Banjarmasin Post Sabtu, 25 Januari 2014

Page 12

Aspirasi

12 TAJUK

Tapal Batas yang Tak Juga Tuntas TAPAL batas --biasa juga disebut tata batas- ternyata masih menjadi problem yang belum juga tuntas di Banua ini. Data dari Biro Tata Pemprov (Biro Tapem) dari 16 persoalan tata batas hanya tujuh yang berhasil diselesaikan. Sisanya masih menunggu Peraturan Menteri Dalam Negeri. Anehnya, hampir semua kabupaten dan kota di Kalsel bersengketa soal tata batas itu. Bahkan, ada satu daerah yang bersengketa dengan dua daerah lain yang menjadi tetangganya. Setelah diteliti, timbul persoalan tata batas itu ternyata ujung-ujungnya adalah sumber daya alam. Daerah yang umumnya jadi rebutan adalah kawasan yang diyakini memiliki potensi pertambangan, terutama batu bara. Tidak kunjung tuntasnya persoalan tata batas ini, menandakan kita terlalu terpaku kepada pendirian masing-masing, tanpa mendahulukan musyawarah dan mufakat. Padahal, jika kita selalu menjunjung tinggi semboyan jangan bacakut bapadaan, yang artinya tidak perlu berselisih antarkita, tentu persoalan ini tidak perlu sampai ke Mendagri. Kita harus sadar, berlarut-larutnya penyelesaian tata batas bukannya untung yang didapat. Justru sebaliknya kerugian yang akan diderita. Memang bukan pejabat daerah itu yang merasakan kerugian secara langsung, namun warga daerah yang menjadi rebutan itu yang merasakan akibatnya. Kerugian pun beragam. Misalnya, ketertinggalan dalam pembangunan. Karena dianggap daerah status quo tentu tidak ada pihak yang berwenang melakukan pembangunan. Kerugian lain adalah urusan administrasi pun menjadi ribet. Persoalan kartu tanda penduduk saja, akan membingungkan warga ke mana dan pemerintahan mana yang berwenang menerbitkan identitas mereka tersebut. Tentu masih belum hilang dari ingatan me-

reka, terhentinya pembangunan sebuah sekolah dasar di Kampung Sungai Tabuk, Dusun Imban, Bentok Darat, Kecamatan Batibati, garagara sengketa tapal batas. Pemkab Tanahlaut yang yakin kawasan itu merupakan wilayah mereka membangun sebuah sekolah dasar. Namun, Pemkab Banjar yang juga yakin kawasan itu wilayah mereka, menolak pembangunan gedung sekolah itu. Lalu siapa yang dirugikan.Tentu jawabannya adalah masyarakat. Mereka belum tentu tahu lokasi pembangunan itu adalah kawasan sengketa. Bagi warga yang penting mereka bisa hidup damai dan semua urusan lancar. Becermin dari beragam masalah yang timbul akibat sengketa tapal batas itu, sebaiknya pengambil kebijakan daerah yang bersengketa kembali duduk bersama dengan satu tekad segera menyelesaikan masalah untuk kepentingan rakyat. Sebenarnya persoalan itu tidak akan muncul jika masing-masing pihak menghormati keputusan yang telah dikeluarkan pemerintah terdahulu. Bukankah, soal tapal batas itu telah tercantum dalam Peta Rupa Bumi (RPB) Indonesia. Kenapa kita tidak kembali saja ke RPB untuk melihat tapal batas yang sebenarnya. Jika kita tidak mampu menyelesaikan persoalan tapal batas ini, tentu mimpi untuk bersama-sama membangun banua sulit itu terwujud. Sebab bisa jadi pembangunan itu pada akhirnya akan terbentur di persoalan tapal batas. Bukankah kita berkeinginan mewujudkan impian Banjar Bakula, yakni pembangunan kawasan strategis provinsi (KSP) Kalsel yang mencakup Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, serta sebagian Kabupaten Barito Kuala, dan Tanahlaut. Jika ingin melaksanakan progam ini, sebaiknya benahi dulu masalah tata batas, sehingga tidak terjadi benturan di kemudian hari. (*)

SUARA REKAN

Rekayasa Cuaca Plus Perilaku BEBERAPA hari lalu, pemerintah Indonesia memutuskan melakukan rekayasa cuaca melalui teknologi modifikasi cuaca (TMC). Tujuannya tiada lain untuk mengurangi intensitas hujan yang makin tinggi sehingga bisa mencegah banjir. Terutama mengurangi curah hujan di ibukota Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Pada Selasa (21/1) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memulai langkah TMC tersebut. Namun biaya untuk mengubah cuaca tersebut cukup besar hingga mencapai Rp 20 miliar yang ditanggung pemerintah pusat. Wagub DKI Jakarta Basuki Cahaya Purnama sangat mengapresiasi bantuan tersebut, karena menurutnya lebih baik mengeluarkan Rp 20 miliar ketimbang merugi Rp 20 triliun akibat banjir yang terus menerus. Kendati sangat mahal, Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan, BPPT, F Heru Widodo, mengklaim selama lima hari melakukan TMC, curah hujan berkurang 22 persen. Biasanya curah hujan rata-rata di Jakarta per hari selama lima hari terakhir sekitar 129 mm. Namun, dengan modifikasi cuaca, curah hujan bisa ditekan hingga sekitar 106 mm. Sebaliknya beberapa ahli menilai keberhasilan TMC sulit dipastikan. TMC intinya mencegah atau mengurangi hujan jatuh di tempat yang diinginkan, namun TMC tidak bisa mengontrol pergerakan awan, sehingga bisa saja hujan turun lebih lama. Apa pun usaha yang dilakukan pemerintah, tentu patut diapresiasi untuk mencegah banjir lebih besar.TMC bisa saja efektif, namun itu berlaku untuk jangka pendek. Sementara untuk pencegahan banjir di masa mendatang pemerintah harus punya rencana jangka panjang. Salah satu yang bisa dilakukan adalah kembali melakukan pengawasan dan menegakan aturan dengan ketat. Rekayasa perilaku manu-

sia di muka bumi ini lebih penting. Pasalnya, manusia merupakan salah satu pelaku utama yang secara langsung dan tidak langsung menyebabkan banjir dan bencana lainnya. Rekayasa perilaku bisa dilakukan dari hal terkecil seperti kebiasaan membuang sampah. Bekas bungkus permen, bekas rokok dan bungkusan kecil lainnya dengan mudah kita temui di mana saja. Ini memang kecil, namun ketika semua tersapu dan berkumpul di satu tempat bisa jadi bakal menjadi masalah tersendiri. Selain menjadi sumber penyakit, tumpukan sampah bakal menyumbat aliran air yang mengakibatkan banjir. Bukan itu saja, perilaku pejabat kita pun harus direkayasa ulang. Kebiasaan memberikan izin dengan mudah terhadap pembangunan perlu dievaluasi. Di setiap daerah biasanya ada aturan untuk membangun dengan rasio 70 persen bangunan dan 30 persen ruang terbuka. Pada kenyataannya, itu hanya aturan di atas kertas karena banyak sekali rumah-rumah dan gedung tak memiliki ruang terbuka. Hal ini tentu bakal menjadi masalah karena resapan air berkurang yang tentunya bakal mengakibatkan air tertahan ketika hujan tiba. Untuk itu, baik pemerintah maupun masyarakat sudah seharusnya instrospeksi diri terhadap perilaku yang sudah dilakukannya. Mengubah perilaku memang tak mudah, namun bukan tak mungkin untuk diubah. Hal itu bisa dilakukan jika semua sungguh-sungguh memulainya. Tak perlu menunggu orang lain untuk sadar berperilaku baik, jika bisa dilakukan sendiri tak ada salahnya untuk segera dibenahi. Jadi, mari melakukan sesuatu yang terbaik yang dimulai dari diri sendiri. Syukur-syukur jika apa yang kita lakukan dapat memberi teladan yang baik bagi generasi mendatang. Percayalah segala kebaikan yang kita kerjakan pasti akan mendapat balasan yang lebih baik. (*)

Homepage: http//www.banjarmasinpost.co.id Penerbit SIUPP

: PT Grafika Wangi Kalimantan : SK Menpen No. 004/SK MENPEN/ SIUPP/A.7/1985 tgl 24 Oktober 1985 Sejak Tanggal : 2 Agustus 1971 Direktur Utama : Herman Darmo

e-mail : redaksi@banjarmasinpost.co.id Pemimpin Umum : HG (P) Rusdi Effendi AR Pendiri : Drs H J Djok Mentaya (1939-1994) Drs H Yustan Aziddin (1933-1995) HG (P) Rusdi Effendi AR

Banjarmasin Post Group Pemimpin Redaksi: Yusran Pare Wakil: Harry Prihanto Redaktur Pelaksana: Dwie Sudarlan Manajer Peliputan: Elpianur Achmad Asisten Manajer Peliputan : R Hari Tri Widodo Manajer Produksi: M Taufik Redaktur Eksekutif: Muhammad Yamani (Banjarmasin Post/Online), Mulyadi Danu Saputra (Metro Banjar), Irhamsyah Safari (Serambi UmmaH), Manajer Redaksi: Irhamsyah Safari Wakil: Agus Rumpoko Redaktur: Sigit Rahmawan A, Syamsuddin, Alpri Widianjono, Kamardi, Mahmud M Siregar, Aya Sugianto, Sofyar Redhani, M Royan Naimi, Siti Hamsiah. Asisten: Sudarti , Halmien Thaha, Murhan, Anjar Wulandari, Ernawati,Idda Royani, Mohammad Choiruman, Budi Arif RH. Staf Redaksi: Umi Sriwahyuni, Eka Dinayanti, Hanani, Burhani Yunus, AM Ramadhani, Syaiful Anwar, Syaiful Akhyar, Khairil Rahim, Ibrahim Ashabirin, Sutransyah, Faturahman, Irfani Rahman, Jumadi, Edi Nugroho, Doni Usman, Mustain Khaitami (Kabiro), Hari Widodo, Ratino, M Risman Noor, Salmah, Rahmawandi, M Hasby Suhaily, Helriansyah, Didik Triomarsidi (Kabiro), Nia Kurniawan, Mukhtar Wahid, Rendy Nicko Ramandha, Restudia, Yayu Fathilal, Aprianto, Frans, Nurholis Huda. Fotografer: Donny Sophandi, Kaspul Anwar. Tim Pracetak: Syuhada Rakhmani (Kepala), M Syahyuni, Aminuddin Yunus, Syaiful Bahri, Edi Susanto, Sri Martini, Kiki Amelia, Rahmadi, Ibnu Zulkarnain, Achmad Sabirin, Rahmadhani, Ahmad Radian, M Trino Rizkiannoor, M Denny Irwan Saputra, Samsudi. Biro Jakarta: Febby Mahendra Putra (Kepala), Domuara Ambarita, Murdjani, Antonius Bramantoro, Budi Prasetyo, Fikar W Eda, FX Ismanto, Johson Simandjuntak, Rahmat Hidayat, Yulis Sulistyawan, Choirul Arifin, Hendra Gunawan, Sugiyarto

Pemimpin Perusahaan: A Wahyu Indriyanta General Manager Percetakan: A Wahyu Indriyanta Asisten General Manager Percetakan : Suharyanto Wakil PP (Bidang Humas dan Promosi): M Fachmy Noor Manajer Iklan : Helda Annatasia (08115803012) Manajer Sirkulasi : Alamat: Gedung HJ Djok Mentaya, Jl AS Musyaffa No 16 Banjarmasin 70111, Telepon (0511) 3354370 Fax 4366123, 3353266, 3366303 Bagian Redaksi: Ext 402-405 ; Bagian Iklan: Ext. 113, 114 Bagian Sirkulasi: Ext. 116, 117 Pengaduan Langganan: 08115000117 (0511) 3352050 Biro Jakarta-Persda: Redaksi, Jl Pal Merah Selatan No 12 Lantai II Jakarta 10270, Telp (021) 5483008, 5480888 dan 5490666 Fax (021) 5495358 Perwakilan Surabaya: Jl Raya Jemursari 64 Surabaya, Telp (031) 8471096/ 843428, Fax (031) 8471163 Biro Banjarbaru: Jl Mister Cokrokusumo Kav 15-17 Widya Chandra Utama, Cempaka, Kota Banjarbaru Telp (0511) 4780355 Fax (0511) 4780356, Biro Palangka Raya: Jl RTA Milono Km 1,5 Palangka Raya, Telp (0536) 3242922 Tarif Iklan: zDisplay Umum: Hitam Putih (BW): Rp 22.500/mmk Berwarna (FC): Rp 45.000/mmk zDisplay Halaman 1: Hitam Putih (BW): Rp 45.000/mmk Berwarna (FC): Rp 90.000/mmk zIklan kolom/Duka Cita: Hitam Putih (BW): Rp 15.000/mmk Berwarna (FC): Rp 30.000/mmk zIklan Kuping: (FC) Rp 100.000/mmk zIklan Baris: (FC) Rp 20.000/baris: (BW): Rp 15.000/baris zIklan Satu Kolom : (FC)Rp 30.000/mmk, (BW): Rp15.000/mmk Catatan: Harga belum termasuk PPN 10%. Harga Langganan: Rp 75.000/bln Percetakan: PT Grafika Wangi Kalimantan Alamat: Lianganggang Km 21 Landasan Ulin Selatan Banjarbaru Telepon (0511) 4705900-01 Isi di luar tanggung jawab percetakan Setiap artikel/tulisan/foto atau materi apa pun yang telah dimuat di harian “Banjarmasin Post” dapat diumumkan/dialihwujudkan kembali dalam format digital maupun nondigital yang tetap merupakan bagian dari harian “Banjarmasin Post”.

Penasihat Hukum: DR Masdari Tasmin SH MH

WARTAWAN “BANJARMASIN POST GROUP” SELALU DIBEKALI TANDA PENGENAL DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APA PUN DARI NARASUMBER.

Banjarmasin Post SABTU 25 JANUARI 2014

Negeri Gizi Buruk (Memperingat Hari Gizi Nasional 25 Januari 2014) i sejumlah daerah negeri ini, dari Sabang sampai Merauke, kita sering dikagetkan dengan banyaknya bayi di bawah usia lima tahun (balita) terkena penyakit gizi buruk (baca: realitas). Misalnya, Aceh dengan angka 10,7 persen, NTT (9,4 persen), NTB (8,1 persen), Sumatera Utara (8,4 persen), Sulawesi Barat (10 persen), Sulawesi Tengah (8,9 persen), dan Maluku (9,3 persen). Ada juga provinsi yang kasus gizi buruk maupun kurang gizinya cukup tinggi. Yakni, NTT, NTB, Sulteng, dan Maluku. Sedangkan 40 anak di Kampung Koya, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua, juga menderita gizi buruk (tabloidjubi.com). Mereka berbadan kurus kerempeng dan berpenyakitan sebagai efek domino penyakit gizi buruk tersebut. Para balita mengalami kesehatan yang buruk, sehingga tidak bisa menjalani hidupnya secara normal dan justru berada dalam titik nadir hidup yang mengkhawatirkan. Mereka tidak bisa menjadi anakanak yang berbadan sehat. Biasanya, hal tersebut menimpa mereka lantaran tidak mendapatkan makanan yang sehat dan menyehatkan. Kadar protein yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsinya sangat minimalis dan berada di angka nol. Sangat wajar, bila makanan yang masuk ke tubuhnya pun tidak memberikan dampak positif bagi perkembangan dan kemajuan seluruh sel tubuhnya untuk menjadi sehat. Bahkan, hal demikian juga dipicu oleh tiadanya minuman yang mengandung zat-zat vitamin yang dapat memberikan kesegaran dan kesehatan. Minumannya sangat jauh dari kadar-kadar vitamin. Belum lagi, air yang digunakan untuk diminum juga berasal dari air yang tidak bersih, karena sumbernya pun tidak bersih. Karena itu, sangat dimungkinkan, hal demikian pun menghambat kemajuan kesehatan para bayi. Lebih ironis lagi, itu juga didukung kuat oleh lingkungan (sanitasi) yang tidak bersih, sehingga menyebabkan sirkulasi udara di mana bayi itu tinggal tidak memberikan kadar kesehatan menyehatkan. Mereka juga tinggal di tempat yang udaranya sangat pengap dan justru penuh dengan polusi kotoran-kotoran

D

Oleh Moh Yamin Dosen di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

sekitar. Sebut saja, banyaknya sampah berserakan di daerah sekitar tempat tinggal bayi, sungguh menjadi ancaman terberat bagi timbulnya banyak penyakit serta merusak kesehatan. Sampah berserakan berpotensi untuk menimbulkan penyakit-penyakit tak terduga yang bisa menggangu kesehatan tubuh bayi. Diakui atau tidak, ini adalah sebuah keniscayaan di lapangan. Yang jelas, realitasrealitas mengenaskan semacam itu merupakan potret yang dapat memperkeruh epidemi gizi buruk. Ini, tentu saja sangat rentan untuk menjadi bayi-bayi bermasa depan muram dan suram. Tidak bisa menjadi anak-anak sehat Indonesia di masa mendatang. Ironisnya, pemerintah di bawah kendali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama ini cenderung tidak memiliki kepedulian yang tinggi untuk memberantas epidemi gizi buruk dengan segala konsekwensi buruknya. Bila ada penanganan pun, itu hanya bersifat reaksioner. Dalam konteks tersebut, pemerintah mencoba melakukan pemberian jenis makanan dan minuman sehat terhadap para balita di sejumlah daerah negeri, karena saat itu sedang marak diperbincangkan media massa, pengamat sosial dan lain seterusnya. Melakukan distribusi makanan dan minuman sehat secara gratis secara besarbesaran untuk menanggulangi gizi buruk pun, dilakukan dengan sedemikian masif dan terpadu. Ada kekhawatiran, bila itu tidak dilakukan, citra politik pemerintah di depan masyarakat akan anjlok. Dengan kondisi demikian, sikap

membantu rakyat pun menjadi politis demi kepentingan tertentu, tidak secara tulus hati berbuat untuk kesehatan anakanak Indonesia. Yang jelas pula, terlepas berbau politis atau tidak politis, pemerintah sangat tidak serius dan mendalam menyelesaikan persoalan gizi buruk yang sudah menimpa kesehatan anak-anak negeri ini. Etos kerja tinggi pemerintah untuk meningkatkan perbaikan kesehatan di bangsa ini ibarat panggang jauh dari api. Selalu terhambat dengan kepentingan-kepentingan lain yang tidak berkaitan langsung terhadap kepentingan rakyat. Sebut saja, pemerintah lebih tertarik mengurusi persoalan politik kekuasaan, jabatan dan lain seterusnya. Ini sangat ironis. Ternyata, elit-elit lapis di negeri ini yang didapuk sebagai pelayan rakyat justru lebih gandrung mementingkan urusan-urusan sektarian tertentu. Tidak ada niatan politik suci untuk bekerja demi rakyat di bangsa ini.

Ironisnya, pemerintah di bawah kendali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama ini cenderung tidak memiliki kepedulian yang tinggi untuk memberantas epidemi gizi buruk dengan segala konsekwensi buruknya. Oleh karena itu, tatkala persoalan gizi buruk sudah mendarah daging di bangsa ini, sudah sewajarnya bila pemerintah mau kembali mengetuk hati dan membuka diri demi berbuat untuk bangsa Indonesia ke depan. Menyelamatkan kesehatan anakanak Indonesia harus menjadi agenda utama yang harus segera dilakukan. Jangan selalu tertunda dan ditunda karena sebuah kepentingan golongan dan pribadi an sich. Salah satu tujuan pelaksanaan Millennium Development Goals (MDGs) 2015 adalah terbentuknya masyarakat Indonesia yang sehat. Sebab dengan terwujudnya kese-

hatan, maka penyakit gizi buruk tidak akan merealitas. Anak-anak Indonesia akan bisa menjalani hidup dan kehidupannya secara wajar dan normal serta kondusif. Anakanak negeri yang masih duduk di bangku sekolah pun akan terhindar dari penyakit gizi buruk, sehingga mereka pun akan lebih nyaman dalam belajar, menuntut ilmu. Penuntasan Terpadu Persoalan gizi buruk akan tuntas diselesaikan bila pemerintah memberikan pendidikan hidup sehat kepada seluruh masyarakat, termasuk bagaimana mengurusi para bayinya. Ini sebuah terobosan penting yang harus segera digelar. Menggerakkan dinas kesehatan sebagai pelaksana utama serta lembaga-lembaga pemerintahan lain sebagai pendukung, sudah semestinya untuk dilakukan. Meningkatkan taraf hidup masyarakat, seperti dibukanya akses lapangan pekerjaan pun wajib dilakoni. Sebab, adanya lapangan pekerjaan, ini akan membawa kemudahan untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan per bulannya. Masyarakat juga akan bisa memanfaatkan hasil pendapatannya untuk membeli makanan dan minuman sehat bagi para bayinya. Ini kemudian ditambah oleh anggaran kesehatan yang besar di pos kesehatan, baik dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN) maupun anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), agar pelayanan kesehatan bagi masyarakat dapat terlayani secara maksimal dan optimal. Pertanyaannya adalah apakah hal tersebut dilakukan pemerintah? Sepertinya masih ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Anggaran lebih banyak tersedot pada kepentingan birokrasi ketimbang kepentingan nasib rakyatnya. Inilah yang kemudian disebut sebagai negeri gizi buruk. Sebab negara sudah kehilangan komitmen dan kepedulian politiknya demi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Ke depan, “UUD ’45 pasal 28H ayat (1) yang berbunyi; setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan perlindungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memeroleh pelayanan kesehatan” perlu menjadi landasan gerak para elite dalam bekerja untuk menuntaskan gizi buruk di negeri tercinta ini. (*)

Tulisan Opini bisa dikirim ke email: redaksi@banjarmasinpost.co.id (Maksimal 5.000 karakter tanpa spasi). Sertakan nama, alamat lengkap, nomor telepon, nomor rekening dan fotokopi (KTP). Opini yang terbit akan kami berikan imbalan ke nomor rekening penulis. Terima kasih. Artikel yang masuk batas waktu pemuatannya maksimal dua minggu.

UU Minerba Diberlakukan, Setujukah Anda?

Saatnya Jadi Tuan di Negeri Sendiri BUMI, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Itulah kalimat sakral yang terkandung dalam UUD 1945. Namun, kesakralan kalimat ini menjadi tidak bermakna tatkala kalimat itu ditafsirkan menjadi “... dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh (penguasa)

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar (mengatasnamakan) kemakmuran rakyat... (untuk kepentingan pribadi dan keuntungan pengusaha asing)”. Bom ekspor kayu mentah/gelondongan di masa lalu yang menuai banjir di mana-mana, seharusnya menjadi pelajaran berharga. Kayu habis, tanah subur terkikis, rakyat tak kuasa lagi menahan tangis.

Undang Undang Minerba perlu disikapi secara bijak agar para pengusaha pribumi bisa menjadi tuan di negeri sendiri. Para pengambil kebijakan harus mampu mendorong bangsa ini untuk bisa berdiri di atas kaki sendiri. Jangan justru bersikap sinis dan munafik dengan selalu mengatakan; kita belum siap dan perlu waktu panjang untuk alih teknologi. (*)

H Muhammad Arsyad Pensiunan PNS/Widyaiswara Pemprov Kalsel

Bikin Investor Gigit Jari

Muhammad Iqbal Khatami Siswa SMAN 1 Takisung

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya secara resmi memberlakukan Undang Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Undang Undang itu mengatur larangan ekspor mineral dalam bentuk mentah. UU tersebut mulai berlaku pada Minggu, 12 Januari 2014 pukul 00.00 WIB. Layaknya inovasi baru, pasti menimbulkan kontra dan pro di tengah masyarakat Indonesia tentunya. Pro dan kontra tersebut muncul karena UU tersebut menimbulkan dampak positif serta negatifnya.

sebenarnya banyak manfaat yang ditimbulkan UU ini menyangkut masalah, seperti usaha pertambangan yang belum menyejahterakan rakyat, bahkan sebaliknya hanya menyejahterakan investor asing. Banyak uang lari ke luar negeri, sementara rakyat lokal kita kehilangan mata pencarian. Selain itu, masalah yang timbul sebelum UU ini adalah terkait dengan masalah tambang, marak korupsi dan manipulasi pajak, kapasitas produksi, pendapatan negara dan lain-lain yang menimbulkan ketidakadilan sosial. Dan,

masih banyak masalah lainnya. Diharapkan, UU baru inilah yang dapat mengatasi masalah-masalah tersebut. UU ini sangat pro republik dan pro rakyat, karena mengemban visi misi mengenai pengatasan masalah-masalah pertambangan. Penerapan UU tersebut tentu bikin investor asing gigit jari, karena hasil tambang akan diolah dulu sebelum diekspor. UU ini sangat tepat diterapkan di Indonesia. Jika diterapkan dari dulu, tentu sektor pertambangan Indonesia akan lebih baik lagi. (*)

Tema berikutnya: TKI Kita Kembali Disiksa, Menurut Anda? SAMPAIKAN komentar Anda maksimal 500 karakter secara santun ke redaksi@banjarmasinpost.co.id, disertai salinan kartu identitas diri dan foto (mohon jangan pasfoto). Komentar terbaik untuk tiap minggunya, mendapat kenang-kenangan manis dari BPost. Jadi, saatnya Anda bicara demi kebaikan bersama.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.