20
MINGGU 12 APRIL 2009 / 16 RABIULAKHIR 1430 H
SENI BUDAYA
Banjarmasin Post
“Parah...tinggikan dosisnya. Dia sudah gila, sulit menyembuhkannya,” wajah hancur itu kembali memerintah. Seorang berjubah yang tubuhnya bungkuk lalu menusukku dengan jarum. Aku tetap berusaha berontak. Tapi ikatan tubuhku dan dekapan tiga orang tak mampu membuatku menghindar. Jarum itu menembus nadiku. Mataku basah. Basah oleh air mata karena harga diriku tercabik. Aku dikalahkan bayangan berjubah putih. Aku adalah pecundang. Mataku terpejam. semua berubah gelap. Sangat pekat sampai aku tak bisa melihat jari tanganku. Tapi samar-samar, di sisa batas kesadaranku, melintas wajah rusak itu dalam kegelapan. Mulutnya berkomat-kamit. Aku menangkap bahasa tubuhnya itu. Dia menyebut aku gila.
Puisi-puisi Muhammad Zarkasyi*
Aku Hampir Gila Engkau membuatku hampir menjadi gila pesona dirimu membuatku terpana dan.. aku mengejar bayangmu merindukan senyum lembutmu Aku bagai pengembara Berjalan di hamparan padang pasir Bagai kapal patah kemudi Terombang ambing Badai gurun yang begitu ganas Aku bertahan hidup Mencari setitik air suci Dari telaga hatimu Engkau membuatku Hampir menjadi gila Bayang wajah ayumu Selalu berdansa Di atas panggung memoriku Mengapa ada cinta Mengapa ada cinta? Ada cinta, mengapa? Cinta, mengapa ada? Mengapa ada duka? Ada duka, mengapa? Duka, mengapa ada? Ah. ! Cinta Mengapa kau lahir bagai bunga mekar? Mengapa menebar duka dengan durimu? Mengapa kau hinggap Pada hati yang sepi ini?
ILUSTRASI/IVANOV
Orang Gila
Sisi Lain dari Cinta Cinta itu seperti racun Racun yang mematikan Dalam hitungan menit Aku terkapar dan mati
Echa R
Cinta itu bagai jilatan api Api yang sangat panas Dalam sekejap mata Jiwa ku melebur menjadi abu Cinta itu layaknya badai Badai yang menakutkan Dalam sekali sapuan Aku terhempas didasar samudra Cinta itu laksana bongkahan es Menebar rasa dinginnya salju Dalam sekali hembus Aku membeku ribuan tahun didalamnya. Kau dan cintamu adalah sama!
Penantian Setahun yang Lalu Hari ini langit Terlihat kelam Tiada desir angin Membelai rerumputan Suram Sesuram hatiku Hari ini Dia telah beri jawabnya Jawaban yang menyejukan hatiku Dari penantian setahun yamg lalu Dan Sekaligus hancurkan harapanku Melumat hatiku Catatan hati ini Bagai di makan Mulut-mulut api Hangus tinggal menjadi debu Seperti hatiku yang kelabu
MEMORI otakku sudah tak bisa merekam berapa kali bayang-bayang itu melintas. Secepat bayang-bayang itu datang, sepermiliar detik berikutnya bayangan itu lenyap. Mengganggu! sangat mengganggu. Bayangan itu membuyarkan harmonisasi kehidupanku. Aku sangat suka hidup, lingkungan, temantemanku. Semua sangat indah. Tapi bayangan itu mengerikan. Jumlahnya berganti-ganti. Kadang hanya seorang. lain waktu berkawan. semua sama saja. Kedatangan mereka membikin tubuhkan sakit. Sangat sakit. Seperti hujaman jutaan belati ke tubuh. Laksana ditimpa batu sebesar gunung. Akh..kenapa bayangan itu selalu mengganggu. Aku ingin hidupku tenang. Duniaku sangat menawan jika tak ada mereka. Penuh warna, pelangi pun kalah dibuatnya. Duniaku tak ada batasan. Tiada siang, malam. Aku tak pernah tidur. Kadang terbentuk lingkaran indah aneka warna di langit. Tiap kali mata memandang tubuhku langsung melayang. Melayang ke seantero jagat. Menembus batas imaji. Atau aku bisa pula berjalan-jalan di labirin yang terbuat dari potongan-potongan tulang. Kakiku menjejak di atas darah. Sementara tanganku memegang dua buah parang. Satu waktu aku ada di sebuah desa. Semuanya berwarna hijau, dari rumput sampai gubukgubuknya. Orang-orangnya pun berkulit hijau. Tapi mereka ramah. Aku disambut seperti saudara. Suguhan minuman dari gelas warna hijaunya sungguh enak. Lain waktu aku berada di sebuah kota. semua orang berwajah tirus sehingga antara mulut dan hidungnya hampir menyatu. Kota ini penuh ke-
bahagian. Buktinya semua orang selalu tertawa. Tong sampah di sana pun ikut tertawa. Aku juga ikut tertawa. Sangat menenangkan jiwa. Tak ada yang membosankan dalam hidupku. Aku sangat menikmatinya. Aku tak pernah kesepian. Dalam setiap perjalanku selalu bertemu orang-orang yang ramah. Mereka temantemanku. Kami di sini bebas, bebas menjadi apa saja. Begitulah hidupku, duniaku. Sayang sepermilar detik berikutnya semua bisa berubah kelam. Dunia warna-warni berubah jadi hitam putih. Tiba-tiba saja aku berada di sebuah ruang sempit berukuran 3x4 meter. Tubuhku terikat di brankar, aku tak bisa bergerak. Lalu aku berteriak. Sejurus kemudian muncul bayangan-bayangan berjubah putih. Wajah mereka bak serigala ingin menerkamku, bengis kejam dan tanpa ampun. Kali ini mereka ada lima. Satu memegangi kakiku, dua orang membekap tanganku. Seorang yang kulihat wajahnya sangat hancur dan menjijikkan berdiri agak jauh dari temantemannya. Ta sedikitpun keramahan bisa kujamah dari wajah itu.”Buka mulutnya. Masukan benda itu biar dia tidur lagi,” ucapnya. Jubah putih yang memakai topi kotak di kepalanya langsung membuka mulutku. Aku tak lagi bisa berteriak. Suaraku terhenti di tenggorokan. Lima benda bundar dimasukkan paksa ke mulutku. Aku berontak. Tubuhku tak rela menerima benda bundar itu. Aku berhasil memuntahkannya. Aku kembali berteriak. Berteriak sampai telingaku sakit. Harga diriku seperti tercabik. Aku bukan binatang seperti mereka. Aku manusia, derajatku lebih tinggi dari mereka. tak sudiku dipaksa menelan benda bundar itu.
*** Sinar mentari menyadarkanku. Sinarnya terasa perih di mata. Ada perasaan yang berbeda dari biasanya. Duniaku tak lagi aneka warna. Langit bersih berwarna biru. Hanya sedikit awan kelabu di cakrawala. Aku merasa benar-benar berbeda ketika rasa senang, gembira dan bahagia menjadi keniscayaan yang tidak mengenakkan. Tak lagi menarik. Aku dirundungi kedukaan. Rasa ini menekan habis senang, bahagia dan gembira sampai tiada sisa. Tiba-tiba aku ingin menangis. Tapi air mata tak mau keluar. Kupandangi sekeliling. Aku berdiri di sebuah sabana yang maha luas. Sejauh mata memandang hanya rumput dan perdu. Aku ingin beranjak tapi kaki tak bisa digerakkan. Sayup-sayup kudengar bunyi gemuruh dari langit. Kulihat setitik benda berputar-putar nun jauh di atas sana. Bunyi itu berasal dari benda itu. Lambat laun benda itu makin besar dan terus membesar dibarengi bunyi gemuruh yang memekakkan telinga. Benda itu pecah menjadi ribuan titik yang bergerak sangat cepat menuju ke arahku. Kesedihanku berubah jadi ketakutan. Aku pun memejamkan mata. Tiba-tiba suasana jadi hening. Bunyi gemuruh hilang ditelan kesunyian. Perlahan rasa takutku sirna. Senang, bahagia dan gembira kembali menyeruak di antara kesedihan. Kubuka mata, perlahan aku tersenyum. Langitku kembali aneka warna. Duniaku telah kembali. Kesenangan, kebahagian dan kegembiraan itu kembali berkuasa di dalam diriku. Tapi aku sedikit bingung di langit banyak sekali manusia melayang. Di antaranya orang-orang yang kukenal. Mereka melambai memintaku untuk ikut. Ada yang berusaha menukik dan hendak meraihku namun gagal. Aku pun heran. Tapi aku tertawa dibuatnya. Aku terpingkalpingkal sampai keluar air mata. Pandanganku jadi tak jelas karena mataku terpejam sementara air mata terus keluar seperti dipompa. Kubuka mata, aku kembali di brankar. Di pojok kamarku lihat perempuan tua tertidur pulas. Aku mengenalinya, dia adalah mertuaku yang cerewet. Kugeser pandangan ke pintu kulihat istriku berbincang dengan seorang perempuan berkulit putih nan cantik. Instingku mengatakan perempuan itu si wajah hancur. “Na...Nani,” suaraku cukup kencang memanggil nama istriku. “Ya..Tuhan...suamiku sadar..dokter...ibu,” teriak Nani. Sebentar saja suasana di dalam kamar jadi heboh. Si perempuan cantik terbengong melihatku seakan tak percaya dengan apa yang terjadi padaku. Dia menarik istriku keluar kamar. Sayupsayup kudengar pembicaraannya dengan Nana. “Sebenarnya ini mustahil, tapi di dunia kedokteran ini bisa saja terjadi. Suami anda sudah tak lagi depresi. Mungkin ini keajaiban,” ucapnya. Aku memejamkan mata. Senyum tersungging di bibirku. Kubalikkan badan, tubuh kutekuk. Aku merasa sangat puas. Aku yang disebut gila ini bisa menipu si wajah hancur yang menyamar jadi perempuan cantik itu. Aku pun terbahak-bahak. Sepermiliar detik berikutnya aku kembali ke alamku. *
INFO PENGASUH BAGI rekan-rekan yang mengirim tulisan berupa cerpen atau puisi, kami meminta untuk melengkapinya dengan data diri dan nomor rekening bank anda. Honor tulisan yang dimuat akan kami transfer. Bagi anda yang tulisannya telah dimuat tapi lupa mencantumkan nomor rekening, bisa konfirmasi via email ke redaksi@banjarmasinpost.co.id atau royan.naimi@gmail.com.
*) Mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN Antasari Banjarmasin
Tradisi Tari Bumi Serambi Makkah Homepage: http//www.banjarmasinpost.co.id : PT Grafika Wangi Kalimantan : SK Menpen No. 004/SK/MENPEN/ SIUPP/A.7/1985 tgl 24 Oktober 1985 Sejak Tanggal : 2 Agustus 1971 Direktur Utama : Herman Darmo Penerbit SIUPP
Pemimpin Redaksi/ Wakil Pemimpin Umum: Yusran Pare Redaktur Pelaksana: Harry Prihanto, Dwie Sudarlan Sekretaris Redaksi: Umi Sriwahyuni Manajer Produksi: Agus Rumpoko Wakil Manajer Produksi: Muhammad Yamani Koordinator Liputan: Dade Samsul Rais Staf Redaksi: M Iqbal Raziffuddin, Noor Dachliyanie Adul, Sudarti, Didik Triomarsidi, Halmien Thaha, Ernawati, Yenny Yanuarita, Kaspul Anwar, Ribut Raharjo, Fikria Hidayat, Mulyadi Danu Saputra, M Royan Naimi, Hanani, Burhani Yunus, Sigit Rahmawan Abadi, Anjar Wulandari, Anita Kusuma Wardhani, Ratino Taufik, Moh Choiruman, M Rasyid Ridho, Murhan, Siti Hamsiah Biro/Perwakilan: Banjarbaru/Martapura: Syamsuddin (Kepala Biro), Herlina Lasmianti, Aries Mardiono Barabai: Khairil Rahim Tanjung: Mahdan Basuki, Pelaihari: Idda Royani, Marabahan: Ahmad Riduan, Palangka Raya: Noorjani Aseran (Kepala Biro), Sutransyah, Faturrahman Kuala Kapuas: Mustain Khaitami Jakarta: Uki Kurdi (Kepala Biro), Domuara Ambarita (Waka Biro), Murdjani, Antonius Bramantoro, Budi Prasetyo, Zulfikar W Eda, FX Ismanto, Heroe Baskoro, Johnson Simanjuntak, Rahmat Hidayat, Yulis Sulistyawan, Choirul Ariffin, Hendra Gunawan. Ilustrator/Karikaturis: Ivanda Ramadhani.
e-mail : redaksi@banjarmasinpost.co.id Pemimpin Umum : HG Rusdi Effendi AR Pendiri : Drs H J Djok Mentaya (1939-1994) Drs H Yustan Aziddin (1933-1995) HG Rusdi Effendi AR
Pemimpin Perusahaan: A Wahyu Indriyanta, Wakil Pemimpin Perusahaan/Bagian Promosi: M Fachmy Noor, Bagian PSDM/Umum: Tapriji, Bagian Iklan: Fahmi Setiadi (08115003012), Bagian Sirkulasi: Suharyanto (08115000117). Alamat Redaksi/Iklan/Sirkulasi: Gedung HJ Djok Mentaya, Jl AS Musyaffa No 16 Banjarmasin 70111, Telepon (0511) 3354370 (hunting), Fax 4366123, 3353266, 3366303 Bagian Iklan: (ext. 113, 114), Bagian Sirkulasi: (ext. 116, 117) Hotline Langganan: (0511) 3352050 Biro Jakarta-Persda: Redaksi, Jl Pal Merah Selatan No 12 Lantai II Jakarta 10270, Telp (021) 5483008, 5480888 dan 5490666 Fax (021) 5495360, Iklan/ Sirkulasi: Telp (021) 5483008, 5480008, Fax (021) 53696583 Perwakilan Surabaya: Jl Raya Gubeng No 98 Surabaya, Telp/Fax (031) 5021779, Biro Banjarbaru: Jl Wijaya Kusuma No 11 Telp (0511) 4780356, Biro Palangka Raya: Jl Tjilik Riwut Km.2,5 Palangka Raya, Telp (0536) 3242361 Tarif Iklan: zDisplay Umum: Hitam Putih (BW): Rp 17.500/mmk Berwarna (FC): Rp 35.000/mmk zDisplay Halaman 1: Hitam Putih (BW): Rp 35.000/ mmk Berwarna (FC): Rp 70.000/mmk zIklan kolom/Duka Cita: Hitam Putih (BW): Rp 10.000/mmk Berwarna (FC): Rp 20.000/mmk zIklan Baris: Rp 10.000/baris Catatan: Harga belum termasuk PPN 10%. Harga Langganan: Rp 75.000/bln Percetakan: Alma Mater Press Offset Alamat: Lianganggang Km 21 Landasan Ulin Selatan Banjarbaru. Telepon (0511) 4705900-01 isi di luar tanggungjawab percetakan.
WARTAWAN “BANJARMASIN POST GROUP” SELALU DIBEKALI TANDA PENGENAL DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APA PUN DARI NARASUMBER.
BUNYI tetabuhan sayupsayup terdengar. Alunan yang rancak membuat suasana pagi di Taman Cahaya Bumi Selamat (CBS) Martapura akhir pekan lalu menjadi berbeda. Sementara muda-mudi bergerak tak kalah lincah mengiringi musik. Muda-mudi yang tergabung dalam sanggar tari Pesona Banjar Martapura itu memeragakan kelincahnya di depan masyarakat umum. Ada empat tari yang mereka bawakan, yakni Tirik Lalan,Tirik Wala, Maiwak dan Lam Jalalah. Tari terakhir merupakan kreasi sementara tiga tari lainnya merupakan tari tradisional khas Bumi Serambi Makkah. Seolah berada di atas pentas, para penari dengan senyum mengembang terus bergerak mengikuti alunan musik. Terkadang, mereka bergerak gemulai, tak jarang sangat tegas mengikuti alunan musik. Para penari itu pun jadi pusat perhatian. Pengunjung Taman CBS bertepuk tangan tanda karena dapat tontonan gratis yang memukau. “Ini merupakan uji mental bagi para penari untuk kembali menghidupkan tradisi kita. Kabupaten Banjar memiliki banyak tarian yang masih sangat potensial untuk kembali ditumbuhkembangkan. Salah satu caranya ya dengan
METRO BANJAR/AYA SUGIANTO
UNJUK DIRI- Grup tari Pesona Banjar menyemarakkan Taman Cahaya Bumi Selamat (CBS) Martapura. Grup binaan Pemkab Banjar ini menampilkan empat train khas Bumi Serambi Makkah.
memeragakannya di depan umum seperti di CBS,” kata Kabid Pariwisata Disbudparpora Kabupaten Banjar, Misrukiah. Dia mengatakan, empat tarian itu benar-benar khas Kabupaten Banjar. Bahkan tari kreasi yang dibawakan itu pun berciri Bumi Serambi Mekkah yang religius. Tari Tirik Lalan dan Tirik Wala bercerita tentang pergaulan muda-mudi di Banjar
yang penuh kesopanan. Tari Maiwak bawa pesan lingkungan. Pekerjaan mencari iwak (ikan) bagi masyarakat Kabupaten Banjar ditekuni sejak dulu. Perlu ada upaya pelestariannya. Begitu pula dengan tari kreasi Lam Jalalah yang diciptakan seniman Bumi Bauntung Batuah ini. Meskipun ada sentuhan modernisasi dalam musiknya, namun tari yang menggambarkan prinsip Urang
Banjar berperang mempertahankan daerahnya dengan semangat haram manyarah waja sampai kaputing tetap terlihat. Misrukiah mengakui, pihaknya saat ini getol memberikan polesan pada tarian khas daerah. Sebab, tari-tarian ini sudah ditetapkan menjadi salah satu wisata unggulan Kabupaten Banjar, selain wisata belanja permata, Pasar Terapung Lok Baintan danwisata alam lainnya. (niz)