Banjarmasin Post edisi cetak Sabtu 27 Agustus 2011

Page 37

38 Mimbar Opini

Banjarmasin Post SABTU 27 AGUSTUS 2011

Balik ke Hulu

TAJUK

Menteri Sekutu AS WIKILEAKS, sebuah situs yang punya spesialisasi pembocor dokumen intelejen, kembali bikin sensasi. Sebuah kawat dokumen rahasia Dubes AS Cameron Hume, kembali dirilis dan diunduh secara bebas di dunia maya. Kali ini Wikileaks membeber Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono yang sebagian besar disebutnya adalah sekutu Amerika Serikat. Tentunya sosok-sosok itu sangat disukai oleh Washington DC yang memang memiliki banyak kepentingan di Indonesia. Sejumlah nama menteri populer selama ini memang dikenal sangat dekat dan potensial menjadi sekutu Amerika Serikat. Setidaknya, seperti kawat diplomatik milik Kedubes AS di Jakarta yang dirilis Wikileaks, menteri-menteri itu tersebar di bidang ekuin, kesra dan polhukam. Kawat diplomatik Duta Besar AS Cameron Hume kepada pimpinannya di Gedung Putih itu dirilis di laman WikiLeaks, Kamis (24/8) lalu. Ini, bukan kali pertama Wikileak membocorkan kawat-kawat diplomatik tersebut. Beberapa waktu lalu, ratusan dokumen Kedubes AS di Jakarta juga dibocorkan WikiLeaks. Yang menarik, satu menteri yang dielus-elus Amerika Serikat adalah Menteri Lingkungan Hidup Gusti M Hatta. Pakar kehutanan asal Kalimantan Selatan ini dinilai negara Uncle Sam sebagai akademisi terhormat --yang diharapkan fokus pada isu perubahan iklim. Hatta menjadi sosok penting, mengingat dia berperan penting mulusnya program pengurangan emisi gas karbon dari deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia. Untuk masalah lingkungan ini, Indonesia mendapat bantuan miliaran dolar dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Fakta bahwa Amerika Serikat punya kepentingan di Indonesia, sulit untuk dibantah. Dan itu pun suatu yang sangat wajar. Bukan hanya negara adikuasa itu saja, ada banyak kepentingan negara asing lainnya yang ikut bermain di sini. Hanya saja, kepentingan asing yang bermain di Indonesia sebagian besar sangat tidaklah adil. Mereka mengeksploitasi alam dan tidak untuk hajat hidup orang banyak di Indonesia tetapi

dikeruk ke luar negeri. Data Wikileaks secara gamblang menggambarkan sosok kabinet Presiden SBY-Boediono lebih pro Amerika Serikat. Tidak salah memang kalau kemudian para elite politik menyindir pemerintahan SBY sebagai rejim neolib (neolibralisasi). Pada Pemilu Presiden 2009 silam, ‘neolib’ memang menjadi merek dagang lawan-lawan politik SBY di pasar politik negeri ini. Meski SBY sendiri mengaku tidak mengerti stigma neolib yang ditudingkan kepadanya. Suka tidak suka, sebuah negara dengan sistem ekonomi terbuka tentu harus pula berhadapan dengan pasar bebas. Dalam konteks ini, Indonesia sulit untuk tidak menjadi bagian dari sistem pasar bebas. Dan, faham neolibs sebagai reinkarnasi dari sistem ekonomi libralisme saat ini memang telah menguasai sistem perekonomian dunia. Secara kasat mata, memang sulit untuk tidak mengatakan tim ekonomi pemerintahan Yudhoyono melepas sistem neolib melalui ‘Washington Consensus’. Hatta Rajasa selaku Menko Koordinator Perekonomian enggan berkomentar soal dokumen kawat diplomatik Kedubes Amerika Serikat yang dibocorkan Wikileaks. Nama Hatta Radja berada di barisan terdepan yang di dalam dokumen itu Dubes Cameron Hume sebagai sekutu paling menjanjikan bagi AS. Rekam jejak Hatta Radjasa dalam priode reformasi juga masuk ponten biru dari para pengambil kebijakan di Washington DC. Selain Hatta, beberapa menteri yang dianggap sekutu AS oleh Hume adalah Menko Polkam Djoko Suyanto, mantan Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menkes Endang Rahayu Sedyaningish, Menteri LH Gusti M Hatta, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa serta Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. Kebenaran dokumen di laman Wikileak itu masih sulit dikatakan kesahihannya. Soalnya, Wikileaks dikenal suka bersensasi dan membuat banyak pemimpin negara garuk-garuk kepala. Meski sebenarnya kepala itu tidak gatal.(*)

SUARA REKAN

Mudik Aman dan Nyaman PARA perantau dari berbagai wilayah di Indonesia hari-hari ini tengah bersiap pulang ke daerah asal untuk menyongsong lebaran. Berbagai bandara, terminal, stasiun, dan pelabuhan mulai dipadati aliran para pemudik. Mudik sudah menjadi tradisi tahunan yang mengakar di Tanah Air. Bagi masyarakat Indonesia merayakan Idulfitri bersama keluarga merupakan pengalaman lahir batin yang tak tergantikan. Orang pun rela menyisihkan sebagian penghasilannya, menabung rupiah demi rupiah, agar bisa berlebaran bersama keluarga besar di kampung halaman. Perjalanan mudik lebaran tak pelak menjadi urusan nasional. Tidak hanya para pemudik yang berlelah-lelah melakukan perjalanan lintas wilayah, pemerintah dan banyak pihak turut serta terlibat dalam kesibukan mengatur pergerakan massa dalam jumlah puluhan jutaan manusia ini. Warga Bangka Belitung yang merantau ke berbagai daerah, bahkan mancanegara, mulai berdatangan mudik ke Negeri Serumpun Sebalai. Sebaliknya, para perantau dari berbagai daerah yang mencari nafkah di Babel juga mulai memadati bandara dan pelabuhan di Babel untuk pulang kampung ke tempat mereka berasal. Senin (22/8/2011) sebagian pemudik yang berbondong-bondong datang ke Pelabuhan Pangkalbalam, Pangkalpinang, kebingungan lantaran tiket kapal roro tujuan Jakarta yang hendak mereka tumpangi harganya melejit di atas harga normal. Tak hanya itu, tiket kapal pun tiba-tiba sulit dicari. Kondisi ini tentu mengesalkan. Jamak terjadi pada masa-masa ramai penumpang, seperti pada saat menjelang lebaran, tiket angkutan harganya

naik. Para penumpang pada dasarnya memaklumi kenaikan harga tiket ini. Asalkan saja kenaikan tarif masih dalam tahap wajar. Di samping itu para pemudik tentu tak mau menghadapi persoalan kelangkaan tiket. Dalam hal ini pemerintah bertanggungjawab mengawasi penerapan harga dan penyaluran tiket semua model angkutan. Pertimbangannya tentu saja adalah tarif yang tetap terjangkau masyarakat dan tiket mampu disalurkan bebas dari praktik percaloan. Tiket angkutan mudik sebaiknya jangan bersandar pada permainan penawaran dan permintaan. Layaknya tarif tiket penerbangan yang ditentukan batas atasnya, mode tranportasi darat dan laut pun semestinya menerapkan hal serupa.Bukannya dilepas begitu saja tanpa ada kejelasan batasan harga tiket. Jikapun operator transportasi sudah menetapkan harga resmi lalu kemudian harga tiket membumbung, tentu patut dicurigai ada ketidakberesan mewarnai distribusi tiket. Kita berharap para pemudik tidak terbebani harga tiket yang naik tak wajar. Apalagi kenaikan biaya transportasi berpengaruh terhadap inflasi. Beban inflasi ini nantinya akan ditanggung masyarakat. Pemerintah, operator wahana perhubungan, serta masyarakat juga mesti mencermati kelayakan sarana transportasi yang dipergunakan para pemudik. Jangan sampai alat transportasi yang kondisinya tak layak melayani angkutan lebaran tetap saja lolos untuk dioperasikan, hanya karena pengusaha angkutan tergiur melihat banyaknya calon penumpang. Nyawa manusia menjadi pertaruhannya. Kita berharap mudik lebaran tahun ini berjalan aman, nyaman dan selamat sampai tujuan. (*)

Homepage: http//www.banjarmasinpost.co.id Penerbit SIUPP

: PT Grafika Wangi Kalimantan : SK Menpen No. 004/SK MENPEN/ SIUPP/A.7/1985 tgl 24 Oktober 1985 Sejak Tanggal : 2 Agustus 1971 Direktur Utama : Herman Darmo

e-mail : redaksi@banjarmasinpost.co.id

WAJAH Susilo Bambang Yudhoyono tampak serius di antara para pejabat, di tepi jalan raya Lingkar Nagreg, Kabupaten Bandung. Di tempat terpisah, Boediono tampak di Stasiun Senen, Jakarta yang hiruk pikuk. ari-hari ini luapan warga Jakarta yang akan pulang kampung, mulai membesar, mendesak lorong-lorong terminal, stasiun, pelabuhan, dan bandar udara. Presiden dan Wakil Presiden ikut mudik? Tentu tidak. Kehadirannya di tempat itu untuk mengecek langsung persiapan aparatnya melayani rakyat. Maklum, rakyat Indonesia sudah telanjur bertumpuk di hilir, tempat segala persoalan kehidupan bermuara. Dan, lebaran adalah saat yang selama ini dianggap paling tepat untuk kembali ke udik. Entah sekadar untuk melepas rindu kampung halaman, atau karena secara naluriah manusia memerlukan kegiatan semacam menyusu kembali pada puting kehidupan asal-mula di hulu kultur, mudik pun kemudian jadi ritus yang membudaya. Itulah yang hari-hari ini dapat disaksikan di berbagai pusat kota. Besar maupun kecil. Dari kota terbesar seperti Jakarta, manusia Indonesia, mengalir balik ke kotakota yang lebih kecil. Penduduk dari kota yang lebih kecil, sebagian mengalir juga ke kota yang lebih kecil lagi, ke ‘kota’ kecamatan, dan seterusnya, terus sampai ke dusun di paling ujung, tempat mereka berasal. Oleh karena itu semua potensi, berbagai sarana dan fasilitas pendukung dipersiapkan sedemikian rupa oleh pemerintah agar mereka bisa melayani rakyatnya. Meski memang jadi tampak agak lucu. Di saat rakyat perlu pelayanan prima, pada saat yang sama sebagian besar para pegawai negeri menikmati libur panjang. Akibat libur panjang selama Idulfitri,

H

Redaktur: , Noor Dachliyanie A, Sigit Rahmawan A, Umi Sriwahyuni, Syamsuddin, Sudarti, Alpri Widianjono, Kamardi, Ernawati, Didik Triomarsidi, Mahmud M Siregar, Aya Sugianto. Asisten: Halmien Thaha, Eka Dinayanti, Sofyar Redhani, Siti Hamsiah, Murhan, Anjar Wulandari, Aries Mardiono. Staf Redaksi: Hanani, Burhani Yunus, AM Ramadhani, Syaiful Anwar, Mohammad Choiruman, Anita Kusuma Wardhani, Syaiful Akhyar, Mahdan Basuki,Khairil Rahim, Idda Royani, Ibrahim Ashabirin, Eko Sutriyanto, Sutransyah, Faturahman, Irfani Rahman, Jumadi, Edi Nugroho, Budi Arif RH, Doni Usman, Mustain Khaitami, Hari Widodo, Ratino, M Risman Noor, Salmah, George Edward Pah, Rahmawandi, M Hasby Suhaily, Helriansyah, Nia Kurniawan, Mukhtar Wahid, Rendy Nicko Ramandha, Restudia, Yayu Fathilal. Fotografer: Donny Sophandi, Kaspul Anwar. Tim Pracetak: Syuhada Rakhmani (Kepala), M Syahyuni, Aminuddin Yunus, Syaiful Bahri, Edi Susanto, Sri Martini, Kiki Amelia, Rahmadi, Ibnu Zulkarnain, Achmad Sabirin, Rahmadhani, Agus Kurniawan. Design grafis/illustrator: Ivanda Ramadhani. Biro Jakarta: Febby Mahendra Putra (Kepala), Domuara Ambarita, Murdjani, Antonius Bramantoro, Budi Prasetyo, Fikar W Eda, FX Ismanto, Johson Simandjuntak, Rahmat Hidayat, Yulis Sulistyawan, Choirul Arifin, Hendra Gunawan, Sugiyarto

WARTAWAN “BANJARMASIN POST GROUP” SELALU DIBEKALI TANDA PENGENAL DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APA PUN DARI NARASUMBER.

tempuh Jakarta- Bandung sekitar tiga jam dengan kereta uap, hingga kini tak berubah. Malah, kadang lebih molor. Kapal laut? Hampir tak ada beda. Konon nenek moyang bangsa ini adalah pelaut yang mengeksplorasi samudera sejak berabad- abad silam. Kini hanya punya beberapa puluh kapal saja yang dioperasikan pemerintahnya. Itu pun, dengan kualitas keanyamanan dan keamanan yang payah. Tak apalah, sekali setahun, kok. Penduduk Indonesia yang sudah telanjur bertumbuh kembang di hilir, mengalir balik ke arah hulu. Entah untuk sekadar kangenkangenan, atau memang memerlukan semangat baru dari pelataran budaya asal sebelum kembali melanjutkan perjuangan di hilir tempat selama ini mereka berjibaku. “Budaya kita memang bertumbuh kembang di hilir. Di muara. Boleh jadi karena awal peradabannya bermula di tepi-tepi sungai di daerah hulu. Mengalir ke hilir, bertemu, berinteraksi, dan bertumbuhkembanglah di hilir,” ujar seorang rekan. Ya, apa boleh buat! Tunggu saja kami kembali ke hilir. Kapan? Ya, nanti. Sekarang mah selamat lebaran aja dulu. (*) Pimred Banjarmasin Post Group

BAZ Belum Populer Salurkan Zakat

Sulit Mencari Poskonya TERUS terang, sampai sekarang saya belum pernah membayar zakat atau sedekah ke lembaga Badan Amil Zakat (BAZ). Soalnya, keluarga hanya mengenal nama itu tetapi tidak tahu di mana alamatnya atau poskonya. Berbeda dengan fakir miskin, mereka jelas kita ketahui siapa dan di mana. Misalnya, fakir di sekitar rumah kita, se-

hingga mudah untuk menyerahkannya. Memamg kami pernah menyerahkan sedekah ke sebuah lembaga semacam dompet dhuafa. Dulu alamatnya di sebuah masjid, sehingga mudah untuk menyerahkan. Tetapi kini sudah pindah dan bagi kami sulit mencarinya. Hingga sekarang kami hanya menyerahkan zakat

atau sedekah ke keluarga miskin yang kami kenal. Saran kami adalah, BAZ harus memiliki posko yang strategis, seperti di masjidmasjid yang petugasnya ada setiap waktu. Sebab, orang yang bersedekah tidak tergantung momen. Kalau ada rezeki bisa mendatangi. Kemudian, sebaiknya antara BAZ dengan lembaga

penerima zakat lainnya yang sudah dikelola pihak organisasi atau swasta seperti rumah zakat dan sebagainya, sebaiknya bersinergi dan saling memberikan informasi. Dengan demikian, tidak terkotak-kotak dan dana yang terhimpun bisa dikelola secara maksimal.(*) Wahyu Warga Kota Banjarmasin

Diperlukan Sosialisasi Sampai RT

Pemimpin Umum : HG Rusdi Effendi AR Pendiri : Drs H J Djok Mentaya (1939-1994) Drs H Yustan Aziddin (1933-1995) HG Rusdi Effendi AR

Pemimpin Perusahaan: A Wahyu Indriyanta General Manager Percetakan: D Yusgianto Wakil PP (Bidang Humas): M Fachmy Noor Manajer Iklan : Suharyanto (08115803012) Manajer Promosi: Mufriwan (08115002002) Manajer Sirkulasi Fahmi Setiadi (08115003012) Alamat: Gedung HJ Djok Mentaya, Jl AS Musyaffa No 16 Banjarmasin 70111, Telepon (0511) 3354370 Fax 4366123, 3353266, 3366303 Bagian Redaksi: Ext 402-405 ; Bagian Iklan: Ext. 113, 114 Bagian Sirkulasi: Ext. 116, 117 Pengaduan Langganan: 08115000117 (0511) 3352050 Biro Jakarta-Persda: Redaksi, Jl Pal Merah Selatan No 12 Lantai II Jakarta 10270, Telp (021) 5483008, 5480888 dan 5490666 Fax (021) 5495358 Perwakilan Surabaya: Jl Raya Jemursari 64 Surabaya, Telp (031) 8471096/ 843428, Fax (031) 8471163 Biro Banjarbaru: Jl Wijaya Kusuma No 11 Telp (0511) 4780356, Biro Palangka Raya: Jl Tjilik Riwut Km.2,5 Palangka Raya, Telp (0536) 3242361 Tarif Iklan: zDisplay Umum: Hitam Putih (BW): Rp 22.500/mmk Berwarna (FC): Rp 45.000/mmk zDisplay Halaman 1: Hitam Putih (BW): Rp 45.000/mmk Berwarna (FC): Rp 90.000/mmk zIklan kolom/Duka Cita: Hitam Putih (BW): Rp 15.000/mmk Berwarna (FC): Rp 30.000/mmk zIklan Kuping: (FC) Rp 100.000/mmk zIklan Baris: (FC) Rp 20.000/baris: (BW): Rp 15.000/baris zIklan Satu Kolom : (FC)Rp 30.000/mmk, (BW): Rp15.000/mmk Catatan: Harga belum termasuk PPN 10%. Harga Langganan: Rp 75.000/bln Percetakan: PT Grafika Wangi Kalimantan Alamat: Lianganggang Km 21 Landasan Ulin Selatan Banjarbaru Telepon (0511) 4705900-01 Isi di luar tanggung jawab percetakan Setiap artikel/tulisan/foto atau materi apa pun yang telah dimuat di harian “Banjarmasin Post” dapat diumumkan/dialihwujudkan kembali dalam format digital maupun nondigital yang tetap merupakan bagian dari harian “Banjarmasin Post”.

penerimaan negara triliunan rupiah diperkirakan tertunda. Kota-kota mendadak jadi lebih sepi dari biasa seperti kehilangan gairah. Warganya berbondong pulang kampung dengan berbagai cara dan sarana. Mereka yang mampu dan memiliki kendaraan meluncur di jalanan dan langsung dihimpit kemacetan arus lalu lintas. Yang kampungnya terlalu jauh dari pusat, mereka tempuh dengan angkutan umum. Atau mencarter kendaraan yang cocok buat mereka dan sekaligus bisa membingkaikan citranya kini sebagai ‘orang kota’. Dan hiruk pikuk perjalanan tahunan pun dimulailah. Ada yang beruntung bisa menikmati kenyamanan yang memadai, ada yang menerima apa adanya. Layanan dan fasilitas sepertinya kalah penting oleh ‘keharusan’ pulang dan tiba di tempat tujuan. Jika presiden, atau wakil presiden, atau para menteri sesaat bisa menanggalkan seragam mereka dan berbaur di tengah rakyatnya dan ikut mudik, mungkin mereka bisa merasakan bagaimana nya-

Maklum, rakyat Indonesia sudah telanjur bertumpuk di hilir, tempat segala persoalan kehidupan bermuara. Dan, lebaran adalah saat yang selama ini dianggap paling tepat untuk kembali ke udik.

Tulisan Opini bisa dikirim ke email: redaksi@banjarmasinpost.co.id (Maksimal 5.000 karakter tanpa spasi). Sertakan nama, alamat lengkap, nomor telepon, nomor rekening dan fotokopi (KTP). Opini yang terbit akan kami berikan imbalan ke nomor rekening penulis. Terima kasih. Artikel yang masuk batas waktu pemuatannya maksimal dua minggu.

Banjarmasin Post Group Pemimpin Redaksi: Yusran Pare Wakil: Harry Prihanto Redaktur Pelaksana: Dwie Sudarlan Pjs Manajer Peliputan: Elpianur Achmad Pjs Asisten Manajer Peliputan : M Royan Naimi, R Hari Tri Widodo Manajer Produksi: M Taufik Redaktur Eksekutif: Muhammad Yamani (Banjarmasin Post), Mulyadi Danu Saputra (Metro Banjar), Irhamsyah Safari (Serambi UmmaH), Ribut Rahardjo (Online/Radio). Manajer Redaksi: Irhamsyah Safari Wakil: Agus Rumpoko

Oleh : Yusran Pare

mannya disetarakan dengan barang seolah tanpa jiwa dan tak beremosi. Mereka mungkin bisa merasakan, betapa “hangat” duduk --tidak selalu harus berarti di atas kursi-- berjejal dan diperlakukan tak ubahnya seperti sekarung kelapa, hasil,bumi lain, atau malah dengan kambing. Umpamanya saja Menteri Perhubungan melepas segala atribut dan simbol statusnya, kemudian mengikuti arus ini dengan cara larut bersama rakyatnya, mungkin ia akan merasakan arti kebersamaan dalam kesengsaraan sebuah negeri makmur dari barat hingga ke timur. Ia bisa menikmati rasanya berpeluh, berdesak, berebut ruang untuk sekadar bernapas, sambil menyaksikan dari balik jendela berkarat, bertapa biru dan luasnya laut. Betapa hijau dan permainya ladang, sawah, kebun dan gunung di kiri-kanan jendela kereta atau bus. Di tempat inilah terasa bagaimana sengsaranya kebersamaan dalam kelaparan dan kehausan terpanggang suhu tanpa berpengatur. Antre di dalam kapal untuk mendapatkan ransum sepiring nasi dan sepotong ikan entah apa, sementara di bawah kita di kedalaman samudera berjuta-juta ikan menanti dikelola. Dalam konteks layanan angkutan umum, tampaknya kita belum bisa berharap banyak. Mungkin itu sebabnya warga cenderung berlomba memiliki dan menggunakan kendaraan pribadi. Di samping penting untuk melengkapi simbol status, juga karena angkutan umum tidak menjanjikan keamanan dan kenyamanan yang memadai. Ini meledakkan persoalan baru karena perkembangan infrastruktur kalah cepat oleh pertumbuhan kendaraan dan kebutuhan layanan. Contoh kecil, kereta api di Indonesia termasuk lebih dahulu dibanding negara-negara lain di Asia. Sejak seabad lalu jarak

Pahlim SHut PNS di Kab HST

ZAKAT, secara substansial, memiliki dua fungsi pokok, yaitu penyucian harta dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Potensi zakat berdasarkan

penelitian Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dengan Institut Pertanian Bogor pada Januari-April 2011 sekitar Rp 217 triliun. Potensi dana zakat yang begitu besar ini apabila dikelola dengan professional diharapkan akan mampu mengentaskan kemiskinan di negara kita. Potensi yang besar ini jika tidak dikelola secara professional misalkan penyaluran zakat diberikan langsung kepada mustahiq (penerima zakat), harapan agar zakat bisa memberdayakan mereka menjadi sulit terwujud. Yang terjadi adalah adanya ketergantungan secara ekonomi para mustahiq kepada para muzakki (pemberi zakat). Diharapkan zakat yang

diterima itu tidak hanya untuk dikonsumsi, tetapi bagaimana bisa diberdayakan untuk mengangkat perekonomian mereka, misalnya dipakai untuk modal usaha, atau mereka diberikan alat kerja sehingga mereka bisa terangkat kehidupannya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, agar lebih optimal pendayagunaaannya dan agar lebih bisa memberdayakan para mustahiq, penyaluran zakat dititipkan lewat lembaga zakat. Jika disalurkan langsung oleh muzakki kepada mustahiq, memang ada semacam perasaan tenang, karena menyaksikan secara langsung bahwa zakatnya tersebut telah tersalurkan kepada mereka yang dianggap berhak

menerimanya. Tetapi pertanyaannya: apakah betul, kalau zakatnya tersebut disalurkan secara tepat? Seringkali orang sudah merasa menyalurkan zakat kepada mustahiq, padahal ternyata yang menerima bukan mustahiq yang sesungguhnya. Rendahnya masyarakat membayar zakat melalui BAZ, boleh jadi karena kesadaran masih rendah untuk itu perlu terus ditumbuhkannya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga BAZ. Keberadaan BAZ agar efektif, diperlukan sosialisasi, selain oleh BAZ juga Pemerintah Daerah, seperti kecamatan, desa, RT/RW, dan media cetak maupun elektronik. (*)

Harus Ada Mustahiq Berprestasi BAZ Kalsel memang perlu promosi besar-besaran untuk memperkenalkan lembaga ini ke masyarakat. Sebab, selama ini mayoritas muslimin yang biasa mengeluarkan zakat, infaq dan sedekahnya ragu dan segan menyalurkan ke sana. Pengurus juga perlu mengadakan semacam pembinaan terhadap mustahiq (penerima zakat) yang menggunakan dana BAZ sebagai modal usaha. Ini penting dilakukan agar dana BAZ

tepat sasaran yaitu mengentaskan tarap hidup dari mustahiq ke muzakki (wajib zakat atau sedekah). Pemberian dana untuk usaha ini perlu dipantau betul, agar mereka mampu mengembangkan modal usaha tersebut. Bila mereka berhasil, kisah sukses ini harus dibagikan ke masyarakat. Dengan demikian, bukan hanya akan menimbulkan rasa kepercayaan di kalangan muzakki untuk menyalurkan zakatnya ke BAZ tetapi juga mamacu kalangan mus-

tahiq lainnya untuk meniru kisah sukses tersebut. Kita harapkan BAZ akan melahirkan banyak muzakki baru yang sbeelumnya adalah kalangan mustahiq. Memang untuk pembuktian ini perlu waktu lama, tetapi kalau dimulai dari sekarang, insya Allah akan bisa melihat hasilnya. M Salihin Alumnus Unlam

Tema minggu depan: Hikmah Halal Bihalal Pemimpin dan Rakyat SAMPAIKAN komentar Anda maksimal 500 karakter secara santun ke redaksi@banjarmasinpost.co.id, disertai salinan kartu identitas diri dan foto (mohon jangan pasfoto). Komentar terbaik untuk tiap minggunya, mendapat kenang-kenangan manis dari BPost. Jadi, saatnya Anda bicara demi kebaikan bersama.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.