5 minute read

Resensi Buku

Next Article
Opini

Opini

Hegemoni, Kegagalan Revolusi dan Cerminan Masa Kini

“Kenapa revolusi di dunia Barat menemui kebuntuan? Kenapa kaum proletar di Barat tidak bisa mengambil jalan Bolshevik Rusia? Seorang pemikir asal Italia berusaha menganalisis fenomena ini dengan pengalaman perjuangannya di Italia sebagai dasar analisis–dialah Antonio Gramsci.”

Advertisement

Antonio Gramsci merupakan seorang sekretaris jendral Partito Comunista d'Italia (Partai Komunis Italia) yang lahir di Ales Sardinia, 22 Januari 1891. Dirinya divonis penjara 20 tahun pada 12 Mei 1928 oleh rezim fasis Benito Mussolini. Selama waktunya di penjara itu dirinya menulis karya penting yaitu Prison Notebook. Dalam bab-bab awal buku ini dijelaskan tentang latar belakang kehidupan dan pemikirannya. Dirinya terpengaruh Marxisme dari kakaknya yang merupakan pemimpin lokal kelompok sosialis Cagliari. Darinya pula Gramsci mendapat berbagai macam bacaan tentang politik dan pergerakan, terutama tentang Marxisme yang sedang populer saat itu. Gramsci adalah salah satu pemikir neo-marxis, salah satu pemikirannya yang paling masyhur adalah tentang hegemoni. Menurutnya, "Hegemoni adalah sebuah rantai kemenangan yang didapati melalui mekanisme konsensus ketimbang melalui penindasan terhadap klas sosial lainnya." (hlm 120). Jadi, hegemoni dapat diartikan sebagai penguasaan suatu kelas terhadap kelas sosial lain dengan mekanisme konsensus–dibanding penguasaan melalui kekerasan. Hal tersebut cenderung menekankan pada penguasaan moral intelektual. Kebijakan kenaikan gaji dan pengurangan

HALUAN MAHASISWA EDISI KETIGA

jam kerja dari kaum borjuis merupakan contoh dari hegemoni yang melemahkan semangat revolusi kaum proletar. Gramsci juga mengkritik pernyataan Karl Marx dalam Manifesto Komunis. Bahwa kejatuhan borjuis dan kemenangan proletar tidak dapat dihindari. Dia pun turut menolak pandangan Marx yang determinis, justru menurutnya kaum borjuis secara aktif melakukan usaha-usaha untuk membuat kaum proletar terpana dengan hegemoni budaya kelas borjuis. Hingga kaum proletar menerima keadaan umum tersebut, dengan kata lain kaum borjuis tidak membiarkan diri mereka jatuh.

Taylorisme dan Integrasi Budaya Borjuis

Hegemoni lahir di dalam perusahaan atau pabrik lewat praktik Taylorisme. Paham tersebut mengilhami manusia sebatas mesin belaka. Dengan mekanisme-mekanisme internal yang dapat diadaptasikan dengan kebutuhan-kebutuhan industri modern. Dalam kacamata Gramsci, Taylorisme berusaha melemahkan solidaritas buruh, lewat tiga cara. Pertama, proses produksi pekerja harus terbatas pada tugas-tugas tertentu. Kedua, sikap otomasi mekanis sebagai proses produksi dan penyuapan dalam bentuk insentif agar melunturkan solidaritas para buruh. Ketiga hal tersebut berhasil diterapkan di Amerika Serikat, hasilnya adalah pemangkasan sikap kritis dan kesadaran politik kelas pekerja. Lewat cara-cara tadi, Taylorisme berhasil menetralisasikan pertentangan kelas yang terjadi dalam masyarakat. Merubahnya dari pertentangan kelas menjadi keinginan akan gaji atau upah yang lebih baik. Tanpa disadari inilah yang kemudian disebut integrasi budaya yang memperkuat hegemoni borjuis. Ini juga yang terjadi di Italia saat Ordino Nuovo berkuasa, pabrik Fiat mengadopsi Taylorisme Amerika ke dalam sistem manajemennya. Sehingga sikap kritis dan tematis buruh terpangkas, hanya produktifitas dan keterpanaan pada hegemoni budaya borjuis yang tersisa. Sehingga manusia tidak ada bedanya seperti mesin. Selain itu, hegemoni juga terjadi di lembaga pendidikan, lembaga agama dan media. Sehingga tidak memungkinkan pembangkitkan kesadaran kritis dari kaum buruh. Mekanisme-mekanisme tersebut memperkuat hegemoni budaya dari kaum borjuis.

Negara: Hegemoni yang Diperkuat Kekerasan

“Negara merupakan alat penindasan dari kelas yang berkuasa.” (Karl Marx). Marx menaruh negara pada elemen suprastruktur sementara hubungan produksi atau mode produksi

menjadi basic structure. Gramsci berusaha mendobrak tradisi pemikiran marxisme ortodoks. Di mana basis ekonomi berperan besar menentukan suprastruktur. Menurut pandangannya basis ekonomi dapat menentukan suprastruktur namun masyarakat sipil dan negara juga dapat menentukan ekonomi–dibanding konsepsi hirarkis Marx. Konsep Gramsci mengenai ekonomi, negara dan masyarakat sipil cenderung horizontal atau sejajar. Tidak ubahnya dengan Marx, Gramsci mengartikan negara sebagai alat kekuasaan kelas dominan. Jika sebelumnya dijelaskan hegemoni merupakan kekuasaan dengan dasar konsensus, berbalik dengan negara yang menggunakan kekerasan. Dalam hal ini, dia menyebutnya sebagai negara integral yang memiliki dua ciri yaitu alat-alat kekerasan (koersi) dan alat penegakan hegemoni seperti media, pendidikan, agama dan lainnya. Berbeda dengan negara totaliter yang memiliki unsur paksaan, negara integral masih menyediakan peluang untuk menghasilkan konsesus tanpa paksaan. Walaupun hegemoni umumnya hanya bergerak di bidang budaya dan pada tingkat mempengaruhi kesadaran. Bukan berarti aparat koersi tidak bekerja lagi, justru antara keduanya dapat berjalan seiringan. Dalam konteks negara barat, kebanyakan dari mereka adalah negara integral dengan hegemoni total. Di mana subjeknya sudah terintegrasi dengan sistem yang diinginkan kelas dominan, ini juga berkaitan dengan integrasi budaya borjuis yang membuat buruh terpana. Berbeda dengan Russia yang merupakan negara dengan hegemoni menurun. Ditandai dengan melemahnya hegemoni serta munculnya konsepsi baru yang dibawa Lenin. Jadi, hanya tinggal menunggu momentum saja untuk meruntuhkan hegemoni yang terjadi. Setiap negara memiliki konteks yang berbeda itulah mengapa perjuangannya juga berbeda.

Melawan Hegemoni

Ada masa di mana kekuatan hegemoni berkurang, ketika penguasa mulai kehilangan konsesusnya dan tersisa hanya dominasi dengan kekerasan. Hal tersebut yang Gramsci sebut krisis hegemoni. Terdapat dua penyebab krisis ini terjadi, yaitu kebijakan tidak populer dari kelas penguasa dan peningkatan aktivitas politik kelas proletar. Krisis hegemoni juga tidak selamanya berpaku pada permasalahan ekomomi, namun jika gejalanya serius hal barusan sangat berpengaruh. Di sisi lain untuk merubah suatu krisis menjadi aksi, kesadaran massa harus sudah terbentuk sehingga dapat menghasilkan perubahan yang revolusioner.

HALUAN MAHASISWA EDISI KETIGA

Namun dalam siasat krisis hegemoni terdapat sebuah paradoks, yaitu makin ekstensif perkembangan industri negara kapitalis maju, semakin rendah militansi kaum buruh dan keinginan untuk menjatuhkan kapitalisme" (hlm 171). Dalam menghadapi hal ini, kaum buruh dapat menggunakan dua cara. Pertama, setiap negeri membutuhkan survei yang tepat dalam merencanakan strategi revolusinya, Gramsci menolak pandangan internasionalisme Marx. Dirinya justru mengatakan bahwa partai komunis harus memahami konteks politik yang berbeda dari setiap negara agar bisa membuat rencananya sendiri dalam membangun sosialisme sebagai jembatan menuju komunisme. Kedua, counter-hegemoni dengan membangun budaya-budaya kelas proletar. Hal ini ditujukan sebagai perang posisi kepada hegemoni budaya borjuis sehingga ketika revolusi turwujud. Sudah terdapat budaya-budaya proletar yang menjadi dasar masyarakat.

Refleksi

Secara umum, gagasan hegemoni masih populer dalam ilmu komunikasi hingga hari ini. Konsep hegemoni tidak hanya menjadi basis dari perjuangan revolusioner namun juga dipakai sebagai suatu teori dalam ilmu komunikasi. Gagasan hegemoni juga tidak sepenuhnya harus ditanggapi sebagai sesuatu yang buruk, bahkan hegemoni ini bisa dikatakan gagasan netral yang konsepnya bisa dipakai di mana saja antara baik maupun buruk. Hingga saat ini, kita masih sering melihat bentuk-bentuk hegemoni dalam kehidupan sehari-hari. Banyaknya informasi yang bertebaran di dunia maya dapat dimanfaatkan sekelompok orang untuk mencapai hegemoni atas suatu kaum. Misal saja fenomena buzzer yang menebarkan banyak informasi (flooding information) tentang keunggulan suatu Rancangan Undang-Undang (RUU). Orang-orang di media sosial yang terjebak dalam suatu bentuk kesamaan hanya akan menemukan informasi dari buzzer tersebut tanpa ada sanggahan dari pihak lain. Sehingga mereka terhegemoni dan bisa disetir kearah yang diinginkan buzzer tersebut.

Identitas Buku Judul: Antonio Gramsci Negara dan Hegemoni Penulis: Nezar Patria dan Andi Arief ISBN: 979-9075-66-1 Tahun: 2015/cetakan IV Penerbit: Pustaka Pelajar Hlm: 195

Penulis: Izam Komaruzaman Editor: Abdul

This article is from: