro terdiri dari 19 areal drainase dengan luas cakupan/tangkapan 3.986 Ha yang keseluruhannya mengalir kearah sungai-sungai besar.

4.3.5

Air Bersih

Bagian-bagian Kota Padang telah mendapat pelayanan air bersih dari PDAM. Jumlah pelanggan air bersih dari tahun ke tahun terus bertambah. Data tahun 2007 menggambarkan pola pelayanan sebagai berikut : •

Tingkat pelayanan sebanyak 300.000 penduduk (36% dari total penduduk).

Jumlah pelanggan sebanyak 81.112 pelanggan.

Jumlah pelanggan meningkat rata-rata 3.000 pelanggan/tahun.

Volume air yang diproduksi 31.564.065,74 m3.

Volume terdistribusi 30.601.399,74 m3.

Volume terjual 17.292.230,00 m3.

Nilai total penjualan Rp. 53.352.837.990,0

4.3.6

Pengelolaan Sampah

Tingkat pelayanan persampahan bagian-bagian kota baru mencapai 70% dengan area pelayanan ± 91.000 Ha. Pola penanganan bersifat individual secara tidak langsung, yaitu sampah dikumpulkan pada TPS/ container dan kemudian diangkut oleh truk sampah ke TPA yang terletak di Air Dingin dengan luas 30,3 Ha (yang sudah terpakai seluas 15,0 Ha / 50%). Sistem pengelolaan sampah di TPA menggunakan sistem controlled landfill. Total volume sampah adalah sebanyak ± 2.000 m3/hari dan yang terangkut sebanyak ± 1.500 m3/hari atau setara dengan 75% per-hari.

Laporan KLHS Kota Padang

33


4.3.7

Pengelolaan Air Limbah

Pengelolaan air limbah di Kota Padang bersifat individual dengan sistem setempat (on site system) yang menggunakan cubluk dan septic tank. Prosentase penduduk yang menggunakan jamban yang layak ± 90% dari total penduduk, terdiri dari 35% menggunakan septic tank dan 55% menggunakan cubluk. Pengelolaan dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan, yang dilengkapi dengan 2 unit truk tinja (kapasitas masing-masing 2.000 liter) serta Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) dengan kapasitas 83 m3 di Nanggalo. Sedangkan pengolahan limbah industri dan Rumah Sakit, dilakukan masing-masing oleh pengelolanya.

4.3.8

Irigasi

Terkait dengan keberadaan areal sawah yang masih terdapat diberbagai wilayah Kota Padang, sebagian besar didukung oleh jaringan irigasi yang ada, baik irigasi setengah teknis maupun irigasi sederhana. Areal yang terlayani oleh jaringan irigasi adalah seluas 6.564,45 Ha yang tersebar di 47 Daerah Irigasi di Kecamatan Koto Tangah, Kuranji, Pauh, Lubuk Kilangan, Lubuk Begalung dan Bungus Teluk Kabung.

4.3.9

Sarana Hunian/Perumahan

Berdasarkan data tahun 2006, jumlah sarana hunian/ perumahan didalam Kota Padang adalah sebanyak 175.409 unit dengan rincian: (a) bangunan permanen 140.968 unit (80,37%); (b) bangunan semi permanen 27.592 unit (15,73%); dan (c) bangunan non permanen 6.849 unit (3,90%). Bangunan perumahan terbanyak terdapat di Kecamatan Koto Tangah, yakni 40.350 unit (23,00%) sedangkan yang paling sedikit di Kecamatan Bungus Teluk Kabung yakni sebanyak 4.346 (2,48%).

4.3.10 Kondisi Perekonomian Berdasarkan bahan penjelasan Bappeda Kota Padang dapat diketahui bahwa sampai dengan tahun 1997 laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang cukup tinggi (5%-6%) per tahun, tetapi mengalami koreksi akibat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Struktur perekonomian Kota Padang tahun 2007 masih didominasi oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan konstribusi sebesar Rp. 4,251 Trilyun atau 24,47%, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan konstribusi sebesar Rp. 3,607 trilyun atau 20,77%. PDRB per-kapita Kota Padang tahun 2007 adalah sebesar Rp. 20,72 juta, meningkat lebih dari Rp. 2 juta jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2006 yang tercatat sebesar Rp. 18,66 juta. Sedangkan Laju inflasi tahun 2007 sebesar 6,73%, lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 8,05%.

4.3.11 Pendapatan Daerah Realisasi pendapatan daerah Kota Padang tahun 2007 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2006, yaitu dari Rp. 736,85 Milyard menjadi Rp. 792,76 Milyard. Pendapatan tersebut masih didominasi oleh Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp. 565,10 Milyard (71,28%), sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya sebesar Rp. 104,87 Milyard (13,23%)

4.3.12 Industri dan Perdagangan Pada bagian terdahulu telah dikemukakan fungsi dan peran Kota Padang sebagai pusat kegiatan pemerintahan, bidang industri dan perdagangan. Sektor perdagangan terus Laporan KLHS Kota Padang

34


mengalami peningkatan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah perusahaan perdagangan dari 19.118 pada tahun 1997 menjadi 31.597 perusahaan pada tahun 2007. Kota Padang diproyeksikan sebagai kota industri, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam berbagai kebijakan pembangunan yang ditopang oleh berbagai kegiatan industri besar, menengah dan kecil. Walaupun kegiatan industri belum menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, namun jika dilihat dari jumlah tenaga kerja yang terserap dan jumlah investasi yang ditanamkan, maka kegiatan industri telah memberikan konstribusi yang besar bagi perekonomian Kota Padang.

4.3.13 Pariwisata Kota Padang memiliki potensi wisata yang beragam, yaitu : • Wisata alam (pantai, goa, hutan, air terjun, pegunungan dan panorama alam). • Wisata budaya (benda dan bangunan cagar budaya,seni tradisional). • Wisata buatan (wisata belanja, kuliner dan wisata kriya). • Wisata bahari (pulau-pulau). Semua jenis wisata tersebut dapat dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata yang sangat menarik dan layak untuk dikunjungi. Potensi kepariwisataan di Kota Padang cukup potensial karena disamping keindahan, kekayaan dan daya tarik wisatanya, juga merupakan tempat persinggahan bagi wisatawan yang akan berkunjung ke kota-kota atau daerah lainnya di Sumatera Barat. Selain itu, di Kota Padang juga terdapat objek wisata sejarah yaitu legenda Malin Kundang, Siti Nurbaya dan bangunan-bangunan tua serta artefak peninggalan zaman Belanda dan Jepang, yang sampai dengan saat ini masih dapat dinikmati keunikannya. Jumlah kunjungan wisata ke Kota Padang sesuai dengan data tahun 2007 adalah berjumlah 1.453.561 wisatawan, yang terdiri dari wisatawan domestik 1.425.241 orang (i = 371,68%) dan wisatawan mancanegara 28.320 orang (i = 0,58%).

4.4 Masalah Pembangunan dan Lingkungan Hidup Kota Padang Keberhasilan implementasi kebijakan tata ruang dan lingkungan hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor-faktor yang ada di dalam maupun di luar kendali pemerintah. Beberapa masalah yang dihadapi antara lain adalah: (1) Kota Padang berada pada pesisir pantai mengakibatkan rawan terhadap bencana banjir, gempa dan tsunami. (2) Kepadatan penduduk dan aktifitas masih menumpuk di pusat kota dan sebagian kawasan sub pusat pengembangan kota belum berkembang secara optimal. (3) Belum terbentuknya struktur tata ruang bagian dalam kota sehingga belum tegas hirarkhi sistem pusat kegiatan bagian-bagian kota. (4) Terjadinya konversi lahan pertanian menjadi lahan permukiman. (5) Degradasi lingkungan di kawasan Kota Tua. (6) Pendangkalan dan akumulasi bahan pencemar di muara sungai Batang Arau. (7) Sebagian besar lahan merupakan tanah ulayat. (8) Relatif banyaknya populasi pedagang kaki lima yang menempati bahu jalan sehingga mengakibatkan gangguan lalu lintas. (9) Belum tertatanya lokasi-lokasi penampungan sementara pedagang kaki lima. (10) Belum terlaksananya sinkronisasi tata guna lahan (land use) dengan konsep trasnportasi kota. (11) Aktifitas publik masih terkonsentrasi di kawasan pusat kota.

Laporan KLHS Kota Padang

35


(12) Angka pertumbuhan kendaraan bermotor pribadi, tingkat pelayanan angkutan umum masih rendah dan masih didominasi oleh “Angkot”.

4.5 Kerangka Pikir Penyusunan KLHS Tiga Mega Proyek Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa gagasan 3 mega proyek Kota Padang merupakan upaya penjabaran kebijakan penataan kawasan Pantai Padang yang telah diisyaratkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Padang 2009–2014 dan RTRWD Kota Padang. Sebelum kebijakan tersebut dijabarkan ke tingkat program dan proyek, Pemerintah Kota Padang dan Ditjen Bina Bangda melakukan Studi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kerangka Pikir KLHS dimaksud disederhanakan sebagai berikut:

Gambar 4.1. Kerangka Pikir KLHS 3 Mega Proyek Kota Padang TA 2009 Laporan KLHS Kota Padang

36


Sesungguhnya apapun kegiatan pembangunan akan menggunakan atau memanfaatkan sumberdaya yang tersedia sebesar skala kebutuhan. Pembangunan yang dimaksud tidak hanya dilihat dari fokus (foci) alokasi kegiatannya tetapi juga entitas dampak ikutan sebagai konsekuensi dari mata rantai kegiatan ikutannya (multiplier effects) yang ditimbulkannya (lihat skema system dynamic sederhana di bawah ini).

Gambar 4.2. Sistem Dinamik Dampak Pembangunan

Yang terakhir ini menunjukkan bahwa menilai dampak kegiatan tidaklah cukup pada alokasi in-situ nya saja tetapi sampai dengan entitas fungsional dampak berantainya tadi sehingga dimensinya berkembang menjadi satu wilayah. Di sinilah argumentasi bahwa AMDAL tidak cukup memadai menilai secara kewilayahan sehingga diperlukan KLHS. Sebagai contoh adalah kemungkinan pembangunan Terowongan Lubuk Basung tidak cukup hanya dinilai pada lokasi terowongan dan sekitarnya saja tetapi juga perlu dinilai pengaruhnya terhadap daerah asal (origin) dan tujuan (destination) yang terhubungkan dan terpengaruh oleh dibukanya terowongan ini. Setidaknya daerah asal dan tujuan ini hubungannya akan menjadi lebih intens karena aksesibilitas yang meningkat. Dalam konteks jejaring transportasi dikatakan bahwa semakin tinggi angka konektifitasnya maka akan semakin cepat pertumbuhan sosial-ekonomi daerah-daerah yang terhubungkan itu. Selanjutnya perkembangan intensitas perubahan daerah yang bersangkutan dapat mengikuti skema system dynamic di atas. Lebih lanjut dapat dibayangkan kemungkinan perkembangan situasi Kota Padang dimasa yang akan datang (behavior over time). Selain itu, melalui pendekatan ke-ruang-an dapat dikaji adanya 3 mega proyek akan menimbulkan simpul-simpul pertumbuhan baru dan tentu akan tercipta struktur ruang yang baru pula. Jika diasumsikan bahwa 3 mega proyek ini akan dapat menjadi satu kesatuan pusat pertumbuhan (kawasan) yang terkoneksi secara fungsional maupun secara fisik satu sama lainnya maka dapat diilustrasikan bahwa akan terjadi pergeseran tekanan secara struktural ke bagian selatan Kota Padang. Apalagi jika mengingat besaran atau skala kegiatan yang akan dibangun dapat memberikan layanan (sebagai wilayah layanan) sampai ke luar Kota Padang bahkan ke luar Provinsi Sumatera Barat. Laporan KLHS Kota PadangÂ

37


Oleh karena itu pada intinya kerangka pikir yang dikembangkan untuk pelaksanaan KLHS bagi 3 mega proyek Kota Padang terbagi secara terstuktur dalam dua pendekatan yaitu pendekatan kajian kebijakan pembangunan daerah dan kajian perencanaan pembangunan. Kedua pendekatan dikaji dengan dimensi substansi/isi dan ke-ruang-an dengan memperhatikan prinsip-prinsip KLHS sebagaimana yang telah digambarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya di atas. Dengan mengikuti tahapan pelaksanaan KLHS, kerangka pikir kajian substansi dapat diadopsi dari skema di bawah ini:

Sumber: Partidario, 2000

Gambar 4.3. Skema Kerangka Pikir Kajian Substansi

Sedangkan untuk kerangka pikir kajian perencanaan dapat diselaraskan dengan tata cara perencanaan formal yang berlaku.

mengikuti

atau

4.6 Isu Strategis KLHS Tiga Mega Proyek Berdasarkan telaah kondisi dan permasalahan Kota Padang, Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Jangka Menengah Daerah, pertimbangan gagasan 3 mega proyek serta isu pokok pemanfaatan ruang bagian-bagian kota, maka pelingkupan isu strategis KLHS adalah sebagai berikut:

Laporan KLHS Kota Padang

38


(1) Pertimbangan prinsip keterkaitan, keberlanjutan dan keadilan di dalam rumusan kebijakan dan rencana pembangunan Kota Padang (RPJPD, RPJMD, RTRWD); (2) 3 mega proyek merupakan alternatif terpilih; (3) Implikasi rencana 3 mega proyek terhadap lingkungan fisik-alami, hayati, ekonomi dan sosial budaya; (4) Keterbukaan informasi dan peranserta masyarakat di dalam proses perencanaan, pembangunan dan pemanfaatan ruang; (5) Persepsi dan respons stakeholders tentang 3 mega proyek; (6) Integrasi hasil evaluasi implikasi 3 mega proyek sebagai feed back penguatan KRP pembangunan Kota Padang. Sebelum menetapkan isu strategis 3 mega proyek maka terlebih dahulu perlu dipahami dua hal yaitu isu pokok dan pentahapan pembangunan 3 mega proyek. Kedua hal ini diperlukan untuk menjustifikasi posisi 3 mega proyek bagi kepentingan pencapaian visi dan misi pembangunan Kota Padang. Berdasarkan pemahaman posisi inilah kemudian isu strategis diidentifikasi untuk menjadi landasan perhatian dalam penyusunan rumusan KRP. Isu pokok Kota Padang adalah sebagai berikut: 1.

Ekonomi: pertumbuhan ekonomi kota/regionalnya relatif rendah dibandingkan rata-rata nasional. Kondisi ini secara pragmatis ekonomi kota/daerah dapat membawa pada konsekuensi posisi daya saing Kota Padang yang rendah pula sehingga tidak mudah untuk menjadi daya tarik investor.

2.

Sosial: berlanjutnya arus ‘brain-drain’ tenaga produktif bermigrasi ke luar (outmigration), khususnya di kelompok usia produktif pria sehingga berpotensi menurunkan kapasitas membangun Kota Padang. Perkembangan ini dapat dilihat dalam konteks transisi demografi. Persebaran penduduk juga menjadi isu pokok berkenaan dengan konsentrasi penduduk di suatu daerah yang dapat menimbulkan tekanan ekonomi dan lingkungan di daerah tersebut.

3.

Lingkungan Hidup: pertumbuhan penduduk yang cenderung melebihi pertumbuhan ekonomi mendorong melemahnya pengelolaan dan pemeliharaan kualitas lingkungan hidup dan kemungkinan perambahan kawasan-kawasan yang dilindungi. Di kawasan kota lama saat ini setidaknya sudah teridentifikasi adanya penurunan muka air tanah dan perambahan intrusi air laut yang lebih ke dalam daratan.

4.

Lingkungan Hidup dan Bencana: belum optimalnya kapasitas pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan (sewage, dll.) terkait dengan kapasitas modal finansial Kota Padang yang relatif belum kuat. Konsekuensi lainnya adalah pada menurunnya kapasitas penanganan kemungkinan adanya bencana, seperti banjir, gempa, dan lainlain.

Tahapan pembangunan 3 mega proyek akan menjadi sangat penting jika dikaji total skala kegiatannya. Tentu akan berbeda jika ke3nya dibangun sekaligus atau dibangun secara seri dengan mempertimbangkan prioritas terhadap manfaat dan juga kemungkinan resiko dalam hal ekonomis, sosial, dan juga lingkungan hidup serta dalam konteks ruang pembangunan. Informasi dan pemahaman terhadap isu pokok dan proses tahapan pembangunan ini dapat menjadi landasan perumusan isu strategis 3 mega proyek. Isu strategis yang perlu menjadi perhatian adalah sebagai berikut: a.

Membangun keunggulan daya saing inti Kota Padang yang sekaligus memperhatikan kepentingan sosial dan lingkungan hidup (termasuk daya dukung dan daya tampung);

b.

Merumuskan struktur ruang pembangunan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tamping optimal sehingga tergambarkan sebaran kegiatan perkotaan yang terkait dengan kepentingan pembangunan berkelanjutan. Termasuk dalam hal ini adalah strategi persebaran penduduk berikut kegiatan sosial dan ekonominya;

c.

Membangun sarana dan prasarana fasilitas umum dan fasilitas sosial serta utilitas mengikuti rancangan struktur kota di atas;

d.

Pengendalian kemungkinan perambahan pemukiman ataupun kegiatan ekonomi dan sosial ke kawasan yang sensitif ekologis; Laporan KLHS Kota Padang

39


e.

Merumuskan kebijakan dan peraturan daerah yang dapat menjamin kelestarian lingkungan hidup dan pemanfaatan jasa layanan lingkungan hidup.

Sementara itu, beberapa isu strategis untuk pembangunan Kota Padang sendiri adalah: a.

Kecenderungan menuju metropolitan;

b.

Pusat perkembangan regional pantai barat sumatera;

c.

Kecenderungan masuknya investasi baru;

d.

Pengembangan kawasan sepanjang pantai;

e.

Pengembangan koridor padang by-pass;

f.

Pengembangan kawasan air pacah;

g.

Pemanfaatan kawasan eks-bandara tabing;

h.

Kerawanan terhadap bencana;

i.

Perubahan penggunan lahan pertanian sebagai lahan permukiman atau kegiatan budidaya lainnya;

j.

Pemanfaatan hutan lindung & hutan suaka alam wisata untuk kegiatan budi daya;

k.

Pengembangan kawasan Bungus.

Laporan KLHS Kota PadangÂ

40


Bab 5 KEBIJAKAN DAN RENCANA PENGEMBANGAN KOTA

5.1 Kebijakan dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Padang Inti pencapaian dan proses pembangunan Kota Padang dapat dipahami melalui jabaran Visi dan Misi-nya. Visi Kota Padang untuk tahun 2020 (RPJPD Kota Padang 2004-2024) adalah “Terwujudnya masyarakat madani yang berbasis industry, perdagangan dan jasa yang unggul dan berdaya saing tinggi dalam kehidupan kota yang tertib dan teratur”. Untuk menjabarkan Visi tersebut kemudian dirumuskan Misi-nya sebagai berikut: • • • • • • • • •

Meningkatkan pemahaman terhadap adat dan agama serta pengamalan nilai-nilainya dalam kehidupan bermasyarakat ke arah komunitas kota yang peduli; Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pembangunan sektor pemukiman, pendidikan, dan kesehatan ke arah pemberdayaan masyarakat; Meningkatkan produktifitas sektor-sektor perekonomian melalui formalisasi usaha dan profesionalisme ke arah pengelolaan usaha yang berdaya saing; Membangun jejaring usaha melalui pengembangan system informasi dan komunikasi untuk peningkatan akses dan interaksi ke arah persaingan global; Menata ruang dan meningkatkan prasarana dan sarana melalui pendekatan pembangunan berbasis kawasan ke arah keseimbangan pembangunan; Membangun kehidupan perkotaan yang tertib dan teratur melalui penegakan supremasi hukum ke arah aplikasi teknologi dengan sistem kontrol lingkungan; Meningkatkan kapasitas aparatur dan kewibaan pemerintah melalui pembinaan pendidikan dan pelatihan ke arah keandalan dalam pelayanan; Meningkatkan kapasitas wakil-wakil rakyat melalui berbagai forum sebagai pembentuk wacana pembangunan penguatan peran serta publik; Meningkatkan pengendalian pemanfaatn sumberdaya alam ke arah aplikasi konsep pembangunan yang terpadu, berkeseimbangan dan berkelanjutan.

Secara teoritis konsep pembangunan yang terumuskan dalam Visi dan Misi di atas merupakan penjabaran dari interaksi dari lima sumber daya utama (main capital) yaitu sumberdaya alam (natural capital), sumber daya insan (human capital), sumber daya keuangan (financial capital), sumber daya teknologi (technological capital), dan sumberdaya sosial-budaya (socio-cultural capital). Kelima sumberdaya utama tadi kemudian diolah untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan melalui pemberdayaan 3 sumberdaya pengembang (developer capital) yaitu sumber daya kelembagaan (institutional capital), sumber daya informasi-komunikasi (Information-Communication capital), dan sumber daya jejaring (network capital). Ditinjau secara lebih makro bahkan global, konsep pembangunan Kota Padang ini juga mengadopsi prinsip-prinsip dan isu penting yang dikembangkan dalam MDG (Millenium Development Goals). Selanjutnya untuk mengoperasionalisasikan Visi dan Misi Kota Padang tersebut kemudian dirumuskan tujuan dan sasasran pembangunan. Ada lima tujuan pembangunan Kota Padang yaitu: a.

Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, diawali dengan pemahaman dan pengamalan adat dan agama sebagai landasan etika dan moral pembangunan yang didukung oleh pembangunan permukiman, pendidikan, dan kesehatan kearah sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya;

b.

Meningkatkan produktifitas sektor—sektor perekonomian yang diawali dengan formalisasi usaha dan profesionalisme dalam pengelolaan usaha sebagai landasan untuk bertahan dalam persaingan global dan bermitra ke arah akses dan interaksi global melalui sistem informasi dan komunikasi;

Laporan KLHS Kota Padang

41


c.

Meningkatkan prasarana dan sarana diawali dari penataan ruang dengan konsep pembangunan kawasan sebagai landasan bagi keseimbangan dan keberlanjutan pembangunan antar kawasan ke arah kehidupan perkotaan yang tertib dan teratur melalui aplikasi sistem lingkungan;

d.

Meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah yang diawali denagn rekayasa ulang system dan menata kembali kelembagaan sebagai landasan pelayanan prima kearah keandalan aparatur dan peningkatan kewibawaan pemerintah melalui pembinaa, pendidikan, dan pelatihan serta pengembangan;

e.

Meningkatkan kapasitas wakil-wakil rakyat yang diawali dengan interaksi dalam berbagai forum pembentuk wacana pembangunan sebagai landasan untuk menyerap aspirasi dan mengakomodasi dalam rancangan produk hukum kearah penguatan peran serta publik dalam proses pembangunan.

Adapun sasaran pembangunan secara umum adalah semakin membaiknya taraf ekonomi dan sosial komunitas kota berdasarkan kelompok sasaran yang terkait dengan kebijakan pembangunan. Secara spesifik, sasaran pembangunan untuk Rencana Pembagnunan Jangka Panjang Daerah Kota Padang (dikutip dari RPJPD Kota Padang 2004-2024) adalah: • • •

Kemiskinan dalam arti luas yang menyangkut fisik dan mental makin berkurang sehingga berbagai faktor ikutannya dapat diatasi; Pengangguran semakin berkurang melalui perluasan kesempatan berusaha dan bekerja sehingga berbagai faktor ikutannya dapat diatasi; Ketimpangan dalam distribusi kekayaan antar kelas ekonomi dapat dikurangi melalui regulasi sehingga berbagai faktor ikutannya dapat diatasi.

Untuk mencapai tujuan dan sasaran ini digunakan kerangka kebijakan penyelenggaraan pembangunan yang mensinergikan 3 hal penting yaitu keandalan aparatur pemerintah, keberdayaan sosial, dan kemandirian ekonomi. Kekuatan atau kapasitas ke3 aspek ini akan menetukan arah, kapasitas pemberdayaan, dan kendali pemanfaatan sumber daya-sumber daya pembangunan yang telah disebutkan di atas. Kekuatan-kekuatan ini dirancang untuk tersebar secara proporsional pada unit-unit kelembagaan pemerintah daerah yang dikelola Pemerintah Kota Padang. Secara interpretative, upaya memperkuat ke3 hal tersebut merupakan bagian dari strategi pembangunan Kota Padang.

5.2 Kebijakan dan Rencana Pembangunan Provinsi Sumatera Barat Mengacu pada rencana pembangunan pada tingkat provinsi yang terumuskan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah (RTRWD) Provinsi Sumatera Barat 2019, Kota Padang ditetapkan sebagai satu-satunya Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: • • • • •

Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat

pelayanan wilayah belakang; komunikasi antar wilayah; permukiman; ekonomi antar wilayah; pemerintahan;

Sebagai PKN, Kota Padang berinteraksi dengan simpul-simpul pusat kegiatan sub-ordinatnya yaitu: • • • • • • • • •

Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota Kota

Solok sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); Batusangkar sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL); Padang Panjang sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL); Pariaman sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL); Aro Suka sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL); Painan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL); Tuapejat sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL); Muara Siberut sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL); Lubuk Alung sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

Laporan KLHS Kota Padang

42


Dalam rangka interaksi tersebut di atas maka sistem transportasi darat provinsi yang menghubungkan diantara simpul-simpul pusat kegiatan tersebut berupa sistem jaringan Jalan Arteri Primer: • • • • •

Kota Padang Î Kota Bukittinggi Î Kota Payakumbuh Î Batas Provinsi Riau. Kota Padang Î Kota Bukittinggi Î Lubuk Sikaping Î Batas Provinsi Sumatera Utara. Kota Padang Î Kota Pariaman Î Kota Simpang Empat Î Batas Provinsi Sumatera Utara. Kota Padang Î Batas Provinsi Bengkulu. Kota Padang Î Kota Solok Î Batas Provinsi Jambi.

Sebagai kota pesisir, Kota Padang juga memiliki sistem transportasi laut. Terdapat dua pelabuhan penting di Kota Padang. Yang pertama adalah Pelabuhan Internasional Teluk Bayur dan Pelabuhan Muaro. Pelabuhan Laut Internasional Teluk Bayur sebagai outlet komoditi Sumatera Barat menuju pasar internasional. Pelabuhan Internasional Teluk Bayur ini memiliki akses darat jalan arteri primer dan akses laut dengan pelabuhan strategis lainnya, yaitu : • • • • • • •

Pelabuhan Pelabuhan Pelabuhan Pelabuhan Pelabuhan Pelabuhan Pelabuhan

Laut Nasional Muaro, Padang; Laut Nasional Air Bangis di Kabupaten Pasaman Barat; Laut Nasional Muara Siberut di Kabupaten Kepulauan Mentawai; Laut Nasional Sikakap di Kabupaten Kepulauan Mentawai; Laut Nasional Sioban di Kabupaten Kepulauan Mentawai; Carocok di Kabupaten Pesisir Selatan; Tua Pejat di Kabupaten Kepulauan Mentawai;

Kebijakan pengembangan Kota Padang sebagai PKN diarahkan pada: • • •

Pemantapan fungsi sebagai pusat perekonomian dan pintu gerbang perdagangan di Indonesia bagian Barat; Pengembangan fungsi sebagai pusat perikanan Pelagis (utamanya ikan Tuna) di Indonesia bagian Barat; Peningkatan pembangunan sarana prasarana melalui peningkatan peranan investasi swasta.

Selain itu Kota Padang juga merupakan bagian dari Kawasan Andalan bagi Padang Pariaman dan sekitarnya, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Agam bagian barat dan Kabupaten Pasaman Barat. Adapun sektor andalan pada kawasan ini antara lain adalah perikanan, industri manufaktur dan industri pengolahan hasil pertanian, perdagangan dan jasa, perkebunan dan pariwisata. Pusat Kawasan Andalan ini berada di perbatasan yang mencakup Kawasan Padang Industrial Park dan Kawasan Bandara Internasional Minangkabau sekitarnya. Fasilitas yang diarahkan berkembang di pusat kawasan yaitu: industri pengolahan hasil laut, industri agro, industri manufaktur, pusat transportasi komoditi menuju pasar internasional, pusat perdagangan dan jasa regional. Kabupaten Pasaman Barat menjadi sentra pengembangan perkebunan. Fasilitas yang diarahkan berkembang di pusat kawasan yaitu: industri pengolahan hasil perkebunan.

5.3 Kebijakan dan Rencana Pengembangan Tata Ruang Kota Padang Ada 3 prioritas Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Padang 2004-2020 yang terbagi dalam 3 kawasan (dikutip dari RTRWD Kota Padang) yaitu: 5.3.1

Pengembangan Kawasan Barat Kota

Pada kawasan Barat kota yang mencakup Kawasan Pusat Kota sampai batas Jalan Padang By-Pass di bagian Timur, Batang Anai di bagian selatan dan batas kota di bagian selatan, diprioritaskan pengembangannya dalam bentuk: • •

Penataan ulang dan rehabilitasi kawasan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang dan sekaligus menciptakan wajah dan karakter kota yang lebih spesifik sebagai Kota Pesisir yang Modern. Pengendalian pemanfaatan ruang di sepanjang garis pantai terkait dengan kerawanan terhadap gelombang laut (tsunami). Laporan KLHS Kota Padang

43


• • •

Pengaturan pemanfaatan ruang kota untuk meningkatkan nilai lahan melalui arahan pengembangan kegiatan-kegiatan perkotaan yang memiliki ekonomi dan mampu menampung tenaga kerja dalam jumlah besar. Penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang lengkap dan modern serta didukung dengan pengelolaan yang baik untuk melayani kegiatan perdagangan dan jasa dalam skala lokal, regional dan internasional. Rehabilitasi kawasan-kawasan yang merupakan peninggalan kota (urban heritage) untuk menjaga kelestariannya dan sekaligus untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata.

5.3.2

Pengembangan Kawasan Timur Kota

Pada kawasan Timur kota yang mencakup kawasan di bagian Timur Jalan Padang By-Pass sampai batas jalan raya Padang-Solok, diprioritaskan pengembangannya dalam bentuk: • • • • • •

Pengendalian pemanfaatan hutan lindung. Pengendalian pemanfaatan ruang yang memiliki kerawanan terhadap bencana longsor. Optimalisasi pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertambangan dan pertanian. Mendorong pengembangan kawasan pendidikan tinggi di Limau Manis. Mendorong kegiatan-kegiatan budidaya dengan memperhatikan pengalokasian ruang untuk kepentingan evakuasi. Pengalokasian ruang untuk pengembangan Jalan Lingkar Luar (outer ring-road).

5.3.3

Pengembangan Kawasan Selatan Kota

Pada kawasan selatan kota yang mencakup kawasan di bagian selatan Batang Anai sampai batas kota di bagian selatan, diprioritaskan pengembangannya dalam bentuk: •

• •

Pengalokasi ruang yang memadai untuk mendorong pengembangan sektor-sektor yang terkait dengan keberadaan Pelabuhan Laut Internasional Teluk Bayur, Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus, Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut dan Kawasan Wisata Sungai Pisang. Pengendalian pemanfaatan ruang yang memiliki kerawanan terhadap bencana longsor dan gelombang laut (tsunami). Mendorong pengembangan kawasan industri perikanan dan maritim yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang modern.

Laporan KLHS Kota Padang

44


PENGEMBANGAN KAWASAN BARAT } Penataan ulang dan rehabilitasi kawasan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang dan sekaligus menciptakan wajah dan karakter kota yang lebih spesifik. } Pengendalian pemanfaatan ruang di sepanjang garis pantai terkait dengan kerawanan terhadap gelombang laut (tsunami). } Pengaturan pemanfaatan ruang kota untuk meningkatkan nilai lahan melalui arahan pengembangan kegiatan-kegiatan perkotaan yang memiliki ekonomi dan mampu menampung tenaga kerja dalam jumlah besar. } Penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang lengkap dan modern untuk melayani kegiatan perdagangan dan jasa dalam skala lokal, regional dan internasional. } Rehabilitasi kawasan-kawasan yang merupakan peninggalan kota (urban heritage) untuk menjaga kelestariannya dan mendukung pengembangan sektor pariwisata.

KAWASAN TIMUR KAWASAN BARAT

PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR } Pengendalian pemanfaatan hutan lindung. } Pengendalian pemanfaatan ruang yang memiliki kerawanan

terhadap bencana longsor.

} Optimalisasi pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertambangan,

pertanian dan perkebunan.

} Mendorong pengembangan kawasan pendidikan tinggi di Limau

Manis

} Mendorong kegiatan-kegiatan budidaya dengan memperhatikan

pengalokasian ruang untuk kepentingan evakuasi. Jalan Lingkar Luar (outer ring-road).

} Pengalokasian ruang untuk pengembangan

KAWASAN SELATAN

PENGEMBANGAN KAWASAN SELATAN } Pengalokasi

r ua ng yang me madai un tuk me ndorong pengembangan sektor-sektor yang terkait dengan keberadaan Pelabuhan Laut Internasional Teluk Bayur, Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus, Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut dan Kawasan Wisata Sungai Pisang. } Pengendalian pemanfaatan ruang yang memiliki kerawanan terhadap bencana longsor dan gelombang laut (tsunami). } Mendorong pengembangan kawasan industri dan pergudangan yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang modern.

Gambar 5.1. Peta Pengembangan Kawasan Kota Padang

Ditetapkan Tujuan Penataan Ruang Kota Padang 2028 adalah : 1. Struktur dan Pola Ruang Kota Pesisir yang Modern dan Berbudaya • Pemanfaatan ruang yang efisien dan seimbang antara kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial-budaya; • Pelayanan publik yang prima dan merata; • Keseimbangan lingkungan yang terjaga; • Kesejahteraan penduduk yang maksimal; • Aksesibilitas yang optimal; 2. Pengembangan Sektor Perdagangan, Jasa, dan Sektor Pariwisata • Pengalokasian ruang yang memadai untuk pengembangan sektor perdagangan, jasa dan pariwisata; • Struktur ruang yang mendukung berlangsungnya aktifitas-aktifitas ekonomi secara lancar, efisien, murah dan aman; • Pemanfaatan potensi sumberdaya alam secara terencana untuk mendukung pengembangan sektor perdagangan dan pariwisata; • Pengalokasian ruang yang memadai untuk penyediaan sarana dan prasarana kota dalam mendukung pengembangan sektor perdagangan, jasa dan pariwisata. Untuk mewujudkan tujuan dan visi penataan ruang wilayan Kota Padang tahun 2028, dirumuskan Kebijakan sebagai berikut ; 1)

Menciptakan struktur ruang kota yang mendorong terjadinya keseim-bangan dan pemerataan pembangunan kota; Laporan KLHS Kota Padang

45


2) 3)

4) 5)

6) 7) 8)

9) 10) 11) 12) 13)

Menciptakan pola ruang kota yang efektif dalam pemanfaatan ruang dan sekaligus menjamin perkembangan sektor-sektor ekonomi unggulan; Menciptakan struktur pelayanan yang merata kepada seluruh penduduk Kota Padang melalui distribusi sarana dan prasarana kota, sesuai dengan arah dan skenario pengembangan kota, daya-dukung lingkungan dan kondisi penduduk pada masingmasing Wilayah Pengembangan kota; Meningkatkan peran pemerintah sebagai regulator, dengan menyiapkan prosedur teknis yang komprehensif, yang mampu dijadikan sebagai alat pengendali dalam pemanfaatan ruang; Mengembangkan sistem jaringan transportasi yang dapat mendukung pengembangan transportasi kota untuk menjamin kelancaran, keamanan dan kenyamanan pergerakkan penduduk, dan sekaligus mendorong fungsi Kota Padang sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN); Mengalokasikan ruang untuk pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa di Kawasan Pusat Kota untuk mendukung kegiatan tersebut dengan skala pelayanan lokal, regional dan internasional; Mengalokasikan ruang untuk pengembangan kegiatan industri perikanan dan maritim di kawasan bagian Selatan kota untuk mengurangi dampak lingkungan dan tekanan lalulintas di kawasan pusat kota; Mendorong pengembangan kegiatan-kegiatan dengan skala pelayanan kota ke arah Utara dan Timur kota untuk menjaga keseimbangan per-kembangan fisik kota dan sekaligus mengurangi tekanan perkembangan di kawasan pusat kota dan kawasan sepanjang pantai; Mengembangkan kawasan sepanjang Pantai Padang sebagai Kawasan Pariwisata dan Kawasan Perdagangan dan Jasa dengan tetap memper-hatikan aspek-aspek mitigasi bencana; Menjaga keberadaan Hutan Lindung dan Taman Hutan Raya Bung Hatta sebagai Kawasan Lindung, baik untuk kepentingan konservasi maupun kepentingan penelitian; Mengendalikan perkembangan di sepanjang DAS yang ada, dalam bentuk penataan kawasan dan pengembangan kegiatan-kegiatan yang tidak menurunkan fungsi DAS. Mengalokasikan ruang usaha (spasial) untuk pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa bagi kelompok usaha kecil dan menengah. Mengoptimalkan potensi ruang kota melalui pengembangan sektor perkotaan yang mampu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh penduduk dalam lingkungan kota yang asri, hijau, dan indah, dengan mempertahankan lahan-lahan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi, dan meningkatkan penyediaan ruang terbuka hijau pada seluruh bagian wilayah kota.

Strategi penataan ruang kota yang akan dikembangkan untuk mencapai tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Padang 2028, adalah : 1) Memanfaatkan ruang daratan, lautan dan udara untuk semua aktifitas yang memberikan nilai tambah yang positif bagi Pembangunan Kota Padang; 2) Memanfaatkan morfologi kota (perairan/laut, daratan datar dan pegunungan) sebagai potensi dalam pengembangan kawasan budidaya dan kawasan lindung; 3) Mendorong pemanfaatan ruang kota untuk mendukung berlangsungnya berbagai kegiatan sesuai dengan fungsi utama Kota Padang sebagai Pusat Kegiatan Perdagangan dan Jasa, dan Pusat Kegiatan Pariwisata; 4) Mengarahkan pengembangan kegiatan permukiman (terutama ke arah Utara dan Timur) untuk mengurangi tekanan perkembangan fisik dan arus lalu-lintas di dan ke Kawasan Pusat Kota; 5) Mengembangkan koridor Jalan Padang By-Pass untuk kegiatan per-dagangan, jasa, permukiman, perkantoran, olahraga, pendidikan dan prasarana transportasi regional; 6) Mengembangkan kawasan perkantoran Pemerintahan Kota Padang di Kawasan Air Pacah untuk mengurangi arus pergerakkan menuju ke Kawasan Pusat Kota dan sekaligus mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan di satu kawasan; 7) Mengembangkan jaringan jalan baru untuk mengurangi beban Jalan Arteri Padang– Bukittinggi dan Jalan Padang By-Pass. Pengembangan jalan baru diutamakan adalah Jalan Sepanjang Pantai (Muaro–Pasir Jambak–Bandara Minangkabau) dan Jalan Lingkar Luar (Bandar Buat–Limau Manis–Gunung Sarik–Air Pacah–Lubuk Minturun–By-Pass);

Laporan KLHS Kota Padang

46


8)

Menjadikan Terminal Regional Bingkuang sebagai pusat pelayanan transportasi regional dan secara terintegrasi didukung oleh pengem-bangan Sub Terminal di Lubuk Buaya, Bandar Buat, Bungus dan di Kawasan Puasat Kota dengan skala pelayanan kota; 9) Menjadikan sektor transportasi sebagai sektor unggulan melalui pengintegrasian moda transportasi yang ada (pelayanan Pelabuhan Laut Teluk Bayur, Pelabuhan Muaro, Terminal Regional Bingkuang dan Bandara Internasional Minangkabau yang didukung oleh prasarana dan sarana transportasi darat dan laut), sehingga menghasilkan nilai tambah bagi perkembangan kota; 10) Mengembangkan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan melalui pengembangan Kawasan Wisata Terpadu Gunung Padang yang terintegrasi dengan pengembangan Padang Bay City dan Kawasan Wisata Sungai Pisang serta mendorong pengembangan Kawasan Pasar Raya dan sekitarnya menjadi Kawasan Pusat Niaga (CBD) yang terkait dengan pengembangan wisata belanja dan wisata budaya; 11) Mengembangkan kawasan pesisir sepanjang pantai menjadi kawasan komersial dengan konsep ‘water-front city’, sehingga dapat menjadi ciri khas Kota Padang masa depan dan sekaligus memberikan nilai tambah bagi pembangunan kota; 12) Mengembangkan Kawasan Limau Manis dan sekitarnya sebagai kawasan pendidikan, penelitian dan pelatihan yang memiliki skala pelayanan regional. Sedangkan kawasan pendidikan tinggi lainnya yang sudah ada dikembangkan dengan pendekatan intensifikasi lahan. Dalam konteks pengembangan wilayah Kota Padang secara internal, guna meningkatkan aksesibilitas pada kawasan-kawasan yang dinilai strategis dengan pusat-pusat kegiatan perkotaan, dibutuhkan dukungan aksesibilitas yang optimal melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik, terutama transportasi darat yang memungkinkan terjadinya perpindahan orang dan barang dalam jumlah besar secara efisien, aman dan nyaman. Berkaitan dengan hal di atas, maka Strategi Pengembangan Kota Padang adalah : 1) Menjaga keseimbangan antara kawasan budiaya dan kawasan lindung melalui optimalisasi pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya dan menjaga serta mempertahankan kawasan lindung sesuai dengan fungsi lindungnya; 2) Menetapkan dan mengembangkan kawasan-kawasan strategis kota; 3) Mengembangkan pusat-pusat pelayanan dengan skala pelayanan tertentu, misalnya pusat pengembangan dengan skala pelayanan lokal dan regional, atau sub-pusat pengembangan dengan skala pelayanan lokal atau regional; 4) Membangun sistem jaringan transportasi internal yang berorientasi pada sistem angkutan kota yang terintegrasi dengan sistem jaringan transpor-tasi regional; 5) Mengarahkan perkembangan kota sesuai dengan skenario perkembangan dan rencana pola ruang kota; 6) Membangun sarana dan prasarana kota sesuai dengan skenario pengembangan serta rencana struktur dan pola ruang kota; 7) Mendorong pembangunan secara vertikal di kawasan pusat kota dengan memperhatikan faktor keamanan bangunan dan kerawanan terhadap gempa bumi; 8) Mengalokasi lahan untuk Ruang Terbuka Hijau secara optimal. Uraian Kebijakan, Strategi, dan Rencana penataan ruang Kota Padang di atas disadur dari dokumen RTRWD Kota Padang 2008-2028.

5.4 Pertimbangan Inter-relasi dan Integrasi Tiga Mega Proyek Sebagaimana telah dibahas dalam sub-bab terdahulu bahwa 3 mega proyek ini secara konsep dapat merupakan satu kesatuan fungsional pembangunan. Atau dengan kata lain ke3 masing-masing mega proyek dapat dirancang menjadi terintegrasi dalam satu Kawasan Strategis yang berperan menjadi satu pusat pertumbuhan baru Kota Padang di bagian selatan. Apalagi jika dikaitkan sebagai satu kawasan yang bersifat entitas bisnis dan untuk menjadi daya tarik investor. 3 mega proyek ini akan menarik jika merupakan satu paket pembangunan. Dari ke3 mega proyek tersebut, generator bisnisnya adalah Padang Bay City dan Pengembangan Pelabuhan Teluk Kabung. Keduanya mempunyai nilai bisnis (business values) yang jauh lebih menarik ketimbang Terowongan Pengambiran-Bungus. Sementara Terowongan Pengambiran-Bungus lebih sebagai pendukung penting aktifitas (supporting main actitivities) kedua mega proyek terdahulu, yang juga dapat berfungsi sebagai akselerator pembangunan kedua mega proyek lainnya. Laporan KLHS Kota Padang

47


5.5 Rencana Pembangunan Tiga Mega Proyek 5.5.1

Reklamasi dan Pembangunan Padang Bay City

Sebagaimana dijelaskan di dalam laporan KLHS Padang Bay City, bahwa gagasan reklamasi pantai Padang pada dasarnya merupakan respons pendayagunaan sebagian kawasan pantai Padang yang di dalam RTRWD Kota Padang digolongkan sebagai kawasan prioritas, sekaligus sebagai pusat pengembangan kegiatan utama. Sebagaimana halnya dengan asumsi perencanaan tata ruang kawasan Gunung Padang, maka pembangunan reklamasi pantai Padang mempertimbangkan asumsi tersebut, yaitu: (a) perencanaan kawasan ini dilakukan oleh pemerintah kota atau bersama-sama dengan pihak swasta, (b) pelaksanaan dan pembiayaan pembangunan kawasan dilakukan dengan pendekatan PPP (Public Participation Partnership) oleh mitra swasta. Dalam hal ini Hak Pengelolaan atas tanah hasil reklamasi diterbitkan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kota Padang, (c) pengelolaan, pemeliharaan dan pengembangan kawasan dilakukan pihak Swasta bersama pemerintah kota, dan (d) pola atau sistem pengembangan kawasan dilakukan dalam bentuk kerjasama pembangunan yang saling menguntungkan (joint venture, share-holders, BOT, BOO, dll) antara pemerintah kota dengan mitra swasta. Dalam rangka penjajagan kerjasama dengan Pemerintah Kota Padang, tahun 2006 PT. Pacific Prestress Indonesia, Jakarta melakukan kajian awal teknik reklamasi di lokasi pantai Padang, sedangkan PT. Graha Surya Mutiara, Jakarta melakukan kajian Pra Studi Kelayakan untuk proposal Padang Bay City. Di dalam laporan KLHS Padang Bay City dijelaskan bahwa lingkup kegiatan perencanaan yang dilakukan oleh PT. Pacific Prestress Indonesia adalah sebagai berikut: (1)Melakukan survey kelautan, khususnya bathimetri dan hidrografi, meliputi pengukuran kedalaman laut sekitar lokasi, pengukuran pasang surut, pengukuran arus, pengumpulan data gelombang, curah hujan, kecepatan angin dan data lain yang relevan. (2)Melakukan penyelidikan tanah berupa pengeboran tanah, Standard Penetration Test, pengambilan contoh tanah asli, pengujian contoh tanah di laboratorium, melakukan pembahasan atas hasil uji laboratoriu. (3)Meninjau kondisi kegempaan di lokasi rencana reklamasi mengacu ke pedoman yang berlaku. (4)Melakukan analisis gelombang, berupa tinggi gelombang, panjang gelombang, kecepatan gelombang, tinggi run up gelombang, analisis kepecahan gelombang dan aspek lain yang berhubungan dengan penentuan dimensi sistem pemecah gelombang dan penahan tanah reklamasi. (5)Melakukan perencanaan sistem pemecah gelombang/ penahan tanah reklamasi, berupa usulan beberapa alternatif sistem pemecah gelombang/ penahan tanah, dimensi sistem yang diusulkan serta stabilitas sistem penahan tanah tersebut, baik pada kondisi normal maupun pada kondisi gempa. (6)Melakukan perhitungan struktur penahan tanah, untuk menentukan komponenkomponen struktur penahan tanah agar layak digunakan baik pada kondisi normal maupun pada kondisi gempa, serta ekonomis pada tingkat yang wajar sesuai kondisi alam yang dihadapi. (7)Menyampaikan kesimpulan dan memberi rekomendasi berdasarkan semua hasil survey dan analisis. Selanjutnya, di dalam kajian awal untuk keperluan proposal, dikemukakan bahwa kebijakan yang memberikan kemudahan di bidang investasi mendapat respons dari investor untuk membangun kawasan Pantai Padang. Mengacu ke kondisi dan permasalahan kota serta kebijakan pembangunan, maka harus dilakukan kajian dan perencanaan yang terpadu lagi, sehingga dapat diambil keputusan tentang rencana pembangunan Padang Bay City. Sehubungan dengan itu, maka maksud dan tujuan pembangunan Padang Bay City pada intinya adalah: (1)

Mewujudkan visi dan misi kota Padang sebagai Pusat Perekonomian dan Pintu Gerbang Perdagangan Terpenting di Indonesia Bagian Barat.

(2)

Mempercepat pertumbuhan pembangunan fasilitas sarana dan prasarana kota Padang. Laporan KLHS Kota PadangÂ

48


(3)

Meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota Padang yang ditunjang dari sektor investasi swasta.

(4)

Sebagai salah satu upaya prefentif penanganan resiko bencana gempa dan tsunami (vertical mi3tion).

Sasaran pembangunan Padang Bay City adalah sebagai berikut: (1)

Mewujudkan rencana pembangunan kawasan wisata terpadu yang terintegrasi dengan rencana pembangunan kawasan Gunung Padang (Siti Nurbaya) dan pengembangan Air Manis.

(2)

Pemanfaatan ruang Kawasan Padang Bay City meliputi kegiatan jasa dan perdagangan (hotel, mall, plaza, convention hall dan ruko) dan selanjutnya akan berfungsi sebagai fasilitas penjunjang pariwisata.

(3)

Menjadikan Padang Bay City sebagai salah satu land mark kota Padang sekaligus sebagai pintu gerbang dan tujuan wisata Sumatera Barat.

(4)

Sebagai lokomotif pergerakan ekonomi riil serta memberikan multiplier effect terhadap penyediaan lapangan kerja baru; pencerahan terhadap perkembangan industri rumah tangga seperti meningkatnya produksi kerajinan, makanan khas serta berkembangnya sektor-sektor penunjang pariwisata dan perdagangan lainnya.

(5)

Meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat dan Pendapatan Asli Daerah;

(6)

Tersedianya lokasi atau kawasn bagi masyarakat di wilayah pesisir pantai Padang sebagai tempat evakuasi penanggulangan bencana gempa dan tsunami.

5.5.2

Pembangunan Terowongan Pengambiran – Bungus

Di dalam RTRWD Kota Padang 2008 – 2028, kawasan Bungus Teluk Kabung ditetapkan sebagai wilayah pengembangan industri, pergudangan dan jasa transportasi. Sebagai prasarana pendukung rencana pengembangan wilayah ini yang begitu besar, saat ini telah ada jalan yang kondisinya banyak memiliki keterbatasan dimana di sepanjang jalan ini rawan longsor, kondisi jalan sempit dan berliku, curam dan jika dikembangkan akan memerlukan banyak kajian lingkungan hidup. Pengembangan kawasan Pelabuhan Teluk Kabung yang rencananya dibangun untuk memperkuat kawasan Pelabuhan Teluk Bayur akan membangkitkan perjalanan dari kawasan ini ke pusat Kota Padang. Pembangkitan perjalanan ini akan membebani prasarana jalan yang sekarang ada, sehingga difikirkan untuk membuat jalan tembus yang lebih baik kualitasnya untuk menampung dampak yang terjadi. Berdasarkan karakteristik wilayah di Bungus Teluk Kabung, Pemerintah Kota Padang membuat beberapa pilihan diantaranya: membuat jalan baru Lubuk Kilangan – Bungus (12 Km); Melebarkan jalan eksisting (15 Km); Membuat terowongan Pengambiran – Bungus (6 Km). Pemerintah Kota Padang memilih membangun terowongan yang panjangnya relatif pendek dan dapat dioperasikan sebagai jalan toll sehingga dapat menarik investor. Pilihan ini mendapat sambutan dari investor yang ditindaklanjuti dengan MoU antara Pemerintah Kota Padang dengan PT. Amageddon untuk selanjutnya akan melaksanakan studi kelayakan. Dalam perkembangannya, terdapat 3 pilihan rencana terowongan yang didasarkan kepada kondisi geologi wilayah sekitar terowongan dan kondisi penggunaan lahan yang akan terkena dampak di daerah Pangambiran dan Bungus.

Laporan KLHS Kota Padang

49


Gambar 5.2. Peta Rencana Lokasi Terowongan Bungus - Pengambiran

Laporan KLHS Kota Padang

50


Gambar 5.3. Rencana Pengembangan Terowongan Pengambiran – Bungus

5.5.3

Reklamasi dan Pembangunan Pelabuhan Teluk Kabung

Rencana pengembangan Pelabuhan Teluk Bayur di Bungus Teluk Kabung merupakan salah satu pilihan Pemerintah Kota Padang untuk memperkuat posisi Kota Padang sebagai pusat kegiatan di Provinsi Sumatera Barat. Pengembangan pelabuhan ini ke depannya bertujuan untuk meningkatkan arus barang yang keluar masuk dari dan ke Sumatera Barat melalui jalan laut baik rute nasional, regional maupun internasional. Melihat kondisi Pelabuhan Teluk Bayur yang semakin padat perlu dirancang kawasan pelabuhan baru di Kota Padang. Pada awal rancangan rencana pengembangan Pelabuhan Teluk Bayur akan dikembangkan di sebelah barat dari pelabuhan eksisting, namun mengingat beban sosial yang akan terjadi dan status kepemilikan Pelabuhan Teluk bayur oleh pemerintah pusat dalam hal ini PT. Pelindo, kemudian rancangan ini diubah ke arah selatan di Teluk Kabung, yaitu di Pelabuhan Penyeberangan Teluk Kabung. Kondisi eksisting kawasan ini diperuntukkan sebagai pelabuhan penyeberangan antara Kota Padang dengan Kepulauan Mentawai dan ditemui masih cukup luas lahan terbuka yang belum dimanfaatkan.

Laporan KLHS Kota Padang

51


Gambar 5.4. Orientasi Rencana Pengembangan Pelabuhan Teluk Kabung

Gambar 5.5. Rencana Pengembangan Pelabuhan Teluk Kabung

Laporan KLHS Kota Padang

52


Bab 6 KERANGKA REKONSTRUKSI DAN REHABILITASI KOTA PADANG

6.1 Kesepakatan Rapat Tim KLHS Tanggal 23 Oktober 2009 6.1.1

Gempa 30 September 2009

Gempa bumi berukuran 7.9 skala richter yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 yang lalu menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik berupa korban jiwa manusia, luka berat dan ringan, maupun kerugian materil. Tafsiran kerugian material mencapai sekitar Rp 5.8 triliun. Perubahan yang cukup signifikan terhadap tatanan ruang dan tata kehidupan serta penyelenggaraan pemerintahan kota telah terjadi akibat gempa tersebut, khususnya mencakup fasilitas dan utilitas publik, perumahan, dan juga tak kalah pentingnya adalah adanya perubahan sikap dan mental masyarakat untuk tinggal di kota Padang akibat trauma gempa. Sejumlah fasilitas dan utilitas yang mengalami kerusakan signifikan diantaranya adalah fasilitas pendidikan (dari sekolah sampai dengan perguruan tinggi), fasilitas kesehatan (khususnya rumah sakit), bangunan di kota lama (heritage buildings), fasilitas perdagangan (pasar tradisional dan Mall), dan utilitas komunikasi, air bersih, dan listrik. Oleh karena itu Kota Padang memerlukan baseline data baru sebagai dasar atau posisi awal pembangunan baru Kota Padang di masa depan. 6.1.2

Penghentian Proses Penyusunan Kebijakan 3 Mega Proyek

Perubahan signifikan yang dijelaskan di atas dan terwujud dalam baseline Kota Padang pasca gempa membawa konsekuensi pada kebutuhan untuk menyesuaikan kebijakan, perencanaan, dan program (KRP) pembangunan Kota Padang dengan pengalaman mengalami fenomena gempa yang besar. Beberapa instrumen (atau dokumen) pembangunan Kota Padang mau tidak mau (dipaksa/coercive) untuk segera merumuskan konsep KRP pembangunan Kota Padang pasca gempa. Dokumen yang dimaksud mencakup diantaranya Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas Platform Anggaran Sementara (PPAS) untuk dasar menyusun APBD tahun 2010 serta merta mesti dirubah. dokumen perencanaan strategis ‘dipaksa’ segera menyesuaikan dengan perubahan yang cepat sebagai dampak bencana gempa tersebut. Lebih jauh dan lebih menyeluruh, Pemerintah Kota Padang perlu melakukan penyesuaian di berbagai kebijakan pemerintah, terutama terkait dengan RTRWD (Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah) dan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Konsekuensi logis dari perkembangan situasi di atas maka proses pengkajian dan perumusan 3 Mega Proyek yaitu Padang Bay City, Pelabuhan Teluk Kabung dan Terowongan Pengambiran-Bungus dinilai tidak relevan lagi. Oleh karena itu rencana proses perumusan kebijakan pembangunan Kota Padang yang di dalamnya ada keinginan untuk mewujudkan ke3 Mega Proyek tersebut ditetapkan untuk diberhentikan. Selanjutnya konsentrasi perumusan kebijakan pembangunan Kota Padang difokuskan pada Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kota Padang pasca gempa 30 September 2009. Demikian pula dalam hal kegiatan KLHS-nya akan dapat diusulkan untuk konsentrasi pada penanganan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kota Padang. 6.1.3 Mempersiapkan KLHS Penyusunan Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Kota Padang Memahami perkembangan kondisi di atas kemudian tim KLHS Pemerintah Kota Padang dan dibantu tim KLHS Ditjen Bina Bangda-Depdagri ditetapkan untuk berperan aktif dalam penyusunan kerangka kerja, dan melakukan KLHS terhadap RPP Kota Padang dengan baseline yang baru. Selanjutnya perlu segera disusun dan dirumuskan Kerangka Acuan Laporan KLHS Kota Padang

53


KLHS Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Kota Padang melalui sejumlah diskusi diantara tim KLHS Kota Padang dan Ditjen Bina Bangda-Depdagri. Kerangka acuan yang dimaksud disampaikan pada sub-bab berikut ini.

6.2 Kerangka Acuan KLHS Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Kota Padang Adapun kerangka acuan KLHS Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Kota Padang yaitu sebagai berikut: 6.2.1

Pendahuluan

Sesungguhnya gempa bumi merupakan proses dinamika alam dalam bentuk disturbance untuk mencapai keseimbangannya. Namun, karena gejala ini berlangsung di lingkungan permukiman manusia maka masalah tersebut berubah menjadi masalah sosial dan ekonomi masyarakat. Sebagai suatu masalah alam, terjadinya gempa bumi tidak dapat dicegah, yang harus dicegah adalah kerugian akibat gempa bumi tersebut melalui pendekatan struktur (agar bangunan mampu mengakomodasi gerakan kulit bumi) dan pendekatan non struktur (identifikasi penatagunaan tanah pada kawasan rawan bencana geologis). Gempa bumi berukuran 7.9 skala richter yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 yang lalu menimbulkan kerugian yang sangat besar, baik berupa korban jiwa manusia, luka berat dan ringan, maupun kerugian materiil. Tafsiran kerugian material mencapai sekitar Rp 5.8 triliun. Dengan perincian berdasarkan data yang disiarkan oleh Pemerintah Kota Padang sebagai berikut: Sarana pendidikan : 262.6 M Sarana kesehatan : 14.8 M Rumah penduduk : 5.506.5 M Rumah ibadah : 122.3 M Jalan : 70.5 M Jembatan : 22.3 M Irigasi : 10.3 M Drainase : 21.4 M Sungai : 31.1 M Oleh karena kerusakan-kerusakan akibat gempa bumi ini sangat besar, yang berupa kerusakan-kerusakan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial seperti disebut di atas, maka perlu disusun suatu rencana rehabilitasi dan rekonstruksi Kota Padang secepat namun secermat mungkin. Pemerintah Kota Padang telah membentuk Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kota Padang untuk menyusun Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RPP) Kota Padang. Sebagai upaya untuk mengitegrasikan pertimbangan lingkungan hidup ke dalam RPP Kota Padang, maka perlu dilakukan KLHS.

6.2.2

Maksud, Tujuan dan Sasaran

Maksud Kegiatan. Maksud kegiatan ini adalah melakukan kerjasama antara Ditjen Bina Bangda dengan Pemerintah Kota Padang dalam rangka menyusun KLHS untuk penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kota Padang pasca gempa bumi. Tujuan Kegiatan. Tujuan kegiatan ini adalah: (1) memperbaiki mutu dan proses formulasi kebijakan, rencana, dan program rehabilitasi dan rekonstruksi Kota Padang; (2) memfasilitasi proses pengambilan keputusan agar dapat menyeimbangkan tujuan rehabilitasi dan rekonstruksi Kota Padang dengan keberlanjutan lingkungan hidup, karakteristik lingkungan sosial budaya masyarakat, dan aktivitas ekonomi bagian-bagian kota. Sasaran KLHS. Sasaran penyusunan KLHS adalah tersusunnya (draft) Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RIRR) Kota Padang, yang telah ditingkatkan kualitasnya melalui proses KLHS, yang dicirikan oleh: (1) Draft RIRR Kota Padang telah mengakomodasi implikasi kebijakan tata ruang dan pembangunan fisik yang telah diperbaiki melalui KLHS sebelum penyusunan RIRR; (2) Draft RIRR Kota Padang telah mempertimbangkan implikasi lingkungan hidup akibat rumusan visi, misi dan strategi pemulihan dan pembangunan kembali Kota Padang di masa mendatang; (3) Draft RIRR Kota Padang telah mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem Kota Padang dalam konteks dinamika geologi regional. Laporan KLHS Kota PadangÂ

54


6.2.3

Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan akan tercapai dari penerapan KLHS dalam penyusunan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RIRR) Kota Padang meliputi: 1.

Peningkatan kapasitas Tim KLHS Kota Padang dalam melaksanakan KLHS.

2.

Peningkatan kualitas pembuatan keputusan dalam perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi Kota Padang.

3.

Terintegraskannya pertimbangan-pertimbangan keberlanjutan lingkungan hidup (prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan) dalam dokumen rehabilitasi dan rekonstruksi Kota Padang.

6.2.4

Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan pokok yang akan dilaksanakan meliputi: 1.

Proses penapisan dan kegiatan administrasi.

2.

Pembentukan Tim KLHS Kota Padang di dalam BRR, terdiri atas Tim Penyusun KLHS.

3.

Penyusunan strategi pelaksanaan tugas (Usulan Teknis)

4.

Proses pelingkupan materi dan identifikasi isu strategis.

5.

Diskusi Awal dan Penetapan Isu Strategis KLHS.

6.

Kegiatan Pengumpulan Data, Desk Study, FGD.

7.

Diskusi Tim KLHS dengan Tim Penyusun RIRR.

8.

Proses Pengkajian.

9.

Diskusi Hasil Kajian dan Review.

10. Perumusan Mitigasi dan Rekomendasi. 11. Diskusi/Seminar Hasil KLHS. 12. Finalisasi Laporan.

6.2.5

Cara Pelaksanaan

Tim Pengarah, terdiri atas pimpinan Pemerintah Daerah, yakni Asisten Sekretaris Daerah Bidang Ekbang Kesra, Kepala Bappeda, Kepala BPLHD Kota Padang, berfungsi sebagai Tim Supervisi, membantu Tim Inti KLHS sejak awal hingga akhir pekerjaan. Tim Inti KLHS Kota Padang, terdiri atas 4 orang staf Pemerintah Kota Padang yang bertugas di instansi yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup, perencanaan pembangunan daerah, perencanaan tata ruang dan bidang kerjasama. Tim dibantu oleh minimal 1 orang tenaga ahli dari lingkungan perguruan tinggi yang memhami aplikasi KLHS. Tim ini, selanjutnya akan berfungsi sebagai tim penyusun KLHS, sejak awal hingga akhir pekerjaan. Tim Teknis Kota Padang merupakan gabungan tenaga potensial Pemerintah Kota Padang dari berbagai instansi yang terkait dengan penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi Kota Padang. Tim ini selanjutnya akan berfungsi sebagai mitra Tim Penyusun KLHS. Tim KLHS Ditjen Bina Bangda Departemen Dalam Negeri berfungsi sebagai Tim Supervisi, membantu Tim Inti KLHS sejak awal hingga akhir pekerjaan.

6.2.6

Jangka Waktu Pelaksanaan

KLHS penyusunan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kota Padang akan dilakukan dalam kurun waktu Januari s/d Oktober 2010.

Laporan KLHS Kota Padang

55


Bab 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1 Kesimpulan Mengacu ke hasil telaah kebijakan dan rencana pengembangan kota yang dikenal dengan 3 mega proyek, yaitu rencana reklamasi dan pembangunan Padang Bay City, rencana pembangunan terowongan Pengambiran-Bungus, dan rencana reklamasi pelabuhan Teluk Kabung, serta pernyataan Pemerintah Kota Padang tentang arah kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi Kota Padang pasca bencana gempa tanggal 30 September 2009, dapat disampaikan kesimpulan sebagai berikut: 1. KLHS 3 mega proyek telah dilaksanakan sampai ke tahap pengolahan data dan informasi yakni telaah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Jangka Menengah Daerah Kota Padang, Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Kota Padang, studi perancangan awal Padang Bay City dan laporan pendahuluan rencana terowongan Pengambiran-Bungus. Selain itu, tim KLHS juga memperoleh informasi tentang gagasan 3 mega proyek dari dokumen-dokumen presentasi/promosi Walikota Padang. 2. Penjabaran kebijakan pembangunan Padang Bay City, pembangunan terowongan Pengambiran-Bungus, dan reklamasi pelabuhan Teluk Kabung tidak dilanjutkan oleh Pemerintah Kota Padang karena bergesernya paradigma pengembangan tata ruang dan pembangunan fisik kota. 3. Dengan tidak dilanjutkannya operasionalisasi kebijakan konsep 3 mega proyek ke tingkat rencana dan program, maka proses analisis KLHS 3 mega proyek Kota Padang tidak dapat dilanjutkan. 4. Pada tanggal 23 Oktober 2009, pertemuan Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup, Ditjen Bina Pembangunan Daerah dengan Kepala Bappeda Kota Padang sepakat untuk menghentikan penyusunan KLHS 3 mega proyek Kota Padang dan mengalihkan kegiatan tim KLHS Ditjen Bina Bangda untuk membantu tim KLHS Kota Padang menyusun kerangka acuan kerja/TOR KLHS Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kota Padang. 5. Pemerintah Kota Padang telah membentuk Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kota Padang. Di dalam struktur organisasi BRR dimaksud, dibentuk seksi yang menangani KLHS dan AMDAL yang terkait dengan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi Kota Padang. 6. Berdasarkan presentasi rencana kerja BRR, BRR terutama mencakup peninjauan kembali Rencana Pembangunan Jangka Menengah Wilayah Kota Padang. Peninjauan dan berorientasi pada visi “Padang New City”.

dapat diketahui garis besar rencana kerja Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Kota Padang serta Rencana Tata Ruang revisi rencana pembangunan dimaksud,

7. Tim KLHS Ditjen Bina Bangda dan tim KLHS Kota Padang telah menyusun draft Kerangka Acuan KLHS Rencana Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kota Padang yang akan digunakan sebagai acuan kerja penyusunan KLHS tahun 2010. 8. Pada tanggal 14 Desember 2009 telah berlangsung pertemuan teknis tim KLHS Ditjen Bina Bangda dengan tim KLHS Kota Padang yang dipimpin langsung oleh Sekda Kota Padang untuk melakukan harmonisasi jadual penyusunan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi dengan pelaksanaan KLHS.

7.2 Rekomendasi Sehubungan dengan penghentian/pengalihan penyusunan KLHS 3 mega proyek Kota Padang, maka KLHS 3 mega proyek ini belum sampai pada taraf perumusan rekomendasi Laporan KLHS Kota Padang

56


perbaikan kebijakan, rencana dan program 3 mega proyek. Mengacu ke rumusan kesimpulan, dapat disampaikan rekomendasi sebagai berikut: 1. Tim KLHS Kota Padang yang merupakan bagian dari bidang pengawasan BPRR, perlu merekrut tenaga ahli KLHS dari perguruan tinggi atau tenaga ahli profesional setempat untuk memulai penyusunan rencana penanganan pekerjaan (proposal teknis). 2. Mengacu ke jadual kerja BPRR, disarankan agar tim KLHS Kota Padang segera memulai pra-pelingkupan isu strategis dan pelingkupan wilayah kajian. 3. Tim KLHS Ditjen Bina Bangda, perlu menyusun jadual terinci pelaksanaan KLHS dalam penyusunan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kota Padang dengan mengacu pada jadual kegiatan BPRR.

Laporan KLHS Kota Padang

57


DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA Anonym, 2004. Lampiran Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 20042008. Pemerintah Kota Padang. _______, 2004. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2004-2020. Berdasarkan Perda No. 18 Thn 2004. Pemerintah Kota Padang. _______, 2006. Padang Dalam Angka. BPS dan Bappeda Kota Padang. Tambunan, Rudy P. et all, 2007. Laporan KLHS Padang Bay City Kota Padang. Ditjen Bina Bangda Depdagri. Anonym, 2009. Bantuan Teknis Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang Kota Padang. Dinas PU Tata Ruang Kota Padang. _______, 2009. Draf Dokumen RPJM Kota Padang 2009 - 2014. Bapeda Kota Padang. _______, 2009. Dokumen RTRW Kota Padang 2008 – 2028. Bapeda Kota Padang. _______, 2009. Tinjauan Asepk Teknis Pengembangan Pelabuhan Teluk Bungus. Bidang Perhubungan Laut – Dinas Perhubungan Kota Padang.

LANDASAN HUKUM UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi dan Nepotisme UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. PP No. 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Perda No. 2 tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya.

Laporan KLHS Kota Padang

58


LAMPIRAN I Minutes of Meeting on October 23,2009 Hills Hotel – Bukit tinggi Objective

:

The objective of this activity is to undertake coordination meetings in order to discuss the possible options for the continuation or re-adjustment of SEA application in Kota Padang and Kabupaten Agam post earthquake.

Expected Result

:

The key government stakeholders of Kota Padang and Kabupaten Agam will share the updated perspectives on the present conditions of earthquake aftermath and agreed on the potential SEA implementation options or adjustment onward

Participants/ Invitees

:

SEA Team of Ditjen Bina Bangda, key government Stakeholders of Kota Padang and Kabupaten Agam

A. Internal Discussion The consultants preparing the presentation material for the SEA coordination meeting with local officials of Kota Padang and Kabupaten Agam Preparing status of SEA facilitation and probing the alternative continuation or readjustment in Kota Padang and Kabupaten Agam post earthquake

Probing the harmonization of rehabilitation and reconstruction plan/program based on SEA approach The current impacts of earthquake, its portrait, damages, casualties, losses, scope of impact, etc. The appreciation on the regulation for rehabilitation and reconstruction of natural disaster impacts B. SEA Coordination Meeting Kota Padang

Status of SEA facilitation in Kota Padang post earthquake: ‐ The series of activities have been conducted: a. Screening, agreed upon the SEA application on 3 MP of Kota Padang to be in accordance with RPJP/M and RTRW. b. Scoping, the results were reported during the preliminary Seminar and discussed with Technical Team of Kota Padang. c. Detail Action Plan and distribution of task & responsibility between Bangda and Kota Padang SEA Team

Laporan KLHS Kota Padang

1


d. Data collecting: field survey, secondary data from sectors, technical meeting, etc. ‐

The on-going activity: e. Consideration on the plan alternatives f. Implication Analysis

The series of activities have not been conducted: g. Significant of analysis result, assessment on primary impact and the rest h. Mitigation and optimation i. Preparation of SEA report j. Assessment on SEA quality k. Reporting

Kabupaten Agam

Status of SEA facilitation in Kabupaten Agam post earthquake: ‐ The series of activities have been conducted: a. Administrative preparation b. TOR & Technical proposal c. Preparation & implementation of Preliminary Seminar d. Determining the strategic issues e. Data collection and field observation f.

Technical guidance for local SEA Team

g. FGD sectors and consultative meeting ‐

The on-going activities: h. Analysis and evaluation on policy/plan implication, and guidelines for lake management i.

Discussion on mid-term result and review

The series of activities have not been conducted: j. Reporting k. Final Seminar l.

Finalization

Current condition of Kota Padang is devastated by the earthquake, so the government of Kota Padang will focus first on the rehabilitation and reconstruction activities, whereas Kabupaten Agam, the impact of the earthquake is not as big as in Kota Padang, unless there are 6 Jurong (village) on the eastern part of the lake, hit by landslide and still threatened by the “galodo” (landslide) since those area still exposed and will be affected by the upcoming rainy seasons. Conclusion: 1. Kota Padang: a. Decided to stop the current SEA and propose to use it in order to assist the policy formulation on Rehabilitation and reconstruction program for Kota Padang, since in line with the issuance of Mayor’s Decrit on Rehabilitation and Reconstruction Board (BRR) post earthquake. b. This SEA activity is becomes the substitution of SEA for 3 Mega Projects, which is no longer relevant during the earthquake aftermath. c. SEA team is becomes part of BRR team in formulating the operational scheme and determining its objective and target, and work along with the RPP formulation team. d. Consolidation of those teams is needed to be accelerated due to the urgent condition.

Laporan KLHS Kota Padang

2


2. Kabupaten Agam: a. Basically the progress of SEA Agam still stays on the original plan (management of Lake Maninjau), unless the focus of assessment is necessary to expanded up to the overall watershed (DAS) entities. b. Review on Bupati’s Regulation regarding the lake Maninjau management and its linkages with District Bill on the establishment of Lake Maninjau Management Board / Badan Pengelola Danau Maninjau (BPDM) - All participants agreed that it is necessary to review and readjust of RPJP/RPJM and spatial plan. - Both Pilot locations is need to rearrange the action plan for Bangda SEA Team and Padang/Agam SEA Team.

Laporan KLHS Kota Padang

3


LAMPIRAN 2 Dokumentasi Gambar 1. Kota Padang dan Pantainya

Laporan KLHS Kota Padang

1


Gambar 2. Seminar Awal KLHS

Laporan KLHS Kota Padang

2


Gamber 3. Kunjungan ke Lokasi Pelabuhan Teluk Kabung

Laporan KLHS Kota Padang

3


Gambar 4. Kunjungan ke Calon lokasi pengembangan PBC

Laporan KLHS Kota Padang

4


Gambar 5. Kunjungan ke calon lokasi Terowongan Pengambiran - Bungus

Laporan KLHS Kota Padang

5


Gambar 6. Rapat Koordinasi dengan Tim KLHS Kota Padang

Laporan KLHS Kota Padang

6


Gambar 7. Gempa Bumi Melumpuhkan Kota Padang

Laporan KLHS Kota Padang

7


Gambar 8. Pertemuan Dalam Rangka Merespon Kondisi Pasca Gempa

Laporan KLHS Kota Padang

8


Gambar.9 Diskusi dgn Tim KLHS Kota Padang

ss

Laporan KLHS Kota Padang

9


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.