3 minute read

Paylater Bikin Sulit Ajukan KPR

Paylater atau layanan belanja sekarang bayar nanti menjadi salah satu pilihan pembayaran, terutama generasi muda seperti Gen Z. Memang, paylater memiliki sejumlah kemudahan dari jenis pembayaran kredit lainnya.

Perencana keuangan Prita Hapsari Ghozie, SE, GCertFP, MCom dari Universitas Indonesia (UI) mengatakan, pilihan cicilan dan paylater menarik bagi masyarakat yang memiliki anggaran terbatas.

Pertumbuhan bisnis ini sendiri tidak terlepas dari kondisi dan gaya hidup masyarakat Indonesia yang konsumtif, seperti disebutkan dalam data riset dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) 2022.

Prita mengakui, fintech di satu sisi melahirkan transaksi keuangan yang lebih praktis dan aman. Namun, kemudahan ini berbahaya bagi generasi muda yang minim literasi keuangan.

Menurut Prita, pengguna paylater, khususnya anak muda, berisiko terjerat utang karena belum berpenghasilan tetapi sudah mengambil paylater. Apalagi, kemudahan mengajukan paylater dalam smartphone dapat memicu pengguna membeli barang yang tidak terlalu dibutuhkan.

Lebih dari itu, besar pinjaman yang diambil pun di luar batas kemampuan membayarnya. Akhirnya, anak muda terjerat utang dan menjalani skema gali lubang-tutup lubang. Saat utang yang satu belum lunas, mereka justru mengambil utang baru, baik untuk bayar utang yang pertama, maupun membeli barang lain.

Jeratan hutang paylater akan berdampak pada buruknya skor kredit seseorang. Jika catatan di SLIK buruk maka seseorang akan sulit mengakses pembiayaan lain yang justru ke depan lebih dibutuhkan. Sebut saja, kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit usaha rakyat (KUR).

"Ketika ngajukan pinjaman - pinjaman yang sebenarnya lebih dibutuhkan seperti KPR pertama, tadi mungkin KUR nggak bisa lagi karena namanya sudah nyangkut. Ini juga sekalian sosialisasi kepada masyarakat berhatihati karena sekarang semua sudah connected, sudah saling terhubung," katanya.

CEO ZAP Finance ini menambahkan, minimnya literasi keuangan juga memperparah kondisi anak muda untuk terbebas dari utang terus-menerus. Untuk itu, ia mengingatkan agar anak muda belajar literasi keuangan sehingga membentuk perilaku tidak konsumtif saat belanja.

"Dalam manajemen keuangan, anak muda bisa menggunakan sistem pemisahan rekening. Misalnya, untuk pos biaya hidup (50%), gunakan rekening tabungan; pos saving (30%), gunakan rekening investasi; dan pos gaya hidup (20%), gunakan dompet digital. Dengan begitu, keuangan lebih terkontrol dan perilaku konsumtif generasi muda dapat menurun," jelasnya.

Prita juga mengingatkan para pengguna paylater untuk tidak tergoda dengan promosi dan diskon. Pengguna harus bisa mengerem keinginan sesuai dengan kemampuan bayarnya.

Dibanding mengeluarkan uang untuk keperluan yang tidak begitu dibutuhkan, atau hanya sebatas keinginan, akan lebih bijak dan baik sekiranya uang tersebut dianggarkan untuk investasi.

Jika terlanjur memiliki skor kredit yang buruk, tak ada jalan lain selain membereskan utang piutang akibat paylater. ***

This article is from: