IGI Media Edisi 1 November 2010

Page 1



EKSKLUSIF

KETUA IGI Satria Dharma menyatakan IGI merupakan organisasi profesi guru yang mandiri dan independen yang menjadi pilar penting guru sebagai profesi sesuai amanat undang-undang. “Kami memang fokus meningkatkan mutu dan profesionalisme guru sebagai salah satu tahap paling penting dalam reformasi pendidikan,” kata Satria Dharma, di Jakarta, (31/8), sebagai respons atas pernyataan Mendiknas Muh. Nuh dalam acara Silaturahmi dan Buka Puasa Bersama IGI di Gedung A Kemendiknas, (30/8). Untuk itu, IGI sedang merancang konsep peningkatan kompetensi guru yang bisa dijadikan acuan untuk menentukan mutu para guru di Indonesia. “Konsep ini akan menentukan guru tersebut bermutu atau tidak, juga bisa diketahui di tingkat mana mutu guru tersebut,” tandasnya. Dia berharap ke depan IGI akan menjadi organisasi profesi guru terdepan yang bisa mengemban amanah para pendiri bangsa yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. “Guru memegang peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkasnya. Dalam acara Silaturahmi bersama IGI semalam, Menteri Pendidikan Nasional Muh. Nuh menyatakan dalam reformasi keguruan terdapat dua pilar penting agar upaya peningkatan mutu dan profesionalisme bisa berjalan dengan baik.

Pertama tersedianya pendidikan profesi guru. Kedua, adanya organisasi profesi guru. “Pendidikan profesi guru sekarang ini belum ada. Makanya, tahun depan, kami akan menciptakan Rintisan Pendidikan Profesi Guru. Kami mendidik 5.000 calon guru. Mereka diberi beasiswa dan diasramakan,” tegas Muh. (30/8), dalam acara Silaturahmi dan Buka Puasa Bersama Ikatan Guru Indonesia di Gedung A, Kemendiknas. Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Ikatan Guru Indonesia Satria Dharma, Sekjen IGI M. Ihsan, Wakil Ketua Dewan Pembina IGI Gatot Prijowirjanto, Dirjen PMPTK Baedhowi, Dirjen Dikti Prof. Djoko Suyanto dan ratusan guru di Jabodetabek serta pengurus IGI dari berbagai wilayah dan daerah. Acara silaturahmi digelar lesehan, akrab, dan penuh canda tawa, meski juga muncul kritikkritik pedas. Muh. Nuh sempat menyinggung kritik tajam Petisi IGI tentang penolakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional sambil mengelus dada. “Bahasanya ada yang keras ada juga yang lembut. Saya baca satu per satu. Saya berterima kasih diberi masukan seperti ini,” kata Mendiknas diikuti gerrr dan tepuk tangan. “Ucapan terima kasih saya nanti akan diberikan secara tertulis,” sambungnya. Menurut Mendiknas, pendidikan profesi guru sangatlah penting dan menjadi

prioritas pemanfaatan anggaran tahun 2011. Kemendiknas akan merekrut calon guru yang baru, yaitu mahasiswa semester 5 dan 6 untuk dididik secara khusus. Rekrutmen lainnya berasal dari calon guru yang baru saja lulus kemudian didik selama satu sampai dua tahun. Mengenai organisasi profesi, Mendiknas meminta IGI, sebagai organisasi profesi, turut menjaga dan melindungi guru sebagai profesi. “Organisasi profesi guru harus ikut meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru,’ katanya menandaskan. Organisasi profesi juga diharapkan turut menjaga etika dalam dunia pendidikan. “Organisasi profesi harus ikut menjaga etika dan menghindari bisnis transaksional dalam dunia pendidikan,” harapnya. Dia mengingatkan pentingnya pelajaran etika ini sambil mengutip kitab ta’lim muta’alim. Dalam kitab kuning itu dijelaskan bagaimana etika seorang guru, etika seorang murid, etika guru kepada orang tua murid, dan etika selama proses belajar mengajar. Dalam mengupas kitab itu, Mendiknas meminta masyarakat pendidikan tidak lagi menggunakan istilah menuntut ilmu tetapi mencari (secara beretika, red) ilmu. Dengan etika inilah, sejatinya organisasi profesi guru bersandar. “Kami tidak mungkin membentuk organisasi profesi. Organisasi profesi itu harus independen,” pungkasnya. [hb]

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

01


INDEKS

04 Wawasan

Apapun Kurikulumnya, Mutu Guru Kuncinya Memiliki dan mendapatkan guru-guru berkualitas prima itu semakin lama semakin perlu mengingat bahwa dunia pendidikan perlu mengalami perubahan yang sama cepatnya dengan dunia ilmu pengetahuan dan dunia bisnis.

08 Inspirasi

Laoshi Homeschooling Tak sedikit sekolah di Indonesia yang menghasilkan ”produk” gagal. Hal itu tak lepas dari pemahaman yang salah terhadap hakikat pendidikan. Banyak sekolah yang hanya mengejar target nilai tuntas dan menjadikan kelas seolah arena balap kuda. Inilah yang menjadikan keprihatinan Ariani Kusumaningrum, laoshi (guru) pemenang lomba menulis artikel guru pada 2009. Karena itu, dia mengajukan homeschooling sebagai alternatif segar dalam pendidikan.

14 ICT

Pembelajaran Adaptif di Era Digital ”Sebagai pendidik di era digital kita tak bisa lagi mengajar dengan cara-cara seperti dulu.. Kita selayaknya memahami apa yang mereka sukai saat ini”

11 Sharing

dalam Proses Pembelajaran

Profesi guru adalah lebih cocok dikategorikan sebagai Soft Profession. Karena dalam mengajar guru dapat melaksanakan dengan berbagai cara yang tidak harus mengikuti suatu prosedur baku, dan aspek dan "sense" dan "art" memegang peran yang amat penting. Anda memiliki pemikiran dan gagasan tentang pendidikan dan keguruan di negeri ini? Silakan tuangkan dalam bentuk artikel (maksimal 800 kata), atau opini aspiratif mengkritisi/ saran atas kebijakan yang ada. Kirim ke redaksi IGI Media <redaksi@igi.or.id>. Setiap naskah yang masuk akan diseleksi untuk dimuat dalam salah satu rubrik majalah IGI Media.

Banjir Tag Globalisasi di Facebook, Sebuah Aplikasi ICT di Kelas PKn Di tengah kontroversi facebook yang semakin memanas, apalagi kasus demi kasus mulai bermunculan ke permukaan sehingga menimbulkan ketakutan dan kepanikan. Bahkan bisa jadi akan menjadikan apatisme terhadap situs jejaring sosial yang semakin hari semakin naik daun saja.

Website: www.igi.or.id Email: info@igi.or.id

02

Pembelajaran 20 Implikasi Teori Belajar

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

PIMPINAN REDAKSI Mohammad Ihsan

BIRO JAWA TENGAH Mampuono

PIMPINAN PERUSAHAAN Satria Dharma

REDAKTUR PELAKSANA Arman Saputra

SEKRETARIS REDAKSI Istikhomah

MARKETING DAN PEMASARAN Andy Yasin, Husain Yatmono

REDAKTUR EKSEKUTIF Satria Dharma Ahmad Rizali

REPORTER Hari Subagio, M Basyir, Faisal, Catur W

DITERBITKAN OLEH Ikatan Guru Indonesia

BIRO JAKARTA Habe Arifin

FOTOGRAFER Agus Yazid Setyabudi

ALAMAT REDAKSI Jl. Dharmawangsa 7/4 Surabaya 60286 Telp/Fax. (031) 5025050


EDITORIAL

Tingkatkan Kualitas Guru dan Pendidikan! GURU adalah sebuah profesi yang sangat mulia, kehadiran guru bagi peserta didik ibarat sebuah lilin yang menjadi penerang tanpa batas tanpa membedakan siapa yang diterangi nya demikian pula terhadap peserta didik. Tetapi, dalam mengemban amanah sebagai seorang guru, perlu kiranya tampil sebagai sosok profesional. Sosok yang memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan, sosok yang dapat memberi contoh teladan dan sosok yang selalu berusaha untuk maju, terdepan dan mengembangkan diri untuk mendapatkan inovasi yang bermanfaat sebagai bahan pengajaran kepada anak didik. Peran guru sebagai tenaga pendidik tidak hanya berhenti sebagai pemegang tonggak peradaban saja, melainkan juga sebagai rahim peradaban bagi kemajuan zaman. Karena dialah sosok yang berperan aktif dalam pentransferan ilmu dan pengetahuan bagi anak didiknya untuk dijadikan bekal yang sangat vital bagi dirinya kelak. Bahkan yang lebih penting disamping itu, mereka mampu mengembangkan dan memberdayakan manusia, untuk dicetak menjadi seorang yang berkarakter dan bermental baja, agar mereka tidak minder dalam meghadapi masalah dan dapat bersikap layaknya seorang ksatria. Maka bagaimanapun juga peran seorang guru tidak dapat diremehkan di dalam bidang apapun, baik yang bersifat pendidikan maupun yang lainnya.Tetapi unngtuk mencari dan menjadi guru yang seperti itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, melainkan membutuhkan etos dan spirit perjuangan yang luar biasa. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Friedric Wilhelm Nietzsche, seorang filsuf terkemuka abad postmodern. Dia menuturkan bahwa seorang guru sejati adalah mereka yang tidak memikirkan segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri, kecuali muridnya. Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa seorang guru yang benar-benar patut dijadikan tauladan adalah mereka yang terfokus pada anak didiknya, demi tercapainya pencerahan. Karena bagaimanapun juga anak didik adalah cikal bakal maju mundurnya sebuah bangsa. Kemana bangsa ini akan diarahkan itu tergantung pada mereka.

Profesionalitas Guru Namun masalah pelik yang sering kita hadapi selama ini adalah status guru tidak lagi diindahkan oleh pemegang status itu sendiri. Mereka menjadikan eksistensi guru sebagai profesi. Bahkan yang lebih mengerikan lagi, banyak orang menjadi guru hanya sebagai alternatif atau pelampiasan (jalan keluar mencari nafkah) saja. Guru semacam inilah yang berbahaya, karena mereka tidak mampu membentuk karakter dan mencerdaskan anak didiknya, tetapi mereka malah justru cenderung menguras harta negara. Disamping itu, demi terisinya mata pelajaran, sekarang ini dari pihak sekolah sering kali salah kamar dalam menempatkan posisi guru sebagai pemegang mata pelajaran. Hal itu menjadi sebab utama rapuhnya pendidikan bangsa ini, karena kurangnya profesionalitas tenaga pengajar.Tak dapat dipungkiri, benturan finansial seringkali menjadi masalah ketika para guru ingin mengembangkan aspek pengetahuan mereka. Terlebih aspek pengembangan karir dengan cara menimba ilmu ke jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi, sebagai seorang yang harus lebih pintar dan lebih pandai dari anak didik nya, mau tak mau cara ini harus ditempuh para guru. Dengan kata lain, meningkatkan profesionalisme itu memang harus diiringi dengan sekolah lanjutan setelah memiliki gelar sarjana ke pendidikan. Ikut ambil bagian dalam berbagai kegiatan seminar kependidikan, diskusi dengan pakar-pakar ilmu pengetahuan dan lain sebagainya termasuk cara untuk mencerdaskan diri di samping menuntut ilmu secara formal. Tentu saja kearifan dan kebijaksanaan dalam proses memenej penghasilan sangat dibutuhkan dalam rangka mempersiapkan pendanaan untuk mendapatkan pendidikan kelanjutan. Tidak sedikit para doktor, profesor atau sarjana lanjutan lainnya yang memenej keuangan mereka demikian rupa, sehingga mampu menyelesaikan pendidikan hingga akhirnya benar-benar tampil sebagai seorang pendidik yang memiliki profesi yang dibanggakan. Setelah itu para guru akan lebih mempunyai peluang dan harapan untuk mendapatkan posisi tawar dalam berbagai aspek, yang akhirnya mendapatkan finansial yang lebih tinggi

dari keberadaan mereka semula yang hanya mengandalkan kemampuan mengajar. Dukungan berbagai pihak memang memberikan peluang. Bila diperhatikan undang-undang, perhatian pemerintah yang memberikan dana finansial bagi para guru honor. Saat ini, berbagai peluang yang mengandalkan kemampuan untuk mendapatkan finansial tambahan sudah cukup banyak. Bagi mereka yang mampu menulis, media surat kabar, umumnya memberikan finansial bila tulisan mereka diterbitkan. Lembaga pendidikan kursus juga menunggu para pendidik yang ahli di bidangnya. Sehingga orang-orang yang profesional akan mengandalkan kemampuannya untuk mendapatkan finansial yang berdampak pada kesejahteraan hidup keluarganya. Ingatlah, kemajuan zaman akan menggiring manusia yang profesional lebih memposisikan diri sesuai ilmu dan kemampuan mereka masing-masing. Jika tidak, semua orang akan tertinggal, terutama para guru. Anak didik dengan orang tuanya yang mapan akan memilih sekolah dengan tingkat kecerdasan guru yang mereka anggap profesional pula. Lembaga pendidikan akan melakukan hal yang sama, memilih para guru yang profesional, karena finansial yang mereka berikan sama dengan tingkat pengetahuan dan kinerja para guru yang bakal menjadikan siswa mereka cerdas, mampu berkompetisi dan bisa bersaing dengan siswa lainnya dalam dan luar negeri. Jika tidak dari sekarang membenahi diri ke arah yang profesional kapan lagi. Hari Guru selalu diperingati setiap tanggal 25 November, tapi sadarkah kita, setiap tahun ribuan pengetahuan baru bermunculan yang memerlukan keseriusan para guru untuk membahasnya. Jika guru yang ada tidak mengembangkan diri dengan harapan lebih profesional, apakah mungkin guru mampu mentransfer ilmu pengetahuan yang baru? Cakap, cerdas dan memiliki posisi tawar adalah ciri guru masa depan, yang selalu mengembangkan diri dengan ilmu pengetahuan dan inovasi, yang selalu ingin maju dari peserta didik nya. Anak didik menjadi insinyur, selayaknya guru-guru mereka menjadi doktor atau profesor. [*]

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

03


WAWASAN

Apapun Kurikulumnya, Mutu Guru Kuncinya “Educational change depends on what teachers do and think – it’s as simple and as complex as that. It would all be so easy if we could legislate changes in thinking. Classrooms and schools become effective when (1) quality people are recruited to teaching, and (2) the workplace is organized to energize teachers and reward accomplishments. The two are intimately related. Professionally rewarding workplace conditions attract and retain good people.” The New Meaning of Educational Change, 3rd ed. Fullan (2001:115).

Oleh: Satria Dharma Ketua Ikatan Guru Indonesia

04

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

INI bukan versi iklan ‘Apapun makannya, minumnya…’ tapi judul ini memang perlu saya tampilkan agar para pengambil kebijakan pendidikan d Indonesia sadar bahwa jika mereka ingin membuat perubahan yang berarti dalam bidang pendidikan maka fokus utama mereka haruslah tetap pada kualitas guru. Seperti yang dikatakan oleh Fullan, kelas dan sekolah baru akan efektif apabila (1) kita merekrut orang-orang terbaik untuk menjadi guru, dan (2) lingkungan kerja guru dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan mendorong mereka untuk berkarya agar mereka tidak loncat mencari pekerjaan lain. Itu kalau kita mau melakukan perubahan dalam pendidikan lho! Tapi kalau sekedar menjalankan pendidikan seadanya ya lakukan saja apa yang sudah dilakukan selama ini. Memiliki dan mendapatkan guruguru berkualitas prima itu semakin lama semakin perlu mengingat bahwa dunia pendidikan perlu mengalami perubahan yang sama cepatnya dengan dunia ilmu pengetahuan dan dunia bisnis. Kalau tidak maka dunia pendidikan hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang ‘katrok’ terhadap perkembangan dunia lain. Apapun perubahan dan inovasi pendidikan yang hendak dilakukan oleh bangsa ini kalau mutu guru rendah maka

semuanya akan sia-sia. Segala ambisi besar macam ‘Sekolah Bertaraf Internasional’ pada akhirnya akan kandas bertekuk lutut di kaki guru yang sama sekali tak bertaraf internasional. Paling banter nantinya akan menjadi ‘Sekolah Bertarif Internasional’. Coba bayangkan betapa ‘katrok’nya dunia pendidikan kita yang lebih dari 90% gurunya ternyata tidak mengenal dunia internet dan tidak punya akses ke dunia maya. Padahal di semua sudut dunia orang dari berbagai macam suku, bangsa, agama, dan pendidikan sudah terhubung dan berkomunikasi dengan internet. Apa jadinya jika orang-orang ‘katrok’ diminta untuk mengadakan perubahan di dunia ini?

PERUBAHAN KURIKULUM Perubahan kurikulum dalam sistem pendidikan kita adalah sebuah keniscayaan. Kalau tidak berubah berarti kita semakin tertinggal. Kalau sekolah kita tidak mengajarkan pemanfaatan komputer sebagai alat belajar dan internet sebagai sumber belajar maka sekolah kita jelas akan tertinggal jauh di belakang. Kita hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak kompatibel dengan kebutuhan dunia baru yang mensyaratkan kemampuan memanfaatkan internet sebagai media


dalam segala urusan dunia modern. Itu artinya kita hanya akan meluluskan siswa dengan kualitas ‘dunia agraris’ belaka. Sungguh celaka! Itu sebetulnya sudah dipahami oleh semua pihak. Untuk bisa menghasilkan siswa-siswa yang siap berkompetisi dalam dunia modern maka mereka mesti dididik oleh para guru yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadai dengan kebutuhan masa depan tersebut. Masalahnya adalah apakah para guru kita mampu untuk diajak terus menerus berlari mengejar perkembangan jaman dan teknologi jika mereka tidak pernah, dan lebih parah lagi, tidak mau dilatih dan dibimbing? Dunia pendidikan kita memang menghadapi masalah besar dengan kompetensi para gurunya. Seorang pengamat pendidikan dengan masygul berkata bahwa dunia pendidikan kita dilaksanakan oleh mayoritas orangorang yang tidak kompeten. Menyakitkan tapi memang begitu faktanya. Itu adalah buah dari kebijakan pendidikan sebelum ini yang merekrut guru secara asal-asalan dan pada akhirnya dunia pendidikan diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten. Dan kita harus menanggungnya sekarang. Ironinya adalah bahwa kita hampir tidak punya daya untuk mengubah keadaan tersebut. Berbagai upaya untuk memperbaiki kompetensi dan profesionalisme guru nampaknya selalu terganjal oleh fakta bahwa banyak guru yang tidak mampu (dan juga tidak mau) untuk ditingkatkan kualitasnya. Dari sononya memang sudah ‘katrok’ dan tidak bisa diperbaiki. Hanya sebagian kecil saja guru yang memiliki ‘tulang bagus’ dan bisa dididik dan dilatih ulang.

MUTU GURU KENDALA TERBESAR KURIKULUM KITA Fakta menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar macam mengenal dan menggunakan internet sebagai media pembelajaran. Lebih ke bawah lagi. para guru bahkan belum mengenal pengajaran dengan menggunakan proyek-proyek yang menggabungkan beberapa mata pelajaran sekaligus. Pengajaran tematik bahkan masih asing terdengar oleh para guru. Kurikulum ini hanya dipahami secara parsial sehingga juga diterapkan secara parsial. Ketidakmampuan memahami pendekatan yang mendasari

kurikulum ini membuat para guru tidak berusaha untuk mengubah pola pengajaran lama mereka secara mendasar. Mereka belum mampu untuk melaksanakan KBM dalam sebuah proyek secara bersama dengan guru-guru dari bidang studi lain. Guru belum memahami konstelasi bidang studi yang diajarkannya dalam kaitan dan hubungannya dengan bidang studi lain dan masih melihat berbagai bidang studi secara terpisah dan tersendiri tanpa ada hubungan dengan bidang studi lain. Guru masih melihat bidang studinya berupa ‘text’ dan belum ‘context’ karena metode CTL (Contextual Teaching and Learning) masih berupa wacana dan belum menjadi pengetahuan, apalagi ketrampilan, bagi para guru. Guru-guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang digunakan oleh para guru dilapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya. Kesulitan utama pada guru-guru adalah ketidakpahaman mereka mengenai apa dan bagaimana melakukan evaluai dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola assesmen lama dengan testes dan ulangan-ulangan yang bersifat cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar mengajarnya. Sebagian besar guru, bahkan pada sekolah-sekolah yang dianggap unggulan, bahkan belum paham benar dengan prinsip ‘student-centered’ dan kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada gurunya. CBSA yang sebelum ini telah dikenalkan masih berupa wacana dan belum menjadi kegiatan sehari-hari di kelas. Mereka hanya mengambil kulit-kulitnya dan tidak paham esensinya. Saat ini sekolah-sekolah berlomba-lomba menerapkan moving class tanpa tahu apa sebenarnya inti dari moving class tersebut sehingga yang terjadi samasekali berbeda dengan apa yang hendak dicapai oleh sistem moving class tersebut. Dan itu juga lagi-lagi karena rendahnya kualitas guru sehingga mereka tidak mampu menyerap dan memahami apa

sebenarnya dibalik berbagai perubahan yang terjadi di negara-negara maju. Mereka mengikuti tapi tidak paham apa sebenarnya yang mereka ikuti itu. Alih-alih berupaya untuk meningkatkan kualitas guru melalui pelatihan yang terporgram secara sistematis dan mendasar pemerintah justru mengeluarkan kebijakan Ujian Nasional yang kontraproduktif tersebut. Bagaimana mungkin sekolah diminta untuk mendidik dan melatih siswa agar memiliki kompetensi tapi dilain pihak pemerintah masih bersikeras menggunakan bentuk evaluasi Ujian Nasional (UN) untuk menentukan kelulusan siswa. Ujian Nasional yang cognitive-based sama sekali tidak sejalan dengan KBK secara filosofis. Seperti yang dikatakan oleh Bagong Suyanto, mantan Ketua Komisi Litbang Dewan Pendidikan Jawa Timur :”Penilaian yang berorientasi pada hasil daripada proses ini, sedikit banyak menyebabkan orientasi siswa menjadi bersifat karbitan, cenderung ingin hasil yang instan, dan ujungujungnya yang lahir adalah mental potong kompas: bukan sesuatu yang substansial. implikasi dari model penilaian prestasi belajar siswa semacam ini sebetulnya rawan, menyebabkan terjadinya kualitas pembelajaran menjadi stagnan, bahkan kontraproduktif.” (Kompas, 31 Januari 2005) Atau seperti yang disampaikan oleh Y Priyono Pasti, Kepala SMA Santo Fransiskus Asisi Pontianak :” Bagaimana mungkin pendidikan kita akan melahirkan generasi muda yang militan, beretos kerja tinggi, siap menghadapi tantangan global, dan dapat bersaing dengan bangsabangsa lain ketika proses pembelajaran di sekolah hanya menghamba pada kurikulum, mengabdi pada UN, berkutat pada bagaimana mengerjakan soal-soal dalam LKS/PR, dan menghafal soalsoal dan kunci-kunci jawaban UN yang melecehkan itu? Bukankah UN hanya mengukur pencapaian prestasi akademik siswa terhadap sejumlah tujuan instruksional? Bagaimana dengan prestasi non-akademik yang telah mereka raih?’” Pertanyaan yang sulit untuk kita jawab. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebetulnya sudah sangat jelas mengatur bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik (baca: guru) untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

05


BAGAIMANA KUALITAS GURU YANG DIBUTUHKAN AGAR KURIKULUM BISA SUKSES?

Sifat dan Fenomena Perubahan

Prof. Suyanto Ph.D, Dirjen Mandikdasmen: “Guru harus diajak berubah dengan dilatih terus menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contextual Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, perubahan filosofisnya, dll.” Achmad Sapari, mantan Kasi Kurikulum Subdiknas TK/SD Dindik Kab. Ponorogo “Guru harus terus ditingkatkan sensivitasnya dan kreatifitasnya. Sensifitas adalah kemampuan guru untuk mengembang-kan kepekaan-kepekaan paedagogisnya untuk kepentingan pembelajaran.” Jika guru telah memiliki kualitas sebagai guru professional maka tuntutan kurikulum bagaimana pun tentu akan dapat dipenuhinya. Seorang guru profesional adalah bak seorang Chef ahli yang dapat diminta untuk membuat masakan jenis apa pun sepanjang bahan dan peralatannya tersedia. Seorang Chef ahli bahkan bisa membuat masakan yang enak meski bahan dan peralatannya terbatas.

BAGAIMANA UNTUK MENCAPAI ITU SEMUA? 1.New Materials Materi baru, apapun itu, merupakan bagian yang tangible dalam suatu inovasi, baik itu berupa benda (komputer baru) ataupun kebijakan (kurikulum baru) sekaligus yang relatif paling mudah diusahakan.

2.New Behaviour/Practices Yang sulit adalah dalam melakukan perubahan. Keahlian, latihan, dan metoda pelajaran apa yang harus dilakukan jika guru melaksanakan KBM? Perubahan prilaku menunjukkan hal yang lebih rumit. Bahan pelajaran bisa didapatkan dalam semalam, namun ini tidak menjanjikan bahwa besoknya kita menjadi ahli dalam melakukannya. Perubahan adalah sautu proses dan bukan sekedar kejadian. Untuk mengembangkan keahlian secara teus menerus diperlukan upaya pengembangan profesi.

3.New Belief/Understanding Bagaimana kita memahami perubahan adalah hal yang sangat penting untuk membuat penilaian apakah kita akan melaksanakannya atau tidak dan bagaimana menggunakannya.

06

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

Mulai sekarang rekrutlah guru-guru yang memang memiliki kualifikasi tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untuk dapat mengajar dengan baik adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah memadai. Guru harus benar-benar kompeten dengan materi yang akan diberikannya. Guru yang tidak kompeten tentu tidak akan dapat menghasilkan siswa yang kompeten. Selain itu guru juga harus memiliki komitmen yang benar-benar tinggi dalam usaha untuk mengembangkan kurikulum ini. Guru yang memiliki motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan KBK ini karena KBK menuntut kerja keras guru untuk mempersiapkan dan melaksanakannya di kelas. Setelah itu berikan pelatihan tentang pembelajaran sebanyak-banyaknya dan biarkan mereka berkreasi di kelas. Kalau perlu magangkan mereka ke sekolah-sekolah internasional agar mereka melihat langsung bagaimana pendekatan competence-based dilakukan di kelas. Berikan otonomi seluasluasnya pada mereka untuk mengembangkan kurikulum. Apabila guru telah dapat menguasai materi yang hendak diajarkannya maka guru harus dapat mengupdate dirinya. Pelatihan terus menerus adalah jawabnya. Baik itu metodologimetodologi pengajaran yang berkorelasi dengan penguasan KBK, maupun pemahaman filosofi dan paradigma yang menyertainya. Pelatihan ini harus dibarengi dengan usaha-usaha keras untuk mengembangkan sensifitas dan kreativitas dari masing-masing guru untuk mengembangkan sendiri metodologi yang tepat

bagi siswa masing-masing. Practice…. practice…. and practice. Sekolah juga harus terus aktif untuk meningkatkan motivasi dari para gurunya dalam memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya, Sekolah berkewajiban untuk meningkatkan kompetensi guru-gurunya dalam memahami materi yang diajarkannya dan metodologi penyampaiannya. Untuk itu sekolah harus secara berkala menyelenggarakan atau mengirim guru-gurunya untuk mengikuti seminar, loka-karya, pelatihan, magang, maupun studi banding ke sekolah-sekolah yang telah mampu melaksanakan sistem pengajaran yang efektif. Minimal guru harus dapat memperoleh 3 (tiga) kali seminar atau pelatihan mengenai bidang studi yang diajarkannya maupun tentang metodologi. Guru juga harus selalu aktif mengikuti perkembangan metodologi pengajaran dengan mengikuti berbagai kegiatan kelompok profesi sejenis maupun melalui buletinbuletin profesi. Dianjurkan agar sekolah-sekolah mau belajar ke sekolah-sekolah internasional yang ada di kota masing-masing karena mereka telah lama melaksanakan pendekatan ‘student-centered’ maupun ‘competence based’ ini, terutama dalam penerapan evaluasi dengan menggunakan portofolio. Ibarat koki yang harus memahami dasar-dasar tentang segala jenis bahan makanan dan peralatan masak sebelum ia mampu membuat suatu masakan atau sajian yang benar-benar berkualitas, guru juga harus memahami benar materi yang hendak diajarkannya dan tahu tentang bagaimana mengolahnya menjadi suatu kegiatan belajar mengajar yang mampu mengembangkan kompetensi siswa-siswanya. Dibutuhkan guru-guru profesional untuk dapat mengembangkan kurikulum apa pun dan bukan sekadar guru berkualitas ‘standar’. Guru profesional bukan hanya harus benar-benar menguasai materi yang harus disampaikannya kepada siswa dan kaitannya dengan tujuan pendidikan nasional secara filosofis maupun praktis. Ia juga harus paham hal-hal mendasar seperti prinsip belajar otak kiri dan kanan, pendekatan Quantum Teaching and Learning, pemahaman tentang Multiple Intelligences dan penerapannya di kelas, Taksonomi Bloom dan aplikasinya pada proses belajar mengajar, metode pengajaran Contextual Teaching and Learning, mengakses dan memanfaatkan internet sebagai wahana belajar, mengorkestrasikan materi yang diajarkannya dengan materi pelajaran lain dalam suatu KBM tematik berbentuk project. Guru profesional bukan hanya harus ‘well-performed’, tapi juga harus ‘well-trained’, ‘wellequipped’, dan tentunya juga ‘well-paid’. Selamat berjuang dalam pendidikan! “Education is a world of change. If you don’t change you rot.”


NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

07


INSPIRASI

Ariani Kusumaningrum mendapat ucapan selamat dari Gubernur Jawa Timur, Soekarwo. (dok)

Ariani Kusumaningrum

Laoshi Homeschooling

”Letakkan Fondasi Pendidikan pada Kebutuhan dan Kekhasan Potensi Anak” Tak sedikit sekolah di Indonesia yang menghasilkan ”produk” gagal. Hal itu tak lepas dari pemahaman yang salah terhadap hakikat pendidikan. Banyak sekolah yang hanya mengejar target nilai tuntas dan menjadikan kelas seolah arena balap kuda. Inilah yang menjadikan keprihatinan Ariani Kusumaningrum, laoshi (guru) pemenang lomba menulis artikel guru pada 2009. Karena itu, dia mengajukan homeschooling sebagai alternatif segar dalam pendidikan. LANGIT Surabaya tampak cerah sore itu. Seolah ia turut bersiap menyambut kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan beberapa pejabat kenegaraan di DBL Arena.Ya, pada 3 April 2009, Presiden yang didampingi Ibu Ani Yudhoyono bakal menyapa sekitar 4.500 guru di gedung yang terletak tak jauh dari Graha Pena, Jawa Pos, tersebut. Pada hari itu, kedatangan presiden menjadi penutup program Untukmu Guruku Jawa Pos 2009. Beberapa hari sebelumnya, saya kebetulan berkesempatan untuk rapat bersama tim protokoler Istana Negara dan Pasukan Pengamanan Presiden

08

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

(Paspampres) di Graha Pena Jawa Pos. Saat itulah untuk kali pertama saya mengetahui betapa rumitnya persiapan untuk menyambut kedatangan presiden. Wajar. Sebab, pengamanan untuk RI-1 memang benar-benar sangat ketat. Karena itu, persiapannya pun harus benar-benar matang. Akhirnya, saat yang ditunggutunggu tiba. RI-1 muncul dan menyapa ribuan guru tersebut di podium. Saya berada tak jauh dari podium, tepatnya di dekat panggung kecil tempat musisi menghibur para tenaga pendidik itu. Di podium itu, tidak hanya ada SBY dan para pejabat negara serta Muspida

Jawa Timur.Tak jauh dari kursi para pejabat tersebut, duduk para penerima penghargaan program Untukmu Guruku Jawa Pos 2009. Mereka adalah juara yang mewakili para juara lain yang duduk di barisan bawah podium, tepat di seberang SBY. Penghargaan itu diberikan secara langsung oleh Gubernur Jatim Soekarwo. Para penerimanya adalah guru berprestasi se-Jatim. Salah seorang di antaranya adalah Ariani Kusumaningrum, guru bahasa Mandarin di SMAN 2 Malang dan SMAN 6 Malang. Perempuan berjilbab itu adalah pemenang alias juara pertama lomba


menulis artikel dalam program Untukmu Guruku Jawa Pos 2009. Beberapa saat sebelum penyerahan penghargaan, lagu Himne Guru berkumandang di DBL Arena. Penat dan lelah terbayar saat itu. Hati ini –dan mungkin ribuan guru lain– tergetar oleh lantunan untuk para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut. Ketika Ariani beserta penerima penghargaan lain disalami oleh Soekarwo, giliran Indonesia Pusaka berkumandang. Standing ovation dan tepuk tangan riuh dari para guru, juga Presiden SBY, diberikan kepada para juara tersebut. Tak terkira rasa haru yang tertumpah saat itu. Mendiknas kala itu, Bambang Sudibyo, tak kalah semangat dan terus menebar senyum kepada sang juara. Ariani Kusumaningrum menjadi juara dalam lomba penulisan artikel Jawa Pos lewat tulisannya yang berjudul Homeschooling, Alternatif Segar. Istri Gatot Mulyono tersebut mengungguli ribuan guru se-Jatim yang mengirimkan artikelnya ke panitia Untukmu Guruku Jawa Pos 2009. Melalui seleksi yang sangat ketat, artikel yang dimuat di Jawa Pos dan koran Radar (Jawa Pos Group) se-Jatim pada 14 Febuari 2009 tersebut akhirnya ditetapkan sebagai pemenang pertama. Selain menerima honor tulisan dan sertifikat dari Jawa Pos, Ariani berhak membawa pulang sebuah sepeda motor dari Honda. Ibu empat anak itu memang patut diacungi jempol. Selain mengajar bahasa Mandarin, dia aktif sebagai praktisi homeschooling, sebuah hal yang masih dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang tua. Menurut perempuan kelahiran 27 Desember 1980, tersebut, homeschooling dapat menjadi salah satu jawaban bagi potret buram pendidikan di Indonesia. Arek asli Malang tersebut menjelaskan, homeschooling adalah pembelajaran yang diselenggarakan orang tua di rumah dan beberapa tempat di luar sekat sekolah formal. ”Orientasinya adalah pengembangan kecerdasan optimal setiap personal,” tutur alumnus Universitas Brawijaya Malang itu. Dia menuturkan ihwal dirinya tertarik terhadap homeschooling. ”Awalnya, ketertarikan itu lahir dari kegelisahan dan keprihatinan saya melihat kondisi para siswa di sekolah tempat saya mengajar,” ucap Ariani. Dia mengatakan, setiap minggu

mereka harus bergulat dengan lebih dari 15 mata pelajaran. ”Mencatat, menghafal, dan menjawab soal untuk mendulang skor maksimal adalah rutinitas yang harus mereka lakukan,” ujarnya. Namun, lanjut dia, para anak didiknya tersebut tak sadar mengapa mereka harus menghafalkan ini dan itu, mempelajari ini dan itu, serta manfaat pelajaran ini dan itu dalam kehidupan nyata mereka di masyarakat. Dia memaparkan, nilai ketuntasan yang ditargetkan pada setiap mata pelajaran membuat mereka sangat terampil untuk berbuat curang demi mencapai skor maksimal. ”Mereka tak peduli lagi untuk apa mereka sekolah dan apa itu hakikat pendidikan. Bagi mereka, yang penting mencapai target nilai tuntas persis dengan seorang sales mengejar target setoran,” tutur perempuan berkacamata itu. Sekretaris MGMP bahasa Mandarin SMA/SMK Malang itu memaparkan, kelas seperti arena balap kuda alias berlomba-lomba mencapai finis. Yaitu, target nilai tuntas. Bagaimana jika mereka tidak mencapai finis? Tentu saja cap ”bodoh” atau ”IQ jongkok” kerap disandangkan kepada mereka. ”Padahal, setiap siswa adalah individu yang unik dan memiliki potensi khas,” urai laoshi (guru) berusia 29 tahun tersebut. Dia tak menampik fakta bahwa banyak sekolah di Indonesia yang menghasilkan produk-produk gagal. ”Sebab, mereka mengukur keberhasilan belajar hanya dari parameter yang seragam tanpa mengindahkan keberagaman potensi siswa,” tegas Ariani. Ariani menambahkan, orang tua seharusnya meletakkan fondasi pendidikan pada kebutuhan dan kekhasan potensi anak-anak mereka. Keberhasilan pendidikan bukan menjadikan anak-anak pacuan kuda menuju garis finis berupa nilai ketuntasan yang sama. ”Karena itu, saya mengungkapkan kegelisahan tersebut dan solusi untuk mengatasinya lewat artikel homeschooling,” ujarnya. Sebuah tulisan yang menggugah sekaligus mengantarkannya bertemu dengan presiden RI. [ditulis oleh eko prastetyo]

SHARING

Dialog Kecilku Oleh: Muzi Marpaung Tak seperti biasanya, hari ini saya ketiban rezeki menjadi fasilitator ekstra kurikuler sains di sebuah SD di wilayah Karang Tengah, Lebak Bulus Jakarta Selatan. Sebuah aktivitas yang sudah amat jarang saya lakukan oleh karena sudah saatnyalah saya diganti oleh para anak muda. Pada akhir kegiatan anak-anak diminta untuk menyelesaikan tantangan berupa kuis. Salah satu dari tantangan itu ialah membuat pertanyaan. Seperti biasa, tantangan yang satu ini dirasa paling sulit oleh anak-anak. Boleh jadi ini sebuah cerminan, bahwa bertanya belumlah menjadi keterampilan yang diasah dengan baik oleh pendidikan di sekolah maupun di rumah. Lalu dialog terjadi antara saya dan seorang anak perempuan, kelas 2 SD. Anak : Aku tidak bisa membuat pertanyaan. Saya : Kamu boleh bertanya apa saja. Yang paling mudah saja. Anak : Nggak bisa. Saya : Wah, ternyata lebih susah buat pertanyaan daripada menjawab ya? Anak : Iya. Saya : Bagaimana dengan Bapak dan Ibu guru yang mesti membuat pertanyaan ya? Anak : Hmmh, aku nggak mau jadi guru. Aku mau jadi dokter. Saya : Dokter perlu bertanya apa nggak?xxxxx Anak : Perlu. Saya : Jadi perlu nggak kamu berlatih bertanya supaya nanti jadi dokter yang hebat? Anak : Hehehe. Iya, iya... (sambil tertawa) Tak lama kemudian, ia sudah berhasil membuat pertanyaan! Salam, Muzi Marpaung. NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

09


SHARING

Surat untuk Erin Gruwell Oleh: Nina Soeparno

”Ass’kum bu Nina. Semoga surat saya sudah sampai ke tangan ibu. Di dalamnya ada surat untuk Erin Gruwell, salah satu tugas yang saya pilih untuk projek film. Tapi sebetulnya, ibu lah Erin Gruwell itu...” ITU teks SMS yang saya terima dari seorang guru di Aceh. Beberapa hari sebelumnya, saya terima juga satu paket dokumen dari beliau. Isinya ternyata tugas-tugas yang saya minta untuk dibuat setelah pelatihan, yang saya berikan lengkap karya-karya siswa ibu guru tersebut. Saya terharu, ternyata Ibu Ros, demikian panggilan si ibu guru itu benar-benar menjalankan dan mempraktikkan apa yang telah saya berikan selama tiga hari di bulan November dulu itu, di kelasnya. Di antara bebagai kertas dokumen yang dikirimkan, ada beragam hasil karya siswa seperti puisi, komik, poster, berbagai pertanyaan dll, project setelah mereka menonton film ”Freedom Writers”, film favorit yang selalu saya bawa kemana pun saya memberikan pelatihan. Terus terang, saya surprised menerima paket itu. Selain tidak menyangka karena mendapat paket itu, yang lebih membuat saya terharu adalah Bu Ros benarbenar berusaha mempraktikkan apa yang telah saya berikan di pelatihan dulu itu, di kelasnya. Bahkan, karya yang dibuat oleh siswanya pun sangat menarik. Bagus malah, untuk ukuran pemula. Dalam hati saya berseru, ”Tuh, kannn...mereka juga bisa.” Awalnya saya amat ragu ketika akan memutarkan film saat memberikan pelatihan di Aceh. Selain ini untuk pertama kalinya, sehingga ada perasaan takut gagal, takut tidak ada sambutan baik dari peserta pelatihan, takut dipandang aneh karena memberikan film sebagai media belajar, ada perasaan takut lain yang erat hubungannya dengan budaya dan adat istiadat di Aceh sendiri yang berkaitan dengan hukum Islam. Namun ketika itu saya nekat, kapan lagi saya pikir. Lalu saya pun meminta izin kepada Pak Tabrani agar membolehkan saya memutar film. ”Silakan saja, asal itu berkaitan dengan media belajar. kan judul besarnya itu.” begitu kira-kira beliau berkata, mengisyaratkan lampu hijau. Freedom Writers memang favorit saya, di antara sekian banyak film tentang guru yang dititipkan teman saya untuk diputar setiap kali saya memberikan pelatihan. Film itu mengisahkan tentang guru yang berjuang keras meningkatkan motivasi belajar siswa agar anak-anak yang berada di daerah imigran Amerika itu lulus ujian. Bukan hanya itu, sang guru melakukan berbagai pendekatan yang menyentuh jiwa muridnya dengan meminta mereka menuliskan kisah hidup yang tragis dalam sebuah jurnal yang kelak disebut dengan ”Freedom Writers Diary”.

10

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

Sama seperti saya yang sangat tersentuh dengan film itu, guru-guru yang kebanyakan perempuan itu pun ada yang terharu dan menangis ketika melihat perjuangan Erin Gruwell dalam memotivasi siswanya itu. Namun satu hal yang membuat saya terheranheran adalah kesan mendalam para guru atas perceraian yang terjadi dengan Erin akibat terlalu fokus kepada siswanya ketimbang suaminya. Di antara berbagai tugas dan diskusi yang kami lakukan seperti puisi, komik, poster, surat, bahkan resensi isinya kebanyakan mempertanyakan tentang hal tersebut ketimbang teknik dan pendekatan yang dilakukan Erin dalam menghadapi siswanya yang kebanyakan adalah anggota gangster di kawasan imigran Amerika. Termasuk surat yang dibuat oleh Bu Ros kepada Erin. Ada satu bagian surat yang bunyinya seperti ini: ”Erin, sahabat mu ini terus bertanya-tanya, mengapa engkau tega meninggalkan suamimu sendirian di rumah, sementara kau mengurusi muridmu yang menembak temannya. Mengapa kau lebih mementingkan muridmu ketimbang suamimu...” Saya tersenyum-senyum sendiri membacanya. Saya sendiri tidak memikirkan hal tersebut sejauh itu. Mungkinkah karena saya yang sehari-hari menghadapi berbagai berita perceraian dan menghadapi murid yang sebagian besar orang tuanya bercerai sehingga saya menjadi maklum akan hal itu? Wallahualam... Satu hal yang membuat saya berbangga hati adalah, ternyata apa yang saya ingin tularkan kepada guru-guru, sedikit banyak dilakukan walaupun masih jauh dari kata sempurna. Bu Ros, misalnya, selain memutarkan film tersebut, beliau mulai juga meminta murid melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya ketika pelatihan dulu. Andaikan tiap 25 guru, ada satu yang melakukan, pasti akan banyak guru yang menggantikan saya kelak..., duh... senangnya. ”Bu Nina, terima kasih ya, ibu sudah memberi saya berbagai ide. Sudah saya jalankan beberapa, mohon maaf apabila saya lupa, apa kegiatan yang ada hubungannya dengan ’analisis’ dan ’evaluasi’ dalam Bloom Taxonomy ya?” Sepenggalan surat Bu Ros itu kembali membuat saya tersenyum lagi mengingat masa ketika saya baru menjadi guru. Ah, ibu, saya pun perlu 2 tahun untuk benar-benar paham teori itu di luar kepala... *


SHARING

Banjir Tag Globalisasi di Facebook, Sebuah Aplikasi ICT di Kelas PKn Oleh: Sopyan Maolana Kosasih, S.Pd. DI TENGAH kontroversi facebook yang semakin memanas, apalagi kasus demi kasus mulai bermunculan ke permukaan sehingga menimbulkan ketakutan dan kepanikan. Bahkan bisa jadi akan menjadikan apatisme terhadap situs jejaring sosial yang semakin hari semakin naik daun saja. Ketika ada tesa yang mengatakan bahwa facebook itu haram, facebook itu berbahaya, facebook itu mubazir, serta berbagai macam stigma yang muncul secara formal tidaklah masalah. Namun sebagai pihak yang berada, bergerak, dan berjuang di ranah pendidikan sudah sepatutnya kita mempertimbangkan bagaimana menyikapi masalah ini. Saat ini hampir bisa dipastikan tidak ada satu kekuatan pun yang bisa melawan arus teknologi berbasis internet. Bahkan di Cina atau di Iran sekalipun pemerintah tidak berdaya menghambatnya. Hal yang paling diperlukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberikan penjelasan dan arahan kepada siswa agar lebih bijak dan berjalan kepada kebaikan, baik untuk dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Upaya ini saya sikapi dengan memberikan ruang yang banyak kepada murid-murid saya yang berjumlah sekitar 350-an siswa untuk memanfaatkan teknologi di tengah era globalisasi. Semester ini, materi PKn untuk kelas 9 adalah GLOBALISASI yang harus dibagi rata alokasi waktunya dengan materi berikutnya mengingat dipercepatnya akhir tahun ajaran 2009/ 2010. Untuk membuat materi ini menarik. Saya berinisiatif memberikan nuansa berbeda kepada siswa yang memang saat ini mereka selalu menunggu inovasi atau kegiatan yang lebih menantang terhadap semua pelajaran. Salah yang saya rancang adalah pada ranah afektif dan psikomotor, tentunya setelah mereka terjejali dengan aspek kognitif. Berikut adalah cuplikan salah satu murid saya di notes yang ia tulis. "Menurut saya dampak globalisasi sangat berpengaruh terhadap segala bidang. Saya mendukung, karena dengan adanya globalisasi kita semua dapat mengetahui segala hal dengan mudah, cepat dan tepat. Kita semestinya dapat memilah-milah antara hal yang baik dan buruk tentang adanya globalisasi ini. Jangan hanya asal memanfaatkannya begitu saja. Yang saya lakukan dalam globalisasi adalah memanfaatkan segala hal positif di dalamnya. Sebagai contoh memakai internet untuk mencari pelajaran ataupun contoh-contoh soal,

menggunakan televisi untuk mengetahui berita dari dalam negeri maupun luar negeri, dan menggunakan handphone untuk menghubungi jarak jauh. Jangan malah disalahgunakan untuk hal yang tidak baik, seperti memakai internet untuk mencari video atau gambar yang tidak selayaknya dilihat oleh remaja, atau yang sedang ramai dibicarakan adalah memakai jejaring sosial untuk memperdagangkan wanita. Zaman sekarang globalisasi sangatlah berguna bagi semua kalangan, entah itu muda maupun tua. Kita bisa mendapat manfaat banyak dari globalisasi ini." Saya meminta para siswa untuk menulis opini mereka di catatan (notes) akun facebook mereka. Tentunya mereka harus men-tag saya terlebih dahulu, bahkan jika mereka belum ada hubungan teman dengan saya maka mereka harus mengundang saya untuk dijadikan teman mereka. Teknis ini memang sedikit merepotkan, tapi menyenangkan. Selain tugas menulis, mereka juga harus men-tag teman sekelasnya. Tugas lain dari teman-temannya adalah mereka saling memberikan komentar satu sama lain. Jadi betapa bisa dibayangkan 360 + (40x360) tulisan berupa opini dan komentar satu sama lain. Namun dari semua ini, saya melihat antusiasme siswa untuk saling memberik komentar dan seolah adrenalin mereka naik. Saya malah yakin, pada kegiatan ini mereka lupa dengan segala aktivitas ritual mereka seperti update status atau bergosip. Hal lain yang saya lihat dari kegiatan ini adalah mereka semakin paham dan seperti menemukan mainan baru berupa manfaat lain dari facebook, selain update status atau memasang foto narsis. Kini semakin banyak dari mereka yang menulis segala macam di notes "catatan" mereka di facebook. Bahkan tidak jarang saya menemukan tulisan-tulisan yang cukup menarik. Mulai dari yang berbahasa Indonesia bahkan juga beberapa orang yang menulis dalam Bahasa Inggris, termasuk dalam tugas saya. Berikut adalah cuplikan dari salah satu siswa saya, Devira. Saya tidak mengedit sedikit pun. Saya publish secara alamiah saja. "In Here, I will convey my opinion about globalization and how to overcome. I think Globalization describes an ongoing process by which regional economies, societies, and cultures have become integrated through a globe-spanning network of communication and trade. The term is sometimes used to refer specifically to economic globalization: the integration of national economies into the international economy through trade, foreign direct investment, capital flows, migration, and the spread of technology. However, globalization is usually recognized as being driven by a combination of economic, technological, sociocultural, political, and biological factors. This globalization also making all individual or group of people get challenge to each other compete in order to earn life of either in this era. And then, I think the affect of globalization have positive and negative side". Saya merasa mereka sangat bangga dengan tulisannya dan berusaha menunjukkan kemampuan diri mereka secara maksimal. Satu hal yang harus dijadikan pertimbangan, lakukan pemeriksaan dengan memberikan komentar kepada mereka. Berikan apresiasi yang positif, selalu mengarahkan murid-murid kita untuk selalu berpikir, bertutur, dan bertindak secara positif berkenaan dengan teknologi yang sering disebut pisau bermata dua yang siap menerkam siapa pun yang tidak siap dan tidak tahu mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan pada era globalisasi ini. Semoga kegiatan yang saya lakukan ini bisa menginspirasi bahkan bisa dikembangkan dengan lebih baik lagi. Guru SMP Negeri 3 Bogor

http://sopyanmk.wordpress.com http://facebook.com/sopyanmk

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

11


ICT

Menggunakan

www.PBworks.com untuk Menunjang Pengajaran Bahasa Oleh: Ruth Widiastuti (IALF Surabaya)

TULISAN ini bukan merupakan sebuah tulisan hasil penelitian, akan tetapi lebih merupakan bentuk keinginan saya, yang bukan ahli IT, untuk membagi pengalaman menggunakan ‘online workspace’ (maaf saya belum begitu tahu istilah-istilah teknis komputer atau Internet dalam bahasa Indonesia, oleh karenanya saya akan banyak menggunakan istilah-istilah bahasa Inggris yang semoga saja cukup akrab dengan pembaca).

Apakah www.PBworks.com Sebelum mencari tahu apakah Pbworks itu , kita lihat dulu pengertian workspace. Workspace merupakan kumpulan file dan halaman yang disimpan di dalam subdomain yang ada di dalam PBworks. (http://usermanual.pbworks.com/ Getting+Started+-+Workspaces). www.PBworks.com yang dulunya lebih dikenal sebagai www.Pbwikis.com merupakan online workspace yang dapat digunakan secara bersama-sama oleh sekelompok orang. Keanggotaan kelompok ini dapat ditentukan oleh administrator: apakah nantinya akan terbuka untuk umum dalam artian tidak menggunakan password atau hanya terbatas untuk anggota yang berarti harus menggunakan password. Kata PB sendiri berasal dari sebuah singkatan dalam bahasa Inggris Peanut Butter sandwich yang berarti ‘semoga penggunaanya semudah membuat roti tangkup isi selai kacang’ (http:// blog.pbworks.com/category/philosophy/). Akar kata ini diharapkan memberi kesan bahwa www.Pbworks.com merupakan sebuah program online yang mudah digunakan atau user friendly. Program ini memberikan pilihan kebutuhan pengguna misalnya bisnis, pendidikan atau individual.

Mengapa Menggunakan www.Pbworks.com Di tengah maraknya penggunaan blog dan Facebook serta jejaring sosial lainnya, saya membutuhkan sebuah media yang dapat: Menjadi tempat komunikasi yang aman antara siswa-gurusiswa, untuk meningkatkan rasa percaya diri dan belajar berinteraksi dalam target bahasa yang dipelajari. Rasa aman ini dapat diujudkan dalam bentuk akses kontrol. Sebuah media yang dapat diakses oleh siswa dan guru di luar jam tatap muka. Sebuah media yang memberi rasa aman dalam menampung hasil karya siswa, melihat berbagai karakter murid yang berbeda mulai dari yang percaya dirinya tinggi maupun yang kurang percaya diri. Dengan banyaknya kasus penyalahgunaan Facebook, saya perlu mencari alternatif yang dapat mengatasi permasalahan ini. Sebuah media yang memiliki fitur yang dapat mencakup keempat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, membaca, menulis dan berbicara. Sebuah media yang tidak hanya mampu menampung kontribusi siswa dan memberi kesempatan kepada siswa lainnya dan guru untuk memberi komentar, akan tetapi juga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengedit hasil karya tulisnya dan melihat jejak feedback yang

12

IGI MEDIA - AGUSTUS NOVEMBER 2010 - IGI 2010 MEDIA

diberikan guru pada hasil karya tulis yang merupakan salah satu komponen penting dalam proses belajar menulis. Hal ini sayangnya tidak didapati baik di blog maupun di Facebook. Sebuah media yang memberitahu ketika terjadi perubahan. Sebuah media yang pengoperasiannya mudah dan murah. Dan semua jawaban untuk pertanyaan di atas dapat ditemukan pada penggunaan www.PBworks.com . Pada www.PBworks.com free trial Anda dapat memasukkan link video, link podcast, link online artikel, foto, slide show, serta dokumen tentu saja. Pengaturan foldernya pun juga mudah. Dan www.PBworks.com juga dilengkapi dengan video cara pemakaian yang mudah dipahami.

Kelemahan Karena www.PBworks.com dapat diakses dan diedit oleh anggotanya, maka administrator perlu mengamati jalur komunikasi di dalamnya. Untungnya di dalam www.PBworks.com terdapat tingkatan pengguna dengan kapasitas yang berbeda, yaitu reader (pembaca), writer (penulis), editor (penyunting) dan administrator. Pada tingkatan ’free trial’ memang Anda mendapatkan hampir semua fitur yang diperlukan dalam proses KBM. Sayangnya, hanya pada tingkat premium, mereka menyediakan back-up files Anda. Meskipun demikian, jangan kuatir kalau Anda hanya menggunakan program ’free trial’ yang hingga saat ini belum dibatasi lama penggunaannya. Karena kita, sebagai administrator, selalu mendapatkan pemberitahuan segala bentuk perubahan yang terjadi pada pbworks melalui email, maka secara tidak langsung email tersebut dapat kita gunakan sebagai back-up files. Kelemahan yang ketiga berhubungan dengan masih kuatnya budaya ’menyimpan pendapat untuk diri sendiri’. Dalam beberapa kali penggunaan Pbworks untuk kelas saya, masih saja terdapat siswa pasif yang hanya menggunakan workspace sebagai tempat mengumpulkan tugas dan mengamati lalu lintas komunikasi yang ada tanpa berkeinginan untuk memberikan kontribusi yang lebih nyata. Hal ini, sayangnya juga saya dapati dari grup yang beranggotakan guru. Untuk poin ini, saya masih terus berusaha mencari cara jitu untuk mendorong peserta untuk lebih aktif.

Akan dibawa kemana penggunaan workspace www.PBworks.com ini Diakui atau tidak, masih banyak siswa Indonesia yang belum terbiasa berkomunikasi online dengan baik. Belum banyak juga siswa kita yang terbiasa menyumbangkan pendapat tanpa diminta. Melalui online workspace ini siswa terdorong untuk berkomunikasi secara online baik dengan menggunakan bahasa formal maupun informal, berkolaborasi memberikan kontribusi terhadap keanekaragaman space yang ada misalnya dengan diskusi terhadap suatu link artikel, video


atau podcast, serta belajar dari kesalahan dalam proses menulis baik yang dibuat sendiri maupun oleh teman melalui feedback history yang diberikan oleh guru. Dengan demikian Pbworks dapat digunakan sebagai koleksi file dan tempat refleksi pembelajaran. Nantinya, diharapkan siswa akan terbiasa untuk mempublikasikan hasil karyanya secara online. Ini dapat dijadikan latihan membuat e-portfolio untuk para siswa.

Bagaimana menggunakan www.Pbworks.com Cara penggunaan Pbworks ini dapat dilihat dan dipelajari secara langsung pada websitenya http://pbworks.com/ content/edu+overview?utm_campaign=navtracking&utm_source=Top%20navigation. Untuk memberi gambaran, berikut langkah-langkah yang bisa anda lakukan: 1. Klik link http://pbworks.com dan Axnda akan mendapatkan tampilan seperti berikut.

2. Pilihlah jenis kebutuhan Anda, misalnya for education. Klik pilihan tersebut, dan Anda akan mendapatkan tampilan berikut. 3. Anda dapat mempelajari terlebih dahulu seperti apa Pbworks dengan mengikuti free training apabila anda klik resources pada tampilan di atas. 4. Apabila anda sign up, maka Anda akan diberi pilihan pemakaian. 5. Pilihan ’Free’ akan membawa Anda pada: 6. Kemudian Anda dapat mengundang siswa-siswa, setelah membuka akun di Pbworks. Cara mengundang siswa pun uga sangat mudah. Anda dapat menggunakan email pribadi mereka atau akun kelas tanpa alamat email. 7. Selama menggunakan Pbworks ini, meskipun anda menggunakan ”Free Trial” Anda akan mendapatkan free training juga.

Apa yang sudah saya lakukan dengan menggunakan www.Pbworks.com Contoh berikut saya ambil dari salah satu kelas yang pernah saya dapatkan. Saya membuat beberapa folder di dalam Pbworks di antaranya: · · · ·

·

Weekly writing (tugas utama – di sini saya memberikan koreksi). Grammar section (siswa dapat menyampaikan pertanyaan atau guru memberikan contoh soal). Vocabulary section (phrasal verbs). Free Writing (di sini siswa dapat mengunduh hasil karya mereka dengan topik bebas, dan teman yang lain dapat memberi komentar tidak dari segi tata bahasa akan tetapi dari segi isi. Guru tidak harus memberikan komentar ataupun koreksi tata bahasa.). Free Reading (sama seperti free writing, siswa dapat membagi bacaan yang mereka anggap menarik dan alasan mengapa mereka suka atau tidak suka buku/bahan bacaan tersebut dan dilanjutkan dengan diskusi).

· · ·

Video (baik yang berkaitan dengan tema ataupun video bebas). Foto (baik yang berhubungan dengan materi maupun yang lebih informal misalnya foto liburan). Podcasts (bisa diberikan sebagai tugas, atau siswa juga saling berbagi podcast yang mereka anggap menarik sebagai bahan diskusi).

Contoh Penggunaan Pbworks.com dalam kelas bahasa Inggris 1. Ini merupakan contoh halaman pertama dari workspace kami. Setting bisa dicustomise tentu saja. Dan bagian lain dari halaman pertama di mana saya mengunduh slide dari Ken Robinson menjadikannya topik diskusi yang menarik (terima kasih kepada IGI yang memberi saya ide tentang presentasi Ken Robinson).

2. Ini merupakan contoh bentuk koreksi yang diberikan ke siswa dan siswa dapat melihat atau membandingkan karya asli mereka dan koreksi yang diberikan. Diharapkan siswa dapat belajar melalui kesalahan yang dibuatnya dengan kata lain refleksi diri. 3. Berikut kutipan salah satu komentar dari salah satu murid setelah menggunakan Pbworks dalam proses belajar mengajar. “I think that PBWork helped me in writing, eventhough I rarely wrote free writing (he he), except the writing that Ruth ordered us to do. I always looked to PBWork and learned my friends’ free writing. I liked to read them, and I learned many new words, although then I forgot many words, too (he he). The part of PBWork I liked most was the page that Ruth gave us the correction of writing. When I found the corrections, I copied all of them, and put them into my netbook, so I could study at my boarding house.That’s why I think that this part (writing) was very useful for me.” (Tri, Chief of Primary Health Centre in Central Kalimantan)

Penutup Tidak mudah memang untuk memulai sesuatu yang baru. Seringkali kita dibayangi oleh ketakutan kita sendiri akan kesulitan-kesulitan yang ada di depan kita. Masih tidak stabilnya koneksi Internet di Indonesia dan minimnya pengetahuan teknologi, seringkali menyurutkan keinginan para guru di Indonesia untuk belajar menggunakan teknologi dalam proses KBM. Beruntung kita memiliki IGI yang berkomitmen memajukan pendidikan di Indonesia dan kualitas mengajar guru melalui ICT. Semoga artikel berikut dapat membantu meningkatkan minat belajar siswa.

Referensi http://blog.pbworks.com/category/philosophy/ http://iccwithialf2010.pbworks.com/

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

13


ICT

Pembelajaran Adaptif di Era Digital Oleh: Nur Miftahul Fuad, S.Pd., M.Pd

(Penulis adalah guru SMP Negeri 2 Puncu Kediri)

�Sebagai pendidik di era digital kita tak bisa lagi mengajar dengan cara-cara seperti dulu.. Kita selayaknya memahami apa yang mereka sukai saat ini� beberapa tahun yang lalu hal ini masih sebatas impian yang hadir di dunia komik. Akhirnya, teknologi pun terkadang menjadi candu bagi sebagian orang. Demikianlah potret digitalisasi yang tidak terjadi di era 20 tahunan yang silam. Bahkan saat itu, tidak terbayangkan perubahan teknologi akan terjadi secepat ini. Generasi sekarang memang terlahir dan hidup dalam era yang serba digital, dunia yang diadopsi sebagai bagian keseharian, gaya hidup, serta interaksi sosial. Mereka menikmati foto dan musik secara digital, bermain-main pun secara online bahkan tanpa dibatasi oleh ruang dan zona geografis. Mereka cenderung menyukai komputer, gambar, animasi, video, daripada dokumen berbentuk teks dan buku. Dunia digital memang mempermudah dan membuat hidup semakin praktis, asalkan menguasainya.

14

Era Digital

Bagaimana Sikap Kita?

Beberapa tahun belakangan ini arus teknologi dan informasi semakin tak terkendali. Teknologi seluler semakin merambah ke pelosok-pelosok negeri dan merasuk tanpa pandang usia.Teknlogi internet pun tak kalah serunya. Situs Google,Yahoo, Blog, dan Youtube semakin booming dan menjadi rujukan wajib untuk berselancar di dunia maya. Facebook dan Twitter seakan menjadi kebutuhan primer sehari-hari bagi sebagian masyarakat kita, bahkan anak-anak didik kita. Melalui akun Facebook dan Twitter seseorang dapat berbagi dan terhubung dengan orang-orang di penjuru dunia. Warnet dan kafe-kafe berfasilitas hotspot area seakan menjadi tempat nongkong yang paling diminati. Dari sanalah mereka berkenalan, berbincang, berdiskusi, serta membangun jaringan sosial sambil menikmati segelas kopi maupun teh panas. Semua informasi belahan dunia mampu tersaji lewat genggaman kita. Pesan SMS begitu cepat sampai tujuan dalam hitungan detik. Hadirnya 3G mampu menampilkan komunikasi visual secara langsung padahal

Keadaan di atas tentu berbeda dengan era manakala kita (terutama para pendidik dan orang tua saat ini) terlahir. Era digital belum menjamah kala itu, semuanya masih terkesan manual dan tradisional. Kalaupun ada digital, hanyalah kaum elite yang dapat menikmatinya. Lalu, bagaimana kita (para pendidik dan orang tua) menyikapi adanya fenomena ini? Lalu apa pula solusinya? Keberadaan siswa dan anak kita sebagai komunitas asli atau "genuine community" dari dunia digital bukan berarti membebaskan tanggung jawab dan kewajiban kita untuk terus membimbing mereka tentang manfaat teknologi. Bahkan, saat melihat mereka lebih menguasai dalam penggunaan teknologi ketimbang kita sebagai orang dewasa, mereka bukan tidak butuh perhatian dan pendampingan kita. Salah satu aspek yang berkaitan langsung adalah pendidikan. Pendidikan dirumah, di sekolah, dan di lingkungan masyarakat memiliki tanggung jawab besar terhadap mereka ke depan.Tentu antara ketiga pilar ini, perlu ada sinergisasi langkah yang

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA


tepat agar digitalisasi dapat disikapi secara benar. Pada zona pendidikan di sekolah, siswa-siswa kita sudah banyak yang mampu memanfaatkan internet dengan baik, memiliki email, akun facebook dan sejenisnya, blog dan situs pribadi, serta beragam kemampuan yang lebih canggih lainnya. Mereka terkadang mendownload sendiri materi-materi pelajaran mutakhir yang terkadang kita belum mengetahuinya. Pertanyaannya, sudahkah kita menguasainya sebagaimana siswa kita? Jawaban dari pertanyaan itu dapat kita jadikan bahan renungan mendalam untuk kemudian kita jadikan pijakan dalam mencari solusi dan langkah positif ke depan.

Pembelajaran Adaptif Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Peribahasa tersebut pas untuk di angkat kembali sebagai wacana pembaharuan dalam pembelajaran. Era dahulu tentu berbeda dengan era yang serba digital seperti sekarang ini, tentu pada ranah pendidikan di sekolah model pembelajaran pun sudah sepatutnya ada perubahan. Bukankan secara biologis, makhluk yang mampu eksis adalah makhluk yang adapatif? Begitu juga dengan pembelajaran kita sudah selayaknya adalah pembelajaran yang adaptif mengusung nilainilai digital agar tetap eksis dan tetap diminati. Prof. Degeng dalam kuliahnya pernah menyinggung bahwa untuk mengajar, kita perlu untuk berhenti mengajar. Maksudnya berhenti mengajar dengan cara-cara yang lama. Memang benar, di era yang serba digitila, sebagai pendidik tentu kita tidak bisa lagi mengajar mereka dengan cara-cara seperti dulu. Kita selayaknya memahami apa yang mereka sukai saat ini. Dari berbagai pengalaman nyata, banyak anak didik kita yang memiliki sifat cenderung pendiam di sekolah, namun memiliki blog pribadi di internet yang berisi tulisan ekpresif yang sangat mengesankan. Ada pula yang mampu menghadirkan uraian materi yang jelas yang terkadang dijadikan bahan rujukan siswa dari sekolah-sekolah yang lain. Hanya saja, ekspresi itu tidak ia tampilkan pada dunia nyata sehingga tidaklah banyak guru yang tahu akan kemampuan siswanya tersebut. Alhamdulillah banyak praktisi pendidikan yang kemudian terbuka paradigmanya. Dengan asumsi untuk mencapai hasil belajar maksimal, guru harus mengenali dan menyelami cara mereka belajar saat ini. Mereka adalah komunitas asli dari dunia digital yang sangat mementingkan peran digital tecnology dalam proses pembelajarannya. Namun yang perlu digarisbawahi bahwa teknologi tidak selalu mutlak dikaitkan dengan mata ajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Sebaliknya, mata pelajaran apapun dapat terintegrasi dengan penggunaan TIK, selama guru mau mengembangkan kurikulum dan media pembelajaran secara maksimal. Pada pembelajaran era digital, guru dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan mereka, membimbing mereka yang cenderung menyukai dunia maya dan menghadirkannya di dunia nyata, begitu juga sebaliknya. Guru diharapkan mampu mengatasi perbedaan yang terjadi antara dunia nyata dan dunia virtual (cyber) untuk menghasilkan lulusan yang

berkompetensi sesuai bidangnya. Jangan sampai lulusannya nanti mempunyai kemampuan yang virtual saja. Yang tidak kalah pentingnya yaitu menciptakan model pembelajaran inovatif yang benar-benar adaptif dengan era digital. Pembelajaran yang adaptif tersebut bisa berupa: pemanfaatan e-mail sebagai alat bantu pengumpulan tugas sekolah, berbagi file-file materi pelajaran, pembuatan blog guru yang menyajikan aneka ragam materi yang disajikan secara menarik dan bisa diakses secara mudah oleh setiap siswa, mengoptimalkan facebook sebagai wahana untuk berdiskusi secara online antara guru dengan para siswa, serta menciptakan software dan CD pembelajaran bagi siswa. Siswa pun hendaknya dituntut untuk mumpuni dalam mempresentasikan tugas dan karyanya menggunakan apliklasi serta piranti yang telah tersedia. Nantinya siswa tak perlu lagi membawa buku tulis ke sekolah. Tak perlu pula membeli seabrek buku paket dengan harga yang pastinya tidak murah. Di mana pun, kapan pun, siswa bisa belajar materi apa pun sesuai dengan kemampuan dan keinginannya. Dengan kreativitas guru dalam menyikapi perubahan teknologi, diharapkan siswa akan tertarik dan senantiasa termotivasi untuk senantiasa mengikuti pembelajaran yang kita sajikan tanpa mengalami kebosanan. Dengan modal itu, tujuan pembelajaran akan benar-benar dapat dicapai secara optimal. Lebih jauh, agar pembelajaran adaptif di era digital dapat berjalan dengan langkah yang selaras, tentu sekolah juga perlu memberikan fasilitas yang mendukung. Sistem "digital school" layak diapresiasi dan diciptakan. Fasilitas hotspot area dengan kemudahan dan kelancaran akses diharapkan menjadikan siswa nyaman dan betah untuk tetap tinggal di sekolah. E-book dan cd pembelajaran layak dihadirkan di perpustakaan sekolah. Bagi guru, program sagusala "satu guru satu laptop" hendaknya benar-benar dapat diterima dan dijalankan dengan baik. Namun, agar programnya tidak berjalan pincang hendaknya piranti-piranti tersebut juga diimbangi dengan kemampuan kita untuk mengoperasikannya. Untuk itu, pihak sekolah diharapkan untuk memberikan bimbingan dan pelatihan khusus bagi guru.

Penutup Sebuah perubahan yang baik perlu diselaraskan dengan cara pandang yang baik pula. Kita tak lagi dapat menolak dari pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang kian deras. Banyak aspek kehidupan yang belum lahir 20 tahun yang lalu, kini hadir di tengahtengah kita. Perubahan akan terus berlanjut, namun paradigma kita, khususnya guru hendaknya mampu menyesuaikan diri secara positif. Kita harus siap menghadapi tantangan dan peluang ini karena kita tidak akan pernah tahu perubahan apalagi yang akan terjadi 20 tahun lagi. Di era digital sekarang ini, menjadi guru adaptif adalah suatu keharusan. Untuk itulah, kita harus mempersiapkan dan membekali diri kita dan generasi penerus kita menjadi pembelajar sepanjang hayat untuk dapat menciptakan inovasi baru dalam memberikan solusi bagi kehidupan masyarakat di masa mendatang. Muaranya adalah tercapainya cita-cita pendidikan nasional yang kita impikan. *

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

15


KLINIKMENULIS

Mengeluarkan Sesuatu yang “Original” dari Pikiran KENALKAH Anda dengan Natalie, Ray,

Oleh: Hernowo Penulis Mengikat Makna

“Ketika Anda mulai menulis dari pikiran Anda sendiri, Anda mesti bersedia untuk menulis sampah selama lima tahun karena kita telah mengumpulkannya selama waktu yang lebih panjang dari itu.” NATALIE GOLDBERG “Anda harus menulis berkali-kali dan menyingkirkan sekian banyak materi sampah sebelum Anda akhirnya merasakan suasana yang nyaman.” RAY BRADBURY “Banyak orang berpikir, para sarjana otomatis bisa menulis. Faktanya, banyak dosen yang mengambil program doktor kesulitan merajut pemikirannya menjadi tulisan yang baik. Hanya dengan mengajar, tak ada jaminan seorang pendidik bisa menulis. Menulis membutuhkan latihan dan, seperti seorang pemula, ia pasti memulai dengan karya yang biasabiasa saja, bahkan cenderung buruk. Namun, sepanjang itu original, patut dihargai.” RHENALD KASALI

16

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

dan Rhenald? Jika tak kenal, tak apa.Yang penting, pada saat ini, Anda memiliki kesempatan untuk merasakan apa yang dikatakan oleh mereka. Saya ingin menjadikan kata-kata mereka sebagai panduan untuk menjelaskan tentang apa saja yang dapat kita lakukan ketika kita ingin menjalankan kegiatan menulis di tingkat paling dasar. Mengapa kita perlu mengenal dan merasakan kegiatan menulis di tingkat yang paling dasar? Sebab tak sedikit orang yang ingin dapat menulis dihadapkan dengan kenyataan ini: mereka langsung menulis di sebuah tingkat yang tinggi tanpa melewati tingkat yang paling dasar.Sesungguhnya, ya tidak ada masalah. Namun, sering terjadi, orang-orang yang melompat tersebut akhirnya berhenti menulis karena hasil tulisannya tidak kunjung menghadirkan rasa percaya diri. Merasakan kegiatan menulis di tingkat yang paling dasar akan banyak membantu calon penulis dalam memecahkan pelbagai persoalan nonteknis menulis—salah satu contohnya ya soal kepercayaan diri itu.Tentu, ketika menjalani proses menulis di tingkat yang paling dasar, seseorang tak boleh hanya mengikuti secara ala kadarnya. Beberapa sikap—seperti kesungguhan, kesabaran, kecintaan, kecermatan, kegigihan, kedisiplinan, kejujuran, dan masih banyak lagi—perlu dimunculkan dan dilibatkan ketika menulis. Marilah kita jalani kegiatan menulis di tingkat paling dasar dengan dipandu oleh Natalie, Ray, dan Rhenald. Siapa sih Natalie, Ray, dan Rhenald? Natalie Goldberg adalah pencetus metode revolusioner ”menulis bebas” dan instruktur menulis terlaris di Amerika Serikat. Sementara itu, Ray Bradbury adalah sastrawan kondang berkebangsaan Amerika Serikat. Dan Rhenald Kasali adalah penulis Indonesia yang telah melahirkan karya-karya serius tetapi mudah dinikmati—Change! (2005) dan Myelin (2010) adalah dua contoh karya-hebatnya. Ray memandu kita agar tidak terburuburu dalam menulis. Sebab ada kemungkinan, kita harus berkali-kali melakukan kegiatan ”membuang” agar perasaan kita nyaman dalam menulis. ”Menulislah secara

mencicil dan jika macet ya berhenti,” kirakira begitulah pesan-penting Ray.Dan ingat, dalam tahapan menulis seperti ini, kita dilarang keras untuk mengoreksi atau membaca hasil tulisan begitu kita selesai menulis. Kita bahkan dianjurkan untuk membacanya pada keesokan harinya. Nah, di sinilah kita perlu memanfaatkan kesabaran yang kita miliki. Saran dari Rhenald, sekaligus untuk menutup penjelasan tentang kegiatan menulis di tingkat yang paling dasar ini, perlu kita perhatikan secara saksama. Ketika kita sedang ”membuang” apa saja, kita juga perlu berkonsentrasi penuh untuk mengeluarkan sesuatu yang ”original”. Untuk dapat mencapai keadaan seperti itu, ada baiknya, sebelum mengeluarkan sesuatu, kita merenung terlebih dahulu. Fokus dan perhatikan secara sangat cermat hal-hal yang berseliweran di kepala kita. Lalu, sesegera mungkin kita menangkap (menyetop) sesuatu yang berkelebat yang ada di dalam pikiran kita—apa pun bentuknya. Dari pesan Natalie, kita bisa belajar bahwa menulis itu tidak dapat sekali jadi. Ketika ingin memulai menulis, kita harus berani ”menulis bebas”.Ini berarti, kita harus nekad menuliskan (mengeluarkan) apa saja. Jika yang ingin kita tulis adalah ”A”,dan ternyata yang keluar adalah ”E”,ya kita harus menerimanya. Saya menganggap menulis seperti ini adalah menulis di ”Ruang Privat”—kita seakan-akan berada sendirian di muka bumi. Kegiatan menulis di sini juga identik dengan kegiatan ”membuang”—ingat, kita perlu banyak-banyak membuang ”sampah” tulisan. Setelah berhasil menangkap sesuatu yang berkelebat di dalam pikiran kita, secara sangat cepat pula, kita pun harus bersegera merumuskan tentang apa yang berhasil kita tangkap itu. Nah, jika kita dapat melakukan kegiatan menulis seperti ini berkali-kali, insya Allah, pada suatu saat nanti, kita akan dapat menangkap dan mengeluarkan sesuatu yang ”original”—sebagaimana yang dimaksudkan oleh Rhenald Kasali—yang berasal dari pikiran kita. Pedulikan dan hargai tulisan awal Anda ini—sekali lagi, apa pun bentuknya. Selamat mencoba dan merasakan keasyikan menulis. [*]


Bagaimana agar Tulisan Dapat Dimuat di Media Massa? Q: Sebagai pemula, selalu ada

Dimulai dari Mana Menulis Itu? Q: Saya sudah banyak membaca buku tentang bagaimana menulis. Selain membaca, saya juga pernah ikut beberapa kursus dan pelatihan menulis. Yang menjadi masalah saya saat ini adalah saya sulit sekali untuk memulai melakukan kegiatan menulis. Padahal, saya tahu benar bahwa untuk dapat memiliki kemampuan menulis saya harus mulai menulis. Mohon jalan keluarnya. A: Memiliki pengetahuan tentang menulis memang tidak cukup untuk membuat diri kita lantas mampu menulis. Pengetahuan itu tetap sangat penting, namun perlu ditambah deng-an latihan-latihan menulis yang dija-lankan secara kontinu dan konsisten. Nah, kadang, baik pengetahuan mau-pun pelatihan tidak berhasil mendo-rong diri kita untuk bersemangat dan bergairah dalam menjalankan latihan menulis. Saran saya begini: Anda perlu kembali kepada diri Anda dengan jalan, pertama, buang semua aturan, teori, dan juga saran-saran saya berikut ini setelah Anda membaca dan memahaminya. Sekali lagi, kembalilah kepada diri Anda. Kedua, bayangkan masa kecil Anda ketika Anda belajar dan berlatih (ingat, Anda bukan hanya belajar tetapi juga berlatih) berbicara dan berjalan. Anda tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana berbicara dan berjalan yang benar.Anda hanya melihat dan kemudian meniru berbicara dan berjalan orang-orang yang ada di sekeliling Anda. Akhirnya,

Anda, kini, malah bisa bernyanyi dan berlari—tentu sesuai kadar diri Anda. Ketiga, setelah membayangkan, cobalah—sekali lagi—Anda kembali kepada diri Anda yang sangat berpotensi.Yakinkan diri Anda bahwa Anda memiliki potensi menulis—sebagaimana Anda juga memiliki potensi bernyanyi dan berlari. Latihlah diri Anda untuk menulis sesuai yang Anda pahami dari sekeliling Anda. Tirulah orangorang yang sudah ahli menulis dengan cara membaca tulisan mereka. Ketika Anda meniru mereka, upayakan untuk mengeluarkan diri “original” Anda – keinginan, harapan Anda, dan apa pun yang Anda simpan di dalam pikiran dan perasaan Anda. Mulailah dengan kata ganti orang pertama—“aku” atau “saya”—di awal tulisan Anda. Contoh: “Aku ingin menulis apa hari ini? Aku tertarik meniru cara Andrea Hirata dalam menuliskan masa kecilnya di bukunya, Laskar Pelangi. Bagaimana dengan masa kecilku ya?”Teruskanlah. Nikmatilah prosesnya dan tidak usah Anda perhatikan hasilnya terlebih dahulu. Ketika sedang berlatih menulis, jangan membaca (mengoreksi) materi yang telah berhasil Anda tulis. Keluarkan (tulis) saja apa yang ingin Anda keluarkan. Biasakan melakukan latihan meniru atau mengeluarkan seperti ini setiap hari, minimal 15 menit. Jika merasa cukup (lelah, misalnya), ya berhenti. Jangan lupa, simpan dan hargai tulisan-tulisan awal Anda tersebut. Saya yakin, dalam satu bulan, Anda akan merasakan sesuatu yang berbeda terkait dengan potensi menulis Anda. [*]

perasaan minder saat hendak mengirimkan tulisan ke berbagai media, terutama media cetak nasional. Kok sepertinya opini yang dimuat di sana didominasi hanya berasal dari figur yang sudah dikenal masyarakat? Apakah benar redaksi media lebih memprioritaskan tulisan dari orang terkenal dan mengesampingkan penulis pemula?

A: Tulisan yang berhasil dimuat di media massa tentulah, pertama, tulisan yang dapat memberikan manfaat. Kedua, tulisan yang memberikan manfaat itu juga disajikan dengan bagus atau memenuhi kaidah-kaidah kepenulisan. Ketiga, tulisan tersebut sesuai dengan garis kebijakan yang telah ditetapkan oleh media massa yang bersangkutan. Apabila dapat saja minimal memenuhi ketiga persyaratan umum yang saya sebutkan di atas, sebuah tulisan—meskipun ditulis oleh seorang pemula yang belum memiliki nama besar—tentu akan diperhatikan oleh tim redaksi sebuah media massa. Jadi, hilangkan anggapan bahwa seorang penulis pemula tidak mendapat tempat di majalah atau koran nasional. Rasa minder itu wajar bagi seorang pemula. Anda dapat menghilangkannya dengan cara, pertama, belajar dari tulisantulisan yang sudah dimuat di media massa yang ingin Anda tuju. Kedua, gigih berlatih menulis yang disesuaikan dengan apa yang Anda telah pelajari. Dan ketiga, tidak gampang menyerah sebab sesuatu yang sulit diraih biasanya akan memberikan imbalan (kepuasan) yang nilainya tiada tara. [*]

Tanya Jawab Menulis Anda mempunyai hambatan dalam menulis; menuangkan ide dan menyu-sun karya tulis? Jangan ragu untuk bertanya. Sampaikan pertanyaan Anda kepada redaksi Majalah IGI Media melalui email: redaksi@igi.or.id dan Bapak Hernowo akan menjawab dan membantu melalui penjelasan yang penuh solusi dalam rubrik ini.

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

17


PENGADAAN

Oleh: Khalid Mustafa (Bagian I)

Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintahan MUNGKIN anda bertanya-tanya, kok sampai ada tulisan tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Majalah ini? Bukankah majalah ini khusus membahas tentang pendidikan, guru, dan sekolah saja? Bagi sebagian sekolah, utamanya sekolah negeri yang pernah menerima bantuan berupa hibah, blockgrant, atau bantuan lainnya dalam bentuk dana tunai yang dikirimkan ke rekening sekolah, proses pengadaan barang/jasa merupakan sebuah proses yang tidak asing lagi. Bagaikan madu yang menarik kumbang, dana“segar�yang diterima bisa menarik orang-orang di sekitarnya untuk ikut menikmati hal tersebut. Namun, bagaikan mawar berduri, hal ini bisa berujung di hotel prodeo dengan sebuah tuduhan“merugikan negara�. Banyak juga kepala sekolah yang karena ketidaktahuan terhadap aturan pengadaan barang/jasa membelanjakan begitu saja dana tersebut, yang pada akhirnya justru bermasalah pada saat pemeriksaan di akhir kegiatan. Selain kepala sekolah, juga banyak perusahaan yang menjadi penyedia barang/ jasa kerap mengeluh karena proses pelaksanaan pengadaan di sebuah institusi pendidikan menyimpang dari peraturan sehingga merugikan mereka. Permasalahan ini sebagian besar terjadi karena ketidaktahuan terhadap Keppres No. 80 Tahun 2003 dan perubahannya. Atas dasar pemikiran tersebut saya mencoba untuk menuliskan sedikit informasi mengenai tata cara pengadaan barang dan jasa dalam lingkup pemerintahan agar pembaca yang menangani hal ini di

18

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

sekolah dapat lebih memahami mengenai proses tersebut. Dan karena materinya cukup luas dan panjang, agar mudah dipahami, saya mencoba untuk membagi menjadi beberapa tulisan, agar pembaca yang sudah paham pada satu tahapan dapat langsung menuju kepada tahapan lainnya. Dalam tulisan ini saya akan mencoba memasukkan beberapa kejadian-kejadian yang pernah saya alami maupun pengalaman teman yang lain, agar dapat memperkaya isi tulisan. Juga hal-hal yang harus diperhatikan oleh rekanan pada saat mengikuti pelelangan sehingga tidak mengalami masalah. Jangan lupa, untuk lebih memahami semua tulisan mengenai pengadaan, Anda diharapkan sudah memiliki buku Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 dan seluruh perubahannya, karena semua tulisan ini mengacu kepada produk hokum tersebut. Nah, mari kita mulai!

Pengertian Umum Seperti yang telah saya tuliskan disini, bahwa proses pengadaan barang ataupun jasa dalam institusi pemerintah tidak semudah pengadaan di institusi swasta. Seluruh pengadaan barang yang pembiayaannya melalui APBN/ APBD, baik sebagian atau keseluruhan, harus mengacu kepada aturan yang berlaku (Keppres No. 80 Tahun 2003, Bagian Kedua Pasal 2; bagian ketujuh pasal 7) Ada beberapa istilah yang

digunakan dalam proses pengadaan ini, diantaranya: 1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pemilik pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa. 2. Penyedia barang/jasa, adalah badan usaha atau perseorangan yang menyediakan barang/jasa. 3. Barang, adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, bahan setengah jadi, barang jadi/ peralatan yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa. 4. Khusus jasa, terbagi atas 3 jenis, yaitu Jasa Pemborongan, Jasa Konsultasi dan Jasa lainnya.


Untuk istilah lebih lengkap, silakan membuka Keppres No. 80 Tahun 2003 Pasal 1 dan Perpres No. 8 Tahun 2006 Pasal 1. ISTILAH-ISTILAH ini harus dipahami terlebih dahulu, karena dalam pelaksanaan pengadaan, banyak aturan-aturan yang berbeda untuk setiap jenis pengadaan.

Swakelola Nah, apakah seluruh pengadaan atau kegiatan di institusi pemerintah itu harus dilaksanakan dalam bentuk pelelangan? Sesuai dengan aturan, ada 2 (dua) pelaksanaan pengadaan, yaitu dengan menggunakan penyedia barang/jasa (pihak ketiga) atau dengan cara swakelola (dikelola sendiri oleh institusi itu). Swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri oleh institusi, dimana dalam pelaksanaannya dapat dilaksanakan oleh PPK, instansi pemerintah lain atau kelompok masyarakat/LSM penerima hibah.

Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola adalah: Pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis SDM padainstitusiyangbersangkutan(misalnya diklat, beasiswa, kunjungan kerja); Pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi masyakarat; Pekerjaan yang dari segi besaran, sifat, lokasi, atau pembiayaan tidak diminati oleh penyedia barang/jasa; Pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menanggung resiko yang besar; Penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar,lokakarya,atau penyuluhan; Pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) yang bersifat khusus, yangbelum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa; Pekerjaan khusus yang bersifat pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium, pengembangan sistem tertentu dan penelitian oleh perguruan tinggi/lembaga ilmiah pemerintah; pekerjaan yang bersifat rahasia bagi instansi pengguna barang/jasa. Nah, dari penjelasan diatas maka cukup jelas apa saja yang boleh dilaksanakan secara swakelola. Di luar dari daftar tersebut, harus dilaksanakan melalui penyedia barang/jasa. Ada satu contoh kesalahan persepsi yang terjadi. Di sebuah institusi dilakukan pengadaan komputer dan server dengan cara swakelola,

dimanakepalalaboratoriumlangsungmemberi beberapa unit komputer dan server ke toko komputer tanpa melalui proses lelang. Setelah ditanya mengapa melakukan hal tersebut, mereka berdalih, “Loh,ini kan pekerjaan yang bersifat rahasia, karena komputer dan server ini nantiakandigunakanuntukmengolahdataujian yangsifatnyaamatrahasia.” Di sini terlihat jelas ketidakpahaman terhadap substansi dari Kepres dan pengertian mengenai pekerjaan yang sifatnya “rahasia” tersebut. Yang rahasia adalah “pekerjaannya”dan bukan“barangnya.”Jadi proses pengadaan barangnya tetap harus terbuka dan transparan, tetapi nanti setelah diadakan, maka penggunaannya masuk dalam kategori rahasia. Contoh pengadaan yang sifatnya rahasia adalah pengadaan perangkat untuk peluru kendali,instalasi nuklir, atau untuk intelijen negara.

Panitia Pengadaan Apabila sebuah pengadaan barang/ jasa dilakukan dengan menggunakan pihak ketiga, yaitu melalui penyedia barang dan jasa, maka proses pengadaannya harus melalui panitia atau pejabat pengadaan. Panitia pengadaan dibentuk bila nilai pengadaan di atas Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), sedangkan di bawah itu cukup dengan pejabat pengadaan. Jumlah panitia pengadaan minimal 3 orang dan berjumlah ganjil sesuai dengan nilai pengadaan dan harus berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri maupun instansi lainnya. Panitia pengadaan harus memahami tentang prosedur pengadaan, jenis pekerjaan yang diadakan maupun substansi pengadaan, tidak memiliki hubungan keluarga dengan pejabat yang mengangkat dan menetapkan sebagai panitia dan memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa pemerintah. Khusus untuk aturan mengenai kepemilikan sertifikat pengadaan barang/jasa pemerintah,sesuaidenganSuratEdaranMenteri

NegaraPPN/KepalaBappenasNo.0021/M.PPN/ 01/2008Tanggal31Januari2008,makasertifikat pelatihan/bimbinganteknispengadaanbarang dan jasa, untuk sementara, sampai tanggal 31 Desember 2008 dapat diberlakukan sebagai sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa. Namun, sejak tahun 2010, sesuai Surat Edaran Kepala LKPP, telah ditekankan bahwa seluruh anggota panitia pengadaan sudah diwajibkan memilikisertifikatkeahlianpengadaanbarang/ jasa pemerintah. Dalam klausul mengenai panitia juga ditegaskan, bahwa panitia harus memahami substansi dari pengadaan. Apabila di institusi itu tidak ada orang yang memahami mengenai substansi, maka disilakan untuk mengambil orang dari unit/institusi lain. Contoh, sebuah institusi hendak mengadakan perangkat server dan kelengkapannya, sedangkan di institusi itu tidak ada seorangpun yang memahami tentang server,maka dapat mengambil panitia dari bagian data atau institusi yang menangani TI. PPK, bendaharawan, dan pejabat yang bertugas melakukan verifikasi surat permintaan pembayaran (SPP) dan/atau pejabat yang bertugas menandatangani surat perintah membayar (SPM) dilarang duduk sebagai panitia/pejabat pengadaan. Pegawai pada BPKP,Itjen,Inspektorat Utama,dan unit pengawas lainnya juga dilarang menjadi panitia/pejabat pengadaan pada institusi lain. Mereka hanya bisa menjadi panitia/pejabat pengadaan pada institusi masing-masing. (bersambung edisi akan datang)

Tanya Jawab Pengadaan Anda mempunyai permasalahan tentang pengadaan barang dan jasa untuk institusi dan lembaga Anda? Silakan sampaikan pertanyaan Anda kepada redaksi Majalah IGI Media melalui email: redaksi@igi.or.id dan Bapak Khalid Mustafa akan menguraikan penjelasannya pada rubrik ini.

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

19


PEMBELAJARAN

Implikasi Teori Belajar dalam Proses Pembelajaran Oleh: Mr. R. Gants

(Guru tinggal di Bantul Jawa Tengah)

Profesi guru adalah lebih cocok dikategorikan sebagai Soft Profession. Karena dalam mengajar guru dapat melaksanakan dengan berbagai cara yang tidak harus mengikuti suatu prosedur baku, dan aspek dan "sense" dan "art" memegang peran yang amat penting. PENDAHULUAN PROSES pembelajaran merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik seseorang, dalam hal ini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa atau peserta didik. Salah satu peran yang dimiliki oleh seorang guru untuk melalui tahap-tahap ini adalah sebagai fasilitator.Untuk menjadi fasilitator yang baik guru harus berupaya dengan optimal mempersiapkan rancangan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak didik, demi mencapai tujuan pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh E.Mulyasa (2007), bahwa tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik. Untuk mampu melakukan proses pembelajaran ini si guru harus mampu menyiapkan proses pembelajarannya. Proses pembelajaran yang akan disiapkan oleh seorang guru hendaknya terlebih dahulu harus memperhatikan teori-teori yang melandasinya, dan bagaimana implikasinya dalam proses pembelajaran. TEORI BELAJAR YANG MELANDASI PROSES PEMBELAJARAN Beberapa teori belajar yang malandasi proses pembelajaran antara lain : 1.Teori Gagne Gagne beranggapan bahwa hirarki belajar itu ada, sehingga penting bagi guru untuk menentukan urutan

20

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

materi belajar yang harus diberikan. Materimateri yang berfungsi prasyarat harus diberikan terlebih dahulu. Keberhasilan siswa belajar kemampuan yang lebih tinggi,ditentukan oleh apakah siswa itu memiliki kemampuan belajar yang lebih rendah atau tidak. Menurut Gagne ada 8 tipe belajar,yaitu: belajar isyarat; belajar stimulus respon belajar merangkaikan belajar aosisasi verbal belajar diskriminasi belajar konsep belajar prinsip/hukum belajar pemecahan masalah Kemampuan manusia sebagai tujuan belajar menurut Gagne dibedakan menjadi 5 kategori, di antaranya ialah: keterampilan intelektual, informasi verbal, dan strategi kognitif. 2.Teori Piaget Prinsip teori Piaget, (a) manusia tumbuh beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, kepribadian, sosioemosional, kognitif, dan bahasa; (b) pengetahuan datang melalui tindakan; (c) perkembangan kognitif sebagian besar tergantung seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak secara garis besar sebagai berikut: (a) periode sensori motor (0-2 tahun); (b) periode praoperasional (2-7 tahun); (c) periode operasional konkrit (7-11 tahun); (d) periode operasi formal (11-15 tahun). Konsep-konsep dasar proses organisasi dan adaptasi intelektual menurut Piaget, yaitu: Skemata, dipandang sebagai sekumpulan konsep; Asimilasi, peristiwa mencocokkan informasi baru dengan informasi lama yang sudah dimiliki oleh seseorang;

Akomodasi, terjadi apabila antara informasi baru dan lama yang semula tidak cocok kemudian dibandingkan dan disesuaikan dengan informasi lama; dan Equilibrium (keseimbangan), bila keseimbangan tercapai maka siswa mengenal informasi baru. 3.Teori Bruner Teori Bruner hampir serupa dengan teori Piaget, Di dalam teorinya Bruner mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak mengikuti 3 tahap representasi yang berurutan, yaitu: (a)enactive representation, segala pengertian anak tergantung kepada responnya; (b) iconic representation, pola berfikir anak tergantung kepada organisasi visual (benda-benda yang konkrit) dan organisasi sensorisnya; dan (c) simbolic reprentation, anak telah memiliki pengertian yang utuh tentang sesuatu hal, pada priode ini anak telah mampu mengutarakan pendapatnya dengan bahasa. Berbeda dengan Piaget, Bruner memiliki pandangan yang lain tentang peranan bahasa dalam perkembangan intelektual anak. Bruner berpendapat meskipun bahasa dan pikiran berhubungan, tetapi merupakan dua sistem yang berbeda. Bahasa merupakan alat berfikir dalam yang berbentuk pikiran. Dengan kata lain proses berpikir adalah akibat bahasa dalam yang berlangsung dalam benak siswa. Bruner juga berpendapat bahwa kesiapan adalah penguasaan keterampilan sederhana yang memungkinkan seseorang menguasai keterampilan lebih tinggi. Menurut Bruner kita tidak boleh menunggu datangnya kesiapan, tetapi harus membantu tercapainya kesiapan itu. Tugas orang dewasalah mengajarkan kesiapan itu pada anak. Berhubungan dengan proses belajar Bruner dikenal dengan belajar penemuannya (discovery learning). 4.Teori Ausubel Ausubel berpendapat bahwa belajar penemuan itu penting, tetapi dalam beberapa situasi tidak efisien, ia lebih menekankan guru sentral, sehingga Ausubel kurang menekankan belajar aktif. Penekanan-


nya pada ekpositorik .Ausubel menekankan pengajaran verbal yang bermakna (meaningful verbal instruction). Menurut Ausubel, setiap ilmu mempunyai struktur konsep-konsep yang membentuk dasar sistem informasi ilmu tersebut. Semua konsep berhubungan satu sama lain (organiser). Struktur konsep dari setiap bidang dapat diidentifikasi dan diajarkan kepada semua siswa dan menjadi sitem proses informasi mereka yang disebut dengan peta intelektual. Peta intelektual ini dapat digunakan untuk menganalisa domain tertentu dan untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan erat dengan aktivitas domain tersebut. Belajar adalah mencocokkan konsep dalam suatu pokok bahasan ke dalam sistem yang dimilikinya untuk kemudian menjadi milikinya dan berguna baginya. 5.Teori Vygotsky Teori Vygotsky beranggapan bahwa pembelajaran terjadi apabila anak-anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya, atau tugas-tugas itu berada dalam zone of proximal development . Maksudnya, perkembangan kemampuan siswa sedikit di atas kemampuan yang sudah dimilikinya. Selanjunta Vygorsky lebih menekankan scaffolding, yaitu memberikan bantuan penuh kepada anak dalam tahap-tahap awal pembelajaran yang kemudian berangsur-angsur dikurangi dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. 6.Teori Konstruktivis Ide-ide Piaget, Vygotsky, Bruner dan lain-lain membentuk suatu teori pembelajaran yang dikenal dengan teori konstruktivis. Ide utama teori ini adalah: (a) siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri; (b) agar benar-benar dapat memahami dan dapat menerapkan pengetahuan siswa harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya sendiri; (c) belajar adalah proses membangun pengetahuan bukan penyerapan atau absorbsi; dan (d) belajar adalah proses membangun pengetahuan yang selalu diubah secara berkelanjutan melalui asimilasi dan akomodasi informasi baru. Menurut Suradijono dalam Herawati Susilo (2000), pembelajaran adalah kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari guru secara pasif. Guru berperanan memberi dukungan, tantangan berpikir,melayani sebagai pelatih namun siswa tetap kunci pembelajaran.

IMPLIKASI TEORI BELAJAR DALAM PROSES PEMBELAJARAN 1. Implikasi teori Gagne di dalam proses pembelajaran Untuk mencapai hasil belajar sesuai teori Gagne, maka proses belajar mengajar harus memperhatikan kejadian instruksional yang meliputi (1) menarik perhatian, (2) menjelaskan tujuan, (3) mengingat kembali apa yang telah dipelajari, (4) memberikan materi pelajaran, (5) memberi bimbingan belajar,(6) memberi kesempatan,(7) memberi umpan balik tentang benar tidaknya tindakan yang dilakukan,(8) menilai hasil belajar,dan (9) mempertinggi retensi dan transfer. 2. Implikasi teori Piaget dalam Proses Pembelajaran, yaitu : Memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental anak, tidak sekadar kepada hasilnya tetapi juga prosesnya mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif dalam pembelajaran, penyajian pengetahuan jadi tidak mendapat tekanan memaklumi adanya perbedaan individual, maka kegiatan pembelajaran diatur dalam bentuk kelompok kecil peran guru sebagai seorang yang mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman luas 3. Implikasi Teori Bruner dalam proses pembelajaran Menurut teori Bruner yang harus dilakukan dalam prose pembelajaran adalah : (a) menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; (b) anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan (c) dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembalistruktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam benaknya. Untuk itu siswa akan mencoba melakukan sintesis, analisis, menemukan informasi baru dan menyingkirkan informasi yang tak perlu. 4. Implikasi teori konstruktivis Teori konstruktivitas dalam proses pembelajaran adalah: Memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental anak, tidak sekadar hasilnya saja. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Menekankan pembelajaran top-down mulai dari yang komplek ke sederhana, dari pada bottom-up dari yang sederhana bertahap berkembang ke kompleks. Menerapkan pembelajaran koperatif .

PENUTUP Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik. Untuk mampu melakukan proses pembelajaran ini si guru harus mampu menyiapkan proses pembelajarannya Mengajar merupakan suatu seni untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan individu siswa, kondisi lingkungan, dan keyakinan yang dimiliki oleh guru. Dalam proses belajar mengajar, guru adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi para siswa. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati batasbatas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dalammelaksanakan tugas tersebut guru akan dihadapkan pada perbagai problem yang muncul dan sebagian besar problem tersebut harus segera dipecahkan serta diputuskan pemecahannya oteh guru itu sendiri pada waktu itu pula. Sebagai konsekuensinya, yang akan dan harus dilakukan oleh guru tidak mungkin dapat dirumuskan dalam suatu prosedur yang baku. Agar transfer tersebut dapat berlangsung dengan lancar,maka guru paling tidak harus senantiasa melakukan tiga hal: a) menggerakkan, membangkitkan dan menggabungkan seluruh kemampuan yang dimiliki siswa; b) menjadikan apa yang ditransfer menjadi sesuatu yang menantang diri siswa, sehingga muncul intrinsic-motivation untuk mempelajarinya; dan, c) mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer sehingga menimbulkan keterkaitan dengan pengetahuan yang lain. Profesi guru adalah lebih cocok dikategorikan sebagai Soft Profession. Karena dalam mengajar guru dapat melaksanakan dengan berbagai cara yang tidak harus mengikuti suatu prosedur baku, dan aspek dan "sense" dan "art" memegang peran yang amat penting. Misalnya, mungkin saja seorang guru mengajar dengan menyajikan kesimpulan pada awal pelajaran yang kemudian baru dilaksanakan pembahasan. Pada kesempatan lain, ia mengajar dengan menyampaikan bahasan dulu baru menarik kesimpulan. Kalau dokter membedah dahulu baru kemudian membius berarti dokter tersebut melakukan malpraktek, dan pasti akan menghasilkan kecelakaan. *

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

21


ENGLISHCORNER

Tips on Learning English Effectively Written by: Iin Hermiyanto, S.Pd (An English language teacher at SMP An-Nisaa located in Bintaro, Tangerang-Banten)

Background Every day student from countries all over the world collaborates on important projects. The web site, ePals, is a site where teachers and students can go to join or start a collaborative project with anyone in the world. According to ePals, Inc.,“Our Global Community™ is the largest online community of K-12 learners, enabling more than 325,000 educators and 126,000 classrooms in over 200 countries and territories to safely connect, exchange ideas, and learn together.This Global classroom connects one member to others, of course, by English Language which is internationally accepted as a lingua franca. A Statistic reports that English is the most widespread language in the world and is more widely spoken and written worldwide than any other language with some 380 million native speakers. Over 400 million people use the English vocabulary as a mother tongue. Over 700 million people speak English as a foreign language. The facts show us that English usage in the 21st

22

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

century is an unavoidable consequence of globalization. Did you know that of all the world’s languages (over 2,700) English is arguably the richest in vocabulary; and that the Oxford English Dictionary lists about 500,000 words, and there are a half-million technical and scientific terms still uncatalogued? Threequarters of the world’s mail, telexes and cables are in English. More than half of the world’s technical and scientific periodicals are in English as well. English is the medium for 80% of the information stored in the world’s computers. Five of the largest broadcasting companies in the world (CBS, NBC, ABC, BBC and CBC) transmit in English, reaching millions and millions of people all over the world. More of 163 member nations of the United Nation use English as their official language than any other languages. Imagine what will you miss out by not speaking or understanding English? In short, I can say that there are 4 clear reasons why we have to learn

English seriously and moreover to use English extensively as follows: Nowadays the English language is used as a secondary or second language by many non-native speakers around the world. English has gone on to become the language of choice for communication between the people of different countries. Many scientific books have been written into English, only a few are translated into the native languages. Information spread out through most printed and electronic media in the world is delivered mostly in English language.

Tips on learning English 1. SET GOALS It’s often much easier to motivate yourself to work or to study if you have something to aim for. Goals can be short or long term. A short term goal in learning English might be to learn enough to be able to pass exam. A longer term aim could be to attend a


University in a foreign country or work for International companies. 2. BE PREPARED TO WORK HARD Learning a language is generally not easy. Most people have other things to do in their lives apart from learning English. You need to realize this and be patient with regard to your progress. But you won’t achieve much if you don’t put in the effort.Your progress depends a lot on you. 3. MAKE YOUR TIME Many of us lead busy lives and find it hard to fit new things into an already established routine. Learning English requires discipline. You need to set aside time for your learning and be prepared to study during that time. Putting things off because you’re too tired is ok every now and then, but it shouldn’t become a habit. Make English an indispensable part of your schedule. 4. ASK QUESTIONS YOU ARE NOT SPONGES! You can’t expect yourself to absorb everything and not have any questions to ask. Don’t be afraid to ask questions to your teachers and/or friends. 5. DO SOME EXTRA-CURRICULAR WORK Having a teacher or an instructor to instruct and guide you is vital. However, you can also study independently in fact; this will be more likely to make you a successful language learner. 6. WATCH ENGLISH MOVIES This is a great way to pick up colloquial English and practice listening. You don’t need to be able to understand every word to understand what is happening in a movie. Turn on the English Subtitles to help with understanding - this is a great way to practice reading also. Choose movies that you are more likely to be able to follow. Movies with short dialogue, separated by long sequences of no dialogue are ideal, as they allow time to absorb the language. 7. LISTEN TO ENGLISH SONGS Music can be a fun way to learn English. The next time you’re at a karaoke bar or maybe at home singing in front of your TV, try singing an English song. This is a great way to practice putting some emotion into your English and will really improve the way other people perceive your meaning when you’re speaking English to them.

8. READING STORIES Reading is a fantastic way to learn new vocabulary.Try reading short stories rather than long novels. These are often broken down into short chapters which can be read and then analyzed for language. Don’t feel that you have to understand every word. Try to get the general meaning. Underline unknown words and try to guess their meaning from context. You can use your dictionary later to look them up and check if you were right. Use graded readers. These tend to have questions designed to test comprehension of what you have just read. 9. JOIN ENGLISH CLUB OR GO TO ENGLISH CORNERS Public places such as amusement park, mall, library and bookstores often tend to be visited by people or tourist who can speak English. Don’t be shy. Go along and take part. Run conversation. Meet people just like you who are interested in learning English. 10. USE THE INTERNET The internet is a fantastic invention, which has changed the way we live our lives. While it is fantastic to be able to read the People’s daily or chat with friends online, it is a waste if we don’t use the medium to learn English. Many English courses offer a full suite of blended online learning applications – but, in addition to that, there’s plenty you can do on your own.

Messengers, encourage your friends to get them too and call them for free using your computer. 14. DON’T BE SELF-CONSCIOUS (WORRIED AND EMBARRASSED ABOUT WHAT YOU LOOK LIKE OR WHAT OTHER PEOPLE THINK OF YOU) There are a few old-fashioned methods which might sound quirky but can work: Improve your pronunciation: Use a mirror to practice making difficult English Sounds; record yourself speaking English and listen afterward, paying attention to stress , intonation and pronunciation. Think in English: Have an imaginary conversation in English. Think through what you’re going to say. Speak to your friends in English: Encourage yourself to practice by speaking with each other.This doesn’t have to be confined to the classroom. Try speaking to your classmates or friends in English. Don’t worry about picking up bad pronunciation. habits-speaking more regularly will give you a much greater level of confidence and you will definitely improve faster.

11. READ ENGLISH NEWSPAPERS OR MAGAZINES There are numerous newspapers and magazines which provide a rich source of interesting and varied reading materials. This is a really good way to improve your reading. 12. LISTEN TO ENGLISH-BROAD CASTING RADIO Virtually every radio station in the world is on line through the Internet. Don’t just be content with the VOA or BBC world service. There are many other interesting alternatives. Try listening to radio from around the English speaking world. 13. CHAT You can use MSN,Yahoo and other chat programs to chat in English. Try finding some of your English speaking friends. If you have Skype or Yahoo

Iin Hermiyanto, S.Pd Email: hermiyanto_i@yahoo.co.id Blog: http://hermiyanto.multiply.com/

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

23


PROFILLEMBAGA Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer (STMIK) STIKOM Bali populer disebut STIKOM Bali, merupakan sekolah tinggi pertama bidang ICT di pulau Bali. KELAHIRAN STIKOM tak bisa dilepaskan dari peran dan dedikasi empat orang pemerhati dan pecinta pendidikan. Mereka adalah Prof. Dr. I Made Bandem MA, Drs. Ida Bagus Dharmadiaksa, MSi,Ak., Drs. Satria Dharma, dan Ny. Lilis Yuningsih SH. Merekalah yang menggagas dan mendirikan sekolah tinggi bidang TIK pertama di Bali. Latar belakang didirikannya sekolah ini berawal dari keprihatinan terhadap banyaknya pengangguran di negeri ini, yang kebanyakan dari mereka tak memiliki kemampuan di bidang teknologi informasi. Parahnya, meski perkembangan dunia teknologi informasi terus berkembang, namun lembaga tinggi seperti Sekolah Tinggi Komputer di daerah Bali masih sampai dengan tahun 2001 masih sangat langka. Atas dasar itulah dan untuk menjawab hal tersebut, pada 10 Agustus 2002 Sekolah Tinggi Manajeman Informatika dan Teknik Komputer STIKOM Bali resmi didirikan melalui izin mendiknas RI No. 157/D/O/2002. STIKOM Bali selanjutnya menjadi sekolah tinggi pertama di Bali yang berobsesi mencetak SDM-SDM yang mengerti dunia teknologi informasi dan komputer serta menjadi yang terdepan di bidang Informatika dan Komputer baik secara ilmiah akademis maupun praktis aplikatif khususnya di daerah Bali.

VISI JELAS DAN TERARAH Tak dapat dipungkiri keberadaan STIKOM Bali, yang berada dalam naungan Yayasan Widya Dharma Shanti telah banyak memberikan andil dalam mensuplai tenaga-tenaga kerja di perusahaan. Hampir setiap hari, STIKOM Bali mendapat permintaan tenaga kerja dari sejumlah perusahaan. Ini tentu sebuah prestasi yang patut dibanggakan. STIKOM Bali memiliki visi Menjadi Perguruan Tinggi Unggulan Bidang Teknologi Informasi & Komunikasi Baik Di Tingkat Nasional Maupun Internasional.Tentunya visi tersebut mendorong pihak STIKOM Bali utuk selalu bekerja keras dan selalu mengikuti dinamika perubahan serta perkembangan teknologi yang begitu pesat. Untuk mengaplikasikan visi tersebut, STIKOM Bali telah merumuskan misi dengan cara melaksanakan Pendidikan Tinggi secara profesional dan berkualitas, menjalin kerja sama dengan berbagai kalangan baik dalam maupun luar negeri dalam rangka pengembangan dan peningkatan Sekolah Tinggi di bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat khususnya komunitas Teknologi Informasi dan Komunikasi, mewujudkan Sekolah Tinggi sebagai mitra kerja berbagai pihak yang saling menguntungkan, dan menjadi wadah yang dapat dibanggakan dan memberi rasa aman dan nyaman bagi seluruh civitas akademika.

24

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA


Salah satu kegiatan seminar ICT

KEUNGGULAN STIKOM BALI STIKOM Bali layak dijadikan sebagai pilihan dalam melanjutkan jenjang studi pendidikan tinggi karena memiliki berbagai keunggulan. Sekolah Tinggi pertama di Bali ini merupakan satusatunya sekolah tinggi di Bali yang menggunakan Original Microsoft Software, satu-satunya sekolah tinggi yang menyelenggarakan Kelas Internasional (Dual Degree) di Bali, memiliki pelayanan internet gratis 24 jam untuk seluruh mahasiswa dan dosen serta memiliki pelayanan SMS 24 jam semua operator GSM & CDMA untuk akses informasi akademik dan keuangan. STIKOM Bali juga ditunjang lokasi yang strategis karena berada di tengah kota dekat dengan pusat bisnis serta seluruh ruangannya full AC. Para mahasiswa mendapatkan secara GRATIS Ujian Sertifikasi Internasional Desktop Application Training (DAT) dari Microsoft Indonesia dan computer security/forensic dari Foresec Malaysia. Sementara, para dosennya terdiri dari Gabungan Praktisi dan Akademisi Berpengalaman serta lulusan S2, dan S3 Perguruan tinggi terkemuka di Dalam dan Luar Negeri. Keunggulan lain, STIKOM Bali merupakan penyelenggara Olimpiade Komputer Tingkat SLTP dan SLTA di Pulau Bali, Penyelenggara Ujian Sertifikasi Kompetensi Bidang IT/ICT/Telematika Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Republik Indonesia dengan para para Pembina dan Penyelenggara merupakan Tokoh Daerah dan Nasional yang tidak perlu diragukan lagi kredibilitas dan perhatiannya terhadap dunia pendidikan. STIKOM Bali telah mendapatkan sertifikasi Sistem Managemen Mutu Internasional ISO 9001-2001 dan rencana tahun ini akan ditingkatkan ke ISO 9001-2008. Dilengkapi dengan perpustakaan, beasiswa dari Kopertis dan Yayasan, dukungan dan kerja sama dengan Gubernur Bali, Dirjen Dikti, Dunia Usaha serta kegiatan Ekstra dan Intra Kurikuler.

Bukan hanya memperdalam ICT, mhs STIKOM Bali juga tetap melestarikan seni dan budaya bali (Bleganjur)

Sebagai penunjang kegiatan mahasiswa, mahasiswa bisa belajar organisasi di Senat Mahasiswa, belajar dan melihat reporter kampus mencari berita, mengimplementasikan pengetahuan dengan seminar dan lokakarya, mengikuti kegiatan rutin setiap tahun di olimpiade komputer, serta disediakan informasi lowongan kerja terbaru di Bursa Kerja. Selain itu tersedia pula organisasi kemahasiswaan yang bergerak di bidang olahraga seperti basket, volleyball, dan sepakbola. Pendidikan Tinggi di STIKOM Bali memiliki tujuan umum sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional serta Misi dan Tujuan Yayasan Widya Dharma Shanti. Pertama, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur. Kedua, menyiapkan anak didik untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap masyarakat Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya. Ketiga, memajukan dan mengembangkan ilmu komputer di Bali dengan menyelenggarakan Perguruan Tinggi yang khusus dibidang ilmu Manajemen Informatika dan Komputer. Sementara lebih khusus lagi, STIKOM BALI memiliki tujuan menyiapkan para mahasiswa untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki profesionalisme yang tinggi serta akademik untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang informatika

dan komputer. Mendidik para mahasiswa menjadi insan yang dapat berpikir logis, kritis, dan mendasar sehingga mampu mengamalkan ilmunya dengan baik dan bertanggung jawab di tengah-tengah masyarakat. Ada tiga pilihan program studi, yakni D3 Manajemen Informatika, S1 Sistem Informasi dan S1 Sistem Komputer. D3 Manajemen Informatika dan Sistem Informasi memiliki tujuan untuk menghasilkan tenaga Ahli Madya Komputer (Amd.Kom) maupun Sarjana Komputer (S.Kom) yang mampu menganalisis serta mampu memecahkan persoalan sistem informasi dengan software yang tepat guna. Sedangkan S1 Sistem Komputer bertujuan untuk menghasilkan Sarjana Komputer (S.Kom) professional yang mampu menganalisis dan merancang serta mengoperasionalkan fungsi hardware yang tepat guna, serta mampu mengelola sistem komputerisasi baik untuk kepentingan riset maupun bisnis. (sir/*)

INFORMASI Jl. Raya Puputan Renon No. 86 Denpasar Bali Indonesia Telp. +62 (361) 244445 Fex. +62 (361) 264773 Wesbite: www.stikom-bali.ac.id

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

25


PROFILSEKOLAH SMA Muhammadiyah 1 Gresik, termasuk salah satu sekolah yang cukup pesat perkembangannya. Sekolah yang didirikan tahun 1965 tersebut kini ditunjuk sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dan menjadi percontohan sekolah lain di bidang teknologi dan informasi.

V ATIVE INNO NOV NO SCHOOL

MEMASUKI kawasan SMA Muhammadiyah 1 Gresik di Kompleks Perguruan Muhammadiyah Jl. KH. Kholil 90 Gresik- Jawa Timur, kenyamanan dan keasrian langsung bisa dirasakan. Selain gedung yang bertingkat, halaman sekolah ini cukup luas dengan tata kelolah lingkungan yang bersih dan asri. Lingkungan yang bersih dan kondusif seperti itu memang sangat membantu kenyamanan siswa dalam belajar dan mencapai prestasi. Karena itulah, SMA Muhammadiyah 1 Gresik senantiasa menerapkan disiplin tinggi dalam menjaga kebersihan lingkungan di sekolah.“Kita ingin agar anak-anak bisa belajar dengan nyaman dalam lingkungan sekolah yang bersih dan kondusif,� ujar Sukari, S.Pd, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 1 Gresik kepada Majalah IGI Media, saat ditemui di ruangannya. Selain kebersihan sekolah, hal penting lain yang menjadi prioritas di SMA Muhammadiyah 1 Gresik adalah persoalan akhlakul karimah (akhlak terpuji). Sebagai sekolah Islam, kata Sukari, tentu persoalan akhlakul karimah ini sangat ditekankan. Bahkan, SMA Muhammadiyah 1 Gresik menjadikan ahlakul karimah ini sebagai keunggulan nomor satu di antara 4 keunggukan yang terdapat dalam visi sekolah.

26

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

Untuk menunjang akhlakul karimah tersebut, beberapa program telah diterapkan pihak sekolah. Di antaranya, menciptakan suasana yang Islami di lingkungan sekolah dengan melibatkan guru, siswa, dan karyawan. Di SMA Muhammadiyah 1 Gresik, program itu dikenal dengan sebutan 7 S (senyum, sapa, salam, salaman, sayang, sopan, dan santun). Pemberlakuan 7 S itu, lanjut Sukari, tidak hanya dilakukan saat masuk di pintu gerbang. Saat masuk dan keluar kelas pun, para siswa dan guru dibiasakan untuk memberlakukan 7 S tersebut. Penerapan program ini, ujar Sukari, diharapkan bisa membuat para siswa dengan sendirinya terbiasa untuk berakhlakul karimah sebagai ciri khas siswa SMA Muhammadiyah 1 Gresik.

INNOVATIVE SCHOOL Sebagai salah satu sekolah yang cukup mendapat tempat di hati masyarakat Gresik, SMA Muhammadiyah 1 Gresik senantiasa berbenah dan mengembangkan diri.Terobosanterobosan dilakukan agar benar-benar menjadi sekolah unggulan. Selain harus unggul pada pembelajaran akhlakul karimah, SMA Muhammadiyah 1 Gresik juga harus unggul akademik, teknologi informasi, dan bahasa.Yang semua itu tertuang dalam visinya INNOVATIVE SCHOOL yakni mewujudkan sekolah inovatif bertaraf internasional yang islami. Untuk mewujudkan visi itu, maka SMA Muhammadiyah harus memiliki 4 keunggulan; unggul akhlakul karimah,

unggul akademik, unggul teknologi informasi, dan unggul bahasa. Untuk memberi perhatian khusus pada materi pembelajaran dan penanaman akidah, SMA Muhammadiyah 1 Gresik telah membentuk team teaching yang terdiri atas 2 orang guru yang mengajar di satu kelas. Berbagai program pendukung disiapkan untuk pembelajaran akhlakul karimah ini, di antaranya: membaca Alquran dan memahami kandungan isinya 10 menit sebelum pembelajaran, shalat tahajjud secara terjadwal dan tadabbur Al-quran serta konsultasi agama dan bimbingan konseling lewat website. Di bidang keunggulan akademik, SMA Muhammadiyah 1 Gresik makin berbenah dengan layanan pendidikan yang berkualitas. Apalagi saat ini, SMA Muhammadiyah 1 Gresik dipercaya sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Untuk penunjang pendidikan berkualitas, SMA Muhammadiyah 1 Gresik memiliki staf pengajar yang kompeten, memiliki sistem pembelajaran yang dikonsep menyenangkan, inovatif, aktif, kreatif, efektif (PeMIAKE) berbasis ICT/TIK, kurikulum adaptif perpaduan kurikulum nasional dengan kurikulum cambridge. Untuk menempa prestasi siswa, SMA Muhammdiyah 1 Gresik juga melakukan pembinaan intensif siswa berprestasii untuk mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) dan Olimpiade Ilmu Sosial. Sementara untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris, SMA Muhammadiyah 1 Gresik telah bekerjasama dengan Aminef sebagai native speaker. (sir)


Keunggulan ICT, Jadi Percontohan Nasional HAL yang patut dibanggakan dari SMA Muhammadiyah 1 Gresik adalah keberhasilannya dalam menerapkan manajemen sekolah modern berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Keberhasilan ini membuat nama SMA Muhammadiyah 1 Gresik menjadi terkenal di dunia pendidikan. Seluruh computer dalam area sekolah langsung terhubung dengan jaringan local area network. Berbagai administrasi sekolah menggunakan sistem digital dan otomatis. Setiap kartu pelajar siswa dan kartu pengenal guru dan karyawan merupakan kartu multifungsi dengan adanya barcode pada setiap kartu yang digunakan untuk berbagai tujuan administrasi. Tak hanya itu, absensi siswa menggunakan sistem digital. Setiap masuk sekolah, izin keluar dan pulang

sekolah siswa mengentrikan data melalui mesin absensi. Data itu kemudian diintegrasikan dengan program Paket Aplikasi Sekolah dan melalui fasilitas SMS Gateway orang tua atau wali bisa mengetahui jam kehadiran atau kepulangan siswa melalui sms atau melalui website sekolah. Manajemen perpustakaan juga menggunakan sistem digital mulai dari administrasi kehadiran pengunjung sampai dengan inventaris buku. Pengunjung melakukan absen dengan barcode pada kartu pelajar, pencarian buku dilakukan melalui computer. Begitu pula dengan peminjaman semua menggunakan sistem digital. Aplikasi Pembayaran SPP sinergi dengan Paket Aplikasi Sekolah berbasis web yang dikembangkan sekolah sendiri.

Orang tua bisa mengetahui informasi pembayaran siswa melalui sms atau website sekolah. Begitu juga dengan program penilaian hasil belajar. Guru mata pelajaran mengentrikan nilai belajar siswa melalui program, orang tua bisa mengetahui nilai akademik melalui sms. Tidak hanya menyediakan infrastruktur yang modern dan memadai, SMA Muhammadiyah 1 Gresik juga konsen terhadap pengembangan sumber daya manusia. Siswa mendapatkan pelajaran computer tambahan seperti bahasa pemrograman, elektronika-robotika, akuntansi computer dan desain grafis. Ditambah dengan ekstrakurikuler seperti Web Programing, Robotika dan Animasi. (sir)

Sempat Nunut Gedung di Sekolah Lain Proses perjalanan SMA Muhammadiyah 1 Gresik ternyata panjang dan berliku. Sebelum memiliki gedung semegah sekarang, sekolah ini dulunnya nunut di gedung milik sekolah lain.

SMA Muhammadiyah 1 Gresik didirikan oleh Pimpinan Muhammadiyah Bagian Pendidikan dan Pengajaran Cabang Gresik pada 1 September 1965. Proses belajar mengajar dilakukan sejak 1 Januari 1966 dengan dedung masih meminjam SMP Negeri 2 Gresik di Jl. KH. Kholil 16 Gresik. Pada 22 Desember 1976, Pimpinan Muhammadiyah mengesahkan pendirian SMA Muhammadiyah 1 Gresik, sekaligus membuktikan eksistensinya diakui di

lingkungan Muhammadiyah secara nasional. Sejak itu, perjuangan makin gencar dilakukan. Menyadari pentingnya memiliki gedung sendiri, Keluarga Besar Muhammadiyah Gresik secara bertahap mengusahakan pendirian Kompleks Perguruan Muhammadiyah. Pada tahun 1971 harapan itu bisa terwujud. SMA Muhammadiyah 1 Gresik menempati gedung milik sendiri yang berlokasi di Jl. KH. Kholil 90 Gresik. Pada 6 September 1977, SMA Muhammadiyah 1 Gresik mendapat surat keputusan Mendikbud dengan status BERBANTUAN. Hingga akhirnya pada pada 20 September 1983, SMA Muhammadiyah Gresik mendapat status DIAKUI. Pada 20 Januari 1990, Status SMA Muhammadiyah 1 Gresik statusnya meningkat menjadi DISAMAKAN.

Peningkatan status ini merupakan kerja keras antara Pimpinan Daerah Muhammadiyah Majlis Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala Sekolah, Dewan Guru dan Karyawan di SMA Muhammadiyah 1 Gresik serta intansi terkait. 25 Januari 2005, prestasi SMA Muhammadiyah makin meningkat dan statusnya menjadi TERAKREDITASI dengan peringkat A. Status ini belumlah final, tapi lebih merupakan sarana koreksi diri dalam peningkatan prestasi baik pengelolaan, penyelenggaraan dan operasional. Dan akhirnya pada tahun 2009 ini, prestasi kembali diraih dengan ditunjuknya SMA Muhammadiyah 1 Gresik sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional serta menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2008. (sir)

NOVEMBER2010 - IGI MEDIA

27


LENSAFOTO

5000 Sepeda Untuk Sekolah

KONSORSIUM Sepeda Sekolah Indonesia baru saja meluncurkan program Laskar Sepeda Merah Putih. Program bantuan sepeda ke sekolah untuk menyelamatkan siswa dari ancaman putus sekolah. Diketahui angka putus sekolah kini masih bertengger di atas 12 juta siswa, dengan dominasi 80% anak-anak SD.“Kita menargetkan 5.000 unit sepeda untuk disumbangkan ke sekolah. Kami telah mendapatkan komitmen dari salah satu BUMN 2.500 unit sepeda dan siswanya kami usahakan dari anak-anak orang kaya agar mau menyumbangkan sepeda ke siswa miskin,” kata Danang Caksono, dalam acara peluncuran program Laskar Sepeda Merah Putih di Gedung D Kemendiknas, (22/10) kepada IGI Media. Gerakan bersepeda ke sekolah merupakan target konsorsium sebagai upaya mengurangi tingginya ongkos transportasi yang menyebabkan anakanak sekolah dasar tidak melanjutkan studi. ”Selain itu, bersepeda ke sekolah mengurangi dampak polusi yang kian tinggi. Jakarta kota dengan angka polusi tertinggi di dunia harus mulai mengagendakan gerakan bersepeda ke sekolah, karena sekolah menyumbang tak kurang 35% lalu lintas (polusi dan kemacetan) pada jam berangkat dan pulang sekolah,” tandasnya. Konsorsium berupaya mensosialisasikan gerakan bersepeda ini

28

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

melalui siswa. ”Dari siswa dan oleh siswa. Itu sebabnya kami minta setiap sekolah yang menerima sepeda untuk membentuk klub-klub sepeda. Dengan demikian, bersepeda ke sekolah menjadi hobi yang mengasyikan. Dari klub sepeda di sekolah, kami berharap anak-anak akan memiliki kepedulian untuk menyumbangkan sepeda kepada siswa miskin lainnya, agar mereka bisa bersama-sama sekolah, menimba ilmu,” jelasnya. Tak hanya itu, klub sepeda di sekolah juga memiliki banyak fungsi sosial. ”Bangsa ini memerlukan kepedulian sosial yang tinggi. Pintar ya, tetapi peduli harus. Siswa harus memiliki kepedulian sosial, minimal kepada teman sekelasnya. Nanti akan menular. Orang tua siswa yang kini sukses juga diminta membantu orang tua siswa lainnya agar anak-anak tetap bisa sekolah, tetap bisa menuntut ilmu agar kita bisa menjadi bangsa yang unggul di masa yang akan datang,’ terang Danang. Kepedulian lingkungan juga bisa menjadi perhatian klub sepeda. Setiap akhir pekan siswa bisa membersihkan sampah dengan bersepeda bersama. SMUN 13 Jakarta merupakan salah satu penerima sepeda telah memiliki agenda seperti ini. ”Kami punya program sepeda wisata. Setiap pekan anak-anak bersepeda ke sejumlah tempat. Mereka membersihkan sampah sambil belajar

mengenai lingkungan dari para ahli, seperti dari Kehati. Kami berencana juga akan diskusi dengan Green Peace sambil bersepeda di Kota Tua,” kata Retno, guru pembimbing SMUN13 Jakarta. Kemarin, konsorsium membagikan tak kurang dari 8 unit sepeda. Tujuh unit merupakan sepeda lipat buatan Universitas Indonesia merk Seliqui. ”Ternyata bangsa Indonesia, anak-anak Indonesia itu bisa membuta sepeda. Kita bisa kalau diberi kesempatan,” tandas Ir. Hendri DS Budiono M.Eng, dalam acara kemarin. Menurut dia, kepedulian bangsa ini terhadap produk lokal, produk yang diciptakan anak-anak bangsa sendiri masih kurang. Untuk itu, dia berharap semua pihak memberikan kesempatan kepada bangsa sendiriuntuk berkarya, yaitu dengan membeli produk sendiri. Bangsa lain bisa maju karena industrinya maju, produk-produknya dibeli Indonesia. Desain sepeda Seliqui dilakukan mahasiswa Fakultas Tenik UI. Konsorsium berharap Presiden Republik Indonesia juga memakai produk sepeda dalam negeri. Selain itu, Presiden diminta memajukan industri sepeda lokal. ”Jika Presiden SBY peduli produk lokal, seharusnya dia kampanye penggunaan sepeda lokal, sepeda dalam negeri. Kita bisa,” tegas Sekjen Konsorsium Heru B. Arifin. (her)


Seminar Nasional ”Menjadi Guru Kreatif di Era Digital”

Loka Karya Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif Sebanyak 45 guru mengikuti loka karya pembuatan media pembelajaran interaktif yang diselenggarakan oleh IGI Cabang Kapuas, (18/8) di Aula Dinas Pendidikan Kabupaten Kapuas. Dalam acara ini, guru diajari dasar-dasar penggunaan Power Point, Pengenalan Template, Operasional Navigasi, dan Trik Pembuatan Multimedia Pembelajaran Interaktif.

Ikatan Guru Indonesia (IGI) menyelenggarakan Seminar Nasional ”Menjadi Guru Kreatif di Era Digital” serta deklarasi Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah Sulawesi Selatan (25/7), di Baruga A.P. Pettarani Kampus UNHAS Tamalanrea, Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10 Makassar. Hadir sebagai pembicara adalah Kepala Litbang Kemdiknas Prof. Dr. Mansyur Ramli, yang datang mewakili Mendiknas RI, Kepala LPMP Sulsel, Nurman Hadi (Axioo), Ketut Arnawa (GM Commerce TelkomFlexi Area KTI), serta Mohammad Ihsan (Sekjen IGI)

Donasi Satu Milyar Untuk Guru Indonesia Di sela-sela seminar nasional“Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis TIK Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan” yang bertempat di auditorum lantai 2 Gedung D Kemdiknas, IGI menerima donasi media pembelajaran berbasis TIK dari Pesona Edukasi senilai Rp 1 Milyar.Donasi yang diterima langsung oleh Ketua Umum IGI Satria Dharma didampingi Sekjen IGI Mohammad Ihsan berbentuk voucher masing-masing senilai Rp 200.000 yang akan dibagikan kepada guru anggota IGI yang mengajar matematika dan IPA.Dirjen PMPTK Prof.Dr.Baedhowi yang juga hadir pada acara ini menyampaikan bahwa media pembelajaran haruslah“menyenangkan, mengasyikkan dan mencerdaskan”.Usai seminar, guru-guru langsung mengikuti workshop untuk mencoba aplikasi PesonaEdu dan menginstal di laptop masing-masing.

Launching Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah Kapuas IGI terus mengembangkan organisasinya hingga ke propinsi Kalimantan Tengah. Pada 10 Juni 2010, bertempat di GPU Manggantang Tarung Kapuas, dilakukan deklarasi dan pelantikan pengurus IGI Cabang Kapuas, yang juga dihadiri oleh Bupati Kapuas HM. Mawardi serta Kepala Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama Kabupaten Kapuas. Acara dimeriahkan dengan seminar nasional “Pemanfaatan TIK Untuk Peningkatan Kualitas Pendidikan” serta sosialiasi program “Satu Guru Satu Laptop” (Sagusala) bersama tim Axioo dan PMPTK Kemdiknas.

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

29


Bersama Igi Menuju Profesionalisme Guru

Ikatan Guru Indonesia atau yang lebih akrab disebut IGI telah eksis sebagai salah satu organisasi guru yang mandiri dengan tujuan utama menjadikan guru lebih profesional. Apa dan bagaomana IGI, berikut wawancara reporter Majalah IGI Media dengan Ketua Umum IGI, Satria Dharma. “Selamat pagi Pak Satria. Boleh kami tahu bagaimana sejarah terbentuknya IGI?

semua peran tersebut sehingga kami menganggap bahwa IGI harus dibentuk.

Selamat pagi!. Ikatan Guru Indonesia atau IGI ini dulunya terbentuk melalui diskusi di milis CFBE di mana saya dan Mas Nanang atau Pak Ahmad Rizali menggerakkannya. Setelah kenyang mengurusi berbagai kegiatan pendidikan kami akhirnya tiba pada kesimpulan bahwa pendidikan Indonesia perlu sebuah reformasi dan itu harus dilakukan oleh para guru itu sendiri. Untuk itu guru memerlukan sebuah wadah baru yang dapat menampung aspirasi mereka. Mulanya kami membentuk sebuah lembaga yang kami beri nama Klub Guru. Mulanya Klub Guru melakukan berbagai pelatihan di Jakarta.Tapi kemudian agak tersendat karena pengurusnya sibuk dengan pekerjaan utama masingmasing. Saya akhirnya membawa Klub Guru ke Surabaya, ke komunitas alumni Universitas Negeri Surabaya (Unesa) di mana saya berasal. Saya mengajak mereka untuk menggerakkan Klub Guru. Ajakan untuk menggerakkan Klub Guru ini disambut baik oleh komunitas Ganesa (Keluarga Unesa) dan mereka pun menggelar seminar dan peluncuran Klub Guru Jawa Timur. Di Surabayalah, Klub Guru mendapat napas dan dinamika baru, terutama ketika Mohammad Ihsan, bersedia menjadi motor dari Klub Guru Jatim ini. Mas Ihsan akhirnya melepaskan pekerjaannya dan memfokuskan dirinya untuk membesarkan Klub Guru (IGI) secara nasional. Setelah Mas Ihsan bergabung inilah Klub Guru melesat dan didirikan di berbagai daerah di Indonesia dan kemudian ketika akan kami daftarkan secara resmi sebagai sebuah organisasi profesi guru ke Kementrian Hukum dan HAM lalu diminta untuk mengubah nama menjadi Ikatan Guru Indonesia (IGI). Kami memang butuh waktu cukup lama untuk meyakinkan Kementrian Hukum dan HAM sampai akhirnya IGI diberi ijin dan akte pengesahan sebagai organisasi profesi pada tanggal 26 November 2009 yang lalu. Jadi secara resmi kami bahkan belum setahun menjadi organisasi profesi.

“ Bagaimana sebenarnya kualitas pendidikan kita dibandingkan dengan kualitas pendidikan di Negaranegara lain?”

“Kenapa harus berubah menjadi organisasi profesi guru? Apa urgensinya?” Sekarang ini guru telah mejadi profesi yang diakui oleh UU. Jadi sama dengan profesi lain seperti dokter, insinyur, notaris, dll. Berdasarkan UU. No 14/2005 Tentang Guru Dan Dosen, guru wajib menjadi anggota organisasi profesi. Organisasi profesi tersebut harus bersifat independen dan tidak boleh terkooptasi oleh partai politik atau pun kepentingan yang bersifat partisan. Organisasi independen ini mesti digunakan oleh guru untuk memajukan profesinya, meningkatkan kompetensinya, kariernya, wawasan kependidikannya, perlindungan profesinya, meningkatkan kesejahteraannya dan juga dan pengabdian kepada masyarakat. Kami menganggap bahwa organisasi profesi guru yang ada masih belum mampu melakukan

30

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

Kualitas pendidikan kita jelas tertinggal dibandingkannegara-negara lain. Untuk melihatnya silakan saja melihat hasil uji yang berskala internasional seperti PISA dan PIRLS. Tolong jangan melihat hasil perolehan piala-piala olimpiade dan sejenisnya tersebut karena itu TIDAK mencerminkan kaulitas pendidikan bangsa melainkan tim atau kelompok sangat kecil yang dilatih secara spartan. “Mengapa Negara-negara lain bisa lebih bagus kualitas pendidikannya dibanding Indonesia?” Mereka jelas lebih serius dalam menata system pendidikan mereka. Mereka jauh-jauh hari sudah meihat betapa pentingnya kualitas pendidikan bagi kemajuan bangsa dan sangat serius menatanya. Malaysia telah memulai reformasi pendidikannya sejak tahun 1970-an. Mereka mengirimkan para guru mereka untuk belajar ke luar negeri selama 5 tahun agar dapat menjadi guruguru berkualitas tinggi. Itulah sebabnya Malaysia mengontrak guruguru Indonesia waktu itu karena para guru mereka memang sedang dikirim untuk belajar di luar ngeri. Lima tahun kemudian mereka memiliki ratusan guru lulusan perguruan tinggi terkemuka dunia. Saya penah bertemu dengan seorang kepala sekolah yang bergelar PhD lulusan UCLA, lulusan London, dan berbagai perti terkenal dunia. Bandingkan dengan kita yang sampai saat ini para gurunya masih lebih dari setengah yang belum lulus S-1. “Mengapa itu bisa terjadi?” Semuanya jelas berpangkal pada kualitas guru. Dunia pendidikan kita memang menghadapi masalah besar dengan kompetensi para gurunya. Saat ini dunia pendidikan kita dilaksanakan oleh mayoritas orang-orang yang tidak kompeten. Menyakitkan tapi memang begitu faktanya. “Bagaimana cara negara-negara lain mereformasi sistem pendidikan mereka?” Mereformasi pendidikan tentunya paling utama adalah dengan mendongkrak mutu gurunya. Tidak ada reformasi


tanpa reformasi mutu guru. Jadi jika Indonesia ingin mereformasi pendidikannya maka harus terjadi reformasi mutu gurunya. Malaysia tidak henti-hentinya mengirim guru-guru mereka untuk terus belajar ke peguruan tinggi terbaik di seluruh dunia. Singapura bahkan mewajibkan setiap sekolahnya untuk mengirim tim kepala seklah dan guru inti untuk mengadakan studi banding ke mana sajadi dunia ini untuk belajar best practice yang ada di sekolah lain di seluruh dunia. Mereka ingin menyerap best practice tersebut karena mereka ingin menjadi negara tujuan pendidikan dunia. “Bagaimana caranya mereformasi guru dengan jumlah sebesar itu? Bukankah katanya ada 2,7 juta guru di Indonesia? Anda benar. Kebangkitan bangsa dan negara Indonesia ini ada di tangan para guru yang semestinya mendedikasikan seluruh hidup dan cita-citanya kepada pembangunan bangsa melalui pendidikan para tunas bangsa. Jangan melihat 2,7 juta guru itu sebagai masalah tapi lihatlah sebagai kekuatan. Dan ada sebesar 2,7 juta guru di seluruh Indonesia yang dapat menjadi guru yang bermutu jika kita mau! Permasalahan bangsa, dan bahkan masalah pendidikan yang begitu kompleks, jelas tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pemerintah, di mana pun di dunia ini. Justru para gurulah, yang jumlahnya 2,7 juta orang, itulah yang sebenarnya memegang kunci solusi dari permasalahan bangsa. Jika para guru tersebut dapat mereformasi dirinya dan menjadi pemimpin lokal di lingkungan masing-masing maka semua permasalahan bangsa akan dapat terselesaikan dengan mudah. “ Apa peran IGI dalam hal ini? Justru di sini peran penting IGI. IGI adalah organisasi profesi guru yang didirikan dan dibangun oleh para guru dan aktivis pendidikan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme para guru itu sendiri agar dapat menjadi pelaku perubahan dalam bangsa. IGI didirikan agar kita, para guru, dapat mengubah diri sendiri tanpa harus bergantung pada pihak lain dan sekaligus menjadi lokomotif penggerak perubahan bagi bangsa. Pihak lain dapat membantu proses perubahan tersebut tapi daya dan keinginan untuk berubah itu harus datang dari diri kita, para guru,sendiri. Kita telah melihat bahwa upayaupaya yang dilakukan oleh pemerintah agar guru dapat menjadi kompeten dan profesional seringkali menjadi mandul justru karena keinginan untuk berubah itu belum muncul dari diri kita, para guru itu sendiri. Motivasi untuk berubah harus datang dari dalam diri kita, para guru sendiri, dan bukan karena didorong-dorong dan dipaksapaksa. Menjadi guru haruslah merupakan pilihan pribadi dan bukan karena keterpaksaan. Oleh sebab itu para guru harus benar-benar hidup dengan pilihannya tersebut atau meninggalkannya sama sekali! Jadi IGI sebagai organisasi profesi guru akan berperan untuk mereformasi pendidikan dengan memfokuskan pada peningkatan mutu guru itu sendiri. Di IGI kami terus menerus melakukan berbagai upaya untuk menggugah guru agar mau berubah, terus menerus melakukan berbagai kegiatan yang bersifat akademik untuk meningkatkanilmu, pengetahuan dan ketrampilan guru dalma mengajar, mengenalkan teknologi dalam pembelajaran, dll. Kami ingin menghidupkan api semangat dalam jiwa para guru Indonesia untuk menjadi guru yang professional. “Apa keuntungan bagi guru yang menjadi anggota IGI?” Dengan menjadi anggota IGI maka jelas mereka telah melaksanakan kewajiban mereka untuk menjadi anggota organisasi profesi. Legalitas IGI jelas menjamin hak-hak mereka sebagai anggota organisasi profesi yang professional. Kami memiliki banyak sekali

skema untuk membantu mereka untuk menjadi guru yang kompeten dan professional. Boleh dikata IGI adalah organisasi profesi paling aktif saat ini. Kami bahkan didukung oleh banyak lembaga dan inbdustri besar dalam menjalankan kegiatan kami ini. Sebuat saja Intel Corp, Telkom, Indosat, Pesona Edu, Pertamina, AXIOO, Acer, dan banyak lagi. Itu semua terwujud berkat hubungan baik kami dengan banyak lembaga yang juga mengharapkan terjadinya reformasi di dunia pendidikan di Indonesia. Dengan menjadi anggota IGI jelas sekali banyak kemudahan dan fasilitas yang akan mereka peroleh yang mungkin tidka bisa ditawarkan oleh organisasi profesi serupa. “ Bagaimana hubungan IGI dengan PGRI (dan organisasi profesi guru lain)? Apakah IGI tidak menjadi saingain bagi PGRI? Apakah tidak akan terjadi kerancuan antara IGI dan PGRI?” Pertanyaan-pertanyaan semacam ini selalu datang baik dari para guru, birokrat maupun dari pengurus PGRI sendiri. Jika hati saya sedang ingin bergurau saya biasanya menjawab,:”Alhamdulillah! Hubungan IGI dan PGRI baik-baik saja” Faktanya kami memang selalu membangun hubungan baik dengan pengurus-pengurus PGRI di manapun kami berada. Tentu saja PGRI dan organisasi guru lainnya tidak bisa menjalankan semua tugas pembinaan dan peningkatan kualitas guru sendirian. Jumlah 2,7 juta guru adalah jumlah yang sangat besar dan peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru adalah tugas yang sangat besar dan kompleks. Tokoh PGRI seperti Prof Surya dan Prof Wardiman justru dengan senang hati mengajak kami untuk membantu mereka di mana pun untuk bersama-sama melaksanakan tugas tersebut. Tugas pembinaan guru itu begitu besar dan PGRI tentu akan senang jika ada organisasi profesi guru lain yang bersedia menggerakkan para guru dari dalam sendiri. Di kota Malang jabatan Ketua IGI justru dipegang oleh Ketua PGRI kota Malang, yaitu Prof DR. Amat Mukhadis dan di Jakarta Ketua PGRI Prop DKI Jakarta Bpk Abdurrohim membuka pintu selebarlebarnya bagi IGI untuk memanfaatkan faslitas yang dimiliki PGRI Prop DKI Jakarta. Kita memang harus bersinergi dan bekerja bahu membahu dalam memecahkan permasalah pendidikan dan bukan saling bersaing ataupun curiga mencurigai. Sudah saatnya bangsa kita mengerahkan seluruh energinya untuk memecahkan masalah bersama dan meninggalkan sikap saling curiga mencurigai yang sungguh menghabiskan energi tersebut. Indonesia bahkan membutuhkan lebih banyak lagi organisasi profesi guru semacam IGI yang dapat mendorong dan menggerakkan guru agar dapat menjadi kompeten dan profesional. “Ada kesan bahwa IGI dimanjakan oleh pemerintah. Apakah ini tidak akan membuat IGI menjadi corong pemerintah belaka?” Tentu saja tidak. Kemendiknas memang sangat respek pada yang IGI lakukan terhadap kemajuan dunia pendidikan, guru khususnya, dan mereka membantu kami jika butuh tempat untuk seminar, rapat, dll. Mendiknas Prof Muhammad Nuh dan Dirjen PMPTK Prof Baedhowi memang selalu bersedia membantu kami dalam berbagai acra kami.Tapi ini tidak berarti kami dimanjakan apalagi akan menjadi corong kebijakan Kemendiknas. IGI bahkan mengirimkan petisi “Hentikan program RSBI dan Ujian Nasional” yang merupakan kebijakan resmi Kemendiknas. Kami memang tidak mau ikut caracara demo yang menurut kami tidak tepat. Semua orang berdemo untuk menyampaikan aspirasinya dan kami ingin menggunakan cara lain yang lebih efektif dan lebih santun. Petisi kami sampaikan langsung kepada Mendiknas dan beliau membacanya benar-benar apa yang kami sampaikan tersebut. Jika Anda bisa berbicara langsung pada pengambil keputusan lantas untuk apa demo-demo segala?*

NOVEMBER 2010 - IGI MEDIA

31





Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.