HALAMAN
5
EDUKA
Yang paling penting adalah, saat ini pemerintah harus gencar mensosialisasikan keberadaan museum. Karena masih banyak, tidak hanya pelajar, tapi juga masyarakat yang tidak tahu keberadaan museum. Jika dikelola dengan baik, tentu akan sangat potensial.” Sri Wulanti Guru Kelas 4 SDN Lembur Tengah Cianjur
SENIN, 31 AGUSTUS 2015
Museum Budaya tak Menarik Kurang Sosialisasi, Pelajar Enggan Berkunjung
SEJUMLAH pelajar di Kabupaten Cianjur mengaku belum mengetahui isi Museum Budaya Cianjur dan enggan untuk berkunjung. Mereka menganggap fasilitas yang disediakan masih belum menarik perhatian pengunjung.
S
eperti diungkapkan siswa MAN Cianjur, Rizki (18). Dikatakannya, keberadaan museum yang letaknya masih satu lingkungan dengan kantor pemerintah daerah (Pemda) membuat aktivitas pengunjung kurang tertarik. “Saya pernah masuk sekali, di dalamnya kurang lengkap dan tampilannya kurang menarik,” akunya pada “BC”, Sabtu (29/8). Meski begitu, dirinya mengaku jika museum merupakan salah satu tempat yang penting untuk dikunjungi. Pasalnya, keberadaan museum menjadi wadah untuk mengetahui fakta sejarah zaman dulu. “Keberadaan museum sangat penting untuk pengetahuan budaya maupun sejarah. Sehingga generasi muda bisa mempelajarinya untuk ke arah yang lebih baik,” ungkapnya. Berbeda, siswa SMK ArRahmah Cianjur, Nurul Aulia (17) mengaku tidak mengetahui keberadaan Museum Budaya Cianjur. “Ga tau. Oh ternyata Cianjur punya museum, saya belum pernah berkunjung kesana,” akunya. Terpisah, Guru Kelas 4 SDN Lembur Tengah Cian-
BERITA CIANJUR / DOK
jur Sri Wulanti menuturkan, setiap sekolah diharapkan dapat menginformasikan keberadaan Museum Budaya kepada siswanya. Pasalnya, kunjungan ke museum dapat memperluas wawasan edukasi siswa. “Tidak hanya yang di Cianjur saja, di daerah lain pun sama pentingnya untuk dikunjungi oleh pelajar. Melalui benda peninggalan yang terpajang di museum, mereka akan mengenal potensi budayanya sendiri ataupun budaya daerah lain,” terangnya. Namun, pihaknya juga me-
minta agar pemerintah untuk bisa meningkatkan layanan di Museum Budaya. Selain sebagai aset daerah terkait catatan sejarah, keberadaan museum juga bisa dijadikan salah satu objek wisata Cianjur. “Yang paling penting adalah, saat ini pemerintah harus gencar mensosialisasikan keberadaan museum. Karena masih banyak, tidak hanya pelajar, tapi juga masyarakat yang tidak tahu keberadaan museum. Jika dikelola dengan baik, tentu akan sangat potensial,” tandasnya. Sementara itu, Kepala Bina
Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Dedi Suryadi mengaku jika tingkat kunjungan ke Museum Budaya mengalami peningkatan, meski tidak signifikan. Terkait dengan pelayanan, pihaknya juga mengaku belum maksimal yang disebabkan belum lengkapnya koleksi benda-benda peninggalan sejarah di museum. “Kunjungan pelajar tidak begitu banyak memang. Rata-rata kunjungan mereka karena ditugaskan oleh sekolahnya. Paling banyak kunjungan itu, kalau sudah waktu
libur saja, mulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMA maupun masyarakat datang ke sini,” paparnya. Menanggapi soal banyaknya pelajar Cianjur yang belum mengetahui keberadaan mu seum, pihaknya mengaku sudah mensosialisasikan berupa surat yang ditandatangani bupati ke sejumlah sekolah. Sementara untuk tingkat kecamatan, pihaknya sudah memberikan himbauan bagi masyarakat yang memiliki peninggalan bersejarah untuk bisa disimpan di museum. “Belum adanya kesadaran
dari sejumlah sekolah sehingga yang datang itu pelajar Cianjur kota saja. Untuk Cianjur selatan atau Cipanas itu belum ada yang datang. Masih minimnya kesadaran masyarakat juga membuat koleksi museum monoton tidak ada perubahan atau hal menarik,” terangnya. Padahal pihaknya akan memberikan ganti atau menjadikan barang pinjaman apabila ada masyarakat yang menyimpan benda peninggalan sejarah di museum sebagai arsip. Ditambah, pengelolaan museum belum maksimal ka-
rena belum adanya tenaga ahli dalam bidang tersebut. “Sulitnya berkembang itu dilihat dari SDMnya yang belum memenuhi standar, seperti perawatan benda museum, penataan museum. Ditambah lokasi kita ini belum berbentuk layaknya museum, kan bangunan ini bekas gedung DPRD dulu,” paparnya. Pihaknya pun berharap, Museum Budaya kedepan semakin banyak koleksi, serta tertata dengan tenaga ahli. Sehingga fungsi museum sebagai sarana edukasi, rekreasi dapat terpenuhi. (usi)
Seret Dukungan, Atlet Pelajar Dulang Prestasi
NET
Forum Akademi Indonesia Kupas Korupsi
JAKARTA–Kasus korupsi yang makin marak di Tanah Air mengusik perhatian banyak pihak. Tak terkecuali Forum Akademi Indonesia (FAI) yang merupakan tempat bertukar ide dan gagasan diantara para akademisi maupun para profesional. FAI menggelar seminar nasional bidang perekonomian bertajuk “Indonesia Darurat Korupsi” di Aula Kampus BSI Kalimalang, Bekasi, Sabtu (29/8). “Seminar ini merupakan bentuk komitmen para akademisi di seluruh Indonesia untuk berperan aktif terhadap laju perkembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai perekonomian di Indonesia,” kata Direktur BSI Naba Aji Notoseputro. Seminar dihadiri oleh para dewan penasehat FAI, antara lain Farouk Abdullah Alwyni, SE, MA, MBA, ALSI dan Ir Naba Aji Notoseputro. Seminar tersebut diisi oleh dua pembicara yang kompeten di bidangnya, yakni Dr Abdullah Hehamahua (mantan penasehat KPK) dan Dr Ichsanuddin Noorsy BSc SH Msi (pengamat ekonomi dan kebijakan publik). Seminar dipandu moderator Dr Hendra Kurniawan (dosen Pascasarjana
Manajemen Universitas BSI Bandung). Seminar ini dihadiri sebanyak 250 peserta. Mereka berasal dari berbagai kalangan, dari pengajar, mahasiswa hingga profesional. Abdullah menjelaskan mengenai beberapa kasus korupsi yang ada di Indonesia. Mulai dari pendidikan anti korupsi hingga persoalan yang menyangkut pendidikan karakter bangsa. Ichsanuddin memaparkan mengenai para perilaku ekonomi. Salah satunya kasus daging sapi yang harganya sampai Rp 140 ribu per kilogram. “Ini merupakan perilaku dari mafia,” katanya. Lebih lanjut Ichsanuddin juga menjelaskan mengenai sistemik penyadaran, penyuapan, investasi dan penjajahan (penetrasi/dominasi) asing. Juga, modal berpikir kuadrat analisis yang terdiri dari sistem dan perilaku. Antara modal sosial, modal finansial, perolehan suara. Ia juga menjelaskan hal yang dapat dilakukan untuk terbebas dari korupsi. "Untuk bebas dari korupsi tegakkan dulu al-amin (kejujuran)," ujar Ichsanuddin. Pada kesempatan tersebut diluncurkan website resmi FAI (www.akademisiindonesia.org). (net/zlf )
CIANJUR-Atlet pelajar Cianjur mampu membuktikan kemampuannya dengan meraih penghargaan di ajang Pekan Olahraga Pelajar Wilayah Daerah (Popwilda) Wilayah 1 di Kota Bogor pada Minggu – Kamis (23-27/8) lalu. Popwilda merupakan ajang kejuaraan antar daerah yang diikuti pelajar. Adapun peserta Popwilda Wilayah 1 yakni, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kota Depok dan Kabupaten Bandung Barat. “Ini sebenarnya seleksi buat masuk Pekan Olahraga Daerah (Popda) 2016 di Kota Bogor. Alhamdulillah kita bisa kirimkan wakil ke sana. Kalau Kota Bogor sendiri sudah menjadi salah satu peserta, karena tuan rumah,” papar Kepala Pelatih Popwilda Pencak Silat Cianjur Dodi Sudarma. Dituturkan Dodi, dalam ajang Popwilda yang lalu, Cianjur mengikutsertakan lima cabang olahraga (cabor) untuk diikuti, yakni bulu tangkis,
IST
tenis meja, bola voli, bola basket dan pencak silat dengan total atlet 58 orang. Dari lima cabor tersebut, cabor pencak silat meraih dua emas, enam perunggu dan tujuh perak. Sedangkan cabor tenis meja menyumbang satu medali perak. “Khusus cabor pencak silat, kita kirim sebanyak 25 atlet.
Dari jumlah itu, sebanyak 14 atlet kita berhasil bawa pulang dua emas, enam perunggu dan tujuh perak. Medali emas diraih oleh Sandi, siswa SMA Al-Azhary dengan kategori tanding CPa (47-51) kg dan Hendriyawan dari SMAN 2 dengan tunggal Pa,” ungkap Dodi.
Dikatakannya, dengan raihan tersebut, keduanya berhak mengikuti Porda 2016. Selain itu, enam atlet pelajar lainnya yang meraih medali perak juga berhasil lolos Porda 2016. “Mereka adalah, Siti Nuranisa (SMA Al-Azhary), Iis Siti Masitoh (SMKN 2 Cilaku), Riki (SMA Pasundan Cikalongku-
lon), Firmansyah (SMA PGRI Ciranjang), M. Erik Junaedi (SMKN 1 Cianjur), Fahmi Abdul Latif Jamil (SMK Ar-Rahmah) dan Firmansyah Nurozi (SMPN 1 Bojongpicung),” sebutnya. Meski cukup membanggakan, diakui Dodi, dukungan pemerintah sangat minim. Bahkan, hal tersebut terjadi setiap tahunnya. “Pastisipasi atau dukungan dari disdik kurang, apalagi cabor pencak silat, kami merasa dianaktirikan. Contohnya, kami mengirimkan sebanyak 25 atlet, namun bantuan hanya cukup untuk 10 atlet. Bahkan, untuk cabor voli mereka mengeluarkan biaya sendiri. Padahal untuk cabor lainnya, seperti bulu tangkis, tenis meja dan bola basket putri dukung yang diberikan optimal. Kami berharap, pemerintah melalui dinas terkait tidak membeda-bedakan dukungan, sebab kami sama-sama berjuang dan nyatanya pula kami yang langganan mendapatkan medali,” tandasnya. (usi)
Budayakan Malu di Lingkungan Sekolah CIANJUR-Sejumlah sekolah menerapkan budaya malu di lingkungan sekolah. Namun pada kenyataannya, budaya malu pada kalangan peserta didik belum bisa menjadi kebiasaan yang diterapkan siswa pada kehidupan sehari-hari. Wakasi Kesiswaan SMP Negeri 1 Gekbrong, Wawar Kurniasih mengatakan, budaya malu yang ditanamkan di sekolah merupakan upaya agar siswa bisa membiasakannya di kehidupan seharihari. Budaya malu ini juga berlaku bagi guru. “Iya seperti budaya malu
datang terlambat, malu pulang kerja lebih awal, malu tidak masuk kerja, malu menyontek, malu untuk tidak berprestasi dan lainnya itu sebagai gambaran atau himbauan kepada guru dan murid untuk bercermin pada budaya malu yang dipampang di sekolah,” ucapnya kepada “BC”, kemarin. Lanjur Wawar, diakuinya budaya malu ini belum bisa diterapkan oleh seluruh siswa. Akan tetapi pihaknya menghimbau dari himbauan yang diterapkan di sekolah agar bisa menjadi kebiasaan untuk mencerminkan tena-
Iya seperti budaya malu datang terlambat, malu pulang kerja lebih awal, malu tidak masuk kerja, malu menyontek, malu untuk tidak berprestasi dan lainnya itu sebagai gambaran atau himbauan kepada guru dan murid untuk bercermin pada budaya malu yang dipampang di sekolah." Wawar Kurniasih
Wakasi Kesiswaan SMPN 1 Gekbrong
ga pendidik yang profesional serta jadi pelajar berpendidikan. “Apabila kedapatan siswa menyontek atau guru yang melakukan kesalahan tentu hal pertama itu teguran. Kalau masih melakukan hal yang sama, nanti diberi peringatan sesuai dengan tahapannya,” jelasnya. Senada, Guru Agama SMK Al-Ittihad, Wandi Ruswannur mengatakan, budaya malu yang merupakan ciri seorang pelajar berpendidikan harus ditanamkan kepada siswa. Hal ini ditujukan untuk meng-
hindari siswa bersikap tidak seperti seorang pelajar. “Mereka itu kan sedang menuntut ilmu, tentu diajarkan mana yang baik dan yang tidak. Jika mereka melakukan hal yang tidak sesuai dengan perilaku pelajar, harusnya mereka malu terhadap teman, orang tua, guru apa lagi dengan penciptanya,” ujarnya. Ditambahkannya, budaya malu perlu diajarkan dan diterapkan kepada siswa agar menjadi pribadi yang memiliki etika. “Jangan sampai menjadi generasi yang rusak akhlaknya,” harapnya. (usi)